24 September 2014
Keterkaitan Antara Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika dalam Kehidupan.
Oleh Dina Mulisari, 1406574434
Judul : Buku Ajar 1 Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika.
Nama Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri
Data Publikasi : Depok, Universitas Indonesia, 2013, 157
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa prinsip dasar pendidikan adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian yang tumbuh dalam diri manusia. Menurut beliau manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual saja, hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dibutuhkan keahlian sosial dalam kehidupan, tidak hanya intelektual saja yang tinggi. Oleh karena itu, penulis menerkaitkan antara kekuatan dan keutamaan karakter, filsafat, logika, dan etika dalam kehidupan sehari-hari untuk kelangsungan hidup yang seimbang.
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Maksudnya adalah karakter merupakan segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai tertentu. Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu dari seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan ciri-ciri keutamaan yang terlihat. Karakter yang kuat merupakan karakter yang memperlihatkan keutaman-keutamaan yang menjadi keunggulan pribadi tersebut. Peterson dan Seligman (2004) membuat daftar apa saja keutamaan dan kekuatan karakter yang dikembangkan oleh manusia. Kategori pertama adalah kebijaksanaan dan pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi kognitif, mencakup kekuatan kreativitas, orisinalitas, kecerdasan praktis, rasa ingin tahu, cinta akan pembelajaran, pikiran yang kritis dan terbuka, serta kemampuan memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis. Kedua adalah kemanusiaan dan cinta yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan. Keutamaan ini terdiri dari kekuatan baik dan murah hati, memiliki waktu untuk membantu, mencintai dan membolehkan diri untuk dicintai, serta kecerdasan sosial. Kategori ketiga adalah keadilan yang mendasari kehidupan manusia, kekuatan yang tercakup yaitu, kewarnegaraan, kesetaraan, dan kepemimpinan. Keempat adalah pengelolan diri atau temperance yang merupakan keutamaan untuk melindungi diri sendiri dari akibat buruk yang mungkin terjadi. Mencakup kekuatan pemaaf dan pengampun, pengendalian diri, kerendahan hati dan kehati-hatian. Dan yang terakhir adalah transdensi yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Kekuatan yang tercakup adalah penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, gratitude atas segala hal, penuh harapan, optimis dan berorientasi kedepan, semangat, spritualitas, dan menikmati hidup.
Kekuatan dan keutamaan karakter erat hubungannya dengan filsafat, karena berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran, tetapi melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Berfilsafat juga menuntut pribadi yang menekuninya memiliki keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan serta keukatan-keuatan yang tercakup. Karena hal tersebut, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia dalam memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal, dan sistematis. Banyak cara untuk membagi filsafat menajdi cabang-cabang kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1997), serta berdasarkan obyek kajian. Filsafat berdasarkan sistematika ada tiga, yaitu ontologi, bagian filsafat yang mengkaji tentang apa yang nyata, epistomologi, bagian yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pendidikan, dan axiologi, bidang yang mengkaji nilai-nilai apa yang harusnya dilakukan manusia. Dalam perkembangan filsafat berbagai isme, aliran bermunculan. Seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, vitalisme, dan fenomenologi. Secar
24 September 2014
Keterkaitan Antara Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika dalam Kehidupan.
Oleh Dina Mulisari, 1406574434
Judul : Buku Ajar 1 Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika.
Nama Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri
Data Publikasi : Depok, Universitas Indonesia, 2013, 157
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa prinsip dasar pendidikan adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian yang tumbuh dalam diri manusia. Menurut beliau manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual saja, hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dibutuhkan keahlian sosial dalam kehidupan, tidak hanya intelektual saja yang tinggi. Oleh karena itu, penulis menerkaitkan antara kekuatan dan keutamaan karakter, filsafat, logika, dan etika dalam kehidupan sehari-hari untuk kelangsungan hidup yang seimbang.
