You are on page 1of 23

Anatomi dan Fisiologi Ligamen

Ligamen adalah jaringan lunak yang melekati tulang tulang. Ligamen sangat
mirip dengan tendon. Perbedaannya adalah bahwa tendon otot melekat ke
tulang. Kedua struktur ini terdiri dari serat kecil dari bahan yang disebut
kolagen. Serat kolagen yang dibundel bersama untuk membentuk struktur taliseperti. Ligamen dan tendon datang dalam berbagai ukuran dan seperti tali,
terdiri dari serat yang lebih kecil. Ketebalan ligamen atau tendon menentukan
kekuatannya.

Definisi Sprain
Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada
ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini
terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum,
hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan
berlebihan yang berulang-ulang dari sendi. (Giam & Teh, 1993)

Etiologi Sprain

Beberapa faktor sebagai penyebab sprain :


1.

Umur

Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta


kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun
kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia tiga puluh tahun.
2.

Terjatuh atau kecelakan

Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
3.

Pukulan

Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkan sprain.
4.

Tidak melakukan pemanasan

Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.


Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.

Menurut Kowalak, etiologi kseleo meliputi :


1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan
ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS) normal
2.

Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan

Faktor Risiko
1.

Riwayat keseleo sebelumnya (faktor risiko yang paling sering)

2.

Gangguan pada jaringan ikat

3. Kaki Cavovarus

Klasifikasi Sprain

Sprain Tingkat I

1. Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak


menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut.
2. Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah
mendapatkan diagnosa dari dokter.
3.

Masa penyembuhan antara 2-6 minggu.

4. Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak


terjadi leksitas abnormal.

Sprain Tingkat II

1. Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak
sampai terjadi putus total.
2. Terjadi rupture pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi
sendi.
3. Untuk pemulihannya membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang
waktu 2-6 minggu.
4.

Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.

Sprain Tingkat III

1. Terjadi rupture komplit dari ligamen sehingga terjadi pemisahan komplit


ligamen dari tulang.
2. Untuk bisa pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi
dan rata-rata memakan waktu 8-10 minggu.
3. Pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami putus secara total dan
lutut tidak dapat digerakkan.

Patofisiologi Sprain
Sprain biasanya terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam. Keseleo atau
sprain jika difiksasi dapat sembuh dalam dua hingga tiga minggu tanpa
tindakan bedah korektif. Sesudah itu secara berangsur-angsur pasien dapat
kembali melakukan aktivitas normal. Keseleo atau sprain pada pergelangan
kaki merupakan cedera sendi yang paling sering dijumpai dan kemudian diikuti
oleh keseleo pada pergelangan tangan, siku, serta lutut.
Jika sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan terjadi
dalam hematoma diantara kedua ujung potongan ligamen yang putus itu.
Jaringan granulasi tumbuh kedalam dari jaringan lunak dan kartilago
sekitarnya. Pembentukan kolagen dimulai empat hingga lima hari sesudah
cedera dan pada akhirnya akan mengatur serabut-serabut tersebut sejajar
dengan garis tekanan/stres. Dengan bantuan jaringan fibrosa yang vaskular,
akhirnya jaringan yang baru tersebut menyatu dengan jaringan disekitarnya.
Ketika reorganisasi ini berlanjut, ligamen yang baru akan terpisah dari jaringan
sekitarnya dan akhirnya menjadi cukup kuat untuk menahan tegangan otot
normal.

Manifestasi Klinis Sprain


Tanda dan gejala yang mungkin timbul karena keseleo meliputi :
1.

Nyeri lokal (Khususnya pada saat menggerakkan sendi)

2.

Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

3. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera)
4. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah kedalam jaringan
sekitarnya

Pemeriksaan Diagnostik Sprain


1.

Foto rontgen untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur

2. Stress radiography untuk memfisualisasi cedera ketika bagian tersebut


digerakkan
3. Artrografi
4. Artroskopy

Komplikasi Sprain
Komplikasi yang mungkin muncul pada kondisi seseorang yang terkena sprain
meliputi :
1. Disklokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh
dengan sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya
2. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum
sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang
ruptur, maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang
disertai pembentukan jaringan parut secara berlebihan).

