Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
1. Definisi
Menurut Salter, FES adalah sindrom yang terdiri dari suatu respiratory
distress syndrome dan hipoksia arterial yang berat yang disebabkan oleh
adanya suatu emboli lemak yang sistemik.
Menurut Harry B. Skinner et al, FES adalah manifestasi orthopedic khusus
dari acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang disebabkan oleh
lepasnya lemak sumsum tulang ke dalam sirkulasi yang dapat muncul setelah
terjadinya fraktur.
Menurut Mark F. Sloane, FES adalah sindrom yang ditandai dengan
insufisiensi respiratorik, abnormalitas saraf pusat, dan petekhie yang biasanya
muncul 24-72 jam setelah kejadian pencetus yang biasanya adalah trauma
tulang panjang atau pelvis.
Dapat disimpulkan bahwa FES adalah suatu sindrom yang disebabkan
oleh lepasnya lemak sumsum tulang ke dalam sirkulasi sehingga
menyebabkan suatu embolisasi lemak yang sistemik dan ditandai dengan
insufisiensi respiratorik (ARDS), hipoksia arterial berat, abnormalitas saraf
pusat, dan petekhie yang muncul 24-72 jam setelah kejadian pencetus yang
biasanya adalah trauma tulang panjang atau pelvis.
2. Insiden
Insiden dari FES dan angka kematian karena FES belum dapat ditentukan
dengan jelas. Hal yang seringkali membingungkan adalah karena studi yang
ada berkonsentrasi pada pasien dengan cedera multipel dan seringkali dengan
problem kesehatan yang telah ada. FES dapt terjadi pada semua umur dan
jenis kelamin meskipun tampaknya lebih sering terjadi pada dewasa muda,
mungkin karena predileksinya terhadap kecelakaan kendaraan bermotor. FES
paling sering terjadi setelah fraktur pada tulang panjang, terutama femur dan
tibia. Insiden FES pada fraktur tulang panjang bervariasi dari 1 hingga 20%.
Namun embolisasi lemak dapat terjadi tanpa manifestasi klinis dari FES.
Risiko terjadinya FES terbesar pada pasien dengan cedera multipel
terutama pasien dengan fraktur femur yang juga mengalami fraktur tulang
panjang yang lain. Magerl et al (1966) meneliti 4.197 fraktur dan menemukan
insiden dari FES adalah 0,9% sedangkan penelitian yang serupa oleh Peltier et
al (1974) menemukan insiden sebesar 1%-2,2% untuk fraktur tibia dan femur.
Namun studi yang lebih baru dilakukan oleh Ganong (1991) menemukan
angka kejadian yang lebih tinggi pada fraktur tibia dan femur pada pemain ski
muda yang sehat. Secara keseluruhan, insiden dari FES adalah 23%(13 dan 56
fraktur tibial dan femoral). Insiden pada FES adalah 19% pada fraktur tibia
dan 75% pada fraktur femur. Selain itu, fraktur tibia dengan displace
transversal memiliki angka kejadian FES sebesar 33%. Pada studi ini tidak ada
pasien yang memerlukan ventilasi mekanik dan mortalitasnya adalah 0%.
Telah dicatat bahwa fraktur tertutup memiliki insiden FES yang lebih
tinggi daripada fraktur terbuka. Hal ini dilaporkan oleh Collins et al (1968)
yang meneliti lebih dari 40 pasien dengan fraktur terbuka femur yang dirawat
selama perang Vietnam. Hanya 1 pasien yang menderita FES. Hal ini
diperkirakan karena tekanan tulang intramedular lebih rendah pada fraktur
terbuka sehingga mereduksi adanya emboli lemak yang terdorong masuk ke
aliran darah.
Studi oleh Herndon et al (1974) menemukan bahwa emboli lemak
mungkin terjadi pada semua kasus Total Hip Replacement yang menggunakan
methylmethacrylate cement ketika memasukkan komponen femoral, namun
gambaran FES selama Total Hip Replacement dan Total Knee Replacement
sekali lagi tidak tampak dengan jelas.