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Maksudnya adalah karakter merupakan segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai tertentu. Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu dari seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan ciri-ciri keutamaan yang terlihat. Karakter yang kuat merupakan karakter yang memperlihatkan keutaman-keutamaan yang menjadi keunggulan pribadi tersebut. Peterson dan Seligman (2004) membuat daftar apa saja keutamaan dan kekuatan karakter yang dikembangkan oleh manusia. Kategori pertama adalah kebijaksanaan dan pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi kognitif, mencakup kekuatan kreativitas, orisinalitas, kecerdasan praktis, rasa ingin tahu, cinta akan pembelajaran, pikiran yang kritis dan terbuka, serta kemampuan memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis. Kedua adalah kemanusiaan dan cinta yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan. Keutamaan ini terdiri dari kekuatan baik dan murah hati, memiliki waktu untuk membantu, mencintai dan membolehkan diri untuk dicintai, serta kecerdasan sosial. Kategori ketiga adalah keadilan yang mendasari kehidupan manusia, kekuatan yang tercakup yaitu, kewarnegaraan, kesetaraan, dan kepemimpinan. Keempat adalah pengelolan diri atau temperance yang merupakan keutamaan untuk melindungi diri sendiri dari akibat buruk yang mungkin terjadi. Mencakup kekuatan pemaaf dan pengampun, pengendalian diri, kerendahan hati dan kehati-hatian. Dan yang terakhir adalah transdensi yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Kekuatan yang tercakup adalah penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, gratitude atas segala hal, penuh harapan, optimis dan berorientasi kedepan, semangat, spritualitas, dan menikmati hidup.
Kekuatan dan keutamaan karakter erat hubungannya dengan filsafat, karena berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran, tetapi melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Berfilsafat juga menuntut pribadi yang menekuninya memiliki keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan serta keukatan-keuatan yang tercakup. Karena hal tersebut, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia dalam memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal, dan sistematis. Banyak cara untuk membagi filsafat menajdi cabang-cabang kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1997), serta berdasarkan obyek kajian. Filsafat berdasarkan sistematika ada tiga, yaitu ontologi, bagian filsafat yang mengkaji tentang apa yang nyata, epistomologi, bagian yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pendidikan, dan axiologi, bidang yang mengkaji nilai-nilai apa yang harusnya dilakukan manusia. Dalam perkembangan filsafat berbagai isme, aliran bermunculan. Seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, vitalisme, dan fenomenologi. Secar
24 September 2014
Keterkaitan Antara Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika dalam Kehidupan.
Oleh Dina Mulisari, 1406574434
Judul : Buku Ajar 1 Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika.
Nama Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri
Data Publikasi : Depok, Universitas Indonesia, 2013, 157
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa prinsip dasar pendidikan adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian yang tumbuh dalam diri manusia. Menurut beliau manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual saja, hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dibutuhkan keahlian sosial dalam kehidupan, tidak hanya intelektual saja yang tinggi. Oleh karena itu, penulis menerkaitkan antara kekuatan dan keutamaan karakter, filsafat, logika, dan etika dalam kehidupan sehari-hari untuk kelangsungan hidup yang seimbang.
Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Maksudnya adalah karakter merupakan segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai tertentu. Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu dari seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan ciri-ciri keutamaan yang terlihat. Karakter yang kuat merupakan karakter yang memperlihatkan keutaman-keutamaan yang menjadi keunggulan pribadi tersebut. Peterson dan Seligman (2004) membuat daftar apa saja keutamaan dan kekuatan karakter yang dikembangkan oleh manusia. Kategori pertama adalah kebijaksanaan dan pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi kognitif, mencakup kekuatan kreativitas, orisinalitas, kecerdasan praktis, rasa ingin tahu, cinta akan pembelajaran, pikiran yang kritis dan terbuka, serta kemampuan memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis. Kedua adalah kemanusiaan dan cinta yang mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan. Keutamaan ini terdiri dari kekuatan baik dan murah hati, memiliki waktu untuk membantu, mencintai dan membolehkan diri untuk dicintai, serta kecerdasan sosial. Kategori ketiga adalah keadilan yang mendasari kehidupan manusia, kekuatan yang tercakup yaitu, kewarnegaraan, kesetaraan, dan kepemimpinan. Keempat adalah pengelolan diri atau temperance yang merupakan keutamaan untuk melindungi diri sendiri dari akibat buruk yang mungkin terjadi. Mencakup kekuatan pemaaf dan pengampun, pengendalian diri, kerendahan hati dan kehati-hatian. Dan yang terakhir adalah transdensi yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Kekuatan yang tercakup adalah penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, gratitude atas segala hal, penuh harapan, optimis dan berorientasi kedepan, semangat, spritualitas, dan menikmati hidup.
