You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK, urinary tract infection/UTI) adalah masalah kesehatan penting,
baik pada setting komunitas umum maupun rumah sakit. Diperkirakan bahwa sekitar 150 juta
ISK terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan total biaya kesehatan yang dikeluarkan
sekitar enam milliar dollar. Pada wanita perimenopause Amerika Serikat, insidensi ISK berada
pada angka 0,5/orang/tahun. Sebagian besar ISK yang didapat di komunitas umum,
bermanifestasi sebagai sistitis bacterial tanpa komplikasi, dan terutama dialami oleh wanita. Pada
setting pelayanan kesehatan, sekitar 40% infeksi nosokomial adalah ISK, dan sebagian besar
berkaitan dengan penggunaan katetera urin. Di Amerika Serikat, terjadi sekitar 1 juta ISK terkait
kateter tiap tahunnya, dan hingga 40% bakteremia rumah sakit gram negative tiap tahunnya
bermula dari ISK.1
Baku emas untuk diagnosis ISK adalah deteksi pathogen pada urin dengan disertai gejala
klinis pada pasien. Patogen dideteksi dan diidentifikasi dengan kultur urin pancar tengah.2
Infeksi saluran kemih diterapi dengan antibiotika dan penanganan pada factor predisposisi
jika mungkin, misalnya pelepasan atau penggantian kateter, dan pengosongan kantong urin.
Penggunaan antibiotika untuk terapi memerlukan pertimbangan matang terkait biaya dan pola
resistensi antimikroba, yang keduanya semakin tinggi dengan bertambahnya penggunaan
antibiotika. Penyedia layanan kesehatan harus mengetahui bagaimana mendiagnosis dan
mengelola ISK karena prevalensi dan dampak pada kesehatan serta ekonomi masyarakat yang
besar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Fisiologi Saluran Kemih
Sistem urin normal terdiri atas dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra. Setiap
ginjal terdiri atas jutaan unit fungsional yang disebut nefron. Fungsi dari sistem ini adalah
mengeluarkan sampah dari dalam tubuh, mengatur tekanan darah, mengendalikan jumlah
elektrolit dan metabolit darah, dan mengatur pH darah. Ginjal memiliki perdarahan yang sangat
baik dari arteri renalis yang keluar dari ginjal melalui vena renalis. Setelah itu, urin keluar
melalui saluran menuju kandung kemih via ureter, di mana di sana ditampung kemudian
dikeluarkan dari tubuh melalui refleks berkemih via uretra. Sistem urin pria dan wanita hampir
serupa, satu perbedaan hanya pada panjang uretra di mana pria lebih panjang.
Sekitar 1-2 liter urin diproduksi setiap harinya pada orang sehat, dan sifat dasar urin ini
adalah steril hingga ada patogen yang mencemarinya.3
Etiologi dan Patogenesis
Normalnya, urin berada dalam keadaan steril. Sistem kemih, terdiri atas ginjal, system
drainase (meliputi calyx, pelvis, dan ureter), dan kandung kemih (pengumpul urin). Pada wanita,
uretra keluar dari kandung kemih di dekat area vagina yang tak steril. Pada pria, uretra keluar
dari kandung kemih lalu melintasi prostat, dan masuk ke penis (uretra posterior: pars prostatica,
pars membranacea, uretra anterior: pars bulbaris, pars pendulosa / penile). Frenulum bisa jadi
sudah tak ada. Kemudian ketika membahas ISK, kita harus pahami dan bedakan hal-hal berikut
ini4
a. Kontaminasi
Organisme masuk saat pengambilan sampel atau ketika pemrosesan sampel. Tak ada
masalah medis dalam hal ini.
b. Kolonisasi
Organisme ada di urin, namun tak menyebabkan sakit atau gejala (bakteriuria
asimtomatis). Tergantung keadaannya, signifikansinya juga beragam, dan pasien boleh
jadi tak memerlukan penanganan.
c. Infeksi (ISK)

Kombinasi patogen-patogen dalam sistem saluran kemih dan gejala pasien dan.atau
respon radang terhadap pathogen. Diperlukan pengobatan dan pengelolaan.
d. ISK tanpa komplikasiInfeksi pada pasien dengan saluran genitouriner normal.
e. ISK dengan komplikasi
Infeksi dengan faktor yang meningkatkan peluang adanya bakeriuri dan menekan

f.
g.
h.
i.
j.