3. Etiologi
Trauma pada tulang panjang dan penekanan pada tulang pada operasi
orthopedic misalnya hip arthroplasty atau pemasangan intramedulary rod
merupakan etiologi dari terjadinya suatu FES.
4. Patogenesis
Penyebab sesungguhnya dari FES belum dapat dimengerti sepenuhnya
karena sangat kompleks dan mungin multifaktorial. Ada teori mekanik dan
teori biokimia yang tidak dapat berdiri sendiri. Di sini akan dijelaskan
beberapa teori yang ada.
Teori infiltrasi
Teori ini mengatakan bahwa partikel lemak dari kanal medularis
dapat masuk ke dalam sirkulasi vena dari lokasi fraktur dan kemudian
mengembolisasi paru dan terkadang ke pembuluh darah besar melalui
sirkulasi pulmonal atau melalui paten foramen ovale. Teori ini dikuatkan
dengan fakta bahwa droplet lemak telah ditemukan pada hematoma dari
fraktur dan embolisasi lemak dari paru telah terbukti terjadi pada fraktur
eksperimental dan setelah perusakkan medulla tanpa fraktur. Telah
dibuktikan pula bahwa droplet lemak terjadi pada aliran darah mengikuti
suatu fraktur dan operasi orthopedic serta pewarnaan vital dari sel
medulla ditemukan pada paru di dalam sebuah raktur eksperimental.
Pada 1956 Peltier meneliti komposisi lemak dari tulang panjang
manusia dan menemukan proporsi FFA yang beragam yang cocok
dengan yang ditemukan pada emboli pulmonal post fraktur. Hal ini
kemudian dikonfirmasi oleh Jones dan Sakovich (1966) dengan
penelitian pada kelinci.
Lemak
dari kanal
medularis
Sirkulasi
vena
pulmonal /
PDA
Sistemik
Sirkulasi
Teori de-emulsifikasi
Teori ini mengatakan bahwa ada infiltrasi lemak intravaskuler yang
mengikuti sebuah fraktur. Hal ini memicu aktivitas lipase yang
mengarah pada de-emulsifikasi dan presipitasi pada lemak darah yang
dapat menyumbat aliran darah. Teori ini diajukan oleh Kronke (1956)
ketika dia mendeteksi 50-70% peningkatan titer lipase pada 100 pasien
fraktur yang berisiko.
DeInfiltrasi
lemak
intravaskuler
Aktivasi
emulsifikasi
lipase
dan
presipitasi
Teori koalisi
katekolamin
dan
kortikosteroid
yang
menyebabkan
Pelepasan
katekolamin
dan
kortikosteroid
Pembebasan
lemak
Chylomicron
tidak stabil
Bergabung
menjadi
partikel yang
lebih besar
Sumbatan
kapiler-kapiler
kecil
Gambar 22 Teori Koalisi
Teori koagulasi
Pasien dengan trauma, terutama dengan beberapa fraktur tulang
panjang, seringkali berada dalam keadaan shok hemoragis. Hal ini
memperlambat mikrosirkulasi yang meningkatkan viskositas dan
menurunkan suspensi stabilitas dari komponen seluler darah. Hal ini
dikenal sebagai pengendapan (sludging). Perubahan ini menyebabkan
kapiler paru dan otak bertindak sebagai filter endapan .
Fraktur
Perlambatan
Sludging:
dengan
shock
hemoraghis
mikrosirkulasi
-peningkatan
viskositas
-penurunan
suspensi
stabilitas
Penyumbatan vascular
otak dan paru (filter)
platelet
juga
meningkat
dan
hal
ini
menyebabkan
Aktivasi
system
pembekuan
darah
Peningkatan
adhesi
platelet
Penumpukan
platelet di
paru
Agregasi
dengan
komponen
lemak
Gambar 24 Teori Koagulasi 2
adalah
suatu
kelainan
multisistem,
namun
terutama
Sistem respiratorik
Didapatkan peningkatan insiden dari ARDS pada pasien cidera
multipel dengan fraktur tulang panjang. Bagaimanapun hal ini belum
tentu berhubungan dengam FES namun dapat berhubungan dengan
faktor lain misalnya trauma thoraks, penyakit kardiovaskuler, dan
anemia.
