You are on page 1of 27

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS

FISIKOKIMIA II
Identifikasi Senyawa-Senyawa Golongan Alkohol, Fenol, dan Asam
Karboksilat

Disusun Oleh :
Kurnia Megawati
260110130122

LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA II


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

IDENTIFIKASI SENYAWA-SENYAWA GOLONGAN ALKOHOL, FENOL,


DAN ASAM KARBOKSILAT
I. Tujuan
Mengetahui cara identifikasi golongan alkohol, fenol, dan asam karboksilat
II. Prinsip
1. Golongan alkohol
Terbentuk ester jika ditambahkan asam karboksilat yang dapat diamati
dari aromanya

2. Golongan Fenol
a) Ditambahkan larutan FeCl3 terbentuk kompleks berwarna
b) Pengkopelan dengan reagensia diazotasi
c) Ditambah Marquis terbentuk kompleks berwarna
3. Golongan Asam Karboksilat
a) Asam dapat memerahkan kertas lakmus
b) Senyawa asam dapat tersublimasi jika dipanaskan
c) Asam dapat teresterifikasi dengan alkohol
III. Reaksi
3.1 Reaksi Esterifikasi Asam Salisilat

(Fessenden, 1982)
3.2 Reaksi Esterifikasi Asam Benzoat

(Fessenden, 1982)

3.3 Reaksi Etanol dengan natrium hidroksida dan aquaiod

(Blackburn, 1996)
3.4 Reaksi Etanol dengan Kalium Bikromat

(Clark, 2003)
3.5 Reaksi Gliserin dengan CuSO4 + NaOH

(Fessenden, 1982)
3.6 Reaksi Mentol dengan H2SO4 + Salisilaldehid

(Attaway, 2009)
3.7 Reaksi Fenol dengan FeCl3

(Kelly, 2009)
3.8 Reaksi Fenol dengan p-DAB

(Kelly, 2009)

3.9 Reaksi Fenol dengan Kalium Bikromat

3.10 Reaksi Nipagin dengan FeCl3

3.11 Reaksi Nipagin dengan HNO3

3.12 Reaksi Hidrokinon dengan FeCl3

3.13 Reaksi Hidrokinon dengan NaOH

(Funabika et al, 1999)


3.14 Reaksi Resorsinol dengan FeCl3

3.15 Reaksi Asam Tartrat dengan CuSO4

(Svehla, 1985)
3.16 Reaksi Asam Benzoat dngan FeCl3

IV. Teori Dasar


Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti oleh
rantai atau cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai titik didih
yang tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya sama. Hal ini
disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan hidrogen. Rumus umum
alkohol R OH (Olii, Musa dan Papatungan, 2008).
Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan oleh posisi atau letak gugus OH
pada rantai karbon utama karbon. Ada tiga jenis alkohol antara lain:
a. Alkohol primer, yaitu alkohol yang gugus OH nya terletak pada C primer
yang terikat langsung pada satu atom karbon yang lain
b. Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C
sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain.

c. Alkohol tersier adalah alkohol yang gugus OH nya terletak pada atom C
tersier yang terikat langsung pada tiga atom C yang lain (Brady, 1999).
Gugus atom terntentu dalam molekul senyawa organic dapat ditentukan dari