efikasi terapi. Memiliki minimal salah satu dari


Saluran kemih abnormal (BPH, batu, dll)
Pasien imunokompromais
Bakteri resisten berbagai obat
ISK Rekuren
ISK yang terjadi setelah infeksi terdahulu telah sembuh.
ISK Reinfeksi
Infeksi baru dengan masuknya kembali bakteri ke saluran kemih.
ISK Persisten

Faktor yang Penting dalam Perkembangan ISK


Sebagian besar ISK disebabkan oleh masuknya bakteri dari bawah (area periuretra), maka
populasi bakteri dan mekanisme masuk pada area ini penting untuk dipahami. Penyebaran
hematogen jarang menjadi sebab ISK. Organisme yang paling sering terlibat pada penyebaran
hematogen adalah Staphylococcus aureus, Candida sp., dan Mycobacterium tuberculosis. Infeksi
hematogen seringkali terlihat pada pasien dengan imunokompromais atau neonates. Infeksi
hematogen relaps bisa jadi diakibatkan oleh infeksi parenkim ginjal atau prostat yang tak
ditangani secara sempurna (misal pyelonefritis emfisematosa).
Faktor Risiko untuk ISK
Berikut adalah faktor risiko pada penderita yang memperbesar kemungkinan ISK:

Keadaan pengeluaran urin yang menurun


Obstruksi saluran keluar, hyperplasia prostat, karsinoma prostat,
striktura uretra, corpus alienum (calculus)
Disfungsi neurogenik kandung kemih
Asupan cairan yang tak adekuat
Pendorong kemunculan kolonisasi
Aktivitas seksual (peningkatan inokulasi)
Penggunaan spermisida (peningkatan pengikatan)
Deplesi estrogen (peningkatan pengikatan)
Penggunaan antibiotika (penekanan jumlah flora normal endogen)
Pendorong naiknya bakteri

Kateterisasi
Inkontinensia urin
Urin yang tersisa karena iskemi dinding kandung kemih

Faktor Uropatogenik Bakteria


Sebagian kecil serotype E. coli menyebabkan sebagian besar ISK. Bakteri yang
menyebabkan infeksi telah mengalami peningkatan dalam hal adhesi, kolonisasi, dan invasifitas
jaringan dibandingkan dengan bakteria non patogenik. Termasuk mediator untuk fitur patogenik
ini adalah pili, senyawa yang meningkatkan resistensi terhadap aktivitas bakterisida dan sebagai
mediator invasifitas. Pili ini mengendalikan adherensi bakteri. Khususny, pili Tipe 1 berikatan
dengan mannosa pada tepi epitel mukopolisakarida,dan juga leukosit PMN, yang mana sangat
berkaitan dengan kejadian sistitis (infeksi kandung kemih). Pilli P bersifat resisten terhadap
mannosa dan berikatan dengan resept glikolipid ginjal. Jenis ini tak berikatan dengan PMN dan
maka dari itu relatif resisten terhadap fagositosis dan pembersihan PMN. Jenis ini paling sering
berhubungan dengan infeksi ginjal (pyelonefritis). Salah satu karakteristik E.coli yang
membuatnya dapat naik ke ginjal adalah variasi fasik dari pilli Tipe 1 yang membuat ikatan
dengan PMN berkurang dan fagositosis menjadi kurang efektif. Salah satu karakteristik E. coli
yang penting dalam resistensi terhadap aktivitas bakterisidal adalah berkaitan dengan ekspresi
antigen K (polisakarida kapsuler) pada bakteria. Mediator lainnya, hemolisin, diproduksi bakteri
tertentu, dapat mendorong invasivitas terhadap jaringan dan mempredisposisi infeksi.
Pertahanan Penjamu
Terdapat beberapa factor berkaitan dengan pertahanan penjamu yang menentukan
kerentanan terhadap ISK. Masalah-masalah mekanis seperti panjang uretra (di mana wanita lebih
pendek dari laki-laki), kemampuan mengosongkan kandung kemih (berakibat pada sisa urine
pada kandung kemih) dan integritas alamiah katup pada sambungan epitel uterovesikalis
(berakibat pada refluks vesikoureteral) adalah masalah-masalah anatomis yang menjadi
predisposisi ISK. Sifat biokimiawi normalnya penting dalam membuat bakteri sulit hidup di urin,
misalnya pH asam, kandungan urea yang tinggi, dan osmolalitas yang tinggi. Selain itu,
mukopolisakarida mukosa pada tepi traktus urinarius seperti halnya produksi antibody local dan
sistemik dapat menjadi pelindung terhadap ISK. Terakhir, adalah jelas bahwa mungkin terdapat
predisposisi genetic untuk terjadinya ISK, karena golongan darah factor HLA dan Lewis tertentu

