Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan
anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang
tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan. 1
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun
menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa
didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga
diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas
kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud
program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di
posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian
imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila
mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali.
Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai
penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena
itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara
lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut. 2
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam
bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum
bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki
persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat. 3
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi
merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana
untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada
bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun
yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan
teratur dengan cakupan yang luas.
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar
diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu
kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya. 3
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak
cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan
lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.1
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan
memberikan imunoglobulin.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan
telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun
memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan
infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan
kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak
berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila
terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit
karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen /
penyakit yang masuk tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan
KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik
pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan
akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa
fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi
campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan
membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI)
yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya
kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur
beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA
FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI
setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena
itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau
sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan
diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi
neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik
terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada
neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka,
apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa
memberikan imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat
obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita
penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya
defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat
menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada
individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis
milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral
spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi,
imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena
terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya
respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
Faktor genetik pejamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup,
dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah
terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena
itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
2.
3.
4.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus
hidup.
JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit
campak pada tahun 1954.
o
Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau
cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh
( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak
efektif.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin Inactivated
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan
saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis
A.
10
Gambar 11
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena
telah dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu : 1
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)
Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh
bentuk kekebalan non-spesifik :
-
Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas
bagian bawah.
Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan sebagai antibakteri
Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan
memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.
Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan nonspesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag)
akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.
11
12
13
Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
Penyimpanan9
Suhu optimum untuk vaksin hidup
Secara umum sebaiknya semua vaksin disimpan pada suhu 2-8C, diatas suhu
8C vaksin hidup akan cepat mati, misalnya vaksin polio hanya bertahan 2 hari,
vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam 7 hari. Potensi vaksin
hidup masih tetap baik pada suhu kurang dari 2C sampai beku. Vaksin polio oral
14
yang be;um dibuka bertahan lebih lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu -25C
sampai -15C, namun hanya bertahan 6 bulan pada suhu 2-8C.
Vaksin BCG dan campak walaupun disimpan pada suhu -25C sampai -15C,
umur vaksin tidak lebih lama dari suhu 2-8C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan
campak tetap 2 tahun.
Suhu optimum untuk vaksin mati (inaktif)
Vaksin inaktif sebaiknya disimpan dalam suhu 2-8C juga, bila disimpan pada
suhu di bawah -2C (beku) vaksin mati akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu
-0,5C vaksin HepB dan DTP-HepB (kombinasi) akan rusak dalam setengah jam,
tetapi dalam suhu di atas 8C vaksin HepB bisa bertahan sampai 30 hari, DTPHepB sampai 14 hari. Bila dibekukan dalam suhu -5C sampai -10C vaksin DTP,
DT dan TT akan rusak dalam 1,5-2 jam, tetapi dalam suhu di atas 8C masih bisa
bertahan sampai 14 hari.
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 45 0-600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan
ke arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke
dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang
paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak
yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah
12 bulan adalah :
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal
15
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Tempat
Paha
Ukuran jarum
Jarum 5/8-3/4
Insersi jarum
Arah jarum 45o
bulan)
anterolatera
Spuit no 23-25
Terhadap kulit
16
1-3 tahun
l
paha
Jarum 5/8-3/4
anterolatera
Spuit no 23-25
suntikan subkutan
lengan atas
Lateral
Jarum 5/8-3/4
Aspirasi spuit
lengan atas
Spuit no 23-25
sebelum
l/
Lateral
Anak > 3 tahun
disuntikan
Untuk suntikan
multipel diberikan
pada ekstremitas
berbeda
Intramuskular
Perhatian:
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur
Bayi (lahir s/d 12
Tempat
Otot vastus
Ukuran jarum
Jarum 7/8-1
Insersi jarum
1. Pakai jarum
bulan
lateralis pada
Spuit n0 22-25
yang cukup
paha daerah
1-3 tahun
panjang untuk
anterolateral
Otot vastus
Jarum 5/8-1
mencpai otot
2. Suntik dengan
lateralis pada
(5/8 untuk
paha daerah
suntikan di
90o. lakukan
anterolateral
dengan cepat
sampai masa
15 bulan
1. Tekan kulit
otot deltoid
Spuit no 22-25
sekitar tepat
cukup besar
suntikan dengan
(pada
umumnya
telunjuk saat
umur 3 tahun
Otot deltoid, di
Jarum 1-1
jarum ditusukan
2. Aspirasi spuit
bawah
Spuit no 22-25
sblm vaksin
17
akromion
disuntikan, untuk
meyakinkan
tidak masuk ke
dalam
vena.Apabilaterd
apat darah,
buang dang
ulangi dengan
suntik yang baru.
