You are on page 1of 3

Dipsnea

The American Thoracic Society mendefinisikan dispnea sebagai pengalaman subjektif dari
ketidaknyamanan pernafasan yang terdiri sensasi kualitatif berbeda yang bervariasi dalam intensitas.
Pengalaman ini berasal dari interaksi antara beberapa faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan lingkungan
dan dapat menginduksi respon perilaku dan fisiologis sekunder. Dispnea, sebuah gejala, harus dibedakan
dari tanda-tanda peningkatan kerja pernafasan.
Mekanisme Dipsnea
Sensasi pernafasan adalah konsekuensi dari interaksi antara eferen, atau keluaran motorik dari otak ke
otot-otot ventilasi (feed-forward) dan aferen, atau masukan sensorik dari reseptor seluruh tubuh
(feedback), serta proses informasi integratif yang harus terjadi di otak. Bila dibandingkan dengan sensasi
nyeri, yang sering dapat disebabkan oleh stimulasi akhir saraf tunggal, sensasi dispnea lebih sering
dipandang sebagai holistik, lebih mirip kelaparan atau kehausan. Pada penyakit tertentu dapat
menyebabkan dispnea oleh satu atau beberapa mekanisme, beberapa di antaranya mungkin terjadi dalam
kondisi tertentu, misalnya, latihan, tetapi tidak yang lain, misalnya pada perubahan posisi.
Pusat
pernafasan
Kemoreseptor

Korteks
sensorik

Mekanoresept
or

Feedback

Metaboresept
or

Corollary
discharge

Feed-forward

Korteks
motorik

Error signal
Otot-otot
pernapasan
Kualitas dan intensitas
dipsnea
Mekanisme Dipsnea

Motor efferents
Gangguan pompa ventilasi, paling sering meningkatkan resistensi saluran napas atau kekakuan
(decreased compliance) sistem pernapasan, berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan atau
peningkatan upaya untuk bernapas. Ketika otot-otot lemah atau lelah, usaha yang lebih besar diperlukan,
walau sistem mekanis normal. Meningkatnya keluaran neural dari korteks motorik dirasakan melalui

corollary discharge, sebuah signal saraf yang dikirim ke korteks sensorik pada saat yang bersamaan
dengan keluaran motorik pada otot-otot pernapasan.
Sensory Afferents
Kemoreseptor yang terdapat pada badan karotis dan medulla yang diaktivasi oleh keadaan hipoksemia,
hiperkapnia akut, dan asidemia. Stimulasi dari reseptor-reseptor ini, dapat menyebabkan peningkatan
ventilasi, yang menghasilkan sensasi kelaparan udara. Mekanoreseptor di paru-paru, saat terstimulasi
karena bronkospasme, menyebabkan sensasi sesak napas. J-reseptor, yang peka terhadap edema
interstitial, dan reseptor vaskular pembuluh darah paru, diaktifkan oleh perubahan akut pada tekanan
arteri paru, tampaknya berkontribusi pada kelaparan udara. Hiperinflasi berhubungan dengan sensasi
meningkatnya kerja pernapasan dan ketidakmampuan untuk bernapas dalam atau ketidakpuasan bernapas.
Metaboreseptor, yang terletak di otot skeletal, diaktivasi oleh perubahan biokimiawi jaringan aktif pada
saat latihan dan, ketika terstimulasi, berkontribusi pada ketidaknyamanan bernapas.
Integration: Efferent-reafferent mismatch
Sebuah perbedaan atau ketidaksesuaian antara pesan ke otot ventilasi dan umpan balik dari reseptor yang
memonitor respon pompa ventilasi, meningkatkan intensitas dispnea. Hal ini sangat penting ketika ada
kekacauan mekanik dari pompa ventilasi, seperti pada asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Kecemasan
Kecemasan akut dapat meningkatkan keparahan dispnea baik dengan mengganggu interpretasi sensorik
atau pola pernapasan yang meningkatkan abnormalitas fisiologik pada sistem pernapasan. Pada pasien
dengan keterbatasan aliran ekspirasi, sebagai contoh, peningkatan laju pernapasan yang disertai
kecemasan akut dapat menyebabkan hiperinflasi, peningkatan usaha bernafas, dan ketidakpuasan
bernapas.
Penilaian Dispnea
Kualitas Sensasi
Seperti dengan nyeri, penilaian dispnea dimulai dengan penentuan kualitas ketidaknyamanan. Kuesioner
dispnea, atau daftar kalimat yang umum digunakan oleh pasien, dapat membantu mereka yang mengalami
kesulitan saat menggambarkan sensasi napas mereka.

Kumpulan deskripsi kualitatif dan mekanisme patofisiologi sesak nafas


Deskripsi
Patofisiologi
Dada sesak, atau konstriksi
Bronkokonstriksi, edema interstitial
(asma, miokard iskemia)
Peningkatan kerja dan usaha
Obstruksi jalan napas, penyakit
pernapasan
neuromuscular (PPOK, asma sedang
sampai berat, miopati, kiposkoliosis)
Kekurangan udara, keperluan bernapas, Peningkatan pernapasan (CHF, emboli
keinginan untuk bernapas
paru, obstruksi jalan nafas sedang
sampai berat
Tidak bernapas dalam, ketidakpuasan
Hiperinflasi (asma, PPOK) dan restriksi
bernapas
volume tidak (fibrosis paru , restriksi
dinding dada)
Nafas berat, nafas cepat, bernapas
Deconditioning
lebih

Intensitas Sensorik
Skala Borg yang dimodifikasi atau skala analog visual dapat digunakan untuk mengukur dispnea saat
istirahat, setelah latihan, atau berdasarkan ingatan tentang aktivitas fisik yang dapat diulang, misalnya
saat naik tangga di rumah. Pendekatan alternatif adalah untuk menanyakan tentang kegiatan yang dapat
dilakukan oleh pasien, yaitu, untuk memperoleh rasa disabilitas pasien. Baseline Dyspnea Index
dan Chronic Respiratory Disease Questionnaire adalah alat yang biasanya
digunakan untuk tujuan ini.
Affective dimension
Untuk sensasi yang dirasakan sebagai gejala, gejal harus dianggap sebagai rasa
tidak menyenangkan dan diinterpretasikan sebagai abnormal. Penelitian
laboratorium telah menunjukkan bahwa kelaparan udara dapat membangkitkan
respon afektif yang lebih kuat daripada peningkatan usaha atau kerja pernapasan.
Beberapa terapi untuk dipsnea, seperti rehabilitasi paru, dapat mengurangi
ketidaknyamanan saat bernapas.

You might also like