Professional Documents
Culture Documents
Susunan saraf terdiri dari: Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Tepi (Nn.
Craniales + Nn. Spinales). Susunan Saraf Pusat terdiri Encephalon dan Medulla Spinalis. Otak,
atau ensefalon secara konvensional dibagi dalam 5 bagian utama : telensefalon atau otak besar,
diensefalon atau otak antara, mesensefalon atau otak tengah, metensefalon atau otak belakang,
dan mielensefalon atau medulla oblongata (sambungan sumsum tulang). Telensefalon dan
diensefalon membentuk prosensefalon atau otak depan. Metensefalon dan mielensefalon
membentuk rombensefalon atau otak belah ketupat. Metttensefalon terdiri dari pons
danserebelum. Serebrum mencakup telensefalon, diensefalon dan otak tengah bagian atas.
Serebrum sebagiannya terbagi dalam dua belahan hemisfer oleh suatu fisura
longitudinal vertical yang dalam. Sebuah hemisfer serebrum adalah setengah bagian otak depan.
Hemisfer serebrum meliputi struktur telensefalon seperti korteks serebrum, zat putih yang
dalam terhadap korteks, ganglia basal, dan korpus kalosum. Sistem ventrikulus ialah ronggarongga di dalam otak yang berisi cairan serebrospinal. Sistem itu dibagi sebagai berikut :
ventrikel lateral ialah rongga di dalam hemisfer serebrum, ventrikel ketiga ialah rongga di dalam
diensefalon, akuaduktus serebrum (akuaduktus sylvii) ialah rongga di dalam mesensefalon dan
ventrikel keempat ialah rongga rombensefalon. Serebelum (otak kecil) ialah bagiandorsal
metensefalon yang mengembang.
Batang otak ialah istilah kolektif untuk diensefalon, mesensefalon dan rombensefalon
tanpa serebelum. (Diensefalon kadang-kadang tidak dimasukkan ke dalam batang otak). Batang
otak dibagi menurut hubungan topografiknya dengan tentorium dalam bagian supratentorium
dan infratentorium.
Diensefalon ialah bagian bagian supratentorium dan otak tengah, pons dan sambungan
sumsum tulang belakang merupakan bagian infratentorium. Semua saraf otak kecuali saraf
penghidu dan saraf optik, muncul dari batang otak bagian infratentorium.
FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT
Sistem saraf terdiri dari:
1.Reseptor sensoris reaksi segera memori pada otak
2.Informasi ( medulla spinalis, substansia retikularis)
3.Efektor ke otot & kelenjar
Fungsi sistem saraf adalah:
1. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain
Persepsi sensorik
2.
3.
Bahasa
4.
Sifat pribadi
5.
6.
Fungsi Talamus :
Fungsi Hipotalamus :
Mengatur fungsi homeostatik seperti kontrol suhu,rasa haus, pengeluaran urin dan
1.
asupan makanan
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Noback, C.R., Otak : Anatomi gros, Aliran darah dan Selaput
Otak dalam Anatomi Susunan Saraf Manusia. Edisi
2. EGC. Jakarta. 1995. Hal. 2-6.
2. Guyton, A.C. Serebelum, Ganglia Basalis,dan Seluruh Pengatur
Motorik. Dalam Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC.
Jakarta. 1997. Hal. 887-926.
3. Price, A.,Silvia, Wilson, M.,Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. EGC. Jakarta. 1995.
Hal. 901-929.
4. Wilson, K., Central Nervous System in : Anatomy and
Physiology in Health and Illness. Edisi 7. Churchill
Livingstone. 1995. P.245 270.