Penatalaksanaan Sprain

RICE (Rice, Ice, Compression, Elevation)

Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan dan


nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan tahap
awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression, elevation),
yaitu :
1.

Rest (istirahat)

Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada


tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch
(penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk
mengurangi beban pada tempat yang cedera.
2.

Ice (es)

Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau


semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal
2 menit guna menghindari cedera karena dingin.
3.

Compression (penekanan)

Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan


penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan

perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh
dari jantung ke arah jantung.
4.

Elevation (peninggian)

Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi
daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki yang terkena,
dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih
tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar
pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.
Penanganan sprain menurut klasifikasi

1.

Sprain tingkat satu (first degree)

Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup diberikan
istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
2.

Sprain tingkat dua (Second degree).

a.

Pemberian pertolongan dengan metode RICE

b. Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang


cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs.
Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
3.

Sprain tingkat tiga (Third degree).

a.

Pemberian pertolongan dengan metode RICE

b.

Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1.

Identitas pasien.

2.
Keluhan Utama : nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan,
perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan
tendon.
3.

Riwayat Kesehatan.
a.

Riwayat Penyakit Sekarang.

1) Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau


setelah berolah raga.
2) Daerah mana yang mengalami trauma.

3) Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.


b.

Riwayat Penyakit Dahulu.

1) Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau


mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c.

Riwayat Penyakit Keluarga.

1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.


4.

Pemeriksaan Fisik.

a. Inspeksi : kelemahan, edema, perdarahan, perubahan warna kulit,


ketidakmampuan menggunakan sendi
b.

Palpasi : Mati rasa

c.

Perkusi.

5.

Pemeriksaan Penunjang.

Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan


dengan patah tulang.

Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia bradikinin

2.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan

3.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema

4.

Risiko hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

Rencana Intervensi
Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia bradikinin
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri berkurang
KH :
1.

Skala nyeri berkurang secara subjektif

2.

Pasien dapat beristirahat

3.

Ekspresi meringis (-)

4. TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100, RR : 1624 x/menit, T : 36,5-37,5C)

INTERVENSI
1. Berikan lingkungan tenang dan nyaman
R/ Membantu pasien untuk dapat beristirahat
2. Ajarkan teknik ditraksi dan relaksasi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
3. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
R/ Mengurangi rasa sakit yang dirasakan pasien
4. Kaji skala nyeri
R/ Mengetahui skala nyeri pasien
5. Pantau TTV pasien
R/ Untuk mengetahui status kesehatan pasien

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan klien
dapat melakukan aktivitas
KH

a.

Menunjukan peningkatan aktivitas

b.

Pasien tampak tenang

c. TTV dalam rentang normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N : 60-100 x/menit,


RR : 16-24 x/menit, T : 36,5 37,5C)

INTERVENSI
1.

Ciptakan lingkungan yang tenang

R/ menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi,


hiperaktif, dan imsomnia
2.

Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massage

R/ meningkatkan relaksasi

3.

Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas

R/ membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme


4.

Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas.

R/ nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat , takikardia mungkin


ditemukan

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan eritema


Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan klien
tidak mengalami gangguan integritas kulit
KH

1.

Tidak ada dekibitus

2.

Kulit kering

INTERVENSI
1.

Inspeksi seluruh lapisan kulit

R/ untuk mengetahui seberapa keparahan tingkat gangguan integritas kulit


2.

Lakukan perubahan posisi

R/ mencegah dekubitus
3.

Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan

R/ mengurangi atau mencegah dekubitus

Risiko hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan klien
tidak mengalami gangguan integritas kulit
KH

1.

Pasien tidak berkeringat lagi

2.

Kulit tidak merah

3.

Pasien tidak mengeluh panas

4.

Pasien tidak dehidrasi

5.