(status non-sekretor) dapat menempatkan pasien dalam risiko yang lebih tinggi karena
peningkatan kemampuan kolonisasi atau peningkatan adherensi bakteri pada epitel saluran
kemih.
Pertahanan Alamiah Saluran Kemih
1. Daerah periuretra dan uretra:Flora normal pada daerah ini meliputi: lactobacilli, staph
koagulase negative, corynebacterium dan streptococci yang membentuk penghalang
terhadap kolonisasi. Perubahan pada estrogen, pH vagina yang rendah dan IgA servikal
akan mempengaruhi kolonisasi oleh flora normal.
2. Urine: osmolalitas tinggi, konsentasi urea yang tinggi, pH rendah, konsentrasi asam
organic yang tinggi. Glukosa pada urine dapat memfasilitasi infeksi. Proteni Tamm
Horsfall dapat bersifat protektif.
3. Kandung kemih: Epitel mengekspresikan reseptor Toll-like (TLR) yang mengenali
bakteri dan memulai respon radang/imunitas (PMN, Neutrofil, Makrofag, Eosinofil, sel
NK, sel Mastdan sel dendritik). Respon imun adaptif kemudian mengambil alih (limfosit
B dan T). Eksfoliasi yang terinduksi pada sel juga terjadi dalam rangka ekskrei infeksi.
4. Ginjal: Sintesis immunoglobulin/antibody local pada ginjal terjadi dalam respon terhadap
infeksi (IgG,SIgA)
Perubahan pada Mekanisme Pertahanan Penjamu
Obstruksi: merupakan factor kunci dalam kerentanan terhadap ISK, tapi tak selalu
harus menjadi predisposisi setiap ISK.
Refleks Vesikouretera (VUR): penelitian terdahulu memberikan gambaran
hubungan antara VUR, ISK, jaringan parut ginjal dan clubbing pada ginjal.5
Penyakit lain yang mendasari: sickle cell disease (SCD), nefrokalsinosis, gout,
penggunaanalagesi yang salah, penuaan, hiperfosfatemia, hipokalemia.
oDM: Glikosuria dapat berkontribusi memperparah ISK. Mayoritas ISK (80%)
terjadi pada saluran bagian atas.
oNekrosis papiler: karena DM, pyelonefritis, obstruksi, analgesi, SCD, penolakan
transplant, sirrosis, dehidrasi, media kontras, thrombosis vena ginjal. Beberapa pasien
mengalami sloughing kronik pada papillae. Retained necrotic papilla dapat berkalsifikasi
dan bertindak sebagai nidus pada infeksi lebih lanjut.

oHIV: ISK 5x lebih prevalen pada populasi HIV dan berulang terjadi secara lebih
sering.
Kehamilan: Bakteriuri pada kehamilan terjadi pada angka 4-7% dan insidensi
pyelonefritis akut terjadi pada angka 25-35% pada pasien yang tak diobati.
Cedera corda spinalis dengan kandung kemih bertekanan tinggi: morbiditas dan
mortalitas tinggi untuk bakteriuri.
Tabel 1. Patogen yang berpotensi infektif pada saluran kemih.
Penyebab umum terjadinya ISK
E. Coli (80% of outpatient UTIs)

Flora normal perineum


Lactobacillus

Klebsiella; Enterobacter

Corynebacteria

Proteus

Staphylococcus

Pseudomonas

Streptococcus

Staphylococcus saprophyticus (5 - 15%)

