Professional Documents
Culture Documents
ABSES RETROFARING
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya
berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yeng terlibat.1
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan streptococcus, staphylococcus,
kuan anaerob Bacterioides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa
abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibular, dan
angina Ludovici (Ludwigs angina).1
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah retrofaring dan merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep
neck infection).2
Abses retrofaring biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5
tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar
limfa, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung
aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan
telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi.1,2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian
atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen
jaringan lunak leher lateral.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seperti corong,
dengan panjang 13 cm dari koana sampai laring, besar di bagian atas dan sempit di
bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esophagus hingga vertebrae cervical VI. Ke atas faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring. Sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan
ke bawah berhubungan dengan esophagus.3,4,5,6
Anatomi Faring
MUKOSA
Pada nasofaring karena fungsinya untuk respirasi : epitelnya
proteksi.
OTOT
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan
memanjang (longitudinal).
Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior,
media, dan inferior. Terletak di sebelah luar, berbentuk seperti kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di
bagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring
(raphe pharynges). Kerja otot konstriktor ntuk mengecilkan lumen faring
dimana otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.x).
Otot-otot yang tersusun longitudinal/ memanjang adalah m.stilofaring
dan m.palatofaring. terletak di sebelah dalam. M.stilofaring berfungsi
melebarkan dan menarik faring dan dipersarafi oleh CN. IX. Sedangkan
m.palatofaring berfungsi mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan
bagian bawah faring dan laring, otot ini dipersarafi oleh saraf CN. X yang
berfungsi menutup ismus faring saat menelan (memisahka naso- dan orofaring).
Pada palatum mole terdapat 5 pasang otot yg dijadikan satu dalam satu
fasia, antara lain:
o m.levator veli palatini untuk menyempitkan ismus faring dan
melebarkan tuba auditiva. CN.X
4
anterior
faring,
u/
cabang fausial) dan cabang dari a.maksila interna (cabang palatina superior)
Persarafan : cabang faring dari CN.X dan CN.IX dan serabut simpatis.
Kelenjar getah bening : melalui 3 saluran yakni superior, media, dan inferior
Anatomi Faring
NASOFARING
Batas-batas:
o atas: dasar tengkorak;
o bawah: palatum mole;
o anterior: rongga hidung (dibelakang koana nasal);
o posterior: vertebra cervikal
struktur di nasofaring:
o Adenoid/ tonsil faringeal yaitu jaringan limfoid pada dinding
superior-lateral faring dengan resesus faring yang disebut
fossa Rosenmuller.
Jika membesar dapat menutup nasofaring.
5
danger space, dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi
prevertebra pada bagian posterior (tepat di belakang ruang retrofaring);
Ruang Retrofaring7
2.
b.
c.
d.
e.
f.
bercampur dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah
akibat kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi M.Levator veli palatine
mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole
terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants ridge) akan
terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofring sebagai akibat kontraksi
M.Levator veli palatine. Selanjutnya terjadi kontraksi M.Paltoglossus yang
menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring,
sehingga
bolus
makanan
tidak
akan
berbalik
ke
rongga
mulut. 3,4
Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring
bergerak
ke
atas
oleh
kontraksi
M.Stilofaring,
M.Tirohioid
dan
atas masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior pada akhir
fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh
gerakan peristaltic esophagus. Dalam keadaan istirahta sfingter esophagus
bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari
tekanan di dalam lambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung.
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika
dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke
distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka sfingter ini akan
menutup kembali.3,4
2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole
kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula M.Salpingofaring dan M.Palatofaring, kemudia
M.Levator veli palatine bersam-sam M.Konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum mole
ke atas belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa
ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakann M.Palatofaring (bersama M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif
M.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini
menetap pada periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan
tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan
palatum. 3,4
11
2.3.3. ETIOLOGI
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring antara lain:1
1. Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring
2. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau
tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakeal dan endoskopi.
3. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas
2.3.4. PATOFISIOLOGI
Ruang retrofaring berada di anterior fasia prevertebra yang berjalan inferior
dari basis kranii sepanjang faring. Ruang ini merupakan lanjutan ruang parafaring dan
fossa infratemporal. Ruang retrofaring dan parafaring dipisahkan oleh fasia alar, yang
merupakan barier yang kurang efektif terhadap penyebaran infeksi. Ruang retrofaring
12
Abses retrofaring akut pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh inokulasi
langsung patogen piogenik ke dalam ruang retrofaring yang disebabkan trauma pada
faring atau esofagus akibat tertelan benda asing atau prosedur medis yang traumatik
seperti endoskopi, laringoskopi direk, maupun intubasi endotrakeal. Penyakitpenyakit seperti diabetes melitus, keganasan, alkoholisme kronik, dan AIDS
dilaporkan sebagai predisposisi abses retrofaring pada orang dewasa.1,7,8
Abses retrofaring kronis pada anak dapat terjadi akibat infeksi tuberkulosis.
Pada anak usia kurang dari 5 tahun, abses retrofaring kronis disebabkan penyebaran
dari infeksi tuberkulosis pada kelenjar limfe servikal dalam ke kelenjar retrofaring
yang membentuk abses dingin. Abses retrofaring kronis yang demikian dikenal
sebagai tipe lateral karena secara klinis terlihat lebih ke arah lateral dari garis tengah
tubuh, fluktuan, dengan tanda inflamasi yang minimal. Pada anak yang lebih tua dan
orang dewasa abses retrofaring kronis biasanya disebabkan spondilitis tuberkulosis
pada vertebra servikalis (Potts disease) dimana pus menyebar melalui ligamentum
longitudinal anterior dan dikenal sebagai tipe sentral. Abses terjadi diantara korpus
vertebra dan fasia prevertebra. Abses mula-mula terbentuk pada garis tengah dan
menyebar ke lateral. Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan pada garis tengah
dan dinding faring yang berfluktuasi dengan tanda inflamasi yang minimal.1,7,8
2.3.5. GEJALA KLINIS
Gejala utama abses retrofaring adalah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak
kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau
minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan juga nyeri. Dapat timbul sesak napas
karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut
sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat
mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.1,2,7,8
Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat
bengkak dan hiperemis.1
14
2.3.6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian
atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen
jaringan lunak leher lateral.1 Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang
retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih
dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat
terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikalis.1
A.
Anamnesis8
Keluhan pasien dengan abses retrofaring akut bervariasi bergantung kepada
kelompok umur. Gejala abses retrofaring berbeda untuk orang dewasa, anak-anak, dan
bayi yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Dewasa
Nyeri tenggorokan
Demam
Disfagia
Odinofagia
Nyeri leher
Dispnea
B.
Bayi
Nyeri tenggorokan
(84%)
Demam (64%)
Kaku leher (64%)
Odinofagia (55%)
Batuk
Demam (85%)
Bengkak pada leher
(97%)
Intake oral buruk
(55%)
Rinorrhea (55%)
Letargi (38%)
Batuk (33%)
Pemeriksaan Fisik8
Pasien dengan abses retrofaring akut dapat menunjukkan tanda-tanda obstruksi
jalan napas tetapi hal ini jarang terjadi. Meskipun demikian, pasien yang awalnya
tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan napas dapat berkembang menjadi
obstruksi jalan napas. Pada pasien dewasa dan anak pemeriksaan fisik dapat
menunjukkan temuan yang berbeda, yang dijelaskan dalam tabel berikut:
15
Dewasa
Anamnesis yang baik sangat penting karena kondisi serius lain merupakan
diagnosis banding dari abses retrofaring. Abses retrofaring seringkali merupakan
sekuele dari infeksi saluran napas atas (misalnya faringitis, tonsilitis, sinusitis, infeksi
gigi) dan lebih sering terjadi pada anak sehingga riwayat tertelan benda asing harus
ditanyakan.9
Pada anak manifestasi klinis dapat tidak jelas dan bergantung pada tingkat
penyakit tetapi gejala khas termasuk demam tinggi, nyeri leher (terutama pada saat
digerakkan) atau tortikolis, disfagia, iritabilitas, malaise, dan odinofagia. Odinofagia
menyebabkan drooling, intake oral yang buruk, dan anoreksia. Gejala minor lain
misalnya trismus, disfonia, stridor, dan sleep apnea. Anak dapat terlihat menarik-narik
telinga atau tenggorokan yang menunjukkan adanya nyeri.9
Pada orang dewasa manifestasi klinis lebih spesifik dengan drooling dan
disfagia tetapi dengan onset perlahan. Penting untuk menanyakan komorbiditas
seperti diabetes mellitus dan melakukan kontrol glukosa darah apabila ditemukan.
