You are on page 1of 23

49

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 22 Mei sampai dengan 9 Juni
2015 di sekolah dasar siaga bencana (SSB) dan sekolah dasar non siaga
bencana. Sekolah dasar siaga bencana yaitu SD Negeri 2 Banda Aceh dan SD
Negeri 13 Banda Aceh serta sekolah dasar non siaga bencana yaitu SD Negeri
20 Banda Aceh dan SD Negeri 27 Banda Aceh dengan jumlah responden 169
orang siswa sekolah dasar kelas IV sampai kelas VI. Dari hasil penelitian akan
diketahui perbedaan antara kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada
siswa sekolah dasar siaga bencana dan sekolah dasar non siaga bencana di
Banda Aceh, maka diperoleh data sebagai berikut:
1. Data Demografi Responden
Data demografi responden siswa sekolah dasar dalam penelitian ini
dibagi menjadi dalam dua kelompok yaitu sekolah siaga bencana dan
sekolah non siaga bencana yang meliputi umur, jenis kelamin, pengalaman
mengikuti penyuluhan kebencanaan dan jenis bencana yang pernah dialami.
Distribusi data demografi responden dapat dilihat pada tabel 5.1 dan 5.2
berikut.
a. Data Demografi Responden di Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)
Berikut ditampilkan data demografi responden di sekolah dasar
siaga bencana (SSB)
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Siswa
Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 85)
No

Data

Frekuensi

Persentase

50

9 Tahun
10 Tahun
11 Tahun
12 Tahun

Umur
Total

2
3

Jenis Kelamin

Laki-Laki
Perempuan

Total
Pernah mengikuti
Ya
pelatihan
Tidak
kebencanaan
Total
Jenis bencana
Gempa bumi
yang pernah
Tsunami
dialami
Longsor
Banjir bandang
Gempa bumi &
tsunami
Gempa bumi &
longsor
Gempa bumi &
banjir bandang
Gempa bumi,
tsunami & banjir
bandang

7
28
25
25
85
44
41
85
77

8.2
32.9
29.4
29.4
100
51.8
48.2
100
90.6

9.4

85

100

43

50.6

9.4

1.2

2.4

22

25.9

2.4

2.4

5.9

100
Total
85
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak
dalam penelitian ini berada dalam rentang umur 11 dan 12 tahun masing
masing sebanyak 50 orang (58,8 %). Responden terbanyak berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 44 orang (51,8 %). Selain itu responden yang pernah
mengikuti pelatihan kebencanaan hampir seluruhnya dengan jumlah 77
orang (90,6 %). Jenis bencana terbanyak yang pernah dialami responden
adalah gempa bumi-tsunami sebanyak 22 responden (25,9 %).

51

b. Data Demografi Responden di Sekolah Dasar Non Siaga Bencana


(NSSB)
Berikut ditampilkan data demografi responden di sekolah dasar
non siaga bencana
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Data Siswa
Sekolah Dasar Non Siaga Bencana di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 84)
No

Data

Umur

Frekuensi

Persentase

9 Tahun
10 Tahun
11 Tahun
12 Tahun

13
28
41
2
84

15.5
33.3
48.8
2.4
100

Laki-Laki
Perempuan

37
47
84

44
56
100

Ya

28

21.4

Tidak

56

78.6

84

100

Gempa bumi

44

52.4

Tsunami

4.8

Longsor

1.2

Banjir bandang
Gempa bumi &
tsunami
Tsunami & Banjir
bandang
Gempa bumi &
banjir bandang
Gempa bumi,
tsunami & longsor
Gempa bumi,
tsunami & banjir

3.6

24

28.6

1.2

1.2

2.4

1.2

Total
2
3

Jenis Kelamin
Total
Pernah mengikuti
pelatihan
kebencanaan
Total
Jenis bencana
yang pernah
dialami

