You are on page 1of 9

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

STUDI KASUS KONTRAK EPC PADA PROYEK PEMBANGUNAN


TEROWONGAN JALAN
Seng Hansen
Universitas Agung Podomoro, Jl. Letjend S. Parman Kav. 28, Jakarta, Indonesia
Alamat email: seng.hansen@podomorouniversity.ac.id
Sebuah perubahan besar terjadi pada 2400 kaki dalam terowongan dimana kontraktor
menghadapi sebuah tanah tidak stabil, yang terbukti sangat sulit untuk ditopang. Semua
pekerjaan tertunda selama 4 bulan sedangkan pihak pemilik proyek dan kontraktor
bersengketa perihal kondisi perubahan yang dihadapi dan berdiskusi tentang bagaimana
caranya untuk melanjutkan pekerjaan konstruksi.
Kutipan dari sebuah kasus yang didiskusikan dalam the US National Committee pada
Tunnelling Technology Subcommittee on Contracting Practices (The Academy, 1976)
menyorot 2 hal dalam pekerjaan terowongan:
(1) Perihal ketidakpastian kondisi tanah/geologis
(2) Masalah-masalah kontraktual yang muncul dari kondisi-kondisi perubahan
ketika ketidakpastian itu terjadi1
DEFINISI KONTRAK
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, kontrak atau perjanjian dapat didefinisikan sebagai:
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Sedangkan di dalam PP 54 Tahun 2010, kontrak didefinisikan sebagai:
Kontrak Pengadaan barang/jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah
perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana
swakola.
Terdapat 3 aspek utama yang menjadi sorotan dalam pekerjaan konstruksi, yaitu aspek
biaya, mutu dan waktu. Dengan demikian, kontrak konstruksi sebenarnya lebih dekat
dengan kontrak keteknikan (engineering contract) dibandingkan dengan kontrak umum
(general contract). Hal ini mengingat kontrak konstruksi merupakan perwujudan dari
karakteristik-karakteristik pelaksanaan proyek konstruksi yang sarat dengan aspek
teknis yang mencakup lingkup biaya, mutu dan waktu. Aspek biaya, mutu dan waktu
inilah yang menjadi fokus perbincangan manajemen proyek dan kontrak konstruksi.
Sedangkan kontrak umum adalah kontrak yang menitikberatkan pada aspek legal
terkait distribusi hak dan kewajiban serta resiko para pihak yang berkontrak. Meskipun
1

Evert Hoek, Geotechnical Considerations in Tunnel Design and Contract Preparation.

21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

demikian, pengetahuan aspek legal kontrak tetap menjadi poin yang perlu diperhatikan
agar kontrak memiliki kekuatan hukum.

Gambar 1. Tiga aspek utama dalam industri konstruksi


PERANAN KONTRAK
Dilihat dari fungsinya, sebuah kontrak konstruksi memiliki 4 peranan penting, yaitu:
1) Membuat sebuah hubungan yang berkekuatan hukum (legal relationship)
2) Mendistribusikan resiko
3) Menyatakan semua hak, kewajiban dan tanggung jawab para pihak
4) Menyatakan semua peristiwa: kondisi-kondisi dan prosedur berkontrak

Dengan memahami peranan kontrak inilah maka diharapkan para pihak yang
berkontrak dapat mencapai tujuan utama dari dilaksanakannya pekerjaan konstruksi
pekerjaan dilaksanakan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya.
BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI
Terdapat berbagai macam bentuk kontrak konstruksi. Bentuk-bentuk ini dapat dibagi
ke dalam 4 (empat) kategori dengan aspek yang berbeda (N. Yasin). Salah satu bentuk
kontrak konstruksi yang akan dibahas dalam paparan ini adalah EPC.

21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

Gambar 2. Bentuk-bentuk kontrak konstruksi (N. Yasin)


FILOSOFI KONTRAK EPC
EPC merupakan singkatan untuk Engineering (Rekayasa), Procurement (Pengadaan)
dan Construction (Konstruksi). Dengan demikian pada prinsipnya EPC adalah sebuah
tipe kontrak konstruksi dimana kontraktor bertanggung jawab atas proses rekayasa,
pengadaan hingga pelaksanaan konstruksi di lapangan.