Anaerobes

Enterococcus
Candida
Adenovirus type 11
Gejala Klinis
Gejala klinis sangat membantu dalam diagnosis ISK, tapi tak terlalu akurat. Walau begitu,
pada banyak kasus, ISK dapat bersifat asimtomatis. Bentuk paling umum dari ISK adalah sistitis
(infeksi kandung kemih) yang ditandai dengan gejala storage seperti keinginan kecing, kencing
berulang, disuria, juga hematuria, urine yang berbau aneh, dan nyeri suprapubis. Gejala-gejala
tersebut juga umum ditemui pada urethritis dan prostatitis selain sistitis. Selain itu, ISK pada
epididimis, yang didiagnosis dengan pemeriksaan fisik pada pria, adalah variasi ISK lokal yang
amat mudah dikenali. Gejala terkait infeksi saluran kemih bagian atas, yang dicirikan dengan
pyelonefritis, dapat meliputi gejala-gejala sistitis, seperti demam, nyeri abdominal/flank, dan
nausea serta muntah.
Pemeriksaan Tambahan
1. Urinalisis. Pemeriksaan dipstick leukosit esterase bersifat 64-90% spesifik dan memiliki
angka sensitivitas yang serupa dengan ISK. Temuan untuk positivitas nitrit pada dipstick,

mengindikasikan konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteria gram negative (bukan gram
positif), sangat spesifik tapi hanya sekitar 50% sensitive untuk infeksi saluran kemih.
Temuan berupa sel darah putih yang meningkat (pyuria) adalah indicator infeksi yang
paling dipercaya dengan sensitivitas 95% tapi tak spesifik ISK.
2. Kultur Urin. Kultur urin kuantitatif adalah baku emas dalam diagnosis ISK. Secara
umum, koloni >100.000/mL pada kultur urin dapat memastikan diagnosis ISK. Walau
demikian, ketepatan diagnosis ini amat bergantung pada cara pengambilan urin. Jumlah
koloni yang lebih rendah didapat dari kateterisasi uretra steril atau dengan aspirasi
suprapubik dapat merepresentasikan infeksi, tapi urin pancar tengah wanita dengan
koloni <100.000/mL memerlukan verifikasi lebih lanjut atau sampling ulang untuk
memastikan ISK.
Kondisi Lain yang Memicu Kecurigaan ISK
Hal-hal berikut pada Tabel 2 dapat memicu timbulnya ISK dan harus segera diatasi.
Tabel 2. Abnormalitas saluran kemih yang dapat menyebabkan adanya bakteri.
Abnormalitas
Batu terinfeksi
Prostatitis bacterial kronis
Ginjal atrofi unilateral yang terinfeksi
Duplikasi ureter dan ureter ektopik
Benda asing (sten ureter yang tertinggal)
Divertikula uretra
Unilateral medullary sponge kidneys
Kista urachal terinfeksi
Kista komunikans terinfeksi pada calyx renalis
Nekrosis papiler
Abses perivesikal dengan fistula kandung kemih
Diagnosis Banding
Hal-hal pada Tabel 3 dapat menjadi diagnosis banding untuk ISK karena pathogen, perjalanan
penyaki, dan kondisi yang menyerupai ISK.
Tabel 3. Diagnosis banding

