Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah
seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV (Potter,
2005).Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap darah sesuai
dengan program pengobatan. Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk
menangani pasien anemia berat, pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang
mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak menjalankan tindakan bedah
operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun penyakit lainnya yang
mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau komponen darah
sebagaimana mestinya. Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan
untuk menangani kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang
berujung pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat
mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah
yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa.
Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada
negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan
perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional. Di negara berkembang
seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim dibandingkan dengan negara
maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara secara relatif adalah sama.
Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000
penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di
Asia, misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah
per 1.000 penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang
melakukan donor darah per 1.000 penduduk (Daradjatun, 2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi
kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah
Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang
terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa
kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor
darah masih rendah dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk
1
menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang
masalah transfusi darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan darah
secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah
UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD).
Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
Di rumah sakit, banyak terdapat pasien dengan perdarahan baik karena
kecelakaan maupun post operasi, dalam keadaan seperti ini tentunya pasien
membutuhkan darah untuk memenuhi kebutuhan darah. Tindakan untuk memenuhi
kebutuhan darah ini dipenuhi dengan transfusi darah, dan sebagai seorang perawat
kita sangat berperan dalam pemberian transfusi darah. Oleh karena itu, kemampuan
perawat dalam pemberian transfusi darah perlu ditingkatkan.
Dari penjabaran di atas, menjadi latar belakang kami untuk menyusun
makalah yang berjudul Transfusi Darah. Dengan harapan makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang transfusi darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari transfusi darah?
2. Apakah indikasi pemberian transfusi darah?
3. Bagaimakah penggolongan darah pada pasien transfusi darah?
4. Bagaimana proses pengambilan darah donor?
5. Bagaimana pemeriksaan skrining atau pemeriksaan uji saring pada darah donor?
6. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi pemberian transfusi darah?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian transfusi darah?
8. Apa saja langkah-langkah yang harus diambil untuk menghindarkan kesalahan
identifikasi transfusi darah?
9. Bagaimanakah persiapan pasien dalam pemberian transfusi darah?
10. Bagaimanakah persiapan alat dalam pemberian transfusi darah?
11. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pemberian transfusi darah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari transfusi darah.
2. Untuk mengetahui indikasi pemberian transfusi darah.
3. Untuk mengetahui penggolongan darah pada pasien transfusi darah.
4. Untuk mengetahui proses pengambilan darah donor.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan skrining atau pemeriksaan uji saring pada darah
donor.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemberian transfusi darah.
7. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian transfusi darah.
8. Untuk mengetahui langkah-langkah yang harus diambil untuk menghindarkan
kesalahan identifikasi transfusi darah.
9. Untuk mengetahui persiapan pasien dalam pemberian transfusi darah.
10. Untuk mengetahui persiapan alat dalam pemberian transfusi darah.
11. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian transfusi darah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
yang
mencakup
masalah-masalah
pengadaan,
pengolahan,
dan
penyampaian darah kepada orang sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia
atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan
pengobatan dan pemulihan kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang
memberikan darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).
Transfusi darah umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam
jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya
organ pembentuk sel darah merah. Pemberian transfusi darah secara aman merupakan
salah satu peran perawat yang sangat penting. Pada situasi darurat, perawat perlu
mendapatkan spesimen darah secara cepat dan aman bagi klien. Klien yang
mendapatkan transfusi darah harus dimonitor secara ketat agar tidak terjadi efek
samping yang merugikan. Menurut penelitian dilaporkan bahwa reaksi transfusi darah
yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden, dimana 55% berupa demam,
14% menggigil, 20% reaksi alergi terutama urtikaria, 6% hepatitis serum positif, 4%
reaksi hemolitik dan 1% overload sirkulasi (Sudoyo, 2006).
Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi pasien, kemudian
kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golonngan darah, danperiksa
warna darah (terjadi gumpalan atau tidak) , homogenitas (bercampur atau tidak).