sifat fisika dan kimianya. Gugus tersebut dinyatakan sebagai gugus fungsi.
Adanya gugus hidroksil adalah ciri khas alkohol dan fenol. Tergantung pada sifat
atom karbon tempat gugus OH. Adapun car untuk mengidentifikasi senyawa
yang mengandung alkohol dapat dilakukan dengan uji Lucas, reaksi esterifikasi,
reaksi iodoform, reaksi oksidasikalium dikromat dan dengan tes ferri klorida
(Nurbayti, 2007).
Fenol adalah sekelompok senyawa organik yang gugus hidroksinya (-OH)
langsung melekat pada karbon cincin benzene. Aktifator kuat dalam reaksi
subtitusi aromatik elektrofilik terletak pada gugus OH nya, karena ikatan karbon
sp2 lebih kuat dari pada ikatan oleh karbon sp3 maka ikatan C-O dalam fenol tidak
mudah diputuskan. Fenol sendiri bertahan terhadap oksidasi karena pembentukan
suatu gugus karbonil mengakibatkan dikorbankanya penstabilan aromatik.Fenol
umumnya diberi nama menurut senyawa induknya. Kimiawi fenol telah diketahui
lama sebelum pengetahuan kimia organik, sehingga banyak fenol mempunyai
nama-nama umum. Fenol sendiri 10.000 kali lebih asam dari pada air. Hal utama
mengapa fenol lebih asam dibandingkan alkohol dan air ialah karena ion
fenoksida dimantapkan oleh resonansi (Hart, 1983).
Cara untuk membedakan alkohol dengan fenol dan antara senyawa - senyawa
alkohol sendiri dapat dilakukan dengan uji Lucas, uji asam kromat (Bardwellwellman) dikarenakan keberadaan sifat-sifat kimia yang khusus yang ada pada
senyawa pengujian (Pujianto, 2011).
Untuk mengetahui sifat-sifat fenol dapat dilakukan pula dengan uji dengan
FeCl3 dan uji oksidasi. Reaksi fenol dengan FeCl3 akan membentuk kompleks
berwarna ungu. Sementara itu uji oksidasi fenol dapat dilakukan dengan
mencampurkan fenol dengan KMnO4, hasil yang terbentuk adalah endapan yang
berwarna hitam (Slamet, Bismo dkk, 2006).
Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung
gugus karboksil COOH. Gugus karboksil mengandung gugus karbonil dan

sebuah gugus hidroksil antar aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu
kereaktifan kimia yang unik dan untuk asam karboksilat (Suirta, Puspawati dan
Gumiati, 2007).
Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah:
1. Reaksi pembentukan garam
Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari garam
anorganik padatannya
2. Reaksi Esterifikasi
Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus COOR
dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat reaksi
langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara umum reaksinya
adalah RCOOH + ROH RCOOR + H2O
3. Reaksi Oksidasi
Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat kokoh dan
kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam karboksilat teroksidasi
sangat lambat (Oulette, 1995).
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
1. Kaca arloji
2. Baca objek
3. Pelat tetes
4. Pembakar bunsen
5. Penangas air
6. Penjepit kayu
7. Pipet tetes
8. Spatel
9. Tabung reaksi
5.2 Bahan
5.2.1 Bahan Alkohol
1. Aquadest

2. Asam Salisilat
3. Asam Sulfat
4. Etanol
5. Gliserin
6. Kalim Bikromat
7. Mentol
8. Natrium Hidroksida
9. Tembaga (II) Sulfat
10. Vanilin
5.2.2 Bahan Fenol
1. Ammonium Huidroksida
2. Aquadest
3. Asan Nitrat
4. Besi (III) Klorida
5. Fenol
6. Hidrokuinon
7. Kalium Dikromat
8. Natrium Hidroksida
9. Nipagin
10. p-DAB
11. Perak Nitrat Amoniakal
12. Resorsinol
5.2.3 Bahan Asam Karboksilat
1. Aquadest
2. Asam Benzoat
3. Asam Sulfat
4. Asam Tartrat
5. Besi (III) Klorida
6. Natrium Hidroksida

7. Tembaga (II) Sulfat


VI. Data Pengamatan
6.1 Golongan Alkohol
6.1.1 Etanol
No
1

Perlakuan

Hasil

1 ml Etanol dimasukkan ke dalam tabung


reaksi. Ditambahkan asam salisilat,
kemudian perlahan-lahan melalui dinding
tabung ditambahkan H2SO4. Mulut tabung
disumbat dengan menggunakan kapas
atau tisu. Tabung tersebut dipanaskan di
atas penangas air. Aroma yang dihasilkan
pada penutup kapas diamati.

Terbentuk sedikit endapan putih


dan dihasilkan aroma balsam
setelah dipanaskan
2

Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml


etanol, dan dimasukkan larutan K2Cr2O7
jenuh dalam H2SO4 50 %. Perubahan
yang terjadi diamati.

Terbentuk warna jingga setelah


penambahan K2Cr2O7 dan warna
hijau toska setelah penambahan
H2SO4

6.1.2 Gliserin
No
1

Perlakuan

Hasil

Larutan gliserin dicampurkan dengan 1


tetes CuSO4 dan dibasakan dengan NaOH.
Perubahan yang terjadi di amati

Terbentuk warna biru muda


setelah penambahan CuSO4 dan
biru tua setelah penambahan
NaOH
2

Sampel dikisatkan di atas penangas air.