Diagnosis Banding ISK


Herpes genitalis (HSV)
Urethritis
N. Gonorrhoeae
Chlamydia
Trichomonas
Vaginitis
Prostatitis
Nephrolithiasis
Trauma
Tuberculosis saluran kemih
Neoplasma saluran kemih
Abses intra abdominal
Sepsis - source other than GU system
Pengelolaan ISK
Kombinasi temuan klinis dan evaluasi urin adalah kunci diagnosis ISK. Terapinya
didasarkan pada pathogen yang diidentifikasi dan jenis serta derajat klinis sakinya, dan ada atau
tidaknya faktor penjamu lainnya. Secara umum, terapinya terdiri atas hidrasi, pemulihan
obstruksi saluran kemih, pengambilan benda asing atau kateter bila mungkin, dan penggunaan
antibiotika yang tepat.
Jenis dan lama penggunaan antibiotika bergantung pada lokasi infeksi (bila diketahui),
faktor penjamu, dan keparahan sakit. Sebagian besar antibiotika sangat terkonsentrasi di urin dan
maka dari itu sangat efektif dalam membersihkan bakteri dari saluran kemih.
Rerata konsentrasi antibiotika di dalam urin (dari tertinggi ke terendah): Cabrenicillin >
Cephalexin > Ampicillin > TMP/SMX > Cipro > Nitrofurantoin.
Walau demikian, dalam kasus pyelonefritis, prostatitis atau epididimitis, konsentrasi
antbiotika jaringan yang memadai sagantlah penting.
Ketika mempertimbangkan terapi, pertama-tama pastikan apakah ISK dengan komplikasi
atau tidak. Infeksi tanpa komplikasi meliputi sistitis akut pada wanita tak hamil premenopause,
dan pielonefritis akut pada pasien sehat lain. Wanita pos puber muda cenderung rentan mengidap
ISK tanpa komplikasi karena kolonisasi E. coli yang dipicu oleh hubungan intim dengan

pengosongan kandung kemih pos coitus yang tertunda dan penggunaan diafragma serta
spermisida yang mengganggu flora normal vagina.
ISK dengan komplikasi adalah mereka yang mengidap ISK dengan faktor predisposisi
yang menyertai. Faktor-faktor tersebut meliputi aliran urin yang terobstruksi karena sebab
congenital, obstruksi prostat atau batu urin, juga pengosongan kandung kemih tak sempurna
karena alasan anatomis atau neurogenik, refluks vesikoureteral, benda asing pada saluran kemih
(peralatan, kateter, pipa drainase), penyakit sistemik seperti diabetes, kehamilan dan pria dengan
aktivitas seksual anal. Tabel 4 merangkum terapi ISK.
Tabel 4. Rangkuman terapi ISK.
Kondisi
Terapi
ISK tanpa komplikasi (sistitis, Terapi oral 3 hari TMP/SMX
pyelonefritis)

Gunakan fluoroquinolone bila resisten


Bila

resisten

terhadap

TMP/SMX,

besar

kemungkinan demikian juga untuk ampicillin,


ISK tanpa komplikasi lain

cephalosporin, tetracycline
Terapi antibiotika serupa selama 7-10 hari pada
pasien dengan DM, lama sakit >7hari, hamil,
usia >65 tahun, riwayat pyelonefritis atau ISK

ISK

dengan organism resisten


komplikasi Terapi parenteral setelah

dengan

(pyelonefritis akut)

ampicillin

dan

kultur

dengan

aminoglikosida

atau

ampicilin/vancomycin (bagi alergi beta laktam)


ditambah aminoglikosida atau cephalosporin
generasi ketiga (jika tak ada enterococcus)
Sesuaikan antibiotika dengan hasil kultur.
Kultur darah positif pada 20-40% pasien.
Gantikan dari parenteral ke terapi oral pada 48
jam setelah perbaikan klinis.
Pyelonefritis
abses

akut

intrarenal,

atau pararenal
Epididimitis

Diobati selama 14 hari.


dengan Terapi untuk ISK dengan komplikasi dan
perirenal, berikan drainase yang baik.
TMP/SMX atau fluoroquinolone setidaknya 3

minggu untuk mencapai konsentrasi jaringan


Prostatits bacterial akut

yang adekuat.
TMP/SMX atau fluoroquinolone setidaknya 4
minggu untuk mencapai konsentrasi jaringan

Prostatitis bacterial kronis

yang adekuat.
TMP/SMX atau fluoroquinolone selama 6-12

Reinfeksi

minggu.
Uji sensitivitas harus dilakukan dengan kultur
ulang pada pasien hamil, pyelonefritis, dan
dengan komplikasi atau ISK relaps.
Reinfeksi adalah rekurensi ISK yang
relatif cepat dengan organism yang sama atau
berbeda setelah sensitivitas dipastikan.
Setiap episode infeksi harus dikelola
secara terpisah.
Pertimbangkan

pemberian

profilaksis

antibiotika selama 6-12 bulan (dosis oral sekali


sehari TMP/SMX atau nitrofurantoin pada 1/3
hingga dosis terapi harian.
Untuk pasien dengan sistitis rekurens karena
coitus, pertimbangkan pemberian antibiotika
Infeksi relaps

dosis tunggal setelah coitus.