Adapun tujuan dilakukannya transfusi darah adalah sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma,
atau perdarahan.
b. Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada klien yang menderita anemia berat.
c. Untuk memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi
pengganti (misalnya faktor-faktor pembekuan plasma untuk membantu
mengontrol perdarahan pada klien penderita hemofilia).
B. Indikasi Pemberian Transfusi
1. Indikasi Untuk Transfusi Sel Darah Merah.
a) Indikasi satu satunya untuk transfusi sel darah merah adalah kebutuhan
untuk memperbaiki penyediaan oksigen ke jaringan dalam jangka waktu
singkat. Kadar hemoglobin rendah tidak boleh menjadi satu satunya alasan
transfusi, karena banyak lagi factor yang penting; termasuk usia penderita, dan
keadaan umum serta besarnya penurunan kadar hemoglobin. Penderita dengan
kadar hemoglobin yang menurun secara tiba tiba akan merasa sakit dan
memang membutuhkan transfusi. Walaupun kadar hemoglobin cukup rendah
(misalnya 80 g/l), namun dapat ditoleransikan penderita yang tubuhnya masih
mempunyai waktu untuk beradaptasi, karena penurunan kadar terjadi secara
bertahap salama berminggu minggu atau berbulan bulan, sehingga
penderita itu biasanya lebih baik diobati dengan cara lain.
4
(Rh), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi
negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi
Rh).
Sebaliknya, alasan untuk pengujian sel darah merah resipien karena adanya
antibody Rh adalah karena antigen D sangat imunogenik; secara kasar 90% golongan
Rh negative ditranfusikan dengan satu atau lebih dari satu unit darah Rh positif akan
menimbulkan anti-D. Antibodi Rh imun akan menghancurkan sel darah Rh positif dan
dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolitik, demikian pula dengan penyakit
hemolitik pada neonatus dapat menyebabkan kematian. Jadi, penting sekali bahwa
wanita usia subur menerima darah yang digolongkan Rh-nya sebelum tranfusi. Wanita
dengan Rh negative harus ditransfusikan hanya dengan darah negative Rh.
Golongan
Antigen A
Antigen B
Darah
A
B
O
AB
+
+
+
+
B
+
+
-
donor, mengisi
formulir
akan digantikan oleh tubuh dalam waktu 24-48 jam dengan minum yang cukup (PMI,
2002).
Setelah menyumbangkan darah, pendonor dipersilahkan menuju ruang
istirahat sambil duduk untuk memberikan kesempatan tubuh menyesuaikan diri
sambil menikmati hidangan. Kartu donor akan diberikan sebelum meninggalkan
ruangan (PMI, 2002).
Tabel Perbandingan Komponen Sel Darah Merah
No.
1
Bentuk Darah
Darah lengkap
Masa
Indikasi
Simpan
21 hari
1. Perdarahan
2. Anemia
3. Renjetan
Keterangan
oligonemik
4. Kelainan darah
seperti
2
anemia
Eritrosit
aplastik
Anemia kronis dimana 21 hari
Khususnya
terkonsentrasi
pasien
bertambah
untuk
jantung,
Darah
lengkap Perdarahan
dengan 12 jam
segar
trombositopenia
Darah baru
(trombosit <40.000/ml)
Transfusi tukar pada 2 hari
Eritrosit cairan
neonatus
1. Hemoglobinuria
noktruna
6 jam
dapat
paroksimal
2. Resipien yang
hilang
seluruhnya.
memiliki
antibodi
terhadap
leukosit
atau
trombosit.
