You are on page 1of 19

PORTOFOLIO

Kasus 1
Tanggal (kasus) : 12 April 2015
Presentan : dr. Lilis Khairani
Tanggal Presentasi : 27 April 2015
Pendamping : dr. Hedi Mulyadora
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Bayung Lencir
Objektif Presentasi :

Keilmuan
Penyelenggara Tinjauan Pustaka
Keterampilan
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Deskripsi : Anak perempuan 13 bulan, Kejang Demam Kompleks.
Tujuan : Tatalaksana kejang demam kompleks
Bahan Bahasan Tinjauan
Riset

Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi

Presentasi dan
diskusi

Data Pasien

Nama : An.V

Umur : 13 bulan

Pekerjaan : -

Status : -

Alamat : Simpang Bayat

Agama : islam

Kebangsaan : Indonesia
RSUD Bayung Lencir
Telp:Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosa /Gambaran klinis

Kasus

Pos

Email
No. Reg:
03..

Terdaftar : 12 april 2015

Kejang Demam Kompleks, Keadaan Umum Sakit Sedang.


2. Riwayat Pengobatan : tidak ada
3. Riwayat Kesehatan dan Penyakit :
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
demam. Demam sepanjang hari, demam timbul mendadak, menggigil (-), batuk dan pilek
(+), muntah (-). Makan/minum menurun setelah sakit. BAK (+) normal, BAK terakhir
kurang lebih jam SMRS.
Sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
kejang. Kejang terjadi 1 kali. Kejang seluruh tubuh. Lama kejang 15 menit, kaki dan
tangan mengalami kejang tonik klonik, Mata mendelik ke atas, simetris, mulut tidak
mengeluarkan buih, berhenti spontan, setelah kejang pasien sadar baik, kebiruan pada
sirkum oral (-).
10 menit setelah di rumah sakit kejang kembali terjadi di IGD RSUD Bayung Lencir.
Lalu diberi stesolid supp 5 mg dan kejang berhenti setelah 5 menit.
4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
1

5. Riwayat Kelahiran : Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan, saat lahir
langsung menagis kuat, berat badan lahir 3800 gr, panjang badan 50 cm.
6. Riwayat Imunisasi Dasar : Lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, MMR)
6. Riwayat Tumbuh Kembang :
-

Pertumbuhan gigi

6 bulan

( 5-9 bulan)

3 bulan
7 bulan
9 bulan
belum bisa berjalan
9 bulan

( 3-4 bulan)
(6 bulan)
( 9-12 bulan)
(13 bulan)
(9-12 bulan)

Psikomotor
- Tengkurap
- Duduk
- Berdiri
- Jalan
- Bicara
Daftar Pustaka :
1. Johnston M.V. Seizures

in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor:

Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-2011.


2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.
3. Rita Dewi. Msy. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Standar Penatalaksanaan Anak
RSMH Palembang. 2012 Departement Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang.
4. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures. www.emedicine.com/emerg/topic376.htm.
Last updated: October 14, 2004. Access: April 17, 2015.
5. Anonim.

Management

&

Tratment

of

Febrile

Seizures.

http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 17, 2015.


6. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last updated:
February 14, 2005. Access: April 17, 2015.
7. Camfield

C.S.,

Camfield

P.R.

Febrile

Seizures.

www.ilae-

epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html Last updated: December 1, 2002. Access:


April 17, 2015.
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis Kejang Demam Kompleks
2. Mekanisme terjadinya Kejang Demam Kompleks
3. Edukasi pada pasien mengenai Kejang Demam Kompleks
4. Langkah-langkah Penatalaksanaan Kejang Demam Kompleks
5. Motivasi kepatuhan berobat dan pencegahan berulang
1.Subjektif :
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
demam. Demam sepanjang hari, demam timbul mendadak, menggigil (-), batuk dan pilek
2