Amati perubahan yang terjadi.

Viskositas zat menurun setelah


dikisatkan

6.1.3 Mentol
No

Perlakuan

Hasil

Mentol diletakkan di atas pelat tetes,


aroma yang dihasilkan di amati

Terdapat aroma min, rasa di kulit


dingin, berbentuk kristal jarum
2

Pada pelat tetes ditambahkan H2SO4 dan


vanilin. Perubahan warna yang terjadi
diamati.

Warna
orange
setelah
penambahan H2SO4 dan Nerah
setelah penambahan vanilin
6.2 Golongan Fenol
6.2.1
No
1.

Fenol
Perlakuan

Hasil

Larutan sampel dimasukkan ke dalam


pelat tetes dan ditambahkan FeCl3.
Perubahan warna yang terjadi di amati.

Terbentuk warna hitam keabu

abuan agak ungu

2.

Zat dilarutkan di dalam air, kemudian


diteteskan di atas pelat tetes.
Ditambahkan pereaksi p-DAB, perubahan
yang terjadi di amati.

Perubahan warna dari bening


menjadi merah muda
3.

Larutan sampel di tambahkan kalium


dikromat. Perubahan yang terjadi di
amati.

Perubahan warna bening


menjadi orange

6.2.2
No

Nipagin
Perlakuan

Hasil

1.

Serbuk nipagin ditempatkan ke dalam


tabung reksi dan dilarutkan dengan air.
Tabung reaksi tersebut dipanaskan dan
kemudian didinginkan, kemudian
ditambahkan FeCl3. Perubahan warna
yang terjadi di amati.

Terbentuk larutan keruh setelah


dipanaskan dan larutan ungu
setelah oenambahan FeCl3
2.

Di atas pelat tetes di lemari asam,


ditambahkan HNO3 pekat ke dalam
sampel. Perubahan warna yang terjadi di
amati.

Terjadi perubahan warna dari


bening ke kuning-orange

6.2.3 Hidrokuinon
No

Perlakuan

Hasil

1.

Zat dilarutkan dengan airdalam tabung


reaksi kemudian ditambahkan larutan
perak nitrat amoniakal. Perubahan warna
yang terjadi diamati

Terbentuk warna coklat


kehitaman dan endapan
2.

Sampel ditambahkan FeCl3 menggunakan


pelat tetes. Perubahan warna yang terjadi
diamati

Terbentuk warna abu-abu tak


larut
3.

Sampel ditambahkan larutan timbal asetat


dan ammonium hidroksida menggunakan
pelat tetes

Terbentuk warna bening setelah


penambahan Pb asetat dan
keruh setelah penambahan

ammonium hidroksida
4.

Sampel + NaOH

Terbentuk warna coklat


kehitaman
6.2.4 Resorsinol
No
1.

Perlakuan

Hasil

Sampel yang telah dilarutkan dalam air


ditambahkan p-DAB. Perubahan warna
yang terjadi diamati

Terbentuk warna bening agak


coklat
2.

Sampel ditambah larutan FeCl3 di atas


pellet tetes. Perubahan warna yang terjadi
diamati

Terbentuk warna hitam


keunguan
6.3 Golongan Asam Benzoat
6.3.1 Asam Tartrat
No

Perlakuan

1.

Larutan senyawa tartrat direaksikan


dengan larutan tembaga (II) sulfat dan
kemudian
dibasakan
dengan
menggunakan
larutan
natrium
hidroksida. Warna larutan yang
terbentuk diamati

Hasil

Terbentuk warna hijau toska


setelah penambahan CuSo4 dan
warna
biru
tua
setelah
penambahan NaOH
6.3.2 Asam Benzoat
No

Perlakuan

1.

Larutan
netral
senyawa
benzoat
dipanaskan dengan asam sulfat dalam
tabung reaksi. Perubahan yang terjadi di
amati.

Hasil

Terbentuk endapan putih di


dinding tabung maupun di
permukaan bawah tabung

2.

Senyawa benzoat direaksikan dengan


FeCl3. Perubahan warna yang terjadi
diamati.

Perubahan warna yang terbentuk


dari kuning-orange.