Kekuatan dan keutamaan karakter erat hubungannya dengan filsafat, karena berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran, tetapi melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Berfilsafat juga menuntut pribadi yang menekuninya memiliki keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan serta keukatan-keuatan yang tercakup. Karena hal tersebut, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia dalam memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal, dan sistematis. Banyak cara untuk membagi filsafat menajdi cabang-cabang kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1997), serta berdasarkan obyek kajian. Filsafat berdasarkan sistematika ada tiga, yaitu ontologi, bagian filsafat yang mengkaji tentang apa yang nyata, epistomologi, bagian yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pendidikan, dan axiologi, bidang yang mengkaji nilai-nilai apa yang harusnya dilakukan manusia. Dalam perkembangan filsafat berbagai isme, aliran bermunculan. Seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, vitalisme, dan fenomenologi. Secar
Keterkaitan Antara Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat,
Logika, dan Etika dalam Kehidupan. Oleh Dina Mulisari, 1406574434 Judul : Buku Ajar 1 Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika. Nama Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri Data Publikasi : Depok, Universitas Indonesia, 2013, 157 Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa prinsip dasar pendidikan adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian yang tumbuh dalam diri manusia. Menurut beliau manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya. Pendidikan yang hanya menekankan aspek intelektual saja, hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dibutuhkan keahlian sosial dalam kehidupan, tidak hanya intelektual saja yang tinggi. Oleh karena itu, penulis menerkaitkan antara kekuatan dan keutamaan karakter, filsafat, logika, dan etika dalam kehidupan sehari-hari untuk kelangsungan hidup yang seimbang. Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Maksudnya adalah karakter merupakan segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai tertentu. Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu dari seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan ciri-ciri keutamaan yang terlihat. Karakter yang kuat merupakan karakter yang memperlihatkan keutaman-keutamaan yang menjadi keunggulan pribadi tersebut. Peterson dan Seligman (2004) membuat daftar apa saja
keutamaan dan kekuatan karakter yang dikembangkan oleh
manusia. Kategori pertama adalah kebijaksanaan dan pengetahuan yang berkaitan
dengan fungsi kognitif, mencakup kekuatan kreativitas, orisinalitas, kecerdasan praktis, rasa ingin tahu, cinta akan pembelajaran, pikiran yang kritis dan terbuka, serta
kemampuan
memahami
beragam
perspektif
yang
berbeda
dan
memadukannya secara sinergis. Kedua adalah kemanusiaan dan cinta yang
mencakup kemampuan interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan. Keutamaan ini terdiri dari kekuatan baik dan murah hati, memiliki waktu untuk membantu, mencintai dan membolehkan diri untuk dicintai, serta kecerdasan sosial. Kategori ketiga adalah keadilan yang mendasari kehidupan manusia, kekuatan yang tercakup yaitu, kewarnegaraan, kesetaraan, dan kepemimpinan. Keempat adalah pengelolan diri atau temperance yang merupakan keutamaan untuk melindungi diri sendiri dari akibat buruk yang mungkin terjadi. Mencakup kekuatan pemaaf dan pengampun, pengendalian diri, kerendahan hati dan kehatihatian. Dan yang terakhir adalah transdensi yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Kekuatan yang tercakup adalah penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, gratitude atas segala hal, penuh harapan, optimis dan berorientasi kedepan, semangat, spritualitas, dan menikmati