Seorang pria berusia 72 tahun dengan riwayat 12 tahun penyakit Parkinson mengalami penurunan
respon terhadap pengobatan yang diterimanya dan diskinesia (gangguan gerakan sukarela seperti
kontraksi otot yang terus-menerus tanpa kendali). Selama beberapa tahun terakhir dia telah
menerima beberapa rejimen obat untuk Parkinson termasuk inhibitor monoamin oksidase, amantadin,
agonis dopamin dan karbidopa-levodopa. Dia menyatakan bahwa dengan rejimen yang sekarang ini
diterima yaitu 1,5 tablet karbidopa-levodopa 25/100 setiap 2 jam, dia mengalami pengurangan yang
nyata pada gejala tremor, kekakuan, bradikinesia dan perbaikan yang substansial pada
kemampuannya untuk berjalan. Meskipun dalam hal ini dia memerlukan penyesuaian dosis dan
interval pemberian obat. Selain itu pasien ini juga melaporkan adanya diskinesia bagian tubuh
sebelah kanan yang parah selama 4 jam perhari. Sedangkan gejala pada bagian tubuh sebelah kiri
relatif ringan dan tidak mengganggu aktivitas hariannya. Aktivitas kognisi sangat baik, pemeriksaan
neurologis dinyatakan normal dan tidak memiliki gangguan medis lain selama hidupnya. Neurolog
yang menangani pasien ini merujuknya pada seorang ahli bedah saraf untuk mempertimbangkan
perlunya stimulasi otak-mendalam.
PROBLEM KLINIS
Penyakit Parkinson biasanya berkembang pada kelompok usia 55-65 tahun dan 1-2% diantaranya
terjadi pada usia diatas usia 60 tahun. Prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Manivestasi yang umum pada pergerakan tubuh diantaranya adalah:
Termor saat istirahat
Kekakuan (rigiditas)
Langkah menyeret
Gangguan keseimbangan
Tremor saat istirahat merupakan gejala klasik dari penyakit Parkinson ini. Penyakit Parkinson juga
menyebabkan terjadinya banyak manivestasi klinis lain yang bersifat nonmotorik seperti:
Gangguan mood (depresi, kecemasan dan apatis)
Pasien dengan gejala yang responsif terhadap levodopa merupakan kandidat yang potensial untuk
stimulasi otak-dalam.
Stimulasi otak-dalam adalah teknik bedah dimana satu atau lebih elektroda melekat pada lead yang
tertanam pada daerah tertentu diotak. Elektroda kemudian dihubungkan ke generator impuls yang
memberikan rangsangan listrik ke jaringan otak untuk memodulasi atau mengganggu pola sinyal
saraf pada wilayah yang ditargetkan. Dua situs tertentu diotak yang paling sering ditargetkan untuk
stimulasi otak-dalam pada penderita Parkinson adalah inti subthalamus dan segmen internal globus
pallidus. Keduanya merupakan inti ganglia basal yang mana banyak terjadi perubahan degeneratif
pada pasien Parkinson ini.
Stimulasi otak-dalam bekerja pada sel dan serat yang terletak paling dekat dengan tempat
ditanamnya elektroda. Dan pada banyak kasus menghambat sel-sel dan serat otak. Terapi ini
mempengaruhi beberapa sirkuit talamokortal, jalur hilir dan struktur otak lainnya. Stimulasi otak-dalam
mengubah laju pembakaran dan pola neuron individual pada ganglia basal. Listrik juga bertindak
pada sinaps dan memicu astrosit untuk melepaskan gelombang kalsium yang kemudian
mempromosikan rilis neurotransmiter lokal seperti adenosin dan glutamat. Akhirnya terapi ini akan
meningkatkan aliran darah ke otak dan merangsang neurogenesis. Semua efek tersebut terjadi
secara kumulatif diseluruh jaringan saraf yang besar dan meluas melampaui badan sel neuronal lokal
dan akson yang terletak disekitar medan listrik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa stimulasi
otak-dalam bekerja pada medan listrik, molekul kimiawi otak dan berpengaruh pada jaringan otak
lainnya. Namun masih belum jelas persis bagaimana pengaruh tersebut menyebabkan perubahan
dalam gejala penyakit Parkinson, karena itu penerapan terapi ini lebih bersifat empiris.
BUKTI KLINIS
Telah ada 4 uji klinis terkontrol untuk menilai efektivitas terapi stimulasi otak-dalam ini. Tiga pengujian
diantaranya membandingkan efektivitas stimulasi otak-dalam dengan terapi obat. Titik akhir pengujian
dinilai dengan:
1.