52

bandang
Gempa bumi,
tsunami, longsor,
& banjir bandang

1.2

Total
84
100
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak
dalam penelitian ini berada dalam rentang umur 11 tahun sebanyak 41 orang
(48,8 %). Responden terbanyak berjenis kelamin perempuan sebanyak 47
orang (56 %). Selain itu responden yang pernah mengikuti pelatihan
kebencanaan hanya 18 orang (21,4 %). Jenis bencana terbanyak yang
pernah dialami responden adalah gempa bumi sebanyak 44 responden (52,4
%).
2. Analisa Univariat
a. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di
Banda Aceh Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk kesiapsiagaan bencana di sekolah
dasar siaga bencana (SSB) dikategorikan baik apabila x = 80-100 dan
kurang baik x < 80. Hasil pengkategorian dapat dilihat pada tabel 5.3
berikut:
Tabel 5.3
Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n = 85)
Kategori

Mean

SD

Min

Max

Kesiapsiagaan Bencana

88,98

5,03

69,70

100

Sumber: Data Primer (diolah 2015)

53

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai mean ( x ) = 88,98


yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah dasar siaga
bencana (SSB) berada pada kategori baik.
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui rata-rata kesiapsiagaan bencana
siswa SD siaga bencana adalah 88,98, dengan standar deviasi 5,03. Nilai
minimum adalah 69,70 dan nilai maksimum adalah 100. Jika
dikategorikan maka berada pada kategori baik.
b. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)
di Banda Aceh Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk kesiapsiagaan bencana di sekolah
dasar non siaga bencana (NSSB) dikategorikan baik apabila x = 80-100
dan kurang baik x < 80. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada
tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4
Kesiapsiagaan Bencana Siswa di Sekolah Dasar Non Siaga
Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n=84)
Kategori

Mean

SD

Min

Max

Kesiapsiagaan Bencana

69,95

7,52

51,50

81,80

Sumber: Data Primer (diolah 2015)


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai mean ( x ) = 69,95
yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa di sekolah dasar non
siaga bencana (NSSB) berada pada kategori kurang baik.
3. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan kesiapsiagaan
bencana gempa bumi-tsunami pada siswa sekolah dasar siaga bencana dan
sekolah dasar non siaga bencana di Banda Aceh Tahun 2015. Pengolahan

54

data digunakan metode analisa statistik independent sample t-test yang


menguji signifikasi perbedaan mean, dengan nilai = 0,05.
Berikut akan diperlihatkan hasil penelitian

perbedaan

kesiapsiagaan bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah


Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015
Tabel 5.5
Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)
di Banda Aceh Tahun 2015
No
1

Jenis Sekolah
Mean
SD
P-Value
Sekolah Dasar Siaga Bencana
88,97
5,03
(SSB)
0,000
2 Sekolah Dasar Non Siaga
69,95
7,51
Bencana (NSSB)
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti Pvalue (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada
perbedaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh
Tahun 2015.
Tabel 5.5 menunjukkan rata-rata kesiapsiagaan pada SD siaga
bencana sebesar .... dengan standar deviasi sebesar ...., sementara rata-rata
kesiapsiagaan bencana pada SD Non siaga bencana sebesar .... dengan
standar deviasi ..... Selanjutnya diketahui bahwa ada perbedaan yang
signifikan kesiapsiagaan bencana pada siswa SD siaga bencana dan Non
Siaga Bencana dengan p-value 0,000.
Perbedaan kesiapsiagaan bencana di Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh
Tahun 2015 dapat di lihat dari empat parameter yang akan di jelaskan
sebagai berikut:

55

a. Perbedaan Sikap dan Tindakan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah


Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana
(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk perbedaan sikap dan tindakan
kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai
mean ( x ) = 82,29 dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh
nilai mean ( x ) = 71,16. Hasil pengkategoriannya dapat dilihat pada
tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6
Perbedaan Sikap dan Tindakan Kesiapsiagaan Bencana
Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non
Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 (n= ..?)
No
Jenis Sekolah
Mean
SD
P-Value
1 Sekolah Dasar Siaga Bencana
82,29
8,11
0,000
(SSB)
2
Sekolah Dasar Non Siaga
71,16
8,94
0,000
Bencana (NSSB)
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti Pvalue (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada
perbedaan sikap dan tindakan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah
Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana
(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.
b. Perbedaan Kebijakan Sekolah di Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh
Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk perbedaan kebijakan sekolah di
sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 100 dan di

56

sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 87,38. Hasil
pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut:
Tabel 5.7
Perbedaan Kebijakan Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB)
dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)
di Banda Aceh Tahun 2015
No
1

Jenis Sekolah
Mean
SD
P-Value
Sekolah Dasar Siaga
100
0,00
0,000
Bencana (SSB)
2
Sekolah Dasar Non Siaga
87,38
9,70
0,000
Bencana (NSSB)
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti
P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada
perbedaan kebijakan antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan
Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.
c. Perbedaan Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah Dasar
Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)
di Banda Aceh Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk perencanaan kesiapsiagaan bencana
di sekolah dasar siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 91,06 dan di
sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 50,71. Hasil
pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut:
Tabel 5.8
Perbedaan Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah Dasar
Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana
(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015
No
1

Jenis Sekolah
Sekolah Dasar Siaga
Bencana (SSB)

Mean

SD

P-Value

91,06

14,64

0,000

57

Sekolah Dasar Non Siaga


32,77,
50,71
0,000
Bencana (NSSB)
70
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti
P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada
perbedaan perencanaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar
Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di
Banda Aceh Tahun 2015.
d. Perbedaan Mobilisasi Sumber Daya di Sekolah Dasar Siaga
Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di
Banda Aceh Tahun 2015
Hasil pengolahan data untuk mobilisasi sumber daya di sekolah
dasar siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 100 dan di sekolah dasar
non siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 67,38. Hasil
pengkategoriannya dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:

Tabel 5.9
Perbedaan Mobilisasi Sumber Daya di Sekolah Dasar Siaga
Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB)
di Banda Aceh Tahun 2015
No
1

Jenis Sekolah
Mean
SD
P-Value
Sekolah Dasar Siaga
100
0,00
0,000
Bencana (SSB)
2
Sekolah Dasar Non Siaga
67,38
9,71
0,000
Bencana (NSSB)
Sumber: Data Primer (diolah 2015)
Berdasarkan uji statistik, didapatkan P-value 0,000 yang berarti
P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null ditolak yang berarti ada

58

perbedaan mobilisasi sumber daya antara Sekolah Dasar Siaga Bencana


(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh
Tahun 2015.
B. Pembahasan
1. Analisa Univariat
a. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) di
Banda Aceh Tahun 2015
Berdasarkan hasil pengolahan data kesiapsiagaan bencana sekolah
dasar siaga bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang ditunjukkan
pada tabel 5.3 memperlihatkan nilai mean ( x ) = 88,98 yang
menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa berada pada kategori baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Alhamda (2011, p.7) yang menyebutkan sekolah yang sudah di
jadikan sebagai sekolah siaga bencana lebih siap menghadapi bencana.
Hal tersebut serupa juga dengan pengakuan Zhuliati (2014), salah
seorang guru di sekolah dasar siaga bencana menyebutkan program
sekolah siaga bencana ini memberikan dampak positif kepada siswa.
Pada saat terjadi gempa bumi siswa dapat mengendalikan kepanikannya
dan telah mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana.
Sehingga sekolah siaga bencana memberikan dampak yang cukup positif
terhadap penumbuhan kesadaran, pengetahuan dan perubahan kebijakan
berbasis mitigasi bencana
Sutton & Tierney (2006, dalam Herdwiyanti, 2013, p.2)
menyebutkan kesiapsiagaan menghadapai bencana merupakan gabungan
pengetahuan dan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan hidup saat terjadi bencana. Ariantoni, Paresti, Hidayati,