3. Untuk
suntikan multipel
diberikan pada
bagian
sekstremitas
berbeda
Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup
( vaksin campak, poliomielitis, rubela ).
18
Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
19
b.
Beberapa anak takut jarum, gemetar dan histeria. Penting adanya penjelasan
dan penenangan.
Pencegahan yang dapat dilakukan :
c.
Reaksi lokal
-
Reaksi sistemik
-
Demam pada sekitar 10%, kecuali DTP hampir 50%, juga reaksi lain
20
Kejang
Trombositopenia
Hypotonic hyporesponsive episode / HHE
Persistent inconsolable screaming bersifat self-limiting dan tidak
Perhatikan kontraindikasi
Vaksin hidup tidak diberikan kepada anak dengan defisiensi imun
Orangtua diajar menangani reaksi vaksin yang ringan dan dianjurkan
21
Pemerintah 2010
- MMR (campak, gondong,
rubella)
Hepatitis B
pertusis)
Demam tifoid
Poliomielitis
Varisela
Campak
Hepatitis A
Influenza
Pneumokokus
Rotavirus
Yellow fever
Japannesse encephalitis
- Meningokokus
Tabel 1.Vaksinasi yang dianjurkan (Satgas Imunisasi I katan Dokter Anak
Indonesia, 2010)1
1. Vaksinasi Tuberkulosis1,3,4
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga di dapat basil yang tidak virulen tetapi
masih mempunyai imunogenitas.Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang
memberi perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah
infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier).
Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek
(perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang
bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis. Pemberian vaksinasi BCG
sangat bermanfaat bagi anak.
Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah.
Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya diberikan pada
umur sebelum 2 bulan. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun
yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada scar).
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah untuk 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
WHO tetap menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M. deltoid kanan
dan tidak di tempat lain (bokong, paha), penyuntikan secara intradermal di
daerah deltoid lebih mudah dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang
tebal), ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat
22
Produse
Cara
Dosis
Interval
Dagang
Pemberia
Pemberia
Engerix
GSK
IM
Anak
10 mcg
Bulan ke-
B
Euvax
Sanofi
IM
Dewasa
Anak
20 mcg
10 mcg
0,1,6
Bulan ke-
HB VAX
pasteur
MSD
IM
Dewasa
Anak
20 mcg
10 mcg
0,1,6
Bulan ke-
II
Hepavax
Kalbuitec
IM
Dewasa
Anak
20 mcg
10 mcg
0,1,6
Bulan ke-
Gene
Hepatiti
h
Bio Farma
IM
Dewasa
Anak
20 mcg
10 mcg
0,1,6
Bulan ke-
sB
20 mcg
0,1,6
Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian
Vaksin Hepatitis B (Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)
Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam
(sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak
pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir
diberikan dengan jadwal berikut :
1. Dosis pertama
23
24
25
Demam ringan dengan reaksi lokal berupa kemerahan, bengkak, dan nyeri
pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat mengakibatkan kejang
demam (0,06%), anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa
jam pasca suntikan (inconsolable crying). KIPI yang berat dapat terjadi
ensefalopati akut atau reaksi alergi berat (anafilaksis).
Kontra indikasi
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama
dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang (hipotonikhiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 2 jam,
dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.
Vaksinasi Tetanus
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT.
DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan, 4
bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4-6
tahun). Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda jika anak
mengalami demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami gangguan
pertumbuhan.
KIPI
KIPI pemberian vaksinasi tetanus biasanya bersifat ringan, berupa rasa
nyeri, warna kemerahan dan bengkak di tempat penyuntikan, dan demam.
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap Difteri,
Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara intramuskular
atau subkutan sebanyak 0,5 ml.2
Imunisasi DPT diberikan 3 kali yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I), umur 3
bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan (DPT III) dengan selang waktu tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan (DPT IV) diberikan 1 tahun
setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT V diberikan pada saat
usia prasekolah (5-6 tahun).2
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin DT pada usia 14-16 tahun dan kemudian dilanjutkan setiap 10
tahun karena vaksin memberikan perlindungan selama 10 tahun dan setelah
10 tahun diberikan booster. Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3
26
27
28
- Kejang demam
- Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari
- Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang reaksinya
diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunisasi.