8
3. Reaksi transfusi
terhadap antigen
plasma
4. Pasca
transplantasi
organ
5. Pasien
dengan
defisiensi
6
Eritrosit beku
imunitas
Sama seperti indikasi 6
untuk eritrosit cucian
Plasma kering
setelah
dicairkan
8 tahun
1. Untuk
meningkatkan
Plasma
segar
dicairkan
volume sirkulasi
2. Luka bakar
beku Defisiensi
faktor
pembekuan
seperti
hemofilia,
pasca
transfusi
masif,
kelebihan
dosis
coumarin
dan
10
protein
Albumin
plasma kering
Hipoalbuminemia
Tidak
mengandung
fibrinogen
3
jam
setelah
11
Fibrinogen
Afibrinogenemia
preparasi
3
jam
setelah
preparasi
12
13
Kripresipitat
Defisiensi faktor VII
Faktor VIII kering Hemofilia
jam
setelah
14
Konsentrat
preparasi
Trombositopenia karena 2-3 hari
trombosit
golongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen sel darah merah A dan B.
Individu dengan antigen A, antigen B, atau tidak memiliki antigen yang termasuk
dalam golongan darah A, B, dan O. Individu dengan antigen A dan B memiliki
golongan darah AB (Long et al,1993).
2. Reaksi Transfusi.
Reaksi transfusi adalah respons sistemik tubuh terhadap ketidak cocokan darah
donor dengan darah resipien. Reaksi ini disebabkan ketidak cocokan sel darah
merah atau sensitivitas alergi terhadap leukosit, trombosit atau komponen protein
plasma pada darah donor atau terhadap kalium atau kandungan sitrat di dalam
darah. Transfusi darah juga dapat menyebabkan penularan penyakit.
Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Dan Kesejahteraan
Donor.
a. Usia Batas bawah (18 tahun) karena pertimbangan kebutuhan besi yang
tinggi pada akhil balik, dan usia persetujuan. Batas atas menurut perjanjian di
atur pada 65, karena meningkatnya insidensi penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskular pada usia lanjut, sehingga pengambilan darah sebanyak 450ml
menjadi berbahaya. Donor pertama kali, yang semakin mengalami banyak
insidensi kondisi buruk, tidak diterima selama usia 60 tahun, donor yang
mapan dapat di izinkan untuk dilanjutkan melebihi usia 65 tahun.
b. Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun. Wanita usia subur terutama
rentan terhadap kekurangan besi, kebanyakan pria, dapat mendonorkan lebih
sering tanpa akibat buruk seperti itu. Perkiraan kadar hemoglobin sebelum
pendengaran (biasanya dengan menggunakan teknik sederhana berdasarkan
pada berat jenis setetes darah yang dimasukkan kedalam larutan tembaga
sulfat) dirancang untuk menemukan donor dengan kekurangan besi yang nyata
atau mendekati batas bawah, kadar minimum yang dapat di terima 135gr/l
untuk pria dan 125 gr/l untuk wanita.
c. Volume pendonoran tidak boleh melebihi 13% volume perkiraan darah, untuk
mencegah serangan vasovagal. Kantong pengumpulan di rancang dengan isi
antara 405 dan 495 (rata-rata 450 ml) ml darah , dengan berat badan minimum
47 sampai 50 kg, kecuali pendonoran yang sedikit dapat dimasukkan kedalam
kemasan yang sesuai.
d. Kemungkinan akibat buruk selama atau setelah pendonoran- Kadang- kadang
donor pertama kali menjadi pingsan. Walaupun pingsan seperti itu tidak
berkomplikasi, namun sang donor dapat mengalami akibat buruk- Sebagai
contoh, jika keadaan itu terjadi lama kemudian, dan donor
telah
11
mengaktifkan
komplemen,
dan
mengakibatkan
hemolisis
memperlihatkan gejala klinis, tetapi setelah beberapa hari dapat dijumpai DAT
yang positif. Haptoglobin yang menurun dan dijumpainya hemoglobinuria
dapat terjadi, tetapi jarang terjadi GGA. Kematian sangat jarang terjadi, tetapi
pada pasien yang mengalami penyakit kritis, DHTR akan memperburuk
kondisi penyakit.
c. Reaksi Pseudohemolitik
Reaksi pseudo-hemolitik akibat transfusi merupakan reaksi hemolitik
lain yang terjadi pada darah donor selama atau setelah transfusi diberikan,
yang bukan merupakan reaksi transfusi. Gejala dan tanda klinis hampir sama
dengan reaksi hemolitik akibat reaksi transfusi. Reaksi pseudohemolitik dapat
berhubungan
dengan
proses
imun
maupun
non-imun.