Kegagalan
untuk
membersihkan

atau

mengeradikasi pathogen diluar aturan terapi


yang tepat.
Harus memicu pemeriksaan urologis yang
melibatkan pencitraan untuk memastikan ada
tidaknya sebab anatomis dan terapi yang
Bakteriuri asimtomatis

memanjang pada saat itu.


Umumnya, tak memerlukan

pengobatan,

kecuali pada ibu hamil.


Terapi tak diberikan pada orang tua dan
pada pasien dengan kateterisasi.

Kultur Urin dan Diagnosis ISK


Kultur urin tak selalu harus dilakukan pada akhir pengobatan pasien dengan ISK tanpa
komplikasi.5 Walau demikian, kultur tetap diperlukan untuk mengevaluasi pasien dengan ISK
rekurens, ISK gagal terapi, atau ISK dengan komplikasi, pasien dengan kegagalan terapi, serta
pasien rawat inap yang memiliki tanda gejala ISK. 6 Kultur ini penting, tak hanya untuk
menegakkan diagnosis, kultur urin juga mampu mengidentifikasi mikroorganisme penyebab
infeksi dan untuk menguji sensitivitasnya terhadap antibiotika, mengingat semakin tingginya
angka resistensi dari waktu ke waktu.
Pengambilan Spesimen, Pemindahan dan Penanganannya7
Jenis spesimen dan cara pengambilannya dijelaskan sebagai berikut.
A. Jenis spesimen dan Tata Cara Pengambilan
a. Urin pancar tengah: urin tampung pagi pertama. Bersihkan labia terlebih dahulu,
lalu keluarkan urin dan tahan lalu keluarkan untuk dapat pancar tengah yang
ditampung lalu tahan, dan buang sisa urin.
b. Kateterisasi langsung: bersihkan area, masukkan kateter dan buang 15 mL
pertama dan ambil sisa urin sebagai sampel.
c. Urin dari kateter yang terpasang: ambil urin dari pipa plastik urin dengan aspirasi
jarum suntik.
d. Urin suprapubis: didapat dengan mengambil langsung ke kandung kemih
menggunakan jarum.
e. Urin sistoskopi: urin diambil dengan sistoskop dari kandung kemih
f. Urin nefrostomi: urin langsung diambil dari ginjal.
B. Pemindahan dan Penanganan Spesimen
a. Urin yang disimpan pada suhu kamar harus dikultur dalam 2 jam setelah
pengambilan sampel. Urin adalah media kultur yang baik dan hitung koloni akan
segera bertambah bila ditunda.
b. Urin dapat disimpan selama 24 jam pada suhu 4C.
c. Urin dapat ditempatkan pada media transpor dan dipertahankan selama 24-72
jam. Bila disimpan terlalu lama dapat menekan hitung koloni.
d. Urin setelah 24 jam tanpa usaha pengawetan tak dapat digunakan karena bakteri
telah bertambah jauh lebih banyak.
Kriteria
Kriteria paling umum yang digunakan untuk menentukan suatu bakteriuri yang bermakna
adlaah adanya >= 105 cfu/mililiter urin.6 Namun 40-50% pasien dengan sindroma uretra akut tak

akan memenuhi kriteria ini dengan jumlah koloni kurang dari 105 cfu/mililiter urin.6 Maka dari
itu banyak laboratorium yang memilih menggunakan angka batas koloni yang lebih rendah
dalam menginterpretasikan hasil kultur urin. Salah satu kriteria yang umum dipakai adalah angka
hitung koloni sebesar 104 cfu/mililiter urin.6
Pasien dengan kateterisasi dan pasien dengan infeksi pada saluran kemih bagian bawah,
boleh jadi akan memiliki angka hitung koloni kurang dari 10 5 cfu/mililiter bila spesimen diambil
melalui aspirasi suprapubis atau kateterisasi. Maka diperlukan pengubahan kriteria menjadi 10 2
cfu/mL.6 Berbagai algoritma telah disusun dalam interpretasi hasil kultur, namun banyaknya
jumlah kombinasi mikroorganisme potensial dapat membatasi penggunaan algoritma ini.