VII.Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan berbagai pengujian yang bertujuan untuk
mengetahui cara identifikasi berbagai senyawa golongan alkohol, fenol dan asam
karboksilat. Sebelum melakukn pengujian, alat dan bahan disiapkan dan
dibersihkan. Kebersihan alat perlu diperhatikan untuk menjamin hasil yang
diperoleh pada percobaan yang dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan
adalah mengidentifikasi senyawa golongan alkohol. Senyawa-senyawa yang
dilakukan pengujian adalah etanol, gliserin dan mentol. Pada pengujian untuk
identifikasi etanol, dilakukan beberapa cara. Pertama, dilakukan reaksi
esterifikasi. Reaksi esterifikasi merupakan suatu reaksi reversible antara asam
karboksilat dengan alkohol dimana produk akhir dari reaksi antara keduanya
adalah suatu ester dengan aroma tertentu. Pada reaksi ini diperlukan suatu katalis
yang berfungsi untuk mempercepat berjalannya suatu reaksi kimia dimana
biasanya digunakan suatu asam atau basa kuat.
Pada identifikasi senyawa ethanol, mula-mula 1 ml etanol dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Ethanol dipilih digunakan dalam percobaan kali ini karena
ethanol bersifat cukup reaktif dan memiliki toksisitas yang lebih kecil
dibandingkan methanol. Setelah itu ditambahkan asam salisilat. Asam salisilat
adalah suata asam karboksilat yang nantinya akan bereaksi dengan etanol

membentuk suatu ester. Kemudian perlahan-lahan melalui dinding tabung


ditambahkan H2SO4, fungsinya adalah sebagai katalis yang berfungsi untuk
mempercepat berjalannya reaksi. Penambahan H2SO4, melalui dinding tabung
bertujuan agar larutan yang terbentuk homogen dan mencegah terjadinya
degradasi asam karboksilat apabila langsung diberikan asam pekat. Mulut tabung
disumbat dengan menggunakan kapas atau tisu. Penggunaan kapas atau tisu ini
bertujuan agar nantinya senyawa ester yang terbentuk tidak keluar dari tabung
reaksi karena pada dasarnya ester memiliki sifat yang mudah menguap. Setelah
itu, tabung tersebut dipanaskan di atas penangas air. Pemanasan ini bertujuan
untuk mempercepat reaksi karena ketika terjadi pemanasan, molekul-molekul di
dalam suatu senyawa akan merenggang dan akan dengan mudah untuk disisipi
molekul lain sehingga dapat lebih mudah terjadi reaksi. Kemudian diamati aroma
yang terbentuk pada kapas atau tisu. Berdasarkan hasil percobaan, aroma yang
timbul adalah aroma balsam. Senyawa yang menimbulkan aroma balsam ini
adalah senyawa ester, yaitu etil salisilat. Selain menggunakan asam salilisat, dapat
juga dilakukan identifikasi etanol dengan menggunakan asam benzoat. Jika
ethanol direaksikan dengan asam benzoat, maka ester yang terbentuk adalah etil
benzoat dan akan terbentuk aroma pisang. Aroma khas ester yang timbul ini
tergantung dari jenis alkohol dan asam karboksilat yang menyusunnya.
Selain dengan reaksi esterifikasi, identifikasi etanol juga dapat dilakukan
dengan reaksi oksidasi alkohol yaitu dengan cara mereaksikan etanol dengan agen
pengoksidasi. Pada percobaan ini, agen pengoksidasi yang digunakan adalah
senyawa K2Cr2O7. Jika oksidasi terjadi, larutan jingga yang mengandung ion-ion
dikromat(VI) direduksi menjadi sebuah larutan hijau yang mengandung ion-ion
kromium(III). Alkohol primer dapat dioksidasi baik menjadi aldehid maupun
asam karboksilat tergantung pada kondisi-kondisi reaksi. Alkohol sekunder jika
ditambahkan zat pengoksidasi akan menghasilkan senyawa keton. Sedangkan
alkohol tersier tidak bisa dioksidasi. Pada pengujian ini, mula-mula Ke dalam
tabung reaksi ditambahkan 1 ml etanol, kemudian dimasukkan larutan K2Cr2O7
jenuh. Hasil yang diperoleh ketika etanol ditambah K2Cr2O7 yaitu terbentuk warna
jingga. Kemudian ditambahkan H2SO4 50 % maka terjadi perubahan warna