Pada
reaksi
crossmatch
dan
DAT yang
negatif.
Beberapa
reaksi
membran
eritrosit
sehingga
mengubah
viskositas,
dapat
mengakibatkan
proses
hemolitik
secara
cepat.
tindakan
hemodialisis,
dan
pada
plasmapheresis
atau
15
Acetanilid
Phenylhydrazine
Furazolidone
Primaquine
Isobutyl nitrite
Sulfacetamide
Nalidixic acid
Sulfamethoxazole
o
o
o
o
o
o
o
o
Naphtalene
Sulfapyridine
Niridazole
Thiazolesulfone
Nitrofurantoin
Trinitrotoluene
Phenazopyridine
Urate Oxidase (TNT)
2. Reaksi infeksi
a. Hepatitis Hepatitis A bukan penyakit yang dikaitkan dengan transfusi.
Uji untuk anti gen permukaan hepatitis B (HBsAg) selalu harus
dikerjakan. Sebagian besar kasus hepatitis non-A ,non-B disebabkan oleh
infeksi hepatitis C . Uji penyaringan anti bodi terhadap virus hepatitis C
(anti-HCF) di mulai di Inggris pada tahun 1991. Riwayat ikterus (hepatitis)
bukan indikator kemungkinan pembawa virus hepatitis yang dapat
diandalkan
b. Penularan malaria melalui transafusi sel darah merah merupakan masalah
yang dapat berakibat serius di Inggris. Pencegahan tergantung pada
16
sitomegalovirus
pada
penderita
yang
terimunosupresi.
transfusi darah secara cepat, tepat dan aman maka dibutuhkan pemeriksaan pre
transfusi yang lebih cepat dan akurat agar nyawa klien dapat diselamatkan dan
reaksi alergi yang diakibatkan oleh pemberian transfusi yang salah dapat
dihindarkan.
2. Kesalahan lain yang umumnya dilakukan adalah kesalahan dalam pemberian label
dan salah mengidentifikasi darah atau klien pada saat darah akan diberikan kepada
klien di tempat tidurnya. Hal ini dapat terjadi karena kelalaian perawat pada saat
akan memberikan transfusi darah. Sehingga tabung yang berisi sampel darah
harus secara jelas diberikan label nama lengkap penderita, tanggal lahir, dan
nomer indeks rumah sakit.
3. Orang yang mengambil sample darah harus memastikan bahwa penderita telah
diidentifikasi secara tepat, baik dengan berbicara langsung dengan penderita atau
jika penderita tidak sadar-dengan memeriksa gelang pergelangan tangan. Yang
ideal, jika tabung diberikan label setelah terisi dengan darah.
4. Tidak boleh ada penyimpangan antara informasi dalam formulir permintaan yang
terdapat pada tabung.
5. Bagi penderita dengan catatan bank darah sebelumnya, maka informasi mutakhir
harus identik dengan catatan yang lama.
6. Sistem manajemen transfusi darah berbasis komputer memberikan keuntungan
yang besar bagi dunia keperawatan pada umumnya dan bagi klien pada
khususnya. Dengan adanya sistem ini maka terjadinya kesalahan manusia (human
errors) dalam melakukan transfusi dapat dicegah dan keamanan transfusi bagi
klien dapat ditingkatkan dengan memastikan bahwa darah yang tepat untuk klien
yang tepat. Sistem ini dapat mengurangi terjadinya kesalahan manusia dalam
memberikan transfusi karena sistem ini mengurangi sejumlah prosedur manual
dalam beberapa langkah dari proses transfusi. Oleh karena itu kesalahan dalam
memberikan transfusi dapat dicegah sehingga efek samping yang dapat merugikan
klien akibat mistransfusi dapat dihindari.