Suhu tubuh normal (36,5-37,5C)

INTERVENSI
1. Observasi suhu tubuh pasien
R/ mengetahui keadaan umum pasien
2. Beri kompres hangat pada pasien
R/ menurunkan suu tubuh pasien
3. Anjurkan klien untuk banyak minum
R/ mencegah dehidrasi pada pasien
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : antrain
R/ menurunkan panas/ suhu tubuh pasien

DAFTAR PUSTAKA

Anonymus. 2009. Cedera Muskuloskeletal.


http://arsip2.lkc.or.id/kesehatan/detail/82 diakses tanggal 22 Nopember 2012
pukul 23 : 58
Anonymus. 2012. Pengertian Sprain
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/pengertian-sprain-keseleo.html
diakses tanggal 23 Nopember 2012 pukul 00 : 02
Baraik. 2012. Pertolongan Saat Terkilir atau Keseleo. http://rqbaraik.blogspot.com/2012/09/pertolongan-saat-terkilir-atau-keseleo.html
diakses tanggal 22 Nopember 2012 pukul 23 : 56
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Jatiarso, Eko. 2012. Makalah Askep Strain.
http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/04/makalah-askep-strain.html diakses
tanggal 23 Nopember 2012 pukul 23 : 10
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Refarat. 2011. Instabilitas Pergelangan Kaki.
http://skydrugz.blogspot.com/2011/10/instabilitas-pergelangan-kaki-ankle.html
diakses tanggal 23 Nopember 2012 pukul 00 : 00

BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT
2.1

Anatomi Fisiologi

Ligamen adalah jaringan ikat yang berbentuk pita mempertemukan kedua


ujung tulang pada sendi. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang
diikat oleh sendi. Beberapa tipe ligamen :
a.
Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan
ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.
b.
Ligamen jaringan elastik kuning.Merupakan ligamen yang dipererat oleh
jaringan yang membungkus danmemperkuat sendi, seperti pada tulang bahu
dengan tulang lengan atas.
Ligamen berfungsi untuk menyangga dan menguatkan sendi.

Sendi adalah tempat dua tulang atau lebih yang saling berhubungan, dapat
terjadi pergerakan atau tidak (Drs.H.Syaifuddin,AMK dalam anatomi fisiologi
edisi 4 hal 112).
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain (Noer S.,1996).
Sendi adalah hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan
(Smeltzer,2002).
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang (Price,1995).

Sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang
memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak
satu sama lain (Lukman Nurna Ningsih dalam askep musculoskeletal hal 5).

a.
1.

Klasifikasi
Menurut permukaannya

a)
Sendi pelana. Sendi ini permukaannya hamper datar yang
memungkinkan tulang saling bergeser
b)
Sendi engsel. Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi
c)
Sendi kondiloid. Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan
bersendi dengan permukaan yang konkaf, seperti sendi engsel tapi bergerak
dengan 2 bidang dan 4 arah
d)

Sendi ellipsoid. Permukaan sendi berbentuk konveks elips

e)
Sendi peluru. Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok
dengan lekuk sendi yang berbentuk seperti soket.
f)
Sendi pasak. Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin ligamentum
bertulang.
g)
Sendi pelanan. Berbentuk pelanan kuda, dapat melakukan gerakan yang
dapat memberikan banyak kebebasan untuk bergerak.

2.
a)

Menurut pergerakannya
Sendi fibrus (sinartrosis) adalah sendi yang tidak bergerak sama sekali.

b)
Sendi amfiartrosis adalah suatu sendi pergerakannya sedikit sekali
karena komponen sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh bahan yang
memungkinkan pergerakan sendi sedikit.
c)
3.

Sendi diartrosis (sendi synovial) adalah sendi dengan pergerakan bebas.