Dengan demikian, pada proyek-proyek dengan kontrak EPC, maka kontraktor


menerima resiko yang jauh lebih besar daripada pada proyek dengan kontrak
tradisional. Pada proyek dengan kontrak tradisional, kontraktor hanya bertanggung
jawab untuk proses pengadaan dan konstruksi saja. Sedangkan pemilik proyek
(berkoordinasi dengan konsultan) akan menyediakan informasi data dan gambar
(desain) kepada kontraktor untuk dilaksanakan di lapangan. Tetapi pada proyekproyek EPC, kontraktorlah yang bertanggung jawab atas proses desain atau rekayasa.
Oleh karena itu biasanya proyek-proyek EPC hanya akan dikerjakan oleh dan
dipercayakan kepada kontraktor yang memang sudah memiliki pengalaman
mengerjakan proyek serupa dan ahli di bidang tersebut.
Proyek-proyek yang biasa menerapkan kontrak EPC antara lain proyek-proyek
pembangkit listrik, instalasi gas, pabrik, infrastruktur dll yang biasanya merupakan
proyek berskala besar (mega scale projects). Popularitas metode kontrak ini pula yang
menyebabkan organisasi-organisasi seperti FIDIC untuk merespon kebutuhan bentuk
21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

standar kontrak konstruksi yang disebut FIDIC Conditions of Contract for EPC/Turnkey
Contracts (the Silver Book).
Adapun kelebihan dan kelemahan dari bentuk kontrak EPC dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Kelebihan
Kelemahan
Tanggung jawab terpusat (single point
responsibility)
Kepastian nilai dan durasi proyek dapat
ditentukan lebih awal
Dapat diperoleh desain yang lebih dapat
dikerjakan (buildability)
Durasi pekerjaan dapat dipercepat
Efisiensi
Meminimalkan munculnya klaim
Administrasi dan koordinasi lebih sederhana

Kontrol pemilik proyek berkurang

Membutuhkan komitmen yang kuat dari kedua


belah pihak
Kontraktor dapat mengalami kesulitan
manajemen biaya
Penyeleksian kontraktor yang lebih ketat
Kesulitan dalam melakukan klaim VO

Bagi pemilik proyek, kesalahan penunjukkan kontraktor berakibat fatal pada kegagalan
metode EPC ini. Di sisi lain, kontraktor harus memastikan bahwa dirinya mampu dan
memiliki kapabilitas untuk mengerjakan tipe proyek tersebut. Kontraktor juga harus
memastikan kondisi financial pemilik proyek berada dalam kondisi sehat sehingga
pemilik proyek tidak akan mengalami kendala dalam melaksanakan kewajibannya
melakukan pembayaran kepada kontraktor.

Pada prakteknya pula, diperlukan tim organisasi kontraktor yang kuat dalam
pelaksanaan proyek EPC. Tim organisasi kontraktor ini tidak hanya handal di bidang
manajemen konstruksi, tetapi juga harus handal di bidang rekayasa proyek terkait. Hal
ini erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi dan metode konstruksi terbaru oleh
kontraktor. Salah satu karakteristik proyek EPC adalah pada saat serah terima
pekerjaan (sebagaimana dituangkan di dalam kontrak), kontraktor berkewajiban untuk
melakukan transfer of knowledge kepada pihak/wakil pemilik proyek.

Meskipun resiko pada proyek-proyek EPC lebih banyak diserahkan kepada pihak
kontraktor, distribusi resiko yang baik antara kedua belah pihak tetap harus diperjelas.
Adapun rekomendasi yang diberikan oleh the US National Committee (1976) untuk
Teknologi Terowongan agar kontrak untuk pekerjaan konstruksi bawah tanah dapat
menjadi lebih baik antara lain:
1) Berbagi resiko dan biaya antara pemilik proyek dan kontraktor
2) Penanganan klaim harus dilakukan dengan cepat
3) Mendorong untuk dilakukan inovasi konstruksi
4) Penghargaan pekerjaan kepada kontraktor yang memenuhi syarat harus
terpenuhi

21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

5) Penghematan biaya dengan cara lain harus dilakukan2

Identifikasi resiko menjadi penting dalam pekerjaan proyek-proyek EPC. Resiko-resiko


ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok yaitu resiko yang berkaitan
dengan konstruksi, resiko yang berkaitan dengan kontrak, resiko yang berkaitan
dengan manajemen proyek, resiko yang berkaitan dengan aspek finansial dan ekonomi,
maupun resiko yang berkaitan dengan aspek geografis dan politik. Semua distribusi
resiko-resiko tersebut sebaiknya telah diperjelas dan dituangkan dalam kontrak.
PERTIMBANGAN DALAM KONTRAK EPC UNTUK PROYEK TEROWONGAN JALAN
Yang menjadi permasalahan utama dalam proyek-proyek terowongan adalah unsur
ketidakpastian yang sangat besar terkait kondisi tanah. Dampak dari ketidakpastian ini
adalah bahwasanya dapat saja terjadi kondisi tanah yang menuntut perubahan desain
sewaktu-waktu. Perubahan desain ini akan secara otomatis akan berpengaruh pada
durasi pelaksanaan pekerjaan (perpanjangan waktu) maupun biaya pekerjaan (klaim
biaya tambahan). Klaim terkait perpanjangan waktu dan biaya tambahan ini dapat
menjadi sengketa yang apabila tidak diselesaikan dengan baik maka dapat berujung
pada pemutusan kontrak pekerjaan. Pada beberapa kasus dimana terjadi pemutusan
kontrak dan kemudian pemilik proyek menunjuk lagi sebuah kontraktor EPC baru
untuk meneruskan pelaksanaan pekerjaan, maka akan ada tinjauan ulang desain dari
pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor sebelumnya. Untuk mengejar ketertinggalan
maka pemilik proyek memberikan instruksi percepatan yang kemudian diklaim oleh
kontraktor sebagai klaim biaya percepatan. Melihat betapa banyak keterkaitan dan
resiko yang bersumber pada ketidakpastian dalam pekerjaan terowongan, maka sudah
sewajarnya para pihak bernegosiasi dan memahami peranan serta resiko mereka
masing-masing sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak konstruksi.
Dengan demikian, terdapat beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan pekerjaan terowongan, yaitu:
1) Kondisi tanah yang tidak pasti
Kasus: selama penggalian terowongan ternyata informasi atau data yang
diperoleh pada saat tender berbeda dengan kenyataan yang dihadapi kontraktor
di lapangan. Pemilik proyek beranggapan bahwa informasi tersebut bersifat
informasi dini dan kontraktor harus melaksanakan investigasi sendiri untuk
memastikan keakuratannya sebelum pekerjaan dilaksanakan. Di lain pihak
kontraktor beranggapan berhak untuk mengajukan klaim perpanjangan waktu
dan biaya tambahan karena metode kerja yang diajukan sudah disetujui oleh
konsultan MK (wakil pemilik proyek).
2

Kajian bentuk kontrak dan analisa resiko kontrak serta metode penggalian pekerjaan terowongan jalan, hal.
31
21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