menjadi hijau toska. Warna hijau toska ini diperoleh dari ion-ion Cr3+ sebagai
hasil oksidasi alkohol terhadap ion-ion dikromat.
Identifikasi etanol dapat pula dilakukan dengan reaksi iodoform. Namun,
pada praktikum, percobaan ini tidak dilakukan karena ketidaktersediaan bahan.
Reaksi iodoform adalah reaksi haloform dimana dalam reaksi tersebut digunakan
iodide dari larutan alkali hidroksida (NaOH dan KOH) sehingga menghasilkan
iodoform. Uji iodoform digunakan untuk mengetahui jenis alkohol pada suatu
sampel. Tes Iodoform pada alkohol hanya dapat digunakan untuk mengidenifikasi
etanol dan alkohol sekunder dengan gugus metil yang melekat secara langsung
pada karbon pembawa gugus hidroksil (-OH). Uji positif dari tes iodoform untuk
mengidentifikasi alkohol ini ditandai dengan terbentuknya endapan iodoform
yang berwarna kuning.
Senyawa kedua yang dilakukan pengujian identifikasi adalah senyawa
gliserin. Gliserin adalah polisakarida kental manis yang larut dalam air dan
alkohol dan merupakan produk sampingan dari saponifikasi (proses pembuatan
sabun). Pada percobaan ini, larutan gliserin dicampurkan dengan 1 tetes CuSO4
mengasilkan warna biru muda. Setelah dobasakan dengan NaOH maka terjadi
perubahan warna menjadi biru tua. Hal ini menjunjukkan terjadinya reaksi
oksidasi pada sampel. Pada reaksi ini, CuSO4 merupakan oksidator yang
mengalami reduksi pada suasana basa, Suasana basa ini terbentuk setelah
penambahan NaOH. Warna biru yang terbentuk ini berasal dari kompleks
[C3H5O3.CuNa]2. Setelah itu, identifikasi gliserin juga dapat dilakukan dengan
pengkisatan gliserin di atas penangas air. Hasilnya adalah terbentuknya gliserin
yang lebih cair dimana pada awalnya gliserin memiliki viskositas yang cukup
tinggi. Kenaikan temperatur mengakibatkan penurunan viskositas karena dengan
meningkatnya tempertatur, maka terjadi kenaikan energi kinetik rata-rata yang
menyebabkan gaya intermolekuler dapat ditahan.
Senyawa alkohol ketiga yang diidentifikasi pada percobaan ini adalah
senyawa mentol. Identifikasi pertama dilakukan dengan pengamatan secara
organoleptik. Secara organoleptik, mentol berbentuk kristal jarum dan memiliki
aroma mint yang khas. Selain itu, identifikasi mentol juga dilakukan dengan

mereaksikannya dengan H2SO4 dan vanilin. Penambahan H2SO4 pada mentol


menimbulkan warna kuning-orange. Hal ini sesuai dengan yang terdapat pada
Farmakope Indonesia Edisi III dimana percobaan ini terbentuk warna kuning
jingga. Setelah penambahan vanilin, maka terjadi perubahan warna menjadi
merah pekat. Warna-warna yang terbentuk pada pengujian ini disebabkan oleh
terjadinya oksidasi pada gugus hidroksi mentol yang menyebabkan terbentuknya
senyawa kompleks berwarna.
Selanjutnya dilakukan pengujian pada senyawa golongan fenol. Sampel
yang diuji pada percobaan yaitu fenol, nipagin, hidrokuinon, dan resorsinol.
Senyawa pertama yang diidentifikasi adalah fenol. Identifikasi fenol dilakukan
dengan penambahan larutan FeCl3. Dari hasil percobaan, terbentuk warna hitam
ke abu-abu an agak ungu. Hal ini sesuai dengan literatur dimana larutan FeCl3
bereaksi positif dengan senyawa fenol membentuk senyawa komplek ungu karena
terbentuk senyawa kompleks antara besi (Fe3+) dengan fenol, dimana Fe sebagai
ion pusat dan fenol sehingga berwarna ungu. Selain dengan FeCl3. Identifikasi
fenol juga dapat dilakukan dengan penambahan reagen p-DAB (Dimethyl Amino
Benzaldehid). Dari hasil percobaan, diperoleh perubahan warna yang semula
bening menjadi merah muda. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya
kompleks warna yang terbentuk adalah kuning-jingga. Kesalahan ini dapat
disebabkan karena reagen p-DAB yang berada di laboratorium telah
terkontaminasi. Warna yang dihasilkan ini berasal dari kompleks hasil reaksi
fenol dengan p-DAB. Warn ini diberikan oleh berbagai senyawa termasuk
alkaloid ergot, kanabinoid, dan indol yang cincinnya tidak terikat dengan gugus
konjugat lain, fenol dan amin fenolat. Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan
penambahan K2Cr2O7 pada sampel. Hasil yang diperoleh yaitu terbentuk warna
orange pada sampel. Hal ini sesuai dengan literatur dimana hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi oksidasi gugus hidroksil dari senyawa fenol dengan logam
krom. Selain ketiga reagen tersebut, identifikasi fenol juga dapat dilakukan
dengan penambahan reagen Liebermann. Senyawa-senyawa yang memberikan
warna tertentu pada pereaksi Lieberman biasanya adalah senyawa yang

