Professional Documents
Culture Documents
tidaklah harus selalu dipertentangkan dengan dunia usaha atau bisnis. Bisnis
yang berdimensi HAM menjadi suatu keniscayaan dalam perspektif bisnis
berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan berhenti dalam
suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong untuk menjadi sebuah
gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen dari dunia
usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan
bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang ini sedang
kita cita-citakan, sebagaimana bunyi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM: Semua
manusia dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama. Mereka dikarunia akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul
satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.
Abdul Hakim Garuda Nusantara
Ketua Komnas HAM 2002-2007
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di Indonesia
Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa seizin dari Komnas HAM
Cetakan pertama 2006
Cetakan kedua 2013
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Jl. Latuharhary 4B Jakarta 10310
Telp. (62 21) 392 5230, Fax. (62 21) 391 2026
www.komnasham.go.id
ISBN: 978-979-26-1445-9
DAFTAR ISI
Daftar isi
Kata Pengantar
Ketua Komnas HAM 7
Bab I
CSR Berdimensi HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan
Teoritis, Etis dan Hukum 11
CSR Berdimensi HAM :
Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum
HAM dalam Dunia Bisnis 13
Diskursus Pembangunan dan HAM di Indonesia 19
Situasi Yang Terus Berubah 29
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berbasis HAM 39
HAM dalam Dunia Bisnis
43
KATA PENGANTAR
Ketua Komnas HAM
KATA PENGANTAR
10
BAB I
CSR Berdimensi HAM:
Berbagai LATAR
BELAKANG & ALASAN
TINJAUAN TEORITIS, eTIS
DAN HUKUM
11
12
Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum
HAM dalam Dunia Bisnis
Oleh : Abdul Hakim G Nusantara
13
14
Di Tempat Kerja :
i. safe and healthy working conditions;
ii. Freedom of association;
iii. Non-discrimination in personal practices;
iv. No forced or child labour; Rights to basic health, education and housing
(bila operasi korporasidi daerah yang tidak tersedia housing).
Di luar Tempat Kerja :
i. prevert the forcible displacement of individuals, groups or communities;
ii. Protect the economic livelihood of local communities; and
iii. Contribute to the public debate. Companies have the right and the
responsibility to express views on matters
Yang mempengaruhi operasi mereka, para pegawai mereka, para customer
dan communities di mana mereka menjadi bagiannya.
UN Global Compact mengintrodusir konsep Complicity (keterlibatan)
korporasi dalam pelanggaran HAM, sebagai berikut :
15
16
fasilitas kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya. Namun pada sisi yang
lain kita menyaksikan berbagai praktik bisnis yang melanggar HAM, seperti,
pemaksaan dan penggunaan aparat koersif untuk memaksa penduduk
dalam rangka memperoleh sumber daya alam, diskriminasi, sampai bentuk
pengupahan dan praktik ketenagakerjaan yang melanggar konvensi ILO.
Potret dunia bisnis yang kontrakdiktif tersebut di atas, antara lain disebabkan :
a. Kebijakan CSR lebih merupakan kebijakan yang diputuskan secara
unilateral oleh manajemen perusahaan, dan bukan merupakan hasil
dialog dari semua stakeholders perusahaan itu. Kelaupun ada dialog itu
didominasi pemangku kepentingan yang dominan;
b. Kebijakan dan tindakan CSR belum sepenuhnya didasarkan pada
parameter HAM;
c. Dinamika persaingan pasar di tingkat internasional dan nasional
tidak diimbangi dengan good governance, mengkondisikan negara
(pemerintah) untuk menjalankan kebijakan ekonomi yang tidak
berorientasi pada HAM;
d. Lemah dan rapuhnya kedaulatan hukum (rules of law);
e. Negara dan dunia bisnis masih terbelenggu oleh sistem KKN;
f. Tidak adanya supervisi dan mekanisme enforcement CSR yang
berperspektif HAM, baik pada tatanan nasional dan internasional.
17
18
Diskursus
Pembangunan dan HAM di Indonesia
Oleh Ign. Wahyu Indriyo
19
20
n
n
n
n
n
n
n
22
23
24
25
Instrumen-instrument HAM :
Problem-problem di atas semakin menuntut perlunya suatu acuan dan
komitmen bersama di antara tiga poros yang saling mempengaruhi, yakni:
negara (pemerintah), dunia usaha (korporasi) dan masyarakat. Deklarasi
Universal HAM 1949 (DUHAM) beserta kovenan-kovenan turunannya
merupakan acuan paling memadai dan telah banyak diadopsi. Indonesia
telah memasukkan DUHAM dalam hukum nasional melalu UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM. Pemberlakuan UU ini membawa konsekuensi terhadap
tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk: menghormati, melindungi,
menegakkan dan memajukan hak asasi manusia dalam berbagai bidang:
hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan
sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain (Pasal 71
dan 72 UU No.39/1999). Pada akhir September 2005, DPR telah menyetujui
26
27
Rujukan :
1. Andrinof A. Chaniago, Gagalnya Pembangunan Kajian Ekonomi Politik
terhadap Akar Krisis Indonesia, LP3ES, 2001.
2. Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia 2000.
3. CDHR, The Right to Development A Primer, SAGE Publication, New Delhi,
2004.
4. David C. Korten, Kehidupan Setelah Kapitalisme (terjemahan : The Post
Corporate World), Yayasan Obor Indonesia, 2002.
5. Dicky Hardianto (editor), Otonomi & Lingkungan Hidup Prospek
Pengelolahan Lingkungan Hidup di Jawa, papua, Kalimantan, Sumatra,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku Pada Era Otonomi Daerah,
KONPHALINDO, 2001.
6. Herb Thompson, Prof. & James Duggie, Non-Sustainable Develpment :
The Economics of Logging for Plywood in Indonesia, The Australiasian
Journal of Regional Studies, Volume 2, No. 2, 1996.
7. Sritua Arief, IMF/Bank Dunia & Indonesia, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2001.
8. Vandhana Shiva, Water Wars Privatisasi, Profit dan Polusi, InsistPress &
Walhi, 2002.
9. -------- Industri Ekstraktif Bukan Jawaban bagi Penghidupan yang
Bermartabat dan Berkelanjutan : Pernyataan Ornop Indonesia : WALHI,
JATAM dan AMAN serta Ornop Australia : MPI, FOE Australia, dan Seksi
Asia Pasifik ACF bagi Review Industri Ekstraktif Bank Dunia (EIR), di Nusa
Dua, Bali, 2003.
10.The East Asian Miracle : Economic Growth and Public Policy A World
Bank Policy Research Report, World Bank 1993.
11. ------, World Bank paper : Bureaucrats in Business What Works, What
Doesnt, and Why, World Bank, 1997.
28
Pendahuluan :
29
30
31
32
CSR baru ada sekitar pada tahun 1930an. Konsep modern mengenai CSR
baru ditulis tahun 1953 oleh Howard R. Bowen dengan publikasinya Social
Responsibility of the Businessmen.
Pada awalnya konsep ini hanya dikenal dengan social responsibility saja. Kata
corporate atau korporasi masih belum digunakan, dikarenakan pada saat
itu sektor korporasi belum mempunyai pengaruh sosial dan politik sebesar
sekarang ini. Menurut Bowen, social responsibility dapat diartikan sebagai
berikut: It refers to the obligations of bussinessmen to pursue those policies, to
make decision, or to follow those lines of action which are desirable in terms, of
the objectives and values of our society
Kemudian pada pertengahan tahun 60-an, Keith Davis dan Robert
Blomstrom pada bukunya yang berjudul Business and its Environment
(1966) mendefinisikan social responsibility itu: it refers to a persons
obligation to consider the effects of his decision and actions on the whole social
system. Businenesses apply social responsibility when they consider the needs
and interest of others who may be affaected by business actions. In doing so,
they look beyond their firmss narrow economic and technical interest.
Selanjutnya, pada tahun 1971 untuk menjawab hasil sebuah survey yang
dilakukan oleh Opinion Reseacrh Corporation pada 1970, CED (Committee
for Economics Development) mencoba mendefinisikan social responsibility
ke dalam 3 lingkaran:
a. Lingkaran Dalam, jelas menyatakan tanggung jawab dasar dari
perusahaan adalah untuk membuat keputusan-keputusan yang efisien
untuk fungsi-fungsi ekonomi produk, pekerjaan dan pertumbuhan.
b. Lingkaran Tengah menyatakan bahwa perusahaan dalam
menentukan keputusan-keputusan bisnisnya harus dengan sensitif
mempertimbangkan perubahan-perubahan nilai sosial dan prioritas
masyarakat. Contohnya adalah mengenai perlindungan lingkungan
hidup, kesehatan dan keselamatan kerja.
33
c. Lingkaran Luar, tanggung jawab perusahan juga meliputi aktivitasaktivitas untuk memperbaiki lingkungan sosial, seperti pengentasan
kemiskinan dan lain-lain.
Sedangkan Caroll pada tahun 1979 dalam artikelnya A Theree Dimensional
Conceptual Model of Corporate Social Performance, mengatakan bahwa
perusahaan mempunyai 4 tanggung jawab utama dalam menjalankan
bisnisnya: yakni 1) tanggung jawab ekonomi, 2) tanggung jawab hukum, 3)
tanggung jawab etika dan 4) tanggung jawab discreationary (philanthropy).
Sementara itu beberapa NGO juga berusaha mencari arti CSR, salah
satunya adalah dari Philippine Business for Social Progress. Lembaga ini
mengartikan CSR sebagai ....a business principles which propose that longterm interest of business is best served when its profitability and growth are
accomplished alongside the development of the communities, the protection
and sustainability of the environment, and the improvement of the peoples
quality of life.
World Economic Forum pada pertemuannya di Davos 1997 mendefinisikan
CSR sebagai .....contribution a company makes to society through its core
business activities, its social investment and philanthropy program, and its
engagement in public policy. The manner in which a company manager
its economic, social and environmental relationships, as well as those with
different stakeholders, in particular shareholders, employees, customers,
business partners, goverment and communities determine its impacts.