2) Overbreak terowongan
Kasus: kejadian overbreak saat penggalian terowongan selalu menjadi masalah
dan bahan sengketa karena tidak adanya kejelasan apakah volume pekerjaan
akibat overbreak tersebut dibayar atau tidak.
3) Perubahan desain
Kasus: akibat adanya perubahan desain yang diinstruksikan oleh konsultan MK,
maka terjadi perubahan metode kerja kontraktor. Perubahan metode kerja ini
berdampak pada jumlah dan jenis material, peralatan dan tenaga kerja yang
akan digunakan. Pada kasus dimana sebuah kontraktor telah menyewa peralatan
berat
A,
tetapi
akibat
perubahan
desain
sebagaimana
yang
diinstruksikan/disetujui oleh konsultan MK sehingga menyewa lagi peralatan
berat B; kontraktor mengajukan klaim yang berasal dari pembatalan sewa alat
berat A (termasuk mob-demob alat berat tersebut).
4) Kesalahan pekerjaan kontraktor sebelumnya
Kasus: sebagai akibat pemutusan kontrak dengan kontraktor sebelumnya,
pemilik proyek menunjuk kontraktor baru untuk meneruskan pekerjaan
terowongan. Ternyata ketika dilakukan tinjauan hasil pekerjaan, diketahui
bahwa terdapat kesalahan pengerjaan kontraktor sebelumnya yang harus
diperbaiki dengan memberikan perkuatan beton bertulang di dalam terowongan
sebelum pekerjaan penggalian dapat diteruskan. Selain menghadapi klaim biaya
tambahan dan perpanjangan waktu untuk memperbaiki pekerjaan sebelumnya,
pemilik proyek juga berkemungkinan menghadapi klaim tidak langsung sebagai
akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan (karena satu sebab keterlambatan
dapat mempengaruhi berbagai kegiatan lainnya).
5) Kontraktor EPC berbentuk joint venture
Kasus: proyek-proyek EPC merupakan proyek berskala besar dan biasanya
kontraktor EPC yang ditunjuk merupakan joint venture, consortium atau bentuk
usaha gabungan lainnya. Untuk kasus seperti ini, maka di dalam kontrak
sebaiknya terdapat klausul perihal tanggung jawab joint venture atau consortium
tersebut.
6) Kontrak dengan lumpsum price
Kasus: terowongan Bjory terletak di pesisir barat Norwegia. Kontrak pekerjaan
merupakan fixed price. Berbeda dengan kontrak unit price yang mana pemilik
proyek tetap menanggung resiko terkait kondisi tanah, kontrak fixed price ini
mendistribusikan segala resiko terkait kondisi tanah kepada kontraktor. Selama
penggalian kondisi memburuk ketika penggalian terowongan menemui zona
patahan. Kontraktor memanggil penasehat eksternal untuk membentuk tim ahli
yang akan memberikan saran terkait keselamatan pengerjaan terowongan ini.
Setelah 3 bulan persiapan, zona tersebut digali dengan menerapkan sebuah
metode yang secara khusus dikembangkan untuk pekerjaan terowongan ini,
yang menggabungkan pre-grouting secara ekstensif dengan microcement dan
pemadatan. Secara teknis metode ini berhasil. Kontraktor menyelesaikan proyek
terlambat 10 bulan dari waktu penyelesaian seharusnya. Kontraktor kemudian
21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

mengajukan klaim biaya tambahan hingga 60% dari fixed price atas kondisi yang
tidak lazim dan ekstrem tersebut yang mana tidak lagi sesuai apabila
dikerjakan dengan metode terowongan batu terapan. Timbul sengketa dan kasus
ini pun masuk ke meja pengadilan. Pengadilan tinggi setuju dengan kontraktor
dengan dasar bahwa telah terjadi kondisi tanah yang ekstrem. Keputusan ini
kemudian dibanding dan pengadilan banding pada dasarnya setuju dengan
pemilik proyek dengan dasar bahwa ketentuan di dalam kontrak mengenai
alokasi resiko sudah jelas dan kedua belah pihak merupakan pihak yang
berpengalaman di bidangnya. Melihat hal ini maka dapat disimpulkan bahwa
kontrak memang telah berfungsi menurut kacamata pemilik proyek tetapi tidak
bagi kontraktor yang mengalami kerugian besar. Andai kata kontraktor yang
mengerjakan mengalami kebangkrutan dan meninggalkan pekerjaan yang belum
selesai, maka pemilik proyek memiliki resiko terkait waktu dan biaya
keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Pilihan lainnya adalah meninggalkan
proyek tersebut tidak selesai.
7) Kontrak dengan unit price
Kasus: terowongan Gody di pesisir barat Norwegia memanfaatkan kontrak unit
price dengan sistem reimbursement sesuai dengan unit price pada saat tender.
Selama penggalian, kualitas batuan ternyata lebih baik dari apa yang diharapkan
(terkait stabilitasnya). Hal ini menyebabkan penghematan di beberapa item
pekerjaan terkait sprayed concrete daripada volume yang diperkirakan. Tetapi
akibat pergerakan tektonik, terjadi retak/lubang berukuran 1-2mm hingga 2530mm. Oleh karena itu kontraktor harus mengerjakan volume grouting lebih
daripada yang diperkirakan. Pekerjaan grouting ini menaikkan biaya konstruksi
sekitar 5% daripada perkiraan berdasarkan volume sebelumnya. Semua
kegiatan pekerjaan yang dibutuhkan telah tercakup dalam volume dan harga
satuannya. Dalam pelaksanaannya, tidak timbul sengketa atau proses
pengadilan. Inilah tujuan akhir dari maksud berkontrak. Kasus ini merupakan
kasus tipikal untuk pekerjaan terowongan di Norwegia.
LESSON LEARNED
1) Pekerjaan terowongan selalu dianggap sebagai kegiatan rekayasa yang berkaitan
erat dengan unsur ketidak-pastian yang mengakibatkan munculnya resikoresiko seperti cost over-runs, time over-runs, dan sengketa. Meskipun telah
dilakukan penyelidikan lapangan untuk persiapan pekerjaan terowongan, kita
tidak akan mengetahui secara pasti mekanika batuan yang ada sampai saatnya
terowongan tersebut dikerjakan.
2) Dalam kasus pekerjaan terowongan, informasi akurat yang dibutuhkan pada saat
penyusunan penawaran kontraktor (terkait metode kerja dan harga penawaran
kontraktor) jarang tersedia mencukupi sehingga pada beberapa kasus
(contohnya untuk proyek-proyek terowongan di Norwegia) memanfaatkan
21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