(+), muntah (-). Makan/minum menurun setelah sakit. BAK (+) normal, BAK terakhir
kurang lebih jam SMRS.
Sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
kejang. Kejang terjadi 1 kali. Kejang seluruh tubuh. Lama kejang 15 menit, kaki dan
tangan mengalami kejang tonik klonik, Mata mendelik ke atas, simetris, mulut tidak
mengeluarkan buih, berhenti spontan, setelah kejang pasien sadar baik, kebiruan pada
sirkum oral (-).
10 menit setelah di rumah sakit kejang kembali terjadi di IGD RSUD Bayung Lencir.
Lalu diberi stesolid supp 5 mg dan kejang berhenti setelah 5 menit.
. Objektif :
Status Present
Keadaan Umum
Keadaan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 140 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup

Respirasi

: 40 x/menit, regular.

T ax

: 38,8C

BB

: 9 Kg

TB
Status Generalis

: 80 cm

Kepala

: N-Cephali, UUB datar

Mata

: anemis(-), ikterus(-) Reflek pupil +/+, strabismus (-), nistagmus (-)


deviation conjugee (-) air mata (+).

THT

: NCH (-), sianosis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-),


Pharing hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)

Thorak

: retraksi (-)

Cor

: S1S2 N, regular, murmur(-)

Po

: Bronkovesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: Distensi (-), BU (+) N, H/L tidak teraba, turgor N

Extremitas

: Akral hangat (+), sianosis (-), Oedem (-)


+
+

3
+

Refleks Fisiologis

Reflek patologis

Kernig sign (-), Brudzinsky I/II : -/Tenaga

555
555
555

Tonus

N
N

Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin : 11,2 gr/dl
Leukosit

: 18.600/mm3

Hematokrit

: 31%

Trombosit

: 190.000 rb sel

Widal O

: 1/160

Widal H

: 1/160

DDR

: negatif

Assesment :
An. V, perempuan berusia 13 bulan. Datang dengan keluhan utama kejang dan demam.
Keluhan dimulai Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluarga pasien mengatakan
bahwa pasien demam. Demam sepanjang hari, demam timbul mendadak, menggigil (-),
batuk dan pilek (+), muntah (-). Makan/minum menurun setelah sakit. BAK (+) normal,
BAK terakhir kurang lebih jam SMRS. Sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit,
keluarga pasien mengatakan bahwa pasien kejang. Kejang terjadi 1 kali. Kejang seluruh
tubuh. Lama kejang 15 menit, kaki dan tangan mengalami kejang tonik klonik, Mata
mendelik ke atas, simetris, mulut tidak mengeluarkan buih, berhenti spontan, setelah
kejang pasien sadar baik, kebiruan pada sirkum oral (-). 10 menit setelah di rumah sakit
kejang kembali terjadi di IGD RSUD Bayung Lencir. Lalu diberi stesolid supp 5 mg dan
kejang berhenti setelah 5 menit.
Berdasarkan data anamnesis tersebut didapatkan pasien berusia 13 bulan. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa pada umumnya kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi

anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan).
Dari kondisi diatas, kita menilai bahwa pasien mengalami kejang demam kompleks.
Dimana kejang demam dengan lama kejang >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum dengan frekuensi > 1 kali dalam 24 jam. Hal ini disebabkan karena
pada anak yang kejang demam. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5 . sehingga terjadilah
kejang.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan temp.axila 38,8C. Status gizi baik dan tidak
ditemukan kelainan neurologis dan pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
18.600, hal ini menunjukkan pemeriksaan yang mengarah ke penyakit kejang demam
kompleks.
Dari identifikasi, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
laboratorium dapat ditegakkan diagnosis pasien mennderita Kejang Demam Kompleks.
Planning
Diagnosa : kejang demam kompleks
Tatalaksana :
Non Medikamentosa :
o Tirah Baring
o Stop Oral
Medikamentosa :
o O2 2 L/menit
o IVFD RL gtt xx/mnt (mikro)
o Paracetamol supp 125 mg
o Diazepam supp 5mg
o Inj Ampicillin 100 mg/kgbb/hari (4x1cc)

o Inj Gentamicin 2,5 mg/Kgbb/8 jam (3x1cc)