59

(2009, p.31) dan Siti dan Sudaryono (2010, p.5) juga menyebutkan
sekolah memegang peranan penting dalam upaya awal pencegahan dan
mitigasi bencana serta memberdayakan anak-anak untuk memahami
tanda-tanda peringatan bencana sehingga pencegahan bencana menjadi
salah satu fokus di sekolah.
Konsistensi seluruh warga sekolah untuk selalu meningkatkan
kesiapsiagaan

juga

merupakan

salah

satu

penyebab

tingginya

kesiapsiagaan komunitas sekolah karena kesiapsiagaan bencana harus


dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Dalam
membentuk kesiapsiagaan tersebut, siswa sebagai salah satu komponen
yang memiliki proporsi terbesar juga perlu berperan aktif dan partisipatif
dalam upaya kesiapsiagaan bencana di tingkat sekolah sehingga
memerlukan regenerasi pada siswa (Nurchayat, 2014).
Sehingga sekolah tidak hanya mengikuti pelatihan kesiapsiagaan
pada satu waktu tertentu dan diperlukan adanya pelatihan dari tahun ke
tahun agar komunitas sekolah dapat mengetahui pengetahuan tentang
bencana dan harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Upaya
kesiapsiagaan yang tidak berkesinambungan atau hanya dilakukan dalam
satu periode saja akan mengakibatkan tingkat kesiapsiagaan di sekolah
tersebut menurun (Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah, 2011,
p.8).
b. Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Non Dasar Siaga Bencana (SSB) di
Banda Aceh Tahun 2015

60

Berdasarkan hasil pengolahan data kesiapsiagaan bencana sekolah


dasar non siaga bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang
ditunjukkan pada tabel 5.4 memperlihatkan nilai mean ( x ) = 69,95
yang menunjukkan kesiapsiagaan bencana siswa berada pada kategori
kurang baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh

LIPI-UNESCO/ISDR

(2006,

p.327)

mengenai

.kajian

kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di


berbagai wilayah dan menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan
komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat.
PKPA (2008, dalam Tim TDMRC, 2009) menyebutkan bahwa
tidak adanya kesiapsiagaan bencana di sekolah dapat menyebabkan
tingginya resiko bencana terhadap anak-anak yang dapat dipicu oleh
faktor keterbatasan pemahaman tentang resiko bencana yang berada di
sekeliling mereka, seperti pengetahuan dan pemahaman yang rendah
terhadap bencana.
Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah (2011) dalam
penelitiannya menyebutkan sekolah yang belum mendapatkan pelatihan
kebencanaan maka pengetahuan mereka hanya sebatas tentang
fenomena-fenomena alam yang dapat menimbulkan bencana. Namun
mereka belum mengetahui cara pengurangan resiko bencana yaitu
ketrampilan tindakan kesiapsiagaan.
Shaw (2004, dalam Susanti, Milfayetty, Dirhamsyah 2014, p.7)
menyebutkan bahwa pengalaman bencana bukanlah faktor utama untuk
meningkatkan kesadaran kesiapan menghadapi bencana. Pendidikan

61

terkait kebencanaan di sekolah yang ikut menerapkan berbagai tahapan


seperti; pengetahuan, pendalaman materi, keputusan dan tindakan yang
harus dilakukan setiap individu pada saat terjadinya bencana merupakan
hal yang lebih menonjol daripada pengalaman. Selain itu, penelitian
tersebut, menunjukkan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan
pengurangan resiko bencana tidak terlepas dari berbagai aspek,
diantaranya:

pengetahuan,

kemauan,

sikap,

keterampilan,

serta

kebiasaan dalam kegiatan pengurangan bencana.