mengandung gugus benzena. Menurut literatur, jika senyawa fenol ditambahkan


dengan reagen Liebermann akan terbentuk warna kuning-jingga.
Sampel fenol yang kedua adalah nipagin. Nipagin merupakan salah satu
jenis parabens, atau pengawet, yang banyak digunakan untuk kosmetik dan obat.
Identifikasi nipagin dapat dilakukan dengan cara serbuk nipagin ditempatkan ke
dalam tabung reksi dan dilarutkan dengan air. Berdasarkan hasil percobaan,
nipagin yang telah ditampahkan air sulit larut. Oleh karena itu, dilakukan
pemanasan agar nipagin larut. Warna larutan setelah dipanaskan menjadi lebih
keruh. Kemudian larutan didinginkan. Setelah cukup dingin, ditambahkan FeCl3.
Dari hasil percobaan setelah penambahan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi
ungu. Hal ini menandakan bahwa terbentuk suatu kompleks berwarna antara
nipagin dan FeCl3. Selain dengan FeCl3, identifikasi juga dapat dilakukan dengan
penambahan asam nitrat pekat dalam larutan sampel. Dari hasil percobaan,
didapatkan hasil bahwa warna larutan sampel setelah ditambahkan asam nitrat
pekat pada awalnya tidak berwarna. Namun, setelah didiamkan beberapa saat
terlihat warna larutan di dalam pelat tetes adalah kekuningan. Hal ini disebabkan
karena adanya peristiwa oksidasi gugus hidroksil pada nipagin.
Sampel golongan fenol ketiga yang diuji adalah Hidrokuinon. Hidrokinon
adalah senyawa kimia yang bersifat larut air. Hidrokinon banyak digunakan pada
produk kosmetik karena sifatnya sebagai antioksidan. Identifikasi senyawa
hidrokuinon dapat dilakukan dengan cara zat dilarutkan dengan air dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan larutan perak nitrat amoniakal. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan, terbentuk warna coklat kehitaman dan endapan. Hal
ini sesuai dengan literatur dimana warna merah, kuning, coklat, atau hitam yang
dapat timbul menunjukkan adanya daya reduksi pada senyawa tersebut. Reaksi ini
terjadi jika atom karbon yang berdampingan dalam cincin mengikat gugus
hidroksil. Tidak terjadi reaksi bila gugus hidroksil dalam posisi meta-, tetapi akan
muncul kembali jika pada posisi para. Selain itu, identifikasi Hidrokuinon yang
dilakukan pada praktikum ini yaitu dengan cara penambahan FeCl3 pada sampel.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh warna abu-abu gelap tak larut.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peristiwa oksidasi hidrokinon oleh oksidator