o Pasien disarankan untuk dirujuk
Edukasi :
o
o
o
o

Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik


Memberitahu cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat

Prognosis :
Qua ad vitam : duabia at bonam
Qua ad fungsionam : dubia at bonam

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Pada tahun 1980 sebuah konferensi konsensus (The Consensus Development
Panel on Febrile Convulsions) yang diadakan oleh National Institutes of Health
mendefinisikan kejang demam sebagai kejadian kejang yang terjadi pada masa
anak-anak yang biasanya terjadi antara umur tiga bulan dan lima tahun yang
dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti infeksi SSP.1,2,3,4,5,7,8.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Bila demam disebabkan proses
intrakranial, bukan disebut sebagai kejang demam. Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang demam didahului diare hebat,
perlu dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan disebabkan demam melainkan
6

karena gangguan metabolic misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia,


dan hipoglikemia.
Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang
berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan
kejang. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939 ; Prichard dan McGreat, 1958). Faktor
hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa
kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2 %
anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak
normal hanya 3 %.

2.2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun (kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7. Di Amerika antara
2-5% anak-anak mengalami kejang demam pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Sekitar 70-75% merupakan kejang demam sederhana. 20-25% merupakan kejang
demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari pasien ini mengalami sedikitnya satu
kali kekambuhan. Di internasional angka yang serupa juga ditemukan pada negara
berkembang, walaupun mungkin di negara Asia frekuensinya lebih besar. Lebih
dari 90 % dari kejang demam adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan
terjadi awal pada penyakit yang menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut
merupakan hal terbesar yang dikaitkan dengan kejang demam. Gastroenteritis
khususnya yang disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter dan infeksi traktus
urinarius merupakan penyebab yang lebih sedikit1,3,8.
Kejang demam jarang (sekitar 1-2,4%) menjadi epilepsi atau kejang non
febril pada umur dewasa. Kemungkinan untuk menjadi epilepsi lebih besar jika
kejang demam mempunyai manifestasi yang kompleks antara lain durasi lebih
dari 15 menit, lebih dari satu kali kejang dalam sehari. Faktor lain yang
memperburuk yaitu onset awal dari kejang (sebelum umur 1 tahun), riwayat

keluarga epilepsi. Dan walaupun dengan adanya faktor tersebut, risiko mengalami
epilepsi setelah kejang demam itu masih sangat rendah yaitu sekitar 15-20%1.
2.3. Etiologi dan Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler5.
Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang
kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa
memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70%
dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti
bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap
orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini
dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan
mental8.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel5.
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan5.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi
kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi
difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas
muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau lebih.
2.4. Manifestasi Klinis
Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi
menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.
Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :
-

temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C.

kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15
menit.

Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak menunjukkan


kejang tanpa panas

Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun.
-

Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau
penyakit yang mempengaruhi otak2,4,6,7,8,

Pada kejang demam kompleks biasanya:


-

Kejang bersifat lokal,

Lama kejang lebih dari 15 menit.

Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.

Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.

Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.


-

Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara
kandung2,4,6,7,8
Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode kejang

dengan demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang
kecil untuk menjadi epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan
risiko untuk menjadi epilepsi antara lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga
epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 9 bulan, perkembangan milestone
yang terhambat dan adanya kelainan neurologis. Insiden untuk menjadi epilepsi
ini sekitar 9% ketika terdapat beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak
tanpa faktor risiko2.
2.5. Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran
kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

10

2.6
-

Pemeriksaan Fisik

Penyebab dasar dari demam harus dilihat


-

Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan otitis media,


faringitis atau virus sebagai penyebab demam

Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah sangat penting

Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau ingesti zat


toksik

2.7

Komplikasi Kejang Demam

1. Mesial temporal sklerosis.


Hipoksia dan iskemia terjadi pada kejang demam yang lama pada anak
dikatakan menjadi faktor yang bertanggungjawab pada terjadinya mesial
temporal sklerosis, yang menimbulkan gejala kejang parsial dengan gejala
yang kompleks (epilepsi psikomotor). Hubungan ini belum dapat
dibuktikan.
Meldrum : kejang 30 menit mesial temporal
Sclerosis
2.