Menilai kualitas hidup pasien dengan mengukur Parkinsons Disease Questionnaire (PDQ-39;
skor berkisar antara 0-100 dengan skor yang lebih tinggi menunjukan buruknya fungsi)
2.
Keparahan gejala motorik selama pasien tidak mengkonsumsi obat yang dinilai
dengan Unified Parkinsons Disease Rating Scale (UPDRS-III; skor 0-108 dengan skor lebih tinggi
menunjukan keparahan gejala)
3.
Jumlah jam per hari yang terlewati tanpa diskinesia, dimana pasien/responden diminta untuk
mengisi buku harian diskinesia
Pada bagian pertama pengujian yang dilakukan di Jerman dan Austria, 156 pasien penyakit
Parkinson mengalami gejala motorik yang persisten meskipun telah menerima terapi obat. Pada
bulan ke 6 pasien tersebut menjalani stimulasi otak-dalam dan mengalami perbaikan gejala dengan
rata-rata skor PDQ-39 (31.8 vs. 40.2) dan UPDRS-III (28.3 vs. 46.0).
Pengujian berikutnya dilakukan dengan melibatkan 255 pasien di Amerika Serikat dengan waktu 6
bulan tindak lanjut, pasien menjalani stimulasi otak-dalam inti subthalamus dan globus internal
pallidus memperoleh rata-rata 4,6 jam waktu "on" perhari dibandingkan 0 jam pada kelompok terapi
medis.
APLIKASI KLINIS
Penggunaan stimulasi otak dalam telah disetujui penggunaannya oleh Food and Drug
Administration (FDA) sejak tahun 2002 sebagai terapi pendukung untuk mengurangi beberapa gejala
penyakit Parkinson yang responsif terhadap levodopa namun tidak cukup dikendalikan dengan obat.
Kebanyakan pemilihan terapi stimulasi ini didasarkan pada sifat gejala pada pasien dan kemungkinan
respon terapi terhadap obat. Berikut daftar pasien Parkinson yang potensial terhadap terapi stimulasi
otak-dalam adalah:
Kandidat utama
Pasien yang memberikan respon yang memadai terhadap terapi obat dopaminergik
Kandidat Terbatas
Pasien dengan diskinesia parah dengan respon yang rendah terhadap dopaminergik
Pasien resisten terhadap obat tremor dengan respon yang rendah terhadap obat
dopaminergik
Kandidat Lemah
Pasien dengan demensia yang parah
Jika penyesuaian pengobatan tidak dapat mengontrol gejala Parkinson, maka skrining untuk
dilakukannya terapi stimulasi otak-dalam perlu dilakukan. Skrining ini adalah sebuah proses
multidisiplin yang melibatkan ahli saraf, ahli bedah saraf, neuropsikolog dan mungkin juga profesional
kesehatan lainnya. Skrining ini dilakukan untuk menentukan profil resiko-manfaat dan pendekatan
perawatannya.
Pendekatan standar untuk implantasi elektroda pada stimulasi otak-dalam memerlukan pencitraan
otak yang detail sebelum prosedur dilakukan. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance
imaging (MRI) dilakukan untuk menggambarkan target dan perangkat lunak komputer yang
digunakan untuk menetapkan lokasi target melalui registrasi pada frame yang dipasang pada kepala
atau penanda fiducial sebelum ditempatkan pada tengkorak.
Dalam kebanyakan kasus, anestesi umum tidak dilakukan selama implantasi elektroda. Obat
parkinson dihentikan 12 jam sebelum prosedur, dan pasien tetap terjaga selama prosedur penilaian
dan respon perilaku. Anestesi mungkin diperlukan untuk kasus-kasus tertentu misalnya pada anakanak atau orang dewasa dengan tingkat kecemasan yang parah. CT Scan dan MRI selain berguna
dalam menentukan wilayah target pemasangan elektroda juga berguna untuk menetapkan lintasan
yang akan dipilih untuk menghindari pembuluh darah.