2. Analisa Bivariat
a. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda
Aceh Tahun 2015
Berdasarkan uji statistik padatabel 5.5, didapatkan hasil P-value
0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) sehingga hipotesa null
ditolak yang berarti ada perbedaan antara kesiapsiagaan bencana
Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga
Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.
Data ini sesuai dengan nilai mean ( x ) = 88,98 yang ditunjukkan
pada tabel 5.3 yang bermakna kesiapsiagaan bencana sekolah dasar
siaga bencana (SSB) di Banda Aceh Tahun 2015 berada pada kategori
baik dan nilai mean ( x ) = 65,95 yang ditunjukkan pada tabel 5.4 yang
bermakna kesiapsiagaan bencana sekolah dasar non siaga bencana
(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 berada pada kategori kurang baik.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alhamda
(2011, p.7) yang menyebutkan sekolah yang sudah dijadikan sebagai
sekolah siaga bencana lebih siap menghadapi bencana dibandingkan

62

dengan sekolah lainnya. Hal ini di sebabkan karena siswa pada sekolah
siaga bencana umumnya sudah mengetahui dan mampu melakukan
penyelamatan jiwa jika terjadi gempa bumi-tsunami. Konsorsium
Pendidikan Bencana (2008) menyebutkan kesiapsiagaan sebagai salah
satu upaya yang dibangun untuk mengantisipasi dan mengelola
ancaman untuk meminimalisasi dampak atau resiko bencana di sekolah.
Namun, terdapat juga diantara sekolah siaga bencana tersebut yang
tidak secara berkesinambungan melaksanakan program pengurangan
resiko bencana maupun sekolah yang tidak menerapkan kesiapsiagaan
bencana

menyebabkan

indeks

kesiapsiagaan

menjadi

rendah

(Khairuddin, Ngadimin, Sari, Melvina, Fauziah, 2011, p.7).


Kesiapsiagaan bencana sekolah dasar siaga bencana (SSB) di
Banda Aceh Tahun 2015 yang menunjukkan tingkat kesiapsiagaan
bencana

gempa

bumi-tsunami

pada

sekolah

tersebut

baik

karena ...................................................., dapat dilihat pada salah satu


sekolah SSB yaitu SD Negeri 2 Banda Aceh yang diresmikan menjadi
sekolah siaga bencana pada tahun 2009. Sekolah tersebut melakukan
simulasi kesiapsiagaan bencana secara terjadwal yaitu dua kali dalam
satu semester. Kepala sekolah tersebut mengatakan sekolah tersebut
sangat lengkap dalam kesiapan praktek kesiapsiagaan bencana karena
sekolah ini memiliki rancangan program dan kegiatan yang telah
tersusun dengan rapi. SD Negeri 2 juga memiliki ruang khusus tentang
siaga bencana yang didalamnya terdapat buku-buku serta alat-alat
kesiapsiagaan bencana sederhana. Dengan berbagai program ini, siswa

63

memahami dan dapat mempratikkan pengetahuan tentang siaga bencana


yang mereka ketahui.
Sekolah lainnya yang juga menerapkan SSB adalah SD Negeri 13,
yang diresmikan pada tahun 2011. Walaupun sekolah ini hanya mampu
melakukan simulasi bencana sampai tahun 2013 dan tidak dilanjutkan
lagi dengan berbagai alasan lagi namun pihak sekolah mengatakan para
siswa mampu memahami simulasi dengan baik kecuali siswa kelas I
sampai kelas III yang masih sering lupa dengan pengetahuan bencana
yang telah diberikan.
Kondisi pada dua sekolah dasar siaga bencana ini menunjukkan
siswa dapat memahami pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana
gempa bumi-tsunami dan mereka dapat mempratikkan pengetahuan
tersebut ketika dilakukan simulasi oleh sekolah yang bersangkutan.
Hal berbeda ditunjukkan oleh sekolah dasar non siaga bencana
(NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015 yang menunjukkan tingkat
kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami pada sekolah tersebut
kurang baik karena ........................................................... Kondisi
tersebut dapat dilihat pada SD Negeri 27 yang mengatakan belum ada
rencana menjadikan sekolah mereka sebagai sekolah siaga bencana.
Simulasi bencana pada siswa hanya pernah dilakukan oleh mahasiswa
pasca sarjana yang melakukan penelitian di sekolah tersebut. Hal yang
sama juga terjadi pada SD Negeri 20, sekolah tersebut mengakui hanya
melakukan simulasi bencana sebanyak 4 kali dan tidak ada pendidikan
kesiapsiagaan bencana lainnya. Sehingga wajar saja jika tingkat
kesiapsiagaan bencana gempa bumi-tsunami menjadi kurang baik