Danette Wineberg and Philip H. Rudolph (2004) memberi defenisi CSR
sebagai: The contribution taht a company makes in society through its core
business activities, its social investment and philanthropy programs, and its
engagement in public policy,
Masih menurut Wineberg, CSR itu lebih berdasarkan nilai-nilai (values-based)
dan fokusnya keluar (external) perusahaan. Karena itu CSR juga ditujukan
pada jajaran stakeholder yang lebih luas. Misalnya, stakeholder internal,
seperti: pegawai, pemegang saham; stakeholder eksternal: komuniti,
customer, LSM; dan stakeholder lainnya seperti: supplier, kelompok SRI
34
35
ekonomi, lingkungan dan sosial di mana pada saat yang bersamaan juga
dapat memenuhi keinginan dari para shareholder dan juga stakeholder.
Dalam kata lainnya adalah bagaimana perusahaan dapat berinteraksi
dengan pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah,
LSM dan para stakeholder lainnya (sebagai contoh: hak asasi manusia,
perlindungan konsumen, hubungan dengan pemasok).
Pada kesimpulannya CSR menurut Elisabeth Garriga dan Domence Mele
dalam artikelnya Corporate Social Responsibility Theory: Mapping the Theory,
CSR itu mempunyai fokus pada empat aspek utama: 1) mencapai tujuan
untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, 2) menggunakan
kekuatan bisnis secara bertanggung jawab, 3) mengintegrasikan kebutuhankebutuhan sosial dan 4) berkontribusi ke dalam masyarakat dengan
melakukan hal-hal yang beretika.
Hal menarik untuk disimak lebih lanjut dari fenomena CSR adalah mengapa
CSR seolah menjadi mercu suar baru dalam bisnis korporat. Dalam
beberapa hal, ada banyak yang menyebabkan suatu perusahaan berubah
dan mencoba menerapkan praktik-praktik CSR. Salah satu motivasi kunci
adalah risiko reputasi dari perusahaan. Hal ini terlihat misalnya pada kasus
sebuah perusahaan tambang yang mencoba mengubah citra perusahaan
dengan pembentukan Program Kepedulian Masyarakat. Dengan program
ini perusahaan berusaha menjadi suatu perusahaan yang bertanggung
jawab pada masyarakat tempat dia beroperasi. Selain itu, motivasi lain
yang mendorong perusahaan berubah adalah risiko litigasi ke pengadilan.
Hal ini banyak terlihat dari perusahaan-perusahaan asing yang dituntut ke
pengadilan karena praktik-praktik lingkungan hidup, penggunaan anak di
bawah umur, masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek hak asasi manusia juga sangat diperhatikan dalam praktik-praktik CSR
dikarenakan perilaku buruk dari suatu perusahaan dapat menyebabkan
hilangnya kepercayaan dari investor atau shareholder dan juga dapat
menurunkan semangat para karyawan. Hal ini yang akan membuat
produktifitas perusahaan menurun, yang pada akhirnya akan berdampak
pada menurunnya keuntungan perusahaan.
36
37
38
39
40
41
42
43
Jika melihat supply dan demand tenaga kerja memang terjadi kesenjangan
yang cukup jauh dan ini membuat daya tawar pekerja kita sangat mudah. Di
lain pihak pengusaha mempunyai daya tawar yang tinggi. Maka, solusinya
adalah menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Year
Work
Force
New
employment
Emploted
New job
creation
Open
unemployment
1996
88.19
3.96
83.90
3.79
4.29
1999
94.85
2.11
88.82
1.14
6.03
2000
95.65
0.94
89.84
1.00
5.81
2001
98.81
3.16
90.81
0.97
8.00
2002
100.78
1.97
91.65
0.84
9.13
2003
102.88
2.10
92.75
1.10
10.13
2004
104.98
2.10
94.15
1.40
10.83
New Job
Creation
(million)
Open
Unenmployment
(million)
Open
Unenmployment
(%)
1996
3.79
4.29
4.86
1999
1.14
6.03
6.36
2000
1.00
5.81
6.07
45
2001
0.97
8.00
8.10
2002
0.84
9.13
9.06
2003
1.10
10.13
9.85
2004
1.40
10.83
10.32
Isu lain implementasi HAM dalam bisnis terkait dengan kebijakan nonupah, di mana faktanya banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, seperti
fasilitas, pengobatan, hak cuti, dan lain-lain. Kemudian yang terakhir adalah
mengenai Corporate Social Responsibility. Tiga aspek ini bagi saya menjadi
isu-isu penerapan HAM dalam konteks dunia bisnis di Indonesia.
Sekarang CSR sedang menjadi tren dan perusahaan-perusahaan
didorong untuk peduli kepada lingkungan, masyarakat, untuk sustainable
development.
Ruang lingkup Corporate Social Responsibility meliputi :
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan
yang dibangun oleh perusahaan untuk berperilaku etis dan memberikan
kontribusi pada pembangunan nasional, sekaligus meningkatkan
kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat keseluruhan.