Sebuah lubang kecil pada tengkorak dibuat untuk menyisipkan mikroelektroda dan elektroda stimulasi
otak-dalam quadripolar. Mikroelektroda dapat digunakan untuk mendapatkan rekaman elektrofisiologi
yang dapat mengungkapkan karakteristik sinyal saraf pada wilayah target diotak. Selain itu, respon
dari sinyal yang direkam dengan gerakan pasif anggota tubuh dapat mengonfirmasi hubungannya
dengan fungsi motorik. Sebuah respon fisiologis berupa cahaya langsung yang diarahkan pada mata
juga dapat membantu dalam menentukan lokasi saluran optik pada kasus dimana globus pallidus
interna yang menjadi targetnya. Sekali tindakan stimulasi dilakukan, stimulasi terapeutik dapat diamati
dengan menilai tanggapannya pada tremor, kekakuan, bradikinesia, serta menilai ambang yang
menimbulkan efek samping.
Ketika lead stimulasi telah berada pada posisi yang tepat dan telah diuji, stimulasi tersebut kemudian
dilekatkan pada tengkorak dengan perangkat fiksasi. Sebuah kabel penghubung menghubungkan
lead stimulasi dan terowongan bawah kulit kepala dan leher menuju dinding dada anterior, dimana
saku subkutan dibuat untuk menyisipkan generator impuls. Pada beberapa hal kabel penghubung
dan generator impuls dilakukan sebagai prosedur yang terpisah dan dilakukan dalam kurun waktu 2-4
minggu setelah penyisipan elektroda. CT Scan atau MRI pascaoperasi atau luka bedah tertutup
dilakukan untuk memastikan posisi akhir dari elektroda dapat diterima.
Stimulasi melalui penyisipan lead biasanya tertunda selama beberapa minggu setelah implantasi
bedah yang memungkinkan resolusi edema otak disekitar elektroda. Pengaturan pulse-generator
yang digunakan untuk stimulasi biasanya berfrekuensi tinggi (130-185 Hz) dengan lebar pulse 60-120
sec pada voltase mulai 2,0-5,0 V. Pengaturan tersebut sangat bervariasi antar pasien dan sering
kali memerlukan penyesuaian stimulasi selama beberapa bulan. Dan bersamaan dengan itu
pemberian obat dapat dikurangi, namun tentu saja hal ini tidak berlaku pada semua kasus. Durasi
terapeutik dari terapi ini belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan pasien akan mengalami
perbaikan selama 10 tahun.
Pada sejumlah kecil pasien, pasien dapat memilih terapi lesi (pallidotomy, thalamotomy, atau
subthalamotomy) dan bukannya terapi stimulasi otak-dalam. Biaya, menajemen perangkat keras yang
kompleks, resiko infeksi, dan masalah ketersediaan termasuk pertimbangan perjalanan menjadi faktor
penting yang mendukung keputusan tidak dilakukanya terapi stimulasi otak-dalam dan beralih pada
terapi lesi. Namun terapi lesi bilateral menunjukan berbagai resiko, sedangkan stimulasi otak-dalam
Perangkat keras yang digunakan dalam terapi stimulasi otak-dalam biasanya tidak dibuang, kecuali
pada kasus infeksi. Kegagalan terapi stimulasi otak-dalam ini biasanya disebabkan oleh:
Proses seleksi yang tidak tepat
EFEK SAMPING
Ada beberapa efek samping yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam hal terapi stimulasi
otak-dalam ini. Efek-efek samping yang mungkin terjadi diantaranya:
1.
Infeksi. Efek samping ini merupakan efek samping yang paling mengkhawatirkan. Pada
beberapa kasus infeksi memerlukan operasi lebih lanjut pada sekitar 15,2% kasus. Adanya infeksi ini
mengharuskan pengambilan kembali perangkat keras yang telah dipasang dan terapi antibiotik
sebelum dilakukan pemasangan perangkat penggantinya.
2.
Perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial terjadi pada sekitar 5,0% dari semua pasien,
dan 1% pasien mengalami defisit permanen yang berakibat kematian
3.
4.