hidup. Kekuatan dan keutamaan karakter erat hubungannya dengan filsafat, karena berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran, tetapi melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Berfilsafat juga menuntut pribadi yang menekuninya memiliki keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan serta keukatan-keuatan yang tercakup. Karena hal tersebut, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia dalam memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal, dan sistematis. Banyak cara untuk membagi filsafat menajdi cabang-cabang kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1997), serta berdasarkan obyek kajian. Filsafat berdasarkan sistematika ada tiga, yaitu ontologi, bagian filsafat yang mengkaji tentang apa yang nyata, epistomologi, bagian yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup pendidikan, dan axiologi, bidang yang mengkaji nilai-nilai apa yang harusnya dilakukan manusia. Dalam perkembangan filsafat berbagai isme, aliran bermunculan. Seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, vitalisme, dan fenomenologi. Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia dalam menyelesaikan permasalahannya. Jika orang sadar, akan lebih banyak manfaat yang didapat. Dalam menyelesaikan
masalah-masalah tersebut dibutuhkan logika, yang dikenal sebagai salah satu
cabang filsafat. Logika dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat, dan lurus. Tanpa logika, filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dapat bertemu dengan benar. Manusia berpikir menggunakan kategori, seperti kita mengenal mobil sebagai kendaraan, meja sebagai perabot, dan telepon genggam sebagai alat komunikasi. Logika mempunyai fokus tentang bagaimana mendefinisikan sesuatu dengan benar atau salah. Awalnya kategori yang digunakan sederhana dan umum, lalu dikembangkan menjadi yang lebih kompleks. Pemikiran mengenai kategori ini memberi pelajaran bahwa dalam mengenali benda-benda kita harus cermat dan hati-hati, karena itu dibutuhkan bahasa yang menjadi sarana manusia untuk menyampaikan maksudnya. Bahasa yang dimaksud adalah term, definisi, dan divisi. Dalam mengutarakan hal-hal tersebut harus jelas dan dengan pemilihan bahasa yang tepat, bila tidak akan menimbulkan sesat pikir atau kekeliruan. Menghindari hal tersebut manusia diharuskan untuk jelas dan menjaga etika dalam berkomunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman. Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang menyelidiki sistem prinsip moral dan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan radikal. Mengacu pada aturan-aturan, prinsip-prinsip, dari suatu kelompok tertentu. Tetapi, kata etika spesifik mengacu pada studi sistematis dan filosofis tentang bagaimana kita seharusnya bertindak (Borcherrt, 2006, 279). Etika punya fokus tentang bagaimana mendefinisikan sesuatu dengan baik atau buruk. Lain hal dengan moralitas, yang lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang lebih baik. Tetapi moralitas berhubungan erat dengan etika karena hal itu termasuk objek kajiannya. Etika sebagai bagian dari filsafat menekankan jika seseorang menyadari bahwa secara etis lebih baik melakukan sesuatu, maka akan menjadi tidak rasional untuk orang tersebut tidak melakukannya.etika juga memberikan sebuah peta moral yang dapat digunakan untuk menemukan jalan keluar dari amasalah-masalah moral yang dihadapi.
Keterkaitan antara kekuatan dan keutamaan karakter, filsafat, logika, dan
etika sangatlah erat. Keempat hal tersebut dibutuhkan manusia untuk menjadi pribadi yang baik, benar, serta mempunyai kehidupan yang seimbang. Terlihat jika manusia tidak memiliki hal-hal yang dibahas sebelumnya dalam kehidupan, pribadi tersebut akan selalu disalahpahami, merasa dirinya benar, menjadi pribadi yang tidak rasional, sulit untuk memecahkan masalahnya, dan tidak seimbang hidupnya.