Hal ini merupakan perwujudan goodwill perusahaan sebagai bentuk
apresiasi kepada masyarakat.
Mendorong kesejahteraan dan perbaikan lingkungan.
Mendorong pelaksanaan bisnis yang bersih dan bertanggung jawab.
Memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas pada umumnya
dan lingkungan sekitar di mana bisnis dilaksanakan pada khususnya.
Membangun simpati masyarakat kepada perusahaan yang dapat
menunjang terbentuknya citra positif perusahaan di mata publik.
46
Meningkatkan nilai perusahaan melalui pembentukan reputasi
yang baik.
Meningkatkan pemahaman publik terhadap perusahaan melalui
informasi yang disalurkan dalam kegiatan sosial.
Kesimpulan :
Bagi perusahaan-perusahaan terkemuka dan perusahaan terbuka
(MNC, BUMN, maupun swasta), isu HAM dan CSR secara umum tidaklah
merisaukan, karena memang itu bagian dari aktivitas mereka.
Namun bagi perusahaan non-Tbk, isu HAM dan CSR belum menjadi
prioritas. Jadi mereka mau mengadakan dan tidak mengadakan tidak
ada persoalan, karena mereka tidak ada tekanan dari stakeholders dan
shareholders.
Bahkan bagi banyak perusahaan, isu HAM yang paling mendasar, yakni
skema pengupahan, masih belum memenuhi standar minimum (UMP).
Secara tipikal dapat dideteksi, perusahaan-perusahaan yang masih
mengabaikan skema minimal pengupahan, bisanya berargumentasi
klasik, bahwa perusahaan masih menghadapi struktur biaya yang
inefisien, di antaranya karena menghadapi unnecessary transaction costs,
alias biaya siluman yang tidak perlu
Banyak perusahaan seringkali merasa berada di atas angin, karena
tingginya angkatan kerja baru yang masuk pasar tenaga kerja, yang
tidak mampu diserap oleh pertumbuhan ekonomi. Ketidakseimbangan
ini menyebabkan kuatnya posisi tawar perusahaan dalam menentukan
skema pengupahan.
47
Rekomendasi :
Dari sisi pemerintah, upaya memangkas inefisiensi (high cost economy)
terutama yang terkait dengan transaction cost (keberadaan birokrasi
yang berlebihan yang menciptakan peluang terjadinya bribery)
merupakan insentif yang bisa memberi ruang gerak kepada pengusaha
untuk meningkatkan kepeduliannya kepada karyawan sendiri (sebagai
top issue HAM dalam perusahaan), serta mendorong pelaksanaan CSR.
Pemerintah bisa menawarkan insentif pajak yang menarik bagi
perusahaan yang peduli HAM dan CSR.
Pemerintah bekerjasama dengan media massa dan LSM harus terus
mengkampanyekan perlunya kepedulian terhadap HAM dan CSR di
kalangan pengusaha, melalui berbagai liputan dan penghargaan.
Dari sisi perusahaan, peningkatan anggaran yang terkait isu HAM dan
CSR bisa diinternalisasikan ke dalam pos advertasi, serta bisa pula
dikompensasikan dengan insentif pajak oleh pemerintah.
Berkenaan terjadinya market failure dan goverment failure, artinya harus
ada tanggung jawab bersama. Posisi pemerintah sebaiknya lebih banyak
sebagai fasilitator dan regulator.
48
Pendahuluan
Shareholder Theory :
Ada beberapa kontroversi landasan berpikir tentang pentingnya CSR.
Paradigma klasik bersumber dari shareholder theory. Teori ini mengatakan
bahwa manajemen mendapatkan mandat dari pemilik/pemegang saham
sehingga tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan
bagi pemilik tersebut (Freidman 1962, Coelho et al,2003). Implikasinya, segala
tindakan manajemen dapat dijustifikasi hanya jika dapat menghasilkan
keuntungan bagi pemilik. Manager yang beretika adalah mereka yang
mampu memilih alternatif tindakan bisnis yang paling ekonomis, tidak
melanggar hukum dan transparan. Tindakan perusahaan yang terkait
dengan community development dianggap perlu manakala hal tersebut
dianggap vital bagi kelangsungan hidup perusahan dalam jangka panjang
(misalkan kepentingan membangun citra positif, meningkatan daya saing/
kesejahteraan masyarakat, memperluas pasar, atau menghindari boikot
produk perusahaan).
Dengan demikian, kepentingan pemilik menjadi pusat dari segala
pertimbangan sebelum mengambil sebuah putusan. Kepentingan
masyarakat luas hanya dapat dipenuhi jika sejalan dengan kepentingan
pemilik.