Menurut tempatnya

Persendian tungkai bawah. Persendian antara tibia dan fibula :


a)
Artikulasio tibia-fibula proksimal yaitu sendi yang terdapat antara fascies
artikularis kapitulum fibula ossis pada kondilus dengan fascies artikularis
fibularis ossis pada kondilus tibia, ikat sendi ligamentum tibia fibularis
proksimal.
b)
Sindesmosis tibia fibularis yaitu persendian fascies artikularis tibia ossis
fibulae dan insisura fibularis ossis tibialis.

c)
Hubungan antara Krista interosea fibula dan trista interosea tibia,
terbentang melalui membrane interrosa kruris yang terbentang dari
proksimalis dibawah kolum fibulae ke distal sampai batas 1/3 distal os tibia dan
fibula. Arah serabut membrane unterosa kruris dari medial atas ostibia
kerateral bawah menuju os fibula.

2.2 Konsep Penyakit


2.2.1 Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar.
(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal 2355. Jakarta:EGC)
Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan
stabilitas sendi, akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal
atau tenaga berlebihan dalam bidang gerakan sendi.
(Sabiston.1994.Buku Ajar Bedah. Bagian 2. Hal 370. Jakarta:EGC)
Sprain merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen penyangga
yang mengelilingi sebuah sendi.
(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera
struktural ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang juga
merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen.

2.2.2 Klasifikasi
( Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Hal 124.
Jakarta : Erlangga)
a.

Sprain derajat I (kerusakan minimal)

Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan
pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan
instabilitas atau gangguan fungsi.
b.

Sprain derajat II (kerusakan sedang)

Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang
lebih menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan
tertahan, sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan
fungsi.

c.

Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)

Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan


kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran
pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah
(serabut saraf sudah benar-benar rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan yang
mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

2.2.3 Etiologi
(Kowalak, Jenifer P. 2011. Patofisiologi. Hal 438. Jakarta:EGC)
Penyebab sprain meliputi :
Tekanan ekternal berlebih : pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih
kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar
kisaran gerak (RPS) normal seperti terglincir saat berlari atau melompat
sehingga terjadi sprain.
2.2.4 Patofisiologi
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema ; sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2
sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan pendarahan yang
terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain.

2.2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
a.

Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)

b.

Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi

c.
Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam
setelah cedera)
d.
Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:


a. Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh
dengan sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya
(kadang-kadang).
b. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum
sembuh dan tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang
ruptur, maka ligamen ini dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang
disertai pembentukan jaringan parut secara berlebihan).

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


1.

Foto rontgen/ radiologi.

yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan


diagnosa.
Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.
2.

MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang


frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.
Hasil yang diperoleh gambaran ligamen yang luka.

2.2.8 Penatalaksanaan
a.

Penatalaksanaan medis

1) Imobilisasi
1.

Penggunaan gips

2.

Elastis

2) Farmakologi
1.

Analgetik

Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri. Berikut


contoh obat analgetik :

Aspirin:

Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa 1tablet atau
3tablet perhari,anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,maksimum 1 sampai
3tablet perhari.

Bimastan :

Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ; Indikasi :


nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif, tungkak lambung,
asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ;
Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap 6jam.

Analsik :

Kandungan : Metampiron 500mg, Diazepam 2mg ; Indikasi : nyeri otot dan


sendi ; Kontra indikasi : hipersensitif ; Efek samping : agranulositosis ; Dosis :
sesudah makan (dewasa 3xsehari 1 kaplet, anak 3xsehari 1/2kaplet).

3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat)


4) Pemasangan pembalut elastis atau gips, atau jika keseleo berat,
pemasangan gips lunak atau bidai untuk imobilisasi sendi
5) Pembedahan yang segera dilakukan untuk mempercepat kesembuhan,
termasuk penjahitan kedua ujung potongan ligamen agar keduanya saling
merapat (pada sebagia altet).

b.

Penatalaksanaan keperawatan

1) Imobilisasi sendi yang cedera untuk mempercepat penyembuhan


2) Elevasi sendi di atas ketinggian jantung selama 48 hingga 72 jam (yang
segera dilakukan sesudah cedera)
3) Penggunaan kruk dan pelatihan cara berjalan (pada keseleo pergelangan
kaki)
4) Kompres es secara intermiten selama 12 hingga 48 jam untuk
mengendalikan pembengkakan (letakkan handuk kecil diantara kantung es dan
kulit untuk mencegah cedera karena hawa dingin).