Efek samping neurologis dan neuropsikologis terkait stimulasi otak-dalam ini juga dilaporkan
terjadi pada beberapa kasus. Efek ini biasanya terkait dengan implantasi perangkat yang mungkin
memerlukan relokasi elektroda dan pada beberapa kasus bersifat permanen. Efek neurologis ini
termasuk penurunan kognitif, defisit memori, kesulitan bicara, disequilibrium, disfagia, serta gangguan
motorik dan sensorik. Sedangkan efek samping emosional dan psikologis diantaranya mania, depresi,
apatis, tertawa, menangis, panik, ketakutan, kecemasan dan hasrat bunuh diri. Sehingga dalam hal
ini diperlukan pemeriksaan kemungkinan hasrat bunuh diri, impulsivitas (misal; perjudian, belanja
secara impulsiv, hiperseksualitas) dan sindrom disregulasi dopamin (kecanduan terkait penggunaan
dopamin) yang harus dilakukan sebelum dan sesudah prosedur operasi.
Patofisiologi Parkinson
12/05/2012 RULLY BATISTHA
Penyakit Parkinson pertama kali ditemukan pada tahun 1817 oleh Dr. James Parkinson, penyakit parkinson
merupakan suatu penyakit degeneratif pada syaraf. Penyakit ini biasanya di derita oleh orang yang berusia
lanjut.
Penyebab
Jauh di dalam otak ada sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Jika otak memerintahkan suatu aktivitas
(misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis akan membantu menghaluskan
gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan
pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks otak besar.
Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls listrik di sepanjang
jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia basalis adalah dopamin.
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga pembentukan
dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari
kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui. Tampaknya faktor genetik tidak
memegang peran utama, meskipun penyakit ini cenderung diturunkan. Kadang penyebabnya diketahui. Pada
beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis karena virus (suatu infeksi
yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau
racun mempengaruhi atau menghalangi kerja dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan
untuk mengobati paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf.
Penyakit parkinson (paralis agitans) merupakan suatu sindrom dengan gejala utama berupa trias gangguan
neuromuskuler, yaitu :
- gemetar (tremor)
- ketegangan otot (ragiditas)
- melemahnya gerak otot (hipokinesia sampai akinesia) juga disertai dengan
- kelainan postur tubuh dan gaya jalan
- gangguan sistem saraf otonom
- pada 30% dapat di sertai demensia
berdasarkan etiologinya, dikenal ada 3 jenis penyakit parkinson :
1. parkinsonisme pasca-ensefalitis
2. parkinsonisme akibat obat
3. parkinsonisme idiopatik --> penyebab tidak diketahui (80-90%)
Patofisiologi
Diketahui adanya gangguan keseimbangan neuro-hormonal di basal ganglia (termasuk dalam traktus
ekstrapiramidal), terjadi kerusakan pada traktus negrostriatum yang bersifat dopaminergik, sehingga terdapat
gangguan keseimbangan ke arah dominasi kolinergik. Kadar dopaminergik yang rendah memegang peran utama
dalam patogenesa penyakit parkinson.
Pengobatan parkinson
1. obat dopaminergik sentral
- prekusor DA : levodopa
- agonis DA : bromokriptin, dll
2. obat anti kolinergik sentral
- senyawa antikolinegik sentral : triheksfenidil, dll
- senyawa antihistamin : difenhidramin, dll
- derivat fenotiazin : prometazin, dll
3. obat dopamino-antikolinergik
- amantadin
- antidepresan trisiklik : imipramin dan amitriptilin
4. penghambat MAO-B (selegilin)
Posted in: kesehatan
A.Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)merupakan suatu
penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine
deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia.
Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia
nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang
disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain
termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.12
B. ETIOLOGI
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak dan faktor-faktor
lainnya seperti :
1.
Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit
Parkinson,
2.
Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau
membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat
waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola
mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan
aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada
awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada
kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan
(oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan
seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu,
gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita
akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar
tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada otot fleksor
ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa,
adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).
c.Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari
pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah
menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan
(stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk
bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah
dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan,
atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi
sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. 13Bradikinesia
mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit muka seperti
berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan
gejala dini.
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium
lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila
berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan )
yang lambat.