Stakeholder Theory :
Sebaliknya, Stakeholder theory mengatakan, bahwa manajemen perusahaan
harus menyeimbangkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda
dari mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan
(disebut stakeholder) sehingga kepentingan pemilik bukan satu-satunya
pertimbangan (Lawrence et al, 2005; Post 2003). Lawrence et al (2004,46)
mendefinisikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap segala tindakan yang mempengaruhi orang lain, masyarakat
dan lingkungannya. Manajemen dianggap perlu untuk mengidentifikasi
siapa saja yang dianggap sebagai stakeholder utama dan apa kepentingan
masing-masing dalam rangka mengambil putusan /tindakan bisnis yang
tepat/beretika. Community development dianggap sebagai perwujudan
dari penyeimbang berbagai kepentingan yang berbeda-beda tersbut
50
Karyawan
Manajemen
Pemilik/pemegang saham
Supplier
Konsumen
Masyarakat lokal
51
Paradigma Alternatif :
Selain dua teori di atas, ada beberapa paradigma alternatif yang muncul
belakangan dalam memandang hubungan antara bisnis dan lingkungannya
terkait CSR.
Pandangan yang selaras juga dikembangkan Stomer (2003). Menurutnya,
bisnis menerima mandat dari masyarakat luas, termasuk di dalamnya
para pekerja (karyawan), konsumen, pemegang saham, dan masyarakat
sekitar untuk menciptakan kesejahteraan sehingga perusahaan harus
mempertanggungjawabkan mandat itu. Di era globalisasi ini peran dunia
usaha dianggap telah mereduksi peran pemerintah dalam pembangunan
ekonomi, sehingga kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab
bersama, bukan pemerintah semata.
Konsekuensi berkembangnya paham kapitalisme selama ratusan tahun
telah menjadi sebuah kenyataan, yaitu makin besarnya peran pemilik
modal dalam segala aspek kehidupan. Logikanya adalah semakin besar
kemampuan yang dimiliki, semakin besar pula tanggung jawab yang
diminta. Namun bentuk pertanggungjawaban tersebut tetap dalam
koridor keberlanjutan.
Keberlanjutan peningkatan kesejahteraan masyarakat inilah (dan bukannya
kepentingan pemegang saham belaka) yang menjadi sumber legitimasi
bagi pertimbangan ekonomis, legal dan etis dalam mengambil putusan
bisnis.
CSR dan Sistem Manajemen
Hubungan antara sistem manajemen dan CSR dapat digambarkan melalui
tiga prinsip yang saling terkait satu dengan yang lainnya :
1) doing things right the first time (melakukan dengan benar sejak awal),
2) doing the right things (melakukan hal yang benar), dan
3) continous improvement-innovation (perbaikan terus menerus dan
inovasi) (Zwetsoloot 2003).
52
53
54
55
56
BAB II
IMPLEMENTASI HAM
DALAM BISNIS
57
58
Pendahuluan
Dewasa ini Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan sudah menjadi wacana yang kian popular dalam dunia bisnis.
Sebagai salah satu acuan penting dalam CSR adalah Social Accountability
(SA 8000). Acuan ini merujuk pada kaidah universal hak asasi manusia,
seperti Konvensi ILO, Konvensi Hak Anak, serta Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) 1948. Karena berlaku secara universal, prinsip-prinsip
Ham dengan demikian juga memadai untuk mejadi parameter bagi praktik
korporasi dan kegiatan dunia usaha secara luas. Di sisi lain sebuah prakarsa
yang dilakukan Sekjen PBB Kofi A. Annan untuk meminta komitmen dunia
bisnis terhadap pelaksanaan The Global Compact Principles merupakan
angin segar bagi pelaksana CSR yang memiliki dimensi HAM.
Di tataran praktis sebagian dunia usaha di Indonesia dewasa ini masih
melihat CSR sebagai suatu program perusahaan yang tidak berkaitan
7 Tim Peneliti Komnas HAM :
- Dr. Agung Nugroho
- George Martin Sirait
- Wahyudi Atmoko
59
60
61
Parameter
Aspek Internal
1.
Non-diskriminatif
2.
Persamaan
Kesempatan
3.
Upah Adil
4.
Pelatihan
5.
Organisasi
6.
Hak Asasi 1
62
No
Aspek Eksternal
7.
Standar
Ketenagakerjaan
8.
Tenaga-kerja Anak
9.
Hak Asasi 2
10.
Pemasok
11.
Perlindungan Lokal
12.
pihak Terkait 1
13.
Bisnis Bersih
14.
Indigenous People
15.
Etika
16.
Pelapor
17.
Pihak Terkait 2
63
No
Citizenship
18.
Pihak Ketiga
19.
Pendidikan
64
Parameter
Referensi
Poin Pokok
1.
Non-diskriminatif
UN Universal
Declaration of
Human Rights
1948 & ILO
Convention 100b)
Non-diskrimination
2.
Persamaan
Kesempatan
ILO Convention
100,110 & 111b)
Equal Opportunities
3.
Upah Adil
ILO Convention
100 1, 30 & 47b)
Fair Wage
4.
Pelatihan
UNESCO Project
on Technical
and Vocation
Education
(UNEVOC)c)
Vocation Education
5.
Organisasi
ILO Convention
98b)
Association
65
6.
Hak Asasi 1
UN Global
Compactd)
Human Right
7.
Standar
Ketenagakerjaan
ILO International
Labour Standards
Convention 144b)
Labour Standards
8.
Tenaga-kerja Anak
International
Programme on the
Eliminitation of
Child Labour (IPEC)
c)
& ILO Convention
182b)
Child Labour
9.