6. Vaksinasi MMR1,3
Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus hidup. Bagi
Balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan imunisasi campak)
dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah risiko tinggi yang
membahayakan bagi kesehatan.
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit
campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin biasanya dilakukan pada
usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml diberikan secara intramuskular
atau subkutan dalam.
Terdapat 2 jenis vaksin MMR yang beredar di Indonesia, yaitu :
Galur virus yang
Campak
Edmonston
Schwarz
Tabel 3 . Dua jenis
dilemahkan
Gondongan
Rubella
Jerryl lyn
Wistar RA 27/3
Urabe AM-9
Wistar RA 27/3
vaksin MMR yang beredar di Indonesia
29
Terdapat 2 jenis vaksin Hib di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-OMP. Kedua
vaksin ini termasuk vaksin konjugasi. Vaksin Hib PRP-T diberikan pada usia 2,
4 dan 6 bulan. Vaksin Hib PRP-OMP diberikan pada usia 2 dan 4 bulan. Dosis
ketiga tidak diperlukan. Vaksin ulangan, baik PRP-T maupun PRP-OMP
diberikan pada usia 15 - 18 bulan. Apabila anak datang pada usia 1-5 tahun,
maka vaksin Hib hanya diberikan 1 kali. Vaksin ini diberikan secara
intramuskular sebanyak 0,5 ml didaerah paha atas. Kekebalan tubuh akan
mulai terbentuk setelah pemberian suntikan yang pertama dengan vaksin
jenis PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan dengan vaksin jenis PRP-T.
Anak-anak usia diatas 6 bulan yang belum mendapat vaksin diberikan 2
kali suntikan, sedangkan bagi anak diatas usia 1 tahun cukup mendapat 1 kali
suntikan saja tanpa perlu pemberian ulangan. Dengan pemberian vaksin ini
diharapkan 95% anak-anak terlindungi dari infeksi Hib setelah dosis kedua
atau ketiga.
Reaksi KIPI setelah pemberian vaksinasi Hib, 5%-30% anak memperoleh
vaksinasi bisa mengalami demam, bengkak kemerahan, dan nyeri pada
tempat suntikan selama 1-3 hari. Vaksin Hib tidak direkomendasikan
diberikan bila seseorang sedang demam, mengalami infeksi akut, dan orang
dengan riwayat alergi yang mengancam jiwa.
8. Vaksinasi Pneumokokus
1,3
Saat ini telah tersedia 2 macam vaksin untuk mencegah penyakit yang
disebabkan bakteri pneumokokus, yaitu PPV23 dan PCV7. PPV23 adalah vaksin
pneumokokus yang berisi polisakarida murni dengan 23 serotipe, vaksin jenis
ini kurang bereaksi baik jika diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun
karena fungsi sel imun yang belum matang. Vaksin ini hanya memberikan
kekebalan dalam jangka pendek. Sedangkan PCV7 adalah vaksin
pneumokokus generasi kedua yang berisi polisakarida konjugasi. Vaksin ini
dapat diberikan pada anak usia kurang dari 2 tahun meskipun sel imun
mereka belum matur. Vaksin ini mencakup 7 serotipe yang berbahaya yang
banyak mengakibat kematian pada anak usia < 5 tahun.
Vaksin pneumokokus diberikan secara intramuskular atau subkutan di
daerah deltoid atau paha tengah lateral sebanyak 0,5 ml. Vaksin ini diberikan
sejak usia 2 bulan dengan interval 2 bulan sebanyak 3 kali. Kemudian ulangan
hanya dilakukan pada anak yang memiliki risiko tinggi tertular pneumokokus
pada usia 12-18 bulan. PCV7 sebaiknya diberikan jika anak sudah berusia lebih
30
dari 2 bulan, diberikan pada bayi umur 12-15 bulan. Interval antara 2 dosis
minimal 4-8 minggu. Anak yang telah mendapat imunisasi PCV7 lengkap
sebelum umur 2 tahun, pada umur 2 tahun diberi PPV23 1 dosis, dengan
selang waktu suntik > 2 bulan setelah PCV7 terakhir.
Reaksi KIPI pada 30-50% resipien yang mendapatkan vaksin ini akan
mengalami eritema atau nyeri pada tempat suntikan, biasanya berlangsung
kurang dari 48 jam. Reaksi lain berupa demam, gelisah, pusing, nafsu makan
menurun, mialgia (pada