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas,
depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat
memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi
ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-Pengeluaran urin yang banyak
-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku,
orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu
kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas
perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
D. PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi diketahui bahwa pada penyakit parkinson terjadi gangguan keseimbangan neurohumoral di ganglia basal, khususnya traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal 5. Ehringer
dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars kompakta substansia nigra
yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang mendasari penyaki parkinson . Korpus striatum
sebagian terdiri dari kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen dopaminergik
yang menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang dinamis. Bilamana kondisi
dopaminergik striatal lebih unggul daripada kondisi kolinergik striatal, yang berarti bahwa dalam
striatum terdapat jumlah dopamin yang jauh lebih banyak dari asetilkolin, maka timbul sindrom yang
menyerupai Korea Huntington, suatu gerak berlebihan dan tak bertujuan yang tidak dapat
dikendalikan. Sebaliknya, bilamana terjadi disproporsi fungsional antara kedua komponen tersebut
dengan meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinson. Pada
penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang simptomatik, konsentrasi dopamin di dalam
korpus striatum dan substansia nigra sangat kurang sehingga kondisi di korpus striatum lebih
kolinergik daripada dopaminergik. Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolitnya yang
dinamakan Homovanilic Acid (HVA) di kedua bangunan itu berkolerasi secara relevan dengan derajat
kemusnahan nneeeeuron di substansia nigra pars kompakta. 5,13
MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), suatu senyawa komersial untuk sintesis organik,
secara eksperimental pada primata menyebabkan sindrom serupa penyakit Parkinson.
Parkinsonisme akibat MPTP serupa dengan parkinsonisme idiopatik dari segi patologi maupun
biokimiawi dan memberikan espon baik terhadap levodopa. Diduga zat mirip MPTP tersebar luas di
lingkungan dan pajanan berulang terhadap zat tersebut dalam jumlah kecil ditambah proses ketuaan
menyebabkan terjadinya parkinsonisme. Kemudian diketahui bahwa yang bersifat toksik bukan
MPTPsendiri melainkan metabolitnya ion 1-meti-4-fenil-piperidin (MPP +). Reaksi ini membutuhkan
aktivasi oleh MAO-B (Mono-aminooksidase).5
Hipotesis lain adalah mengenai radikal bebas yang di duga mendasari banyak penyakit degeneratif
termasuk penyakit Parkinson. Hal ini disokong dengan ditemukannya penimbunan Fe di substansia
nigra (ferum meningkatkan produksi radikal hidroksil).5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
F. TERAPI OBAT
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a.Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah
menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh Laromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari LDopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan
efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa
endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit
parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama
carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang paling banyak
dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang punggung pengobatan penyakit
parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila
gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan
dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
Yaitu untuk mengaluskan pergerakan.Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and Lmethamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan
angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini
adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa
dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan
karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otakdarah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk
kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang
memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebutdeep
brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut
neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat
dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat
medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua
gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus
pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian
klinis.DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan kemajuan pembedahan
terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan
penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon terhadap
levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian,
sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan
untuk melakukan akltivitas normal sehari-hari. Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan
harus benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami
kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan
berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas,
cairan dan beberapa obat.
Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien akan
termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh
diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka panjang
dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan
pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya.Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun
tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan,
dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit Parkinson
adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume
suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan
penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic
nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut
glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA
bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN. Terapi lain yang sedang
dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal
dengan menggunakan implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF
akan merangsang pembentukan L-dopa.
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang berubah menjadi
sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah
randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal
menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan
pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi.
Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit.
Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and
CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine
agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan secara luas untuk
mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa
mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu
kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110
pasien.THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam
biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat besi.
Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada
pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel. Belum lama ini, Koenzim Q10
juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat
sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit Parkinson. Dalam percobaan di Bonn, studi
terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-motorik di antara pasien yang
melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis berspekulasi bahwa
gambaran aliran energy yang membantu peningkatan dalam movement pasien.Namun demikian studi
kedua menunjukkan qigong tak efektif pada penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti
menggunakan randomized cross-over trial untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong
pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi
baik latihan aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20
sesi lainnya, kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi
kardiorespirator setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah mengikuti
qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki manfaat terhadap kualitas hidup
pasien.
Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-FDA di masa
mendatang.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.
2.
3.
4.
5.
Kaji tanda depresi.
Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan bradikinesia, regiditas otot dan tremor ditandai
dengan DS: klien mengatakan sulit melakukan kegiatan, DO: tremor saat beraktivitas.
Intervensi
Tujuan : meningkatkan mobilitas.
Bantu klien melakukan olah raga setiap hari seperti berjalan, bersepeda, berenang, atau berkebun.
Anjurkan klien untuk merentangkan dan olah raga postural sesuai petunjuk terapis.
Mandikan klien dengan air hangat dan lakukan pengurutan untuk membantu relaksasi otot.
Instruksikan klien untuk istirahat secara teratur agar menghindari kelemahan dan frustasi.
Ajarkan untuk melakukan olah raga postural dan teknik berjalan untuk mengurangi kekakuan saat
berjalan dan kemungkinan belajar terus.
Instruksikan klien berjalan dengan posisi kaki terbuka.
Buat klien mengangkat tangan dengan kesadaran, mengangkat kaki saat berjalan, menggunakan
sepatu untuk berjalan, dan berjalan dengan langkah memanjang.
Beritahu klien berjalan mengikuti irama musik untuk membantu memperbaiki sensorik.
Evaluasi : klien mengikuti sesi terapi fisik, melakukan latihan wajah 10 menit 2 kali sehari.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan kesulitan:
menggerakkan makanan, mengunyah, dan menelan, ditandai dengan DS: klien mengatakan sulit
makan, berat badan berkurang DO: kurus, berat badan kurang dari 20% berat badan ideal,
konjungtiva pucat, dan membran mukosa pucat.
Intervensi
Tujuan : mengoptimalkan status nutrisi.
Ajarkan klien untuk berpikir saat menelan-menutup bibir dan gigi bersama-sama, mengangkat lidah
dengan makanan di atasnya, kemudian menggerakkan lidah ke belakang dan menelan sambil
mengangkat kepala ke belakang.
Instruksikan klien untuk mengunyah dan menelan, menggunakan kedua dinding mulut.
Beritahu klien untuk mengontrol akumulasi saliva secara sadar dengan memegang kepala dan
menelan secara periodik.
Berikan rasa aman pada klien, makan dengan stabil dan menggunakan peralatan.
Anjurkan makan dalam porsi kecil dan tambahkan makanan selingan (snack).
Monitor berat badan.
Evaluasi : klien dapat makan 3 kali dalam porsi kecil dan dua kali snack, tidak ada penurunan berat
badan.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan
kekakuan otot wajah ditandai dengan : DS: klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam
berbicara DO: kata-kata sulit dipahami, pelo, wajah kaku.
Intervensi
Tujuan: memaksimalkan kemampuan berkomunikasi.
Jaga komplikasi pengobatan.
Rujuk ke terapi wicara.
Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk memperbaiki kata-kata,
volume, dan intonasi.
o Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat
setiap bernafas.
o Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara
(tape recorder) untuk memonitor kemajuan.
Evaluasi : tidak adanya kesulitan dalam berbicara, kata-kata dapat dipahami.
PARKINSON
A. PENGERTIAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak terhadap respon
mesenfalon dan pergerakan regulasi.
Parkinson merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya tremor pada
pergerakan dan kekakuan otot.
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) adalah penyakit degeneratif syaraf yang pertama
ditemukan pada tahun 1817 (An Essay on the Shaking Palsy) oleh Dr. James
Parkinson dengan adanya tremor pada saat beristirahat, kesulitan untuk memulai pergerakan
dan kekakuan otot.
Penyakit gangguan syaraf kronis dan progresif yang ditandai dengan gemetar, kekakuan,
berkurangnya kecepatan gerakan, dan ekspresi wajah kosong seperti topeng dg salivasi
berlebihan.
B. ETIOLOGI
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak dan faktorfaktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit
Parkinson
PENYEBAB
Jauh di dalam otak ada sebuah daerah yang disebut ganglia basalis. Jika otak memerintahkan
suatu aktivitas (misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia basalis
akan membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh.