90% temporal lobe epilepsi

Kejang demam berulang


Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar
antara 25 %-50%. Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya
kejang demam adalah umur anak pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak
yang mendapatkan kejang pertama kali pada umur 1 tahun atau kurang
mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang demam
kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai
2 tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20%
apabila onset kejangnya setelah 2 tahun. Angka berulangnya kejang
demam juga meningkat pada anak yang memiliki perkembangan yang
abnormal sebelum kejang pertama dan pada anak yang memiliki riwayat
keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam. MARVIN Apabila
melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal
(1973) mendapatkan :

11

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada


wanita 50 % dan pada pria 33 %.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat


keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada
tanpa riwayat kejang 25 %.

Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang


a.

Riwayat kejang demam dalam keluarga.

b.

Usia kurang dari 18 bulan.


c. Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum
kejang demam makin kecil resiko berulangnya kejang demam.
d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara
mulainya demam dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin
besar risiko berulangnya kejang demam.
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah
80%. Bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali
adalah 10-15%. Kemungkinan kejang demam kembali paling besar pada tahun
pertama.
3. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi
epilepsi dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang
mendapatkan kejang fokal, kejang lama dan episode berulang dari kejang demam
memiliki kemungkinan sebesar 25% menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun.
MARVINAngka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian,
misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6 %, sedangkan
Livingstone (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya
2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam ternyata 97 % yang menjadi epilepsi.
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
a. Perkembangan saraf terganggu
b.

Kejang demam kompleks

12

c.

Riwayat epilepsi dalam keluarga


Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%. Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. UKK
4. Todd paresis
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah kejang
demam 1 kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48
jam atau setelah 1 minggu.
5. Gangguan intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah
menderita gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan
belajar dan kebiasaan, retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi
dilaporkan pada anak dengan skuele kejang demam. Angka insiden dari
komplikasi ini sangat rendah pada anak normal yang mendapatkan kejang
demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari retardasi mental pada
anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan pada anak yang normal
sebelum timbul kejang pertama. Dari suatu penelitian terhadap 431
penderita dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ,
tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah terdapat
gangguan perkembangan atau kelainan neurologi akan didapat IQ yang lebih
rendah disbanding dengan saudaranya (Milichap, 1968). Apabila kejang
demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental
akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan Ellenberg). Kejang lama atau
fokal dapat membentuk skuele di otak.
6.

Hemiparesis
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama
( berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.

13

Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang demam,
hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.
2.8

2.9

Diagnosis Banding
-

Epidural hematom

Infeksi epidural dan subdural

Meningitis

Bakteremia dan sepsis

Status epilepticus

Pemeriksaan Penunjang
1.

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,

elektrolit dan glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak


menunjukkan kelainan yang berarti. Hitung leukosit diatas 20.000 L atau
pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin berhubungan dengan bakteremia. Hitung
sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan yang cocok.
Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa
menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang
menonjol, kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak dibawah 18
bulan1.
-

Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali


diperlukan untuk mencari penyebab demam

Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang


demam

Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia


mirip dengan hanya dengan demam5.

Lumbal Punksi
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang, seorang dokter harus
memutuskan apakah akan melakukan lumbal punksi. Indikasi pungsi lumbal pada
kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Fakta bahwa seseorang mempunyai riwayat kejang demam

14

sebelumnya tidak menyingkirkan meningitis sebagai penyebab kejang yang


terjadi. Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan, karena pemeriksaan
fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis meningitis. Lumbal punksi seharusnya
dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal lain
sebagai penyebab demam tidak ditemukan1. Pelaksanaan lumbal punksi
kontroversi pada pasien dengan kejang demam sederhana. Dan perlu dilakukan
pada jika dicurigai terjadi meningitis walaupun kejang bukan satu-satunya tanda
meningitis. Beberapa literatur melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada
anak-anak menimbulkan kejang dan demam5,11. Bila pasti bahwa kejang tersebut
bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
bervariasi tergantung pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan
adalah :
-

Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala
meningitis sering tidak jelas.

Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal


kecuali pasti bukan meningitis.

Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat


dengan jelas. Bila pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak
dianjurkan.

3.

Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI


tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologis karena hampir
semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI boleh
dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan
kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak
perlu dalam evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang
pertama kali. CT scan dilakukan pada pasien dengan kejang demam
kompleks.

4.

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) juga


tidak perlu pada evaluasi rutin pada anak dengan kejang demam sederhana
pertama kali. EEG tidak dapat memprediksi kemungkinan berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian

15

hari. Oleh sebab itu, pemeriksaan EEG pada kejang demam tidk
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas atau dengan faktor risiko menjadi
epilepsi2,5.
2.10 Pengobatan
A.

Pengobatan Pada Saat Kejang

Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang. Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :
-

Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
di atas usia 3 tahun, atau

Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat


badan lebih dari 10 kg, atau

0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali

Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati


dengan depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan
intravena sebanyak 0,2 - 0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan
kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis,
hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam jangan diberikan secara intramuskular karena tidak
diabsorbsi dengan baik. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin intravena
sebanyak 15 mg/kg BB perlahan-lahan. Bila masih tetap kejang, rawat di ruang
rawat intensif, berikan pentobarbital dan pasang ventilator bila perlu. Bila kejang
sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejang demam yang
memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.
B.

Pengobatan Rumat

Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk


waktu yang cukup lama.
-

Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam


hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak
bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.

16

Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan


fenobarbital 3 - 5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.

Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang
sangat selektif.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku


dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang
dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate
periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri


sebagai berikut :
1.

Kejang lama > 15 menit

2.

Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah


kejang, misalnya hemiparesis, todds paresis, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus

3.

Kejang fokal

4.

Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.

Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam


keadaan :

C.

1.

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

2.

Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.

Pengobatan Intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan


pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam.
Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa
pengalaman menunjukkan bahwa antipiretik tetap bermanfaat.
Antipiretik yang dapat digunakan adalah :
-

Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.


17

Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.

Antikonvulsan pada saat kejang


-

Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang.

Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali
diberikan sebanyak 4 kali per hari.

PROGNOSIS
Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian
intelektual normal. Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam di
kemudian hari, tetapi perkembangan ke epilepsi dan kejang tanpa demam adalah
jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak yang mengalami kejang
demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu tahun4,7,8.
Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali
kekambuhan. Menurut United States National Collaborative Perinatal Project
yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir sampai umur 7 tahun yang mengalami
satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk berkembang menjadi epilepsi
adalah
1. riwayat kejang tanpa demam
2. adanya abnormalitas neurologis
3. kejang demam kopleks.
Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi
epilepsi dan pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10%
berkembang menjadi epilepsi3,4,8.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics.
Editor: Behrman, Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder.
p 1993-2011.
2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jilid 2. 2002. Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.
3. Rita Dewi. Msy. Kejang Demam. Dalam: Pedoman

Standar

Penatalaksanaan Anak RSMH Palembang. 2012 Departement Ilmu


Kesehatan Anak RSMH Palembang.
4. Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/.
Access: 17 April 2015.
5. Zempsky

W.T.

Pediatrics,

Febril

Zeisures.

www.emedicine.com/emerg/topic376.htm. Last updated: October 14,


2004. Access: April 17, 2015.
6. Anonim.

Management

&

Tratment

of

Febrile

Seizures.

http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 17, 2015.


7. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm
Last updated: February 14, 2005. Access: April 17, 2015.
8. Camfield

C.S.,

Camfield

P.R.

Febrile

Seizures.

www.ilae-

epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html Last updated: December 1, 2002.


Access: April 17, 2015.

19

You might also like