3)

4)

5)
6)
7)

8)

metode unit price dimana pemilik proyek masih menanggung resiko terkait
kondisi geologi sedangkan kontraktor menanggung resiko performa.
Apabila menggunakan unit price (yang berarti pemilik proyek menerima resiko
terkait kondisi tanah yang tidak pasti), maka akan mudah dilakukan perhitungan
perubahan volume pekerjaan secara adil. Apabila lumpsum diterapkan (yang
berarti kontraktor menerima resiko terkait kondisi tanah), maka pemilik proyek
akan memperoleh nilai pekerjaan yang pasti sehingga tentu saja akan lebih
menarik dan menguntungkan bagi pemilik proyek. Meskipun demikian, metode
lumpsum ini masih memiliki resiko manakala kontraktor tidak mampu
menanggung kerugian dan menyelesaikan pekerjaannya sehingga timbul
sengketa.
Dalam pekerjaan terowongan yang sarat dengan ketidakpastian, fleksibilitas
dalam negosiasi kontrak dan kemampuan menghadapi permasalahan di
lapangan merupakan kunci kesuksesan proyek terowongan. Apabila salah satu
pihak yang terlibat dalam negosiasi kontrak bersikap kaku dan tidak seimbang,
maka kemungkinan besar proyek tersebut akan berjalan dengan lancar dan
sengketa dapat timbul.
Pada kondisi geologi yang kompleks, pendekatan design-as-you-go (desain
sesuai dengan kebutuhan di lapangan) dapat dilakukan. Oleh karena itu
kontraktor sebaiknya memiliki tim yang ahli dalam pelaksanaan pekerjaan
terowongan dengan penguasaan mekanika batuan/tanah yang baik.
Dalam hal terjadi perubahan kondisi tanah yang signifikan (berpotensi menjadi
sengketa), sebaiknya review independen dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak
berkepentingan atau terlibat dengan kedua belah pihak.
Proyek-proyek EPC secara karakteristiknya merupakan proyek-proyek dengan
sifat yang sangat kompleks. Kontraktor EPC memiliki tanggung jawab dimulai
dari tahap engineering (planning, programming, estimating, cost plan, design);
tahap procurement (purchasing, expediting, receiving, invoicing); dan hingga
tahap construction (executing, monitoring, closing). Melihat kompleksitasnya,
maka sudah sebaiknya apabila kedua belah pihak duduk bersama dan
bernegosiasi sejelas-jelasnya dalam pembuatan kontrak EPC.
Diperlukan bentuk standar kontrak konstruksi untuk proyek-proyek EPC serta
metode standar pengukuran untuk pekerjaan sipil. Sampai saat ini di Indonesia
belum tersedia kedua standar tersebut.

21 September 2015

WORKSHOP GEOTECHNICAL SOLUTION FOR ROAD DEVELOPMENT

REFERENSI
1) Study on the Management of EPC Projects. Seng Hansen, 2015.
2) Risk Management in EPC Contract Risk Identification. Rahul Bali & Prof. M.R.
Apte, 2014.
3) Contracts in Norwegian Tunnelling. Norwegian Tunnelling Society, 2012.
4) Kajian Bentuk Kontrak dan Analisa Resiko Kontrak serta Metode Penggalian
Pekerjaan Terowongan Jalan. Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian
Pekerjaan Umum. 2012.
5) Contract Management for International EPC Projects. Kyle Costa, 2009.
6) FIDIC Silver Book, 1999.
7) Geotechnical Considerations in Tunnel Design and Contract Preparation. Evert
Hoek, 1982.

21 September 2015

You might also like