lemah yaitu Fe3+ menjadi senyawa karbonil yang disebut kuinon. Namun, oksidasi
ini bersifat reversibel dimana kuinon mudah direduksi kembali menjadi senyawa
hidroksi, hal ini lah yang mungkin menjadi penyebab timbulnya warna abu-abu
gelap pada sampel percobaan yang terlalu lama didiamkan. Selanjutnya
identifikasi cara lain dilakukan dengan penambahan larutan timbal asetat dan
ammonium hidroksida menggunakan pelat tetes pada sampel. Ammonium
hidroksida berfungsi sebagai pemberi suasana basa, Dari percobaan yang telah
dilakukan, terbentuk warna bening setelah penambahan Pb asetat dan keruh
setelah penambahan ammonium hidroksida. Selanjutnya dilakukan identifikasi
hidrokuinon dengan penambahan Natrium hidroksida. Berdasarkan hasil
percobaan, terbentuk warna coklat kehitaman. Hal ini sesuai dengan literature
dimana warna coklat kehitaman ini berasal dari kompleks cincin aromatis dari
hidrokuinon yang berikatan dengan ion natrium dari NaOH.
Sampel golongan fenol yang keempat adalah resorsinol. Resorsinol atau
resorcin adalah hidroksi benzene yang memiliki rumuskimia C6H4(OH)2.
Resorsinol mengkristal dari benzena sebagai jarum tak berwarna yang mudah
larut dalam air, alkohol dan eter, namun tidak larut dalam kloroform dan karbon
disulfida. Resorsinol digunakan sebagai indikator dalam suatu larutan. Identifikasi
resorsinol dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dapat dilakukan
dengan cara sampel yang telah dilarutkan dalam air ditambahkan p-DAB
((Dimethyl Amino Benzaldehid), dari hasil percobaan, diperoleh warna merah
muda. Hal ini dikarenakan resorsinol termasuk ke dalam golongan fenol yang
memiliki cincin yang tidak terikat dengan konjugat lain dan akan memberikan
hasil warna dengan pereaksi p-DAB. Identifikasi yang kedua dapt dilakukan
dengan cara penambahan larutan FeCl3 di atas pellet tetes, dari percobaan yang
dilakukan terbentuk warna hitam keunguan. Hal ini menandakan bahwa terbentuk
kompleks berwarna antara FeCl3 dengan resorsinol. Selain kedua uji tadi,
identifikasi resorsinol juga dapat dilakukan dengan uji Liebermann. Namun pada
praktikum tidak dilakukan karena ketidaktersediaan bahan. Berdasarkan literatur,
penambahan reagen Liebermann pada sampel yang mengandung resorsinol

terbentuk warna bening kejinggaan pada larutan sampel. Warna jingga pada reaksi
dengan menggunakan pereaksi Lieberman diberikan oleh senyawa yang
mengandung cincin benzen tersubstitusi tunggal yang tidak bergabung dengan
gugus karbonit, amida, atau C=N-O. Atau dapat juga warna jingga atau coklat
diberikan oleh beberapa senyawa yang mengandung dua cincin benzena
tersubstitusi mono yang tergabung dengan satu atom karbon atau atom karbon
yang berdampingan. Selain itu dapat juga dilakukan dengan penambahan pereaksi
perak nitrat amoniakal. Uji ini dimaksudkan untuk membuktikan ada atau
tidaknya senyawa yang memiliki kemampuan mereduksi. Resorsinol tidak
memberikan reaksi positif karena ia dalam posisi meta-.
Selanjutnya adalah identifikasi asam karboksilat. Golongan asam
karboksilat yang diuji pada praktikum adalah asam tartrat dan asam benzoat.
Pengujian asam tartrat dilakukan dengan cara larutan senyawa tartrat direaksikan
dengan larutan tembaga (II) sulfat. Berdasarkan percobaan yang dilakukan,
setelah ditambahkan CuSO4 larutan menjadi warna hijau toska, kemudian
dibasakan dengan menggunakan larutan natrium hidroksida. Warna larutan yang
semula hijau toska menjadi biru tua. Hal ini sesuai dengan literatur dimana hal ini
terjadi karena adanya kompleks yang terbentuk antara logam Cu dengan asam
tartrat. Adapun nama kompleks yang terbentuk tersebut adalah ditartratokuprat
(II) [Cu(C4H4O6)2]2-. Selain itu, warna biru yang terbentuk ini disebabkan juga
karena asam karboksilat merupakan alkohol tersier sehingga tidak dapat
mengalami oksidasi dan tidak terjadinya proses reduksi pada logam Cu yang
berakibat pada tidak berubahnya warna logam Cu dalam larutan sampel (tetap
biru). Identifikasi asam tartrat secara spesifik biasanya dilakukan dengan metode
sublimasi. Sublimasi adalah proses perubahan zat dari fasa padat menjadi uap, dan
uap

dikondensasi

langsung

menjadi

padat

tanpa

melalui

fasa

cair.

Pada proses sublimasi, senyawa padat bila dipanaskan akan menyublim, langsung
terjadi perubahan dari padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair dahulu.
Kemudian uap senyawa tersebut, bila didinginkan akan langsung berubah menjadi
fasa padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan akan lebih murni dari pada
senyawa padat semula, karena pada waktu dipanaskan hanya senyawa tersebut

yang menyublim sedangkan pengotornya tetap tertinggal dalam cawan/gelas piala.