64

dengan kondisi yang demikian. Walupun simulasi sering dilakukan,


tetapi jika tanpa persiapan yang baik dari sekolah, maka siswa hanya
dapat memahami kesiapsiagaan bencana secara sepintas saja.
Konsorsium Pendidikan Bencana 2008; Petal, Utku, Cuneyt,
Rebekah, 2004 dalam Wahyudi (2013, p.10) berpendapat pendidikan
akan kebencanaan akan sangat membantu dalam hal penanganan
bencana yang bisa siswa dapatkan dengan mengikuti pelatihan dari
yang diberikan oleh lembaga atau organisasi non pemerintah. Selain itu
pelajar yang lebih dewasa atau sudah pernah mendapatkan pengetahuan
tentang kesiapsiagaan bencana juga diharapkan dapat mengajar mereka
yang lebih muda sehingga tingkat indeks kesiapsiagaan bencana sebuah
sekolah tidak rendah.
Konsorsium Pendidikan Bencana (2008, p.11) menyebutkan ada
beberapa parameter yang menandai siaganya sebuah sekolah yaitu:
sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan kesiapsiagaan dan
mobilisasi sumber daya.
b. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda
Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Sikap dan Tindakan
Hasil pengolahan data untuk perbedaan sikap dan tindakan
kesiapsiagaan bencana di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel
5.6 diperoleh nilai mean ( x ) = 82,29 yang dapat dikategorikan baik
dan di sekolah dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) =
71,16 dan dikategorikan kurang baik.

65

Selain itu uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang


berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan sikap dan
tindakan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh
Tahun 2015.
Dasar dari setiap sikap dan tindakan manusia adalah adanya
persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Sekolah
siaga bencana ingin membangun kemampuan seluruh siswa sekolah,
baik individu maupun siswa sekolah secara kolektif, untuk menghadapi
bencana secara cepat dan tepat guna (Konsorsium Pendidikan Bencana,
2008).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan individu
untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan. Pengetahuan
merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan
kepedulian individu untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana
terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana.
Pengetahuan

ini

penting

sebagai

faktor

predisposisi

sebagai

pengembangan sikap dan nantinya berdampak langsung pada perilaku


siswa terkait kesiapsiagaan bencana seperti halnya sebuah pengalaman
(Notoadmodjo, 2003, p.50.; LIPI-UNESCO/ISDR, 2006, p.328.)
Sehingga hasil penelitian menunjukkan lebih baik sikap dan
tindakan warga sekolah siaga bencana karena mereka telah terpapar
dengan pelatihan maupun informasi tentang bencana sehingga mereka
dapat mengaplikasikan dalam praktik.