Tabel

5 merupakan salah satu algoritma kultur urin dalam ISK.


Tabel 5. Interpretasi hasil kultur spesimen urin.6
Kemungkinan kontaminasi, Kuantitas, cfu/mL
jumlah

Interpretasi

mikroorganisme

yang diisolasi
Kemungkinan rendaha
1

<102

Mungkin ada kontaminan

<102

Isolat signifikan

<102 setiap jenis

Mungkin ada kontaminan

<102 setiap jenis

Isolat signifikan

<102 salah 1 jenis

Kontaminan dan isolat signifikan

>=3

<105 salah 1 jenis

Kontaminan dan isolat signifikan

>=3

<105 setiap jenis

Mungkin ada kontaminan

Kemungkinan tinggib
1
1
2
2
2
>=3

<102
<102
<105 setiap jenis
<105 salah 1 jenis
<105 setiap jenis
<105 setiap jenis
<105 setiap jenis

>=3

Mungkin ada kontaminan


Isolat signifikan
Isolat signifikan
Kontaminan dan isolat signifikan
Mungkin ada kontaminan
Kontaminan dan isolat signifikan
Mungkin ada kontaminan

Keterangan: cfu, colony forming units.

Urin didapat dari aspirasi (suprapubis, kandung kemih, ureter, pelvis renalis, ginjal) atau

kateterisasi (langsung) tunggal, spesimen didapat di kamar operasi, dan spesimen urin didapat
dari pasien dengan terapi antimikroba.
b

Spesimen urin didapat dari teknik clean catch, dari kateter (urin atau suprapubis), atau dari

pipa nefrostomi, pipa uterostomi, dan lengkung ileal.

BAB III
KESIMPULAN
Pasien dengan kasus sistitis akut sebagian besar sangat mudah dinilai dari klinisnya, dan
mungkin tak memerlukan pemeriksaan laboratorium penunjang lain. Pada sebagian lain,
anamnesis dan temuan fisik saja mungkin tak cukup untuk menegakkan diangnosis definitif ISK.
Maka diperlukanlah pemeriksaan laboratorium urin disertai dengan uji sensitivitas antibiotika di
samping penentuan spesies patogen. Diagnosis laboratorium dan klinis untuk hasil tes sangat
dipengaruhi oleh cara pengambilan sampel. Dokter harus menuliskan cara pengambilan sampel
pada lembar permintaan pemeriksaan ini. Kultur urin tetap menjadi baku emas diagnosis ISK,
namun demikian hasil kultur masih tetap memerlukan dukungan temuan klinis maka dokter
harus jeli dalam menggali dan menelaah hasil kultur dan informasi klinis.

Daftar Pustaka
1. Shoskes, D. (2011): Urinary Tract Infections Retrieved From: The American Urological
Association Educational Review Manual in Urology: 3rd Edition Chapter: 23 Page: 737-766
2. Schmiemann et al. The Diagnosis of Urinary Tract Infection. al. Dtsch Arztebl Int 2010;
107(21): 3617
3. Smith's General Urology 16th edition 2004. Tanagho and McAninch, eds. Chapter 13.
"Bacterial Infections of the Urinary Tract" Nguyen, Hiep. pp. 203 - 227.
4. Hodson C, EJdwards D. Chronic pyelonephritis and vesico-ureteric

reflex.

Clin

Radiol.1960 Oct; 11:219231.


5. Stamm WE, Hooton TM. Management of urinary tract infections in adults. N Engl J Med
1993; 329:132834.
6. Wilson, Michael L. And Gaido, Laboratory Diagnosis of Urinary Tract Infections in Adult
Patients Loretta. Clinical Infectious Diseases 2004(38):11508
7. Textbook of Diagnostic Microbiology, Mahon & Manuselis, 2nd edition, Chapter 31, pages
1011-1032.

Referat

Infeksi Saluran Kemih

Disusun oleh:
Davin rizky
Pembimbing:
Prof.DR.dr. Rifki Muslim, Sp.B, Sp.U

STASE SUB BAGIAN UROLOGI


TAHAP I PERIODE MARET 2014
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

You might also like