You are on page 1of 6

BAB V.

Hasil Pengamatan
Identitas Probandus
Nama

: Pandu Nugroho Kanta

Umur

: 18 tahun

Waktu pengambilan

: 12.50

Max absinensia

: 2 hari

a) Pemeriksaan Makroskopis Analisis Sperma


1) Warna : putih kelabu homogen, normal
2) Bau

: bau khas, sperti bunga akasia, normal

3) Likuefaksi

: terjadi setelah 30 menit, normal

4) Volume

: 3 mL

5) Konsistensi

: normal

6) pH

: 7+8/2 = 7,5 (normal)

a) Pemeriksaan Mikroskopis Analisis Sperma


1) Estimasi jumlah sperma
Memakai pengenceran 1:10 karena didapat dari motilitas sperma yang berjumlah 16 tiap
lapang pandang.
Dengan demikian, estimasi jumlah sperma adalah 16 x 10 6.

2) Motilitas sperma
Level A

:7

Level B

:2

Level C

:3

Level D

:4

Jumlah

: 16

% motilitas: 716 x 100% = 49,75%

3) Morfologi sperma
1 lapang pandang dengan jumlah 20 sperma
Abnormal
Normal
13

Kepala

Leher

Ekor

% morfologi sperma : 1420 x 100%= 70%


4) Pemeriksaan elemen bukan sperma
Dalam 1 lapang pandang terdapat 1 leukosit.

5) Pemeriksaan hitung jumlah sperma


Menggunakan bilik hitung NI
Kotak sedang I

: 5 sperma

Kotak sedang II

: 7 sperma

Kotak sedang III

: 6 sperma

Kotak sedang IV

: 3 sperma

Kotak sedang V

: 5 sperma

Jumlah total

: 26 sperma

Rata-rata

: 265= 5,2
: 5,22 x 106 = 2.600.000

BABVI PEMBAHASAN
Semen diambil setelah abstinensi sedikitnya diatas 48 jam dan tidak lebih lama dari tujuh hari.
Nama, masa abstinensi, dan waktu pengambilan dicatat pada formulir yang dilampirkan pada setiap
semen yang akan dianalisis. Untuk evaluasi awal, dilakukan pemeriksaan dua sediaan. Waktu
antara kedua pemeriksaan tersebut bergantung pada keadaan setempat, tetapi tidak boleh kurang
dari tujuh hari atau lebih dari tiga bulan. Semen diantar ke laboratorium dalam waktu satu jam
sesudah dikeluarkan. Semen sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam
botol kaca bermulut lebar. Hal ini yaitu untuk menghindari masuknya elemen lain pada sperma.
Disarankan pada masturbasi tidak menggunakan alat bantu seperti sabun untuk menghindari
masuknya zat sabun pada semen yang akan merubah kadar keasaman (pH) sperma.
Pada analisis sampel ini, kami melakukan dua cara analisis, yaitu analisis makroskopis dan
mikroskopis. Analisis makroskopis meliputi pemeriksaan warna, bau dan likuefaksi. Semen normal
tampak berwarna putih kelabu dan berbau seperti bunga akasia pada pagi hari. Semen yang berbau
busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi. Dalam keadaan normal, semen mencair (liquefaction)
dalam 60 menit pada suhu kamar. Dalam beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara sempurna
dalam 60 menit. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada fungsi kelenjar prostat. Untuk itu,
semen segera diperiksa setelah pencairan atau dalam waktu satu jam setelah ejakulasi. Selain tiga
hal diatas, analisis makroskopis juga meliputi volume, konsistensi, dan pH. Setelah diamati
penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume semen. Volume semen diukur dengan gelas
ukur atau dengan cara menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Nilai
normal >/2,0 ml2,6. Jika volume semen terlalu sedikit maka tidaklah cukup untuk menetralkan
keasaman suasana rahim. Dengan demikian, sperma yang berada di rongga rahim akan segera
mati sehingga kehamilan tidak terjadi11. Volume dianggap abnormal jika semen < 2,0 ml.
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan melihat konsistensinya. Untuk mengetahui konsistensi
semen diukur dengan dua cara. Semen yang ada pada semprit diteteskan dari ujung jarum. Jika
terjadi gangguan konsistensi maka tetesan membentuk benang yang panjangnya lebih dari 2 cm.
Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke dalam semen, kemudian
mengamati benang yang terbentuk pada saat tangkai kaca tersebut dikeluarkan. Panjang benang >
2 cm dikatakan abnormal. Semen yang terlalu encer maupun terlalu kental kurang baik bagi sperma.
Pada semen yang mempunyai konsitensi tinggi, kecepatan gerak sperma akan terhambat. Dengan
demikian, akan mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu encer
biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang.
Pemeriksaan makroskopik yang lain adalah pemeriksaan pH semen tersebut. Cara mengukur pH
semen relatif mudah. Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik,
warna daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan kertas kaliberasi untuk

dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur dalam waktu satu jam setelah ejakulasi berada dalam
kisaran 7,2 sampai 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya, jika
pH kurang dari 7 pada semen azoospermia, perlu dipikirkan kemungkipan disgenesis vas deferens,
vesika seminal, atau epididimis.
Pada pemeriksaan makroskopis sampel ini, didapatkan hasil yang normal. Warna putih kelabu
homogen, bau khas, pH 7,5, volume 3mL dan konsistensi normal.
Pada pemeriksaan mikroskopik, semen diperiksa estimasi jumlahnya ,morfologi, motilitas, jumlah
sperma, dan adanya sel-sel bukan sperma. Morfologi dengan cara sederhana yaitu dengan
membuat apusan sampel dan kemudian dilihat bentuk spermanya. Pemeriksaan motilitas yaitu
dengan memperhatikan gerak sperma pada beberapa lapangan pandang. Lapangan pandang
diperiksa secara sistematik dan motililas sperma yang dijumpai dicatat. Kategori yang dipakai untuk
mengklasifikasi motilitas sperma disebut (a), (b), (c), (d), dan didefinisikan sebagai berikut:
Kategori (a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka.
Kategori (b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus.
Kategori (c) jika tidak bergerak maju.
Kategori (d) jika sperma tidak bergerak.
Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang diperiksa untuk memperoleh seratus sperma
secara berurutan yang kemudian diklasifikasi sehingga menghasilkan persentase setiap kategori
motilitas.
Pemeriksaan mikroskopik berikutnya adalah memeriksa jumlah sperma. Pemeriksaan dilakukan
dengan 2 cara, yaitu secara kasar dan penghitungan dalam kamar hitung. Penentuan secara kasar
dilakukan dengan menghitung jumlah spermatozoa rata-rata pada beberapa lapangan pandang
pembesaran objektif 40 kali, kemudian mengalikan angka tersebut dengan 106. Jika ada 40
sperma/lapangan maka jumlah sperma secara kasar kira-kira 40 juta/ml.
Setelah menghitung jumlah sperma secara kasar, dilanjutkan pemeriksaan selular yang bukan
sperma. Elemen bukan sperma juga dilihat antara lain sel epitel gepeng dari saluran uretra, sel
spermatogenik, dan lekosit. Jumlah sel tersebut ditaksir dalam setiap lapangan pandangan pada
sediaan basah seperti penghitungan jumlah sperma
Dari hasil pemeriksaan mikroskopis, didapatkan bahwa jumlah sperma adalah 2.600.000, motilitas
49,75%, dan morfologi 70%. Didapatkan kesimpulan bahwa dalam sampel ditemukan sperma
dengan karakteristik oligoastenozoospermia. Banyak faktor yang bisa menyebabkan muncul
karakteristik ini, antara lain abstinensia probandus yang baru 2 hari, sehingga perkembangan
spermanya belum maksimal (Hermawanto, 2009), kurang telitinya proses penelitian, serta memang
ada gangguan sperma pada probandus.

REFERENSI
H.H, Hermawanto & Hadiwijaya. 2009. Analisis Sperma pada Infertilitas Pria. Dari:

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/102002/pus-3.htm

Baker HWG, WHO Standardised Methods of Semen Analysis: 1999 Edition, University of Melbourne
Departement of Obstetrics and Gynaecology The Royal Women's Hospital, Cariton 430543 Victoria,
Australia, pp 1-3
Hinting A, Penatalaksanaan Infertilitas Pria: Standarisasi dan Permasalahan, Lab Biomedik, FK Unair,
Surabaya hal 1-11

You might also like