Range
penemuan
pada
pemeriksaan
respirasi
mulai
dari
diduga
sebagai
reaksi
dari
jaringan
paru,
shock,
vascular,
perdarahan
interstisial
parenkimal,
dan
mikroatelektasis. Hal ini meningkatkan ketidak cocokan ventilasiperfusi yang dapat dideteksi pada BGA. BGA menunjukkan respiratori
alkalosis dan penurunan tekanan parsial oksigen , biasanya kurang dari
60 mmHg.
Perubahan radiografis secara klasik menunjukkan bayangan
flokulen multipel (snow storm appearance) namun terkadang difus
groundglass appearance dapat terlihat. Jika pemeriksaan dilanjutkan,
perubahan X foto dapat berkomplikasi dengan infeksi atau cardiogenic
pulmonary oedema.
kerusakan fokal
Sistem kardiovaskuler
Takikardi adalah tanda yang pasti terdapat pada semua pasien
dengan FES. Hal ini disebabkan regangan ventrikel kanan dan resisten
terhadap terapi. Namun banyak hal lain pada pasien trauma yang dapat
menyebabkan takikardi.
Emboli lemak sistemik dapat mempengaruhi jantung dan
menyebabkan nekrosis myocardial. Hal ini dapat dideteksi dengan
perubahan EKG nonspesifik misalnya ST depresi, gelombang T datar,
AV blok, dan pola bundle branch blok. Namun hal ini jarang terjadi(18)
Mata
Retinopati dan tampak pada + 50% pasien dengan FES cerebral.
Adams (1971) menggambarkan perubahan ini terjadi pada 24 jam
pertama dan terdiri dari eksudat cotton-wool dan perdarahan kecil
(seringkali streaky) di sepanjang pembuluh darah dan di daerah
macula. Juga didapatkan edema difus dan kepucatan yang juga terjadi
di zona macula.
Pasien biasanya menggambarkan terdapat kapas di dapan mata
mereka dan pemeriksaan biasanya menemukan skotomata pada
lapangan pandang.
Sebagian besar penemuan ini akan hilang dalam beberapa minggu,
namun beberapa pasien memiliki residual skotomata.
Bagaimanapun, pasien dengan perdarahan retina dan eksudat
setelah trauma memiliki FES. Beberapa pasien mengalami kompresi
thoraks dan perubahan retina mungkin dikarenakan peningkatan
tekanan vena dan intrathoraksik.
Kulit
Petekhie pada kulit dan kantung konjungtiva seringkali dianggap
sebagai diagnostic yang bernilai dari FES. Petekhie muncul pada 20-50
pasien dan terjadi 48-72 jam setelah cedera. Petekhie biasanya muncul
pada leher, thoraks anterior, dan axila, serta konjungtiva.
Etiologi dari petekhie belum sepenuhnya dimengerti dan terdapat
berbagai teori yang muncul mulai dari obstruksi mekanik simple dari
kapiler kulit sampai trombositopeni purpura murni yang tidak
berhubungan dengan lemak di sistem kardiovaskuler.
Demam sistemik
Tanda awal yang sangat umum dari FES adalah peningkatan suhu
yang seringkali ringan namun dapat mencapai 39oC. Tanda relative non
spesifik dan diperkirakan efek langsung dari purpura serebri dan
edema serebral yang
Volume sirkulasi yang adekuat harus dijamin selama fase akut dari
FES yang mengikuti trauma karena shock yang tidak tertangani
menyebabkan prognosis yang buruk pada FES.
Jika stabilitas sirkulasi dapat dipertahankan, kemudian diikuti
penerapan yang tepat dari restriksi cairan dan diuretic, mungkin dapat
meningkatkan oksigenasi darah melalui menurunkan cairan paru
ekstravaskuler. Hal ini dapat dipantau dengan CVP monitor.