Ganglia basalis mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan
menyampaikan informasi yang telah diolah kembali ke korteks serebri.
Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai impuls
listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada
ganglia basalis adalah dopamin.
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga
pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih
sedikit. Penyebab dari kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak
diketahui. Tampaknya faktor genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit ini
cenderung diturunkan.
Faktor resiko tidak diketahui, tapi sebagian besar pasien yang etiologinya dapat diidentifikasi
adalah pasien yang menerima antagonis dopamine selain itu, beberapa hal yang dapat
menyebabkan gejala
Parkinson antara lain:
obat, spt: fenotiazin, benzamid, metildopa, dan reserpin, metoklopramid, SSRI,
Amiodarone, Diltiazem, asam Valproat
keracunan logam berat (Mn)
anoksia (keracunan CO)
pasca trauma, dll.
C. PATOFISIOLOGI
Abnormalitas patologis yang utama: degenerasi sel dengan hilangnya neuron dopaminergik
yang terpigmentasi di pars compacta substansia nigra di otak dan ketidakseimbangan sirkuit
motor ekstrapiramidal (pengatur gerakan di otak).
Pada orang normal: berkurangnya dopamin: 5% per dekade
Pada penderita Parkinson 45% selama dekade pertama setelah
diagnosis
Biasanya gejala baru muncul ketika dopamin di striatal sudah
berkurang sampai 80%
Degenerasi saraf dopamin pada nigrostriatal menyebabkan
peningkatan aktivitas kolinergik striatal
efek tremor
D. GEJALA KLINIS
Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut:
1. Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan,
2.
Tremor yang menetap ,
3.
Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol,
4.
Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik,
5.
Depresi, demensia,
6.
Wajah seperti topeng.
from : http://www.differencebetween.co.in/wp-content/uploads/2011/12/Difference-betweenParkinson-and-Parkinsonism.jp
PENYAKIT PARKINSON
PENYAKIT PARKINSON
Penyakit Parkinson adalah penyakit yang disebabkan adanya gangguan pada otak, yaitu pada sistem
saraf pusat otak manusia mengalami kemunduran. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter
inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi
ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.1
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5
10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi
rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64
tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.2
Gejala Penyakit Parkinson
Gejala pada penyakit ini antara lain:3
1. Gemetaran.
Seseorang penderita penyakit parkinson pada saat beristirahat atau tidak melakukan aktivitas akan
mengalami gemetaran. Gemetaran yang timbul dapat terjadi pada tangan, kaki, rahang, atau
kapala.
2. Kekakuan.
Penderita akan mengalami rasa kaku pada otot, rasa sakit pada bahu, leher, dan sendi-sendi
sehingga sulit untuk bergerak.
3. Hilangnya reflek postural.
Penderita akan mengalami ganguan keseimbangan tubuh.
4. Kebekuan.
Gejala ini mengacu terhadap ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang aktif. Ketika akan
berjalan, memutar, berjalan melalui jalan yang sempit penderita akan sulit utuk melakukannya.
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/neurosains/penyakitparkinson/
PENYAKIT PARKINSON
Parkinsons
Klorfenoksamin
Orfenadrin
Fenindamin
c. Derifat Fenotiazin
Etoprapazin
Prometazin
Dietazin
Obat Dopamino -antikolinergik
a. Amantadin
b. Antidep resan Trisiklik
Imipramin
Amitriptin
Penghambat MAO -B
B. TINDAKAN UMUM
Bagi penderita Parkinson dapat diberikan fi sioterpi
berupa terapi wicara. Fisioterapi juga diarahkan untuk
mempertahankan mobilitas sendi, menghindari kelainan sikap
anggota gerak badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota
gerak badan serta mempertahankan gaya berjalan yang
normal. 3
C. TINDAKAN BEDAH
Secara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral
dan Pallidektomi) memberikan hasil yang paling baik pada
Parkinsonisme idiopatik dengan gejala unilateral pada penderita
dibawah umur 65 tahun. Kontraindikasi untuk tindakan bedah
ini adalah akinesia yang berat, ateroma serebral yang luas,
demensia dan hipertensi berat. 1 6