Prosedur sublimasi asam tartrat yaitu dengan cara meletakkan ring diantara dua
kaca preparat dan sampel diletakkan di tengah tengah dan bagian luar preparat
atas diletakkan tisu basah yang kemudian dipanaskan di atas api. Maka akan
terbentuk kristral. Bentuk kristal dari asam tartrat secara organoleptis adalah tajam
dan panjang. Secara mikroskopis, bentuk kristal asam tartrat adalah sebagai
berikut:

Sampel asan karboksilat yang kedua dalam pengujian adalah asam


benzoat. Identifikasi asam benzoat dapat dilakukan dengan cara larutan netral
senyawa benzoat dipanaskan dengan asam sulfat dalam tabung reaksi.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan terbentuk endapan putih di dinding tabung
maupun di permukaan bawah tabung. Sementara itu, ketika ditambahkan dengan
FeCl3 terjadi perubahan warna yang terbentuk dari kuning-orange. Hal ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan bahwa reaksi asam karboksilat yang
ditambahkan dengan FeCl3 menghasilkan warna merah muda kekuningan.
Sementara itu, identifikasi asam benzoat juga dapat dilakukan dengan sublimasi.
Bentuk krisal asam benzoat secara mikroskopis menurut literatur adalah sebagai
berikut:

VIII. Kesimpulan
Identifikasi golongan alkohol, fenol, dan asam karboksilat dapat diketahui melalui
reaksi tertentu untuk setiap golongannya.

DAFTAR PUSTAKA
Attaway. 2009. Pharmaceutical and Bioactive Natural Products. England:
Springe.
Blackburn, et al. 1996. Preparation Of Ethyl Alcohol By Fermentation . Available
online

at

https://www.apsu.edu/sites/apsu.edu/files/chemistry/SP11_1021_PREPARA
TION_OF_ETHYL_ALCOHOL_BY_FERMENTATION.pdf (diakses tanggal
28 September 2015).
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur Jilid 1. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Chanh, Raymond. 2005. Kimia Universitas Asan dan Sruktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Clark, Jim. 2007. Pengantar Alkohol. Available online at http://www.chem-istry.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/alkohol1/pengantar_alkohol/
(diakses pada 28 September 2015).
Fessenden, Ralph J, 1982. Organic Chemistry. USA: Willard Grant Press
Publisher.
Funabika, et al. 1989. Oxygenases and Model Systems (Catalysis by Metal
Complexes). England: Springe.
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
Kelly. 2009. Theory and Practice. The Curriculum: Elsevier.
Nurbayti, Siti. 2007. Penuntun Praktikum Kimia Organic. Jakarta:UIN
Syarif Hidayatulloh.
Olii, Musa dan Papatungan. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkohol dari
Ekstrak

Metanol

Biji

Pepaya.

Available

online

at

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&ved=0CB8QFjAAahUKEwjU7rSHv6DIAhWDcY4KHRDMDd4&url=http
%3A%2F%2Frepository.ung.ac.id%2Fget%2Fsimlit_res%2F1%2F488%2
FIsolasi-dan-Identifikasi-Senyawa-Fenol-dari-Ekstrak-Metanol-BijiPepaya-Carica-Papaya-L-

Penulis3.pdf&usg=AFQjCNEI39FavMCvyrTREcpt3NiPwgEJtw&sig2=sDs
V9iAfLNNm5X6KoLZ_jQ
Ouelette, Robert J. 1995. Organic Chemistry. New York: Macmillan Publishing
Company.
Pujiyanto. 2011. Menjelajah Dunia Biologi. Bandung: PT. Tiga Serangkai.
Slamet, Bismo dkk. 2006. Penyisihan Fenol dengan Kombinasi Proses Adsorpsi
dan Fotokatalis Menggunakan Karbon Aktif dan TiO2. Jurnal Teknologi
Edisi No. 4 303-311
Suirta, Puspawati dan Gumiati. 2007. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif
Larvasida dari Biji Mimba Terhadap Larva Nyamuk Demam Berdarah.
Jurnal Teknologi. 22,5. 55-63
Svehla. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: Kalman Media Pustaka.

You might also like