66

c. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana


(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda
Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Kebijakan Sekolah
Hasil pengolahan data untuk perbedaan kebijakan di sekolah dasar
siaga bencana berdasarkan tabel 5.7 diperoleh nilai mean ( x ) = 100
yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non siaga bencana
diperoleh nilai mean ( x ) = 87 dan dikategorikan baik. Hal ini memang
tidak terlalu jauh perbedaannya mengingat kebijakan sekolah adalah
keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal
yang perlu didukung dalam pelaksanaan pengurangan resiko bencana di
sekolah, baik secara khusus maupun terpadu.
Walaupun kebijakan sekolah antara SSB dan NSSB masih dalam
satu kategori yaitu baik, namun uji statistic menunjukkan, didapatkan Pvalue 0,000 yang berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada
perbedaan kebijakan antara Sekolah Dasar Siaga Bencana (SSB) dan
Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda Aceh Tahun 2015.
Kebijakan pada dasarnya adalah bentuk dukungan secara formal
dari pimpinan sekolah yang dituangkan dalam peraturan sekolah dan
kesepakatan mengenai hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Kebijakan terkait kesiapsiagaan bencana akan sangat
berpengaruh karena merupakan upaya konkrit dalam pelaksanaan
kegiatan siaga bencana, yang meliputi; pendidikan publik, emergency
planning, sistem peringatan dini (SPD) bencana dan mobilisasi
sumberdaya. Kebijakan perlu dijabarkan dalam jenis-jenis kebijakan

67

untuk mengantisipasi bencana, seperti organisasi pengelola bencana,


rencana aksi untuk tanggap darurat, system peringatan bencana,
pendidikan dan alokasi bencana. Kebijakan di sekolah siaga bencana
berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) yang wajib dimiliki
sekolah (LIPI UNESCO/ ISDR, 2006, p.14).
Kebijakan sekolah sangat diperlukan dalam membantu pelaksanaan
tanggap darurat di sekolah. Kebijakan dapat di jadikan sebagai landasan
bagi perangkat sekolah atau warga sekolah lainnya untuk melaksanakan
tanggap darurat, mengembangkan, menetapkan strategi, perencanaan,
mobilisasi sumberdaya dan pengorganisasian (Alhamda, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan kebijakan sekolah
antara SSB dan NSSB. Pada SSB kebijakan berwujudkan perencanaan
yang dibuat terkait dengan potensi bencana gempa bumi-tsunami.
Selain itu kebijakan itu disosialisasikan dalam pertemuan rapat kepala
sekolah dengan guru, perangkat sekolah maupun orang tua. Selain itu
para guru memulai integrasi pendidikan kebencanaan dalam mata
pelajaran sehingga semua warga sekolah berpartisipasi dalam
mempersiapakan tanggap darurat di sekolah. Pelatihan yang rutin
dilakukan di sekolah oleh lembaga swadaya masyarakat maupun dari
organisasi pemerintah secara tidak langsung memberitahu bahwa SSB
memiliki kebijakan kesiapsiagaan bencana yang bagus.
Pada NSSB kebijakan juga berwujudkan perencanaan yang dibuat
terkait dengan potensi bencana gempa bumi-tsunami. Namun, kebijakan
ini jarang disosialisasikan dalam pertemuan rapat kepala sekolah
dengan guru, perangkat sekolah maupun orang tua. Kebijakan yang

68

dibuat sekolah memang tertulis sesuai dengan format yang ditentukan,


namun dalam praktiknya tidak semuanya dilakukan, seperti pada SD
Negeri 27 yang hanya melakukan simulasi bencana gempa bumitsunami namun tidak menyediakan pelatihan kebencanaan bagi warga
sekolah.
d. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda
Aceh

Tahun

2015

Ditinjau

Dari

Parameter

Perencanaan

Kesiapsiagaan
Hasil pengolahan data untuk perbedaan perencanaan kesiapsiagaan
bencana di sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.8 diperoleh
nilai mean ( x ) = 91,06 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah
dasar non siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 50,71 dan
dikategorikan kurang baik.
Selain itu uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang
berarti P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan parameter
perencanaan kesiapsiagaan bencana antara Sekolah Dasar Siaga
Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di
Banda Aceh Tahun 2015.
Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan untuk menjamin adanya
tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana dengan
memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di
daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau produk
dari