I. Persiapan Pasien
Pastikan suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, supaya tidak terjadi lisis terhadap
darah yang akan ditransfusikan.
J. Persiapan Alat
Berikut merupakan alat-alat yang harus disiapkan dalam pemberian transfusi darah:
1. Transfusi set.
2. Cairan NaCl.
18
3. Persediaan darah yang sesuai dengan golongan darah klien, sesuai dengan
kebutuhan.
4. Sarung tangan bersih.
K. Prosedur Pelaksanaan
1. Beri tahu dan jelaskan prosedur kepada klien.
2. Bawa alat ke dekat klien.
3. Cuci tangan.
4. Pakai sarung tangan bersih.
5. Buat jalur intravena, gunakan selang infus yang memiliki filter dengan tipe-Y.
6. Berikan cairan NaCl terlebih dahulu, kemudian darahnya.
7. Atur tetesan darah per menit sesuai dengan program.
8. Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
9. Bereskan alat-alat.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas, Kami dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien yang membutuhkan darah dan atau produk darah dengan cara
memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi.
2. Indikasi dari transfusi darah adalah kebutuhan, untuk memberikan volume
darah yang adekuat, mencegah syok hemoragik, meningkatkan kapasitas
pembawa oksigen darah, megganti trombosit atau faktor pembeku darah
untukpertahankan hemostatis.
3. Pengolongan darah digolongkan
berdasarkan
sistem ABO,
serta
memperhatikan Rh-nya.
4. Komponen sel darah merah digolongkan antara lain darah lengkap, darah
segar, konsentrat sel darah merah, konsentrat sel darah merah dalam
larutan aditif optimal, sel darah merah yang dicuci , sel darah merah beku
dan dicairkan.
5. Faktor-faktor yang memengaruhi transfusi darah yaitu golongan dan tipe
darah, reaksi transfusi, usia, frekuensi pendonoran, volume pendonoran,
dan penyakit menular.
6. Ada dua kelompok reaksi hemolitik akibat transfusi yaitu reaksi hemolitik
yang disebabkan oleh proses imun dan nonimun. Reaksi hemolitik yang
disebabkan proses imun terdiri dari AHTR dan DHTR, sedangkan reaksi
hemolitik lain yang bukan merupakan reaksi transfusi dikenal sebagai
reaksi pseudo-hemolitik. Pemberian transfusi pada anemia hemolitik masih
menjadi perdebatan di kalangan ahli. Pada AHTR transfusi harus
dihentikan segera, sedangkan pada DHTR transfusi dapat dihentikan atau
diganti
dengan
jenis
pengganti
darah
yang
lain.
Pada
reaksi
20
gejala dan tanda klinis yang timbul berhubungan dengan proses hemolitik
atau nonhemolitik.
B. SARAN
Meningkatkan wawasan tentang komponen darah, prosedur pre transfusi dan saat
pemberian transfusi darah serta efek samping yang dapat muncul akibat mistransfusi
dengan cara mengkaji literature dan jurnal penelitian serta mengikuti kegiatan
seminar/workshop yang terkait, mengikuti perkembangan teknologi keperawatan dan
kesehatan untuk meningkatkan mutu layanan, menerima dan mengimplementasikan
perkembangan teknologi yang baik pada tatanan nyata sehingga dunia keperawatan di
Indonesia dapat berkembang.
21
DAFTAR PUSTAKA
Adriansyah,
Rizky,
dkk.
2009.
Reaksi
Hemolitik
Akibat
Transfusi.
[internet]
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/662/650 diakses
pada 11 September 2014 pukul 05.00 WITA.
Contreras, Marcelo.1995.Petunjuk Penting Transfusi Darah.Jakarta:EGC.
Perry dan Potter.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC.
Saputra, Lyndor.2013.Pengantar Kebutuhan Dasar Kemanusiaan.Jakarta:Binarupa Aksara
Publisher.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., et. al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
22