4. Aspirin, Mini-dose heparin, dan Dextran
Obat-obat ini mungkin perlu dibatasi penggunaannya pada
penurunan adhesi platelet namun tidak digunakan secara rutin karena
dapat menyebabkan perdarahan ulang dari lokasi trauma.
5. Steroid
Penggunaan
steroid
merupakan
suatu
kontroversi
namun
10. Preventif
panjang
atau
pelvis,
terutama
pada
fraktur
tertutup.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam suatu kejadian fraktur dapat terjadi berbagai komplikasi baik yang
dikarenakan cedera itu sendiri maupun yang terjadi secara iatrogenik. Komplikasi
yang bersifat iatrogenik adalah yang disebabkan oleh manajemen dari fraktur
tersebut. Komplikasi ini kebanyakan dapat dicegah dan berhubungan dengan tiga
faktor utama, yaitu: tekanan lokal yang berlebihan, traksi yang berlebihan, dan
infeksi.
FES adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh lepasnya lemak sumsum
tulang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu embolisasi lemak yang
sistemik dan ditandai dengan insufisiensi respiratorik (ARDS), hipoksia arterial
berat, abnormalitas saraf pusat, dan petekhie yang muncul 24-72 jam setelah
kejadian pencetus yang biasanya adalah trauma tulang panjang atau pelvis.
Insiden FES pada fraktur tulang panjang bervariasi dari 1 hingga 20%.
Namun embolisasi lemak dapat terjadi tanpa manifestasi klinis dari FES.
Trauma pada tulang panjang dan penekanan pada tulang pada operasi
orthopedic misalnya hip arthroplasty atau pemasangan intramedulary rod
merupakan etiologi dari terjadinya suatu FES.
Penyebab sesungguhnya dari FES belum dapat dimengerti sepenuhnya
karena sangat kompleks dan mungin multifaktorial. Ada teori mekanik dan teori
biokimia yang tidak dapat berdiri sendiri.
FES ditandai dengan insufisiensi respiratorik (ARDS), hipoksia arterial
berat, abnormalitas saraf pusat, dan petekhie yang muncul 24-72 jam setelah
kejadian pencetus.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa Blood Gas Analysis (BGA),
pemeriksaan urine dan sputum, pemeriksaan darah, tes biokimia, foto polos dada,
EKG, tes enzim, transesofageal echocardiografi, bronchioalveolar lavage,
pulmonary artery catheter, CT scan dan MRI.
Pemeriksaan laboratorium seringkali terlalu sensitive dan tidak sensitive
dan tidak spesifik sehingga diagnosis dari FES secara esensial adalah diagnosis
klinis. Namun untuk membantu diagnosis maka dapat dipakai kriteria dari Gurd
(Gurds Criteria).
Diagnosis deferensial meliputi emboli pulmonal, kontusi jantung atau
paru, shock septic, hipervolemi, cedera intracranial, aspirasi pneumonitis, ARDS,
dan reaksi transfusi.
FES adalah suatu self limiting disease dan terapinya terutama adalah
suportif dengan kunci suksesnya adalah oksigenasi dari jaringan perifer. Setelah
sampai di rumah sakit, dilakukan immobilisasi awal meliputi traksi, bebat, atau
reduksi terbuka dan fiksasi internal sangat diperlukan.
Prognosisnya, kecuali untuk kasus yang fulminan, adalah sangat baik.
Pada pasien dengan koma dan ganguan nafas mortalitasnya adalah 20%.
Pencegahan dapat dilakukan dengan immobilisasi yang adekuat dari
fraktur mulai dari transport dan operasi fiksasi dini dari frakur tulang panjang,
oksigen profilaksis, BGA berulang pada 48 jam pertama pada pasien ini adalah
petunjuk tunggal yang paling bermakna untuk diagnosis dan manajemen,
Kortikosteroid dapat digunakan untuk profilaksis hanya pada pasien dengan risiko
FES yang tinggi, dan mengurangi peningkatan tekanan intraoseus selama prosedur
orthopedik dengan tujuan untuk mengurangi intravasasi lemak intrameduler dan
debris yang lain.
DAFTAR PUSTAKA