Hak Asasi 2
UN Global
Compactd)
Human Right
10.
Pemasok
ILO Working
Environment
Convention 148b)
Suppliers
11.
Perlindungan Lokal
UNESCO World
Heritage Initiativef )
Local Protection
12.
Pihak Terkait 1
Industry Best
Practice
Stakeholder
13.
Bisnis Bersih
Ethical Trading
Initiativeg)
Fair Trade
14.
Indigenous People
ILO Indigenous
and Tribal
Population
convention 169b)
Indigenous
15.
Etika
Transparency
Internationalh)
Ethics
16.
pelaporan
Global Reporting
Initiativei)
Reporting
66
17.
Pihak Terkait 2
Industry Best
Practice, AA1000
Standardj)
Stakeholder
18.
Pihak Ketiga
Third Parties
19.
Pendidikan
20.
Kampanye
Industry Best
Practice
Industry Best
Practice
Activities of
leading-Edge
Companies
Education
Local Protection
Sumber:
a. www.un.org/Overview/rights.html
b. www.ilo.org/standards
c. www.unesco.org/education
d. www.unglobalcompact.org
e. www.ilo.org/ipec
f. www.unesco.org/culture
g. www.ethicaltrade.org
h. www.transparencey.org
i. www.globalreporting.org
j. www.accountability.org.uk
Permasalahan Potensial Pelaksanaan CSR Berdimensi HAM :
Upaya-upaya dalam menerapkan CSR berdimensi HAM dihadapkan pada
persoalan-persoalan potensial (potential problem) yang akan menjadi
kendalanya, seperti :
1) Paradoks antara ukuran pembangunan ekonomi dan bisnis
dengan upaya pemenuhan parameter HAM :
Tuntuan ekonomi kerap digunakan sebagai alasan untuk mendesain suatu
kebijakan yang pragmatis dan mengabaikan aspek HAM. Sebagai contoh
tingginya angka pengangguran atau ketimpangan antara angkatan kerja
67
68
69
METODE PENELITIAN
Penerapan CSR pada dasarnya bersifat unik untuk setiap perusahaan. Untuk
melihat gambaran detail dari keunikan tersebut mengenai penerapan CSR,
maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi
kasus.
Jumlah kasus pada penelitian ini adalah lima perusahaan yang dianggap
telah sukses menjalankan CSR dan merupakan perusahaan besar dari
perwakilan berbagai industri. Kelima perusahaan tersebut dipilih dari
19 perusahaan yang bersedia menjadi kasus penelitian. Ketersediaan
dokumen dan keterbukaan perusahaan untuk memberikan informasi
dan data mereka menjadi salah satu kriteria dalam penentuan pemilihan
perusahaan.
70
NO
NAMA PERUSAHAAN
KEPEMILIKAN
1.
Perusahaan nasional
Manufaktur
tepung terigu
dan bahan
makanan
2.
MNC
Manufaktur
bahan
makanan &
kebutuhan
harian
3.
Perusahaan nasional
Industri pulp
dan Kertas
4.
Eksplorasi
tambang
5.
Gap, Inc
MNC
Sandang/
pakaian
71
72
ii. Kebijakan :
Adakah rumusan pernyataan kebijakan yang melandasi perilaku
perusahaan dan petunjuk untuk proses pembuatan keputusan para
pihak terkait dalam melaksanakan CSR.
Apakah kebijakan yang dipahami dengan jelas dan disebarluaskan
dapat menghasilkan dukungan besar dan dianggap sebagai bagian tak
terpisahkan dari bisnis.
73
75
2. Faktor Pemicu
Dari lima perusahaan yang dikaji, ditemukan bahwa faktor pemicu (trigger)
yang mendorong perusahaan melakukan pembenahan dalam pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) berawal dari tekanan eksternal,
berupa persaingan bisnis yang makin ketat hingga kritik dan protes dari
pihak luar terhadap praktik bisnis perusahaan tersebut. Setelah dipelajari
lebih mendalam dan direfleksikan, reaksi-reaksi tersebut kemudian menjadi
kesadaran baru untuk membenahi praktik bisnisnya dan meningkatkan
prinsip-prinsip HAM dalam CSR-nya. Untuk beberapa, kesadaran itu bahkan
bertransformasi menjadi nilai dan budaya korporasi (corporate culture).
76
PERUSAHAN
PT Unilever, Tbk
Euforia reformasi
Euforia reformasi
Gap, Inc
3. Implementasi HAM
Dari lima perusahaan yang dikaji ditemukan ada dua kategori isu utama dari
kelompok masyarakat berbeda yang posisinya cukup rentan berhadapan
dengan praktik korporasi, yakni :
Pertama, sektor buruh : kasus sweatshop di industri garmen (buruh anak,
praktik diskriminasi, kelebihan jam kerja yang tak dibayar, upah murah, dll).
Kedua, masyarakat adat (indigenenous people) : Di kegiatan eksplorasi
tambang dan industri pulp dan kertas (pengambil alihan tanah, hak ulayat,
kerusakan lingkungan, dan lain-lain).