Hampir sepertiga pasien dengan abses leher dalam memiliki diabetes mellitus.9
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan rongga mulut dan leher untuk
mencari edema tonsil, edema orofaring, dan limfadenopati. Observasi penting lain
dilakukan terhadap drooling, dispneu, tortikolis, dan massa atau pembengkakan pada
leher. Pada anak-anak pemeriksaan mungkin terbatas bergantung pada usia dan
kooperasi dari anak dan orang tua.9
16
Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis abses retrofaring dijelaskan dalam table berikut:9
Pemeriksaan
Darah lengkap
Laju endap darah
menentukan derajat penyakit
inflamasi apabila tidak ditemukan
netrofilia yang signifikan.
Hasil
Leukosistosis (terutama netrofil)
Meningkat
Foto polos servikal soft tissue lateral Pembengkakan pada ruang prevertebra
(> 7mm pada C2 dan > 14 mm pada
dilakukan apabila terdapat
kecurigaan tetapi tidak tersedia CT C6)
scan tetapi dapat dilakukan sebelum
CT scan apabila kecurigaan tinggi
terhadap abses retrofaring.
17
Kultur pus
pus yang didapatkan dari drainase
dilakukan kultur dan uji sensitivitas
antibiotik.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain foto polos dada
yang diindikasikan apabila terdapat kecurigaan timbulnya komplikasi berupa
pneumonia aspirasi atau mediastinitis.3 Kultur darah tidak rutin dilakukan kecuali
pada kecurigaan terjadinya sepsis.9
Untuk abses retrofaring kronis pemeriksaan penunjang yang mendukung
diagnosis adalah leukositosis, peningkatan laju endap darah, dan tes Mantoux
yang positif. Foto polos servikal lateral menunjukkan destruksi korpus vertebra
dengan peningkatan ruang retrofaring dan bayangan udara di dalamnya. CT scan
dapat lebih mengkonfirmasi temuan tersebut.10
2.3.7. DIAGNOSIS BANDING
-
Adenoiditis
Tumor faring
Aneurisma aorta 1
2.3.8. PENATALAKSANAAN
Terapi pada abses retrofaring adalah dengan medikamentosa dan tindakan
bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotik dosis tinggi, untuk kuman
aerob dan anaerob, diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi
18
abses melalui laringoskopi langsung pada posisi pasien berbaring Trendelnburg. Pus
yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam
anastesia lokal atau anastesia umum. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda
infeksi reda. 1,8,9,10
A. Medikamentosa
Pemberian antibiotik secara parenteral diberikan secepatnya tanpa menunggu
hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob
dan anaerob, Gram positif dan Gram negatif. Pilihan antibiotik lini pertama adalah
Clindamycin dengan Aminoglikosida atau penicilli-nase-resistant penicillin seperti
Ticarcillin atau Clavulanate, Piperacillin atau Tazobactam, dan Ampicillin atau
Sulbactam
dikombinasikan
dengan
sefalosporin
generasi
ketiga
dan
2.3.10. PROGNOSIS
20
21
BAB IV
PENUTUP
Abses retrofaring paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama disebabkan
oleh infeksi saluran nafas atas yang menjalar ke ruang retrofaring. Pada orang dewasa
biasanya disebabkan oleh trauma, benda asing, atau infeksi tuberkulosis pada korpus
vertebra.
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa gejala yang ringan seperti
demam, sulit dan sakit menelan sampai timbul gejala yang berat seperti obstruksi
jalan nafas dan dapat menimbulkan kematian.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis disertai
aspirasi dan pemeriksaan radiologis.
Penatalaksanaan dapat dilakukan secara medikamentosa dan operatif
bergantung dari luasnya abses. Prognosis bergantung dari penanganan yang cepat dan
tepat sehingga komplikasi yang membahayakan jiwa tidak terjadi.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/764421-overview
.2012
Available
from:
http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/599/diagnosis/guidelines.html.
2011
(Accesed:
HK..
Retropharyngeal
abscess.
Available
from:
24