perencanaan

ini

adalah

dokumen-dokumen,

seperti

protap

kesiapsiagaan, rencana kedaruratan atau kontijensi dan dokumen

69

pendukung kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang


disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan kontektualitas lokal
(Konsorsium Pendidikan Bencana, 2008).
Sekolah yang belum dibina sebagai sekolah siaga bencana secara
umum telah memiliki rancangan perencanaan namun belum memiliki
bagian yang ditunjuk khusus untuk mengatur perencanaan tersebut.
Biasanya sekolah hanya melimpahi tanggung jawab ini pada salah satu
guru yang dianggap berpengaruh di sekolah. Beda halnya dengan sekolah
siaga bencana yang melimpahi perencanaan kesiapsiagaan ini kepada
bagian siaga bencana sekolah. Perencanaan yang mereka buat melibatkan
berbagai unsur seperti perangkat sekolah, LSM, organisasi pemerintah
dan unsur masyarakat. Sehingga perencanaan lengkap sesuai dengan
konteks bencana seperti pembentukan organisasi kesiapsiagaan bencana,
mendeskripsikan peran dan tanggung jawab, perencanaan P3K,
perencanaan logistic, pembinaan dan pelatihan dan perencanaan tempat
berlindung dan tujuan evakuasi yang telah dituangkan dalam prosedur
tetap dan seluruh warga sekolah dapat mengaksesnya.
e. Perbedaan Kesiapsiagaan Bencana Sekolah Dasar Siaga Bencana
(SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di Banda
Aceh Tahun 2015 Ditinjau Dari Parameter Mobilisasi Sumber
Daya
Hasil pengolahan data untuk perbedaan mobilisasi sumber daya di
sekolah dasar siaga bencana berdasarkan tabel 5.9 diperoleh nilai mean
( x ) = 100 yang dapat dikategorikan baik dan di sekolah dasar non

70

siaga bencana diperoleh nilai mean ( x ) = 67 dan dikategorikan kurang


baik.
Uji statistic menunjukkan, didapatkan P-value 0,000 yang berarti
P-value (0,000) < (0,05) yang berarti ada perbedaan parameter
perencanaan mobilisasi sumber daya antara Sekolah Dasar Siaga
Bencana (SSB) dan Sekolah Dasar Non Siaga Bencana (NSSB) di
Banda Aceh Tahun 2015.
Mobilisasi sumberdaya didasarkan pada kemampuan sekolah dan
pemangku sekolah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi
dari para pemangku kepentingan lainnya. Mobilisasi sumber daya
mengatur agar sekolah memiliki sarana dan prasarana yang mendukung
seperti bangunan sekolah yang berstandar sekolah aman bencana,
peraturan/ kebijakan sekolah atau SOP tentang kesiapsiagaan bencana,
komunitas yang tangguh bencana. (LIPI-UNESCO/ ISDR, 2006, p.15).
Dari penelitian yang dilakukan, semua sekolah memiliki bangunan
yang disesuaikan dengan standar pemerintah anjurkan. Pada sekolah
siaga bencana, sekolah telah memiliki perlengkapan yang memadai
untuk penanganan bencana dan telah memiliki jalur evakuasi secara
tertulis sehingga warga sekolah dapat mengetahuinya. Selain itu
sekolah

juga

melakukan

kerjasama

dengan

penyelenggaraan

penanggulangan bencana di kota atau kabupaten dengan pihak-pihak


terkait setempat (seperti perangkat desa atau kelurahan, kecamatan,
BPBD dan lembaga pemerintah lainnya) secara rutin dan organisasi
pemerintah maupun LSM dapat melakukan evaluasi kesiapsiagaan dan
keamanan sekolah secara rutin melalui pelaksanaan simulasi drill. Beda

71

halnya dengan sekolah non siaga bencana yang belum memiliki


kerjasama dengan organisasi pemerintah maupun LSM sehingga warga
sekolah kurang terpapar dengan pengetahuan dan praktik kesiapsiagaan
bencana.

You might also like