Terhadap kasus-kasus tersebut, nampak adanya komitmen perusahaan
di tingkat kebijakan dan program untuk lebih meningkatkan CSR mereka
yang mengikuti prinsip-prinsip universal HAM. Hal tersebut dapat dilihat
dari aspek-aspek sebagai berikut :
Aspek Internal :
Secara umum kelima perusahaan sudah memasukkan aspek-aspek HAM
dalam mekanisme hubungan kerja atau kebijakan perusahaan, seperti KKB,
peraturan perusahaan, code of business conduct, dan lain-lain.
77
Aspek Eksternal :
Dimensi HAM juga nampak dalam hubungan antara perusahaan dengan
pihak eksternal terkait, baik mitra bisnis (vendor, supplier, distributor)
maupun dengan masyarakat sekitar. GAP memberlakukan Code of
Vendor Conduct yang harus dipatuhi tanpa kecuali oleh para vendornya.
Unilever memberlakukan Business Partner Code dan AQMP (supplier Quality
Management program) sebagai suatu standar CSR bagi para supplier-nya.
PT Kelian mengembangkan mekanisme dialog dan mendukung forumforum warga, seperti LKMTL (Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang
dan Lingkungan).
Aspek Akuntabilitas :
Kelima perusahaan telah menunjukan akuntabilitas dalam kegiatan bisnis
mereka, melalui laporan secara periodik tentang kinerja perusahaan,
termasuk CSR-nya kepada publik. Untuk perusahaan MNC ada yang masih
disatukan dengan kegiatan perusahaannya secara global (GAP), ada pula
dalam bentuk laporan tingkat regional Indonesia (Unilever).
78
Aspek Citizenship :
Kelima perusahaan yang dikaji menunjukan adanya komitmen dan
program-program sosial mereka maupun pembangunan berkelanjutan
secara langsung kepada masyarakat. Hal ini berhubungan langsung dengan
program kedermawanan (philantrophy) yang ada pada setiap perusahaan,
seperti : Program Bogasari Nugraha (Bogasari), Program pendampingan
SMEs dan recycling (Unilever), Program sistem pertanian terpadu, UKM
dan pelatihan kejuruan (RAPP), budi daya ikan dan tanaman, serta program
kesehatan masyarakat (PT Kelian), serta Program perlindungan anak (GAP).
Dari beberapa lessons learned di atas tampak bahwa melalui kebijakan CSR
dan model kepemimpinan tertentu, perusahaan sebagai entitas dunia
bisnis bisa mengambil bagian dalam tanggung jawab penerapan HAM
dengan demikian, ia bukan saja sebagai part of the problem, tapi juga bisa
menjadi part of the solution dalam rangka penghormatan, perlindungan
dan penegakan prinsip-prinsip HAM.
79
81
Saat ini dalam perusahaan biasa ada 3 4 serikat pekerja. Anda bayangkan
jika ada serikat pekerja sebanyak itu? Akhirnya tidak membicarakan masalah
substansi dan efektifitas kerja, yang ada hanyalah keributan antara serikat
pekerja itu. Jawaban terhadap masalah itu adalah tergantung bagaimana
manajemen perusahaan menanganinya secara arif.
Berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan,
perusahaan dapat merumuskan skema insentif bagi mereka. Ada skema
insentif perusahaan yang harus dikeluarkan kepada karyawan yang bersifat
cash dan non-cash.
NO FIX
82
VARIABLE
INCIDENTAL
SUBSIDI
Annual
Base
Salery
10
Overtime
12
Tunjangan
cuti besar
20
Pinjaman
Pendidikan
THR
11
Shift
Allowance
13
Sumbangan
kelahiran
21
Pinjaman
mendesak
Bonus
14
Sumbangan
pernikahan
22
Pinjaman
Kelahiran
Motor
Running
Cost
15
Sumbangan
pemakaman
23
Uang muka
pembelian
rumah
Bantuan
Uang
Transport
16
Uang
duka
24
Renovasi
rumah
JHT
Jamsostek
17
Sumbangan
bencana
alam
25
Pension
Company
Control
18
Beasiswa
26
Car loan/car
owning
Biaya
Operasional
Comp. Car
19
Transport
hari raya
PPH 21
FIX
VARIABLE
INCIDENTAL
27
Rontgen
39
Penghargaan
masa kerja
40
Medical
28
Akses Keluarga
41
Hospitalization
29
Makan di kantin
42
Haji
30
Seragam
43
Kaca mata
31
Hari keluarga
44
Medical check
up
32
45
Relokasi
33
HUT perusahaan
46
Training
expense
34
Perayaan keagamaan
35
36
37
Bumida
38
83
84
BIAYA-BIAYA
YANG
BERHUBUNGAN
HUBUNGAN YANG MAKIN BAIK DENGAN MITRA-MITRA BISNIS SUBKONTRAKTOR DAN PEMASOK.
MANAJEMEN PENILAIAN RESIKO MEMBAIK.
KEPERCAYAAN PARA PEMEGANG SAHAM MENGUAT.