2.2.9 Pencegahan
1.
saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai
seperti sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan
kaki selama aktivitas.
2.
Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan
aktivitas atletik, serta latihan yang tidak berlebihan.
3.
Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan
pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar (keseleo). Sprain terjadi karena adanya benturan dari benda
tumpul atau benda tajam yang terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya.
Penyebab terjadinya sprain adalah pemuntiran mendadak dengan tenaga yang
lebih kuat daripada kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di
luar kisaran gerak normal.

Jika ditanya mengenai bahasa


medisnya patah tulang, tentu semua sudah mengetahuinya yaitu fraktur.
Lalu bagaimana dengan bahasa medisnya terkilir atau keseleo? Gejala dan
penanganannya seperti apa? Apakah kalau kita melihat orang yang setelah
main tarik tambang tiba-tiba meraung-raung karena jarinya terasa sakit lalu
kita langsung sudah bawa saja rumah sakit, biar diperiksa di UGD..,nanti kalau
patah gimana? ? Wellkalimat itu hanya untuk mereka yang tidak
mempelajari bidang medis, tapi untuk kita mahasiswa kedokteran khususnya
Lakesma, harus ada pengenalan awal terhadap cedera muskuloskeletal dan
bila perlu berikan penanganan awal yang benar.

Sprain dan strain adalah bahasa medis (sebenarnya bahasa Inggris tapi
umum digunakan) dari terkilir/keseleo, jadi kalau ada orang datang dengan
keluhan saya terkilir berarti ada dua kemungkinan, yaitu :
Sprain : Cedera yang terjadi karena regangan berlebihan atau terjadi robekan
pada ligamen (penghubung antar tulang) 1
Strain : Cedera yang terjadi karena regangan berlebihan atau terjadi robekan
pada otot maupun tendon (penghubung tulang dan otot) 1
Kadang-kadang definisi ini sering tertukar hmm..strain itu yang otot atau
ligamen ya?. Cara mudahnya adalah ingat saja pada kata Strain terdapat
huruf T maka yang cedera adalah otot dan tendon yang keduanya juga
terdapat huruf T, sedangkan sprain adalah cedera ligamen. ^^ Lalu penyebab,
predileksi (area tubuh yang paling sering terkena), gejala dan penanganannya
seperti apa? Semua terangkum dalam tabel berikut:

# DONT : HARM ( Heat - Alcohol - Running - Massage ) dalam 72 jam


setelah cedera3
Most minor strains and sprains can be treated at home, but severe sprains
and fractures need professional care2

Pengenalan awal penting sekali dilakukan, mengapa? Kalaupun kita mengirim


pasien terkilir (karena kita takut memeriksanya, padahal ini termasuk minor
injury) ke UGD, apakah pasien akan langsung ditangani? Ya, jika UGD memang
kebetulan sedang kosong melompong, kalau tidak pasien baru akan
ditangani entah beberapa jam kemudian. Lakukan anamnesis, inspeksi dan
palpasi pada daerah cedera (meraba, bukan memijat). Jangan takut untuk
melakukan palpasi karena kita harus mengetahui apakah pasien tersebut
sekedar terkilir atau malah fraktur. Periksa dan amati apakah ada krepitasi
(adanya bunyi derik karena sendi/fragmen tulang yang bergeser), penonjolan
yang tidak normal, false movement, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan
adanya patah tulang atau fraktur. Bila ternyata terdapat tanda fraktur maka
penanganan awalnya tentu saja balut-bidai.
Jelas terdapat batasan antara cedera yang harus segera kita rujuk dan yang
cukup ditangani secara sederhana. Rujuklah ke rumah sakit/dokter bila :
1. Terdapat tanda-tanda fraktur, nyeri yang amat sangat, tidak dapat
menggerakkan sendi, memar biru-kehitaman dan bengkak yang luas

1,2

2. Bila sendi/otot yang cedera tetap nyeri setelah 3-4 hari saat diberi beban
2

So, thats all? Of course not, artikel ini hanya untuk mengingatkan temanteman untuk belajar kembali mengenai cedera muskuloskeletal. We are the
Life-Long Learning Students ^^
Sincerely,
PSDM Lakesma 2012
Link/Sumber :
1 http://www.niams.nih.gov
2 The Permanente Medical Group, Inc. 2008. Regional Health
Education.011061-199 (Revised
11-10) RL 7.2
3 http://www.patient.co.uk/health/Sprains-and-Strains.htm
Sprain Ankle

1. Pengertian Sprain Ankle


Sprain ankle merupakan tarikan, peregangan, atau robek jaringan lunak,
seperti kapsul sendi, ligamen, tendon, atau otot. Istilah ini yang sering
digunakan untuk merujuk secara khusus untuk terlukanya ligamen dan dinilai
sebagai derjat ringan, derajat moderat (sedang), dan derajat berat.
Jikalau keseleonya dengan inverse kaki, maka ligament yang mengalami
sprain ialah ligamentum collateral talofibulare dan ligamentum
calcaneofibulare. Kebanyakan orang keseleo dengan inverse kaki. Keseleo
dengan eversi kaki tidak begitu sering terjadi. Dalam hal ini ligamentum
collateral mediale (ligamentum deltoideum) mengalami sprain.
Kerusakan pada ligament atau kapsul sendi akan memunculkan suatu
manifestasi oleh tubuh sebagai suatu reaksi atas cedera. Pada sprain ankle
sendiri, pada umumunya ada tanda-tanda yang biasa dan gejala termasuk rasa
sakit, bengkak, memar, dan hilangnya kemampuan untuk bergerak dan
menggunakan sendi (disebut kemampuan fungsional). Namun, tanda-tanda
dan gejala dapat bervariasi dalam intensitas, tergantung pada tingkat
keparahan sprain tersebut.
Sprain ankle juga dapat terjadi selama kegiatan sehari-hari normal seperti
melangkahi pinggiran jalan atau tergelincir di atas es. Kembali ke aktivitas
sebelum ligamen telah sepenuhnya sembuh sehingga dapat terjadi penguluran
yang berulang pada ligament ligament disekitar sendi ankle sehingga
stabilitas akan berkurang pada sendi pergelangan kaki. Penguluran yang
berulang-ulang akan menimbulkan nyeri yang meningkat pada sisi lateral
ankle, biasanya bersifat intermittent atau kadang-kadang konstan, dan
cenderung meningkat jika melakukan aktivitas olahraga. Kondisi ini menjadi
kronik sprain ankle.
2. Patologi Sprain Ankle
a. Etiologi
Penyebab utama sprain ankle yaitu trauma atau ruda paksa langusng. Gerakan
yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi
yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai. Jika
pergelangan kaki ditempatkan dalam posisi yang abnormal, peregangan
berlebihan pada ligamen dapat terjadi. Ligamen dari pergelangan kaki yang
berfungsi sebagai menstabilkan sendi akan terulur, sehingga terjadi nyeri,
disfungsi dan limitasi pada ankle.
Selain itu, stabilitas dari ankle juga dapat memicu terjadinya sprain ankle.
Stabilitas sendi berasal dari beberapa factor yaitu susunan struktural dari
tulang yang membentuk sendi dan ligamen disekitarnya. Banyaknya tulang
penstabil pada sisi sebelah medial yang mengakibatkan lebih stabil
dibandingkan sisi lateral. Ketika tekanan cukup besar pada sisi medial , maka
akan menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki.
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan

atau melawan kekuatan inverse, maka serabut ligamentum sisi lateral menjadi
tertekan atau robek.
b. Perubahan Patologi
Terjadinya sprain ankle, akibat dari adanya trauma langsung atau
ketidakstabilan dari sendi ankle yang menyebabkan perobekan dari ligamen
yang ada disekitar sendi ankle, baik itu medial maupun lateral. Bila sendi
pergelangan kaki mengalami sprain maka akan diikuti proses radang disekitar
pergelangan kaki.
Proses radang ditandai dengan fase fase yaitu Fase inflamasi respon (0 4
hari) ditandai adanya tanda inflamasi, respon sel berupa pelepasan leukosit
dan sel phagocytic lainnya, reaksi vaskular terjadi pembekuan darah dan
peningkatan jaringan fibrin, pada fase ini mulai terjadi penutupan luka.
Fase fibroplactic repair (2 hari 6 minggu) terjadi proses proliferasi dan
regenerasi secara aktif dimulai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang
kemudian menjadi kolagen. Terjadi proses profilerasi dimana kolagen menjadi
lebih solid dan kuat. Pada fase ini jaringan sudah mulai berfungsi.
Fase remodeling merupakan proses yang lama. Proses ini terjadi realignment
atau remodeling dari jaringan kolagen. Proses penguraian dan sintesa kolagen
menjadi suatu jaringan yang kuat dan teratur. Biasanya dalam 3 minggu
jaringan yang kuat, elastis, dan tanpa perdarahan sudah terjadi.

Mekanisme cedera
Terkilir pada pergelangan kaki biasanya
disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping
(lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari
pergelangan kaki yang terjadi secara
mendadak. Terkilir secara invesi yaitu kaki
berbelok dan atau membengkok ke dalam
dan terbalik. Tipe ini merupakan cedera yang
paling umum terjadi pada pergelangna kaki
(Arnheim, 1985; 473 Peterson dan Renstrom,
1990; 345-346). Hal ini disebabkan oleh
banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping yang mengakibatkan
tekanan pada kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar,
pembengkokan dari pergelangan kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan
stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan
kaki (Arheim, 1985; 473).
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan
atau melawan kekuatan inversi, maka serabut ligamentum sisi sebelah samping
menjadi tertekan atau robek. Biasanya terkilir pada kaki bagian samping meliputi
satu atau dua robekan pada serabut ligamentum. Jika satu ligamentum robek,
biasanya termasuk juga ligamentum calcanae fibular akan robek.
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya lebih
mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping. Kebalikannya, kaki
yang pronasi, kelebihan gerakan atau adanya tekanan dari telapak kaki sisi
sebelah dalam/tengah secara longitudinal lebih memungkinkan untuk terjadi
eversi sebagai salah satu pola sprain pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985;
473).
Cedera sprain pada pergelangan kaki dengan pola eversi lebih jarang terjadi
daripada cedera sprain dengan pola inverse. Mekanisme yang biasa terjadi
adalah olahragawan yang tiba-tiba menapakkan kakinya pada lubang di
lapangan olahraga menyebabkan kaki tergerak dengan paksa dan menanamkan
kaki pada gerakan yang eksternal. Dengan mekanisme ini ligamentum anterior
tibiofibular, ligamentum interosseus dan ligamentum deltoid menjadi robek.
Perobekan pada ligamentum tersebut menyebabkan talus bergerak secara
lateral, terutama mengakibatkan degenarasi pada persendian, dan juga
berakibat adanya ruangan abnormal antara medial malleolus dan talus (Arheim,
1985; 473, Peterson dan renstrom, 1990; 342-343).
Kekuatan inversi secara tiba-tiba dapat menyebakan berbagai intensitas seperti
menyebabkan patah pada kaki bagian bawah. Perputaran yang tidak diharapkan
pada ligamentum lateral dapat menyebabkan bagian tulang menjadi avulsi dari
malleolus. Satu situasi yang khusus adalah ketika lateral malleolus teravulsi oleh
tulang calcaneo fibula, dan talus melawan medial malleolus untuk menghasilkan
patah yang kedua kalinya. Kejadian ini disebut bimalleolar fracture.

You might also like