DAYA SAING YANG LEBIH BAIK DIBANDING PERUSAHAAN LAIN YANG
TIDAK MENERAPKAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA.
Manfaat Sosial :
MEMPERKUAT PERATURAN YANG BERLAKU.
MEMPERKUAT KAPASITAS ORGANISASI KEMASYARAKATAN MELALUI
DIALOG DAN KEMITRAAN.
MENDORONG PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DOMESTIK ATAU TRANSNASIONAL LAIN DALAM SEKTOR ATAU WILAYAH YANG SAMA UNTUK
MENCONTOH.
85
Sustainibility dan acceptance dua hal yang berbeda. Sustainibility akan bisa
berlanjaut, tetapi jika anda tidak accepted/diterima oleh lingkungan, maka
anda akan out. Namun dalam pelaksanaannya ini akan menjadi abuse?
86
87
lain, buruh kesulitan menyekolahkan anaknya, sulit makan dan tidak punya
rumah yang layak.
Persoalan lain, sebagian besar buruh tidak terlindungi hak-haknya karena
tidak termasuk (tidak memiliki serikat buruh). Sebagai contoh buruh di
Surabaya berjumlah sekitar 1,3 juta orang, bekerja pada tiga ribu perusahaan.
Dari jumlah itu hanya 7 persen yang menjadi anggota serikat buruh, yang
hak normatifnya telindungi. Bagaimana dengan sisanya?
Kebebasan berorganisasi sudah diundangkan, tapi buruh kontrak tidak
pernah punya hak berorganisasi. Jika mereka ikut bergabung dengan serikat
buruh maka bisa dipastikan kontraknya akan habis, tidak diperpanjang oleh
perusahaan.
Pengertian HAM dari sudut pekerja adalah hak dasar yang melakat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan abadi, meliputi hak hidup, berkeluarga,
mengembangkan diri, keadilan dan kemerdekaan, berkomunikasi, keamanan,
kesejahteraan yang tidak boleh dirampas oleh siapapun. Definisi ini
sebenarnya sudah sangat lengkap. Sehingga pemenuhan salah satu hak
saja tidak menyelesaikan masalah.
Deklarasi ILO yang memberikan ketentuan-ketentuan mengenai
perusahaan multinasional dan kebijakan sosial (1977) telah menetapkan
prinsip-prinsip utama dalam lapangan kerja dan hubungan kerja, pelatihan,
kondisi kehidupan pekerja serta hubungan industrial yang merupakan
perwujudan hak-hak dasar di tempat kerja, termasuk di dalamnya hak
berserikat, perundingan bersama, penghapusan kerja paksa, penghapusan
pekerja anak dan penghapusan diskriminasi di tempat kerja. Pemerintah,
pengusaha dan organisasi pekerja diminta komitmennya untuk mematuhi
prinsip-prinsip dalam deklarasi tersebut secara sukarela.
Bagaimana situasi CSR di Indonesia ? Sebagai pelaksana dari tanggung
jawab sosial perusahaan, perusahaan-perusahaan multinasional semakin
marak membuat code of conduct. Kebanyakan code of conduct dibuat
secara sepihak yang lebih bersifat sebagai alat untuk mempengaruhi
pendapat masyarakat terhadap kinerja perusahaan. Jadi ada atau tidaknya
serikat buruh, perusahaan bisa membuat code of conduct sendiri tidak
88
89
90
91
92
93
94
95
96
BAB III
Masa Depan CSR
Berdimensi HAM
Berbagai Catatan
Rekomendasi
97
98
Kepastian hukum.
Peran Komnas HAM.
Implementasi HAM dalam Rantai Nilai (Value Chain).
Global Compact Principles untuk UKM.
Forum HAM-Bisnis.
1. Kepastian hukum
Kerancuan dan ketidakkonsistenan hukum bukan hal yang baru dirasakan
bagi kalangan dunia usaha.
Pada dasarnya perusahaan tidak keberatan terhadap pelaksanaan prinsipprinsip HAM dalam bisnis. Banyak perusahaan mulai mengadopsi HAM
atau mengimplementasikan SA 8000 dalam panduan kebijakan bisnis
mereka. Perusahaan juga mendukung pelaksanaan kovenan-kovenan
internasional, seperti kovenan Ekosob dan Sipol yang baru diratifikasi
Indonesia tahun 2005 lalu. Akan tetapi perlu suatu kepastian hukum.
Kepastian hukum akan berkorelasi positif dengan perbaikan kualitas praktik
CSR dan HAM di perusahaan. Masih adanya tumpang tindih regulasi yang
dibuat pemerintah berdampak negatif terhadap pelaksanaan CSR. Sebuah
perusahaan memberlakukan code of conduct anti diskriminasi terhadap
buruh perempuan, tetapi di tangerang diberlakukan Perda Anti Pelacuran
yang implementasinya adalah sweeping (penangkapan) terhadap pekerja
perempuan yang pulang malam hari. Akibatnya pekerja perempuan tidak
berani kerja lembur.
99
100
101
102
103
Mempromosikan CSR
1. Penanggulangan kemiskinan.
2. Peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor.
104
105
106
107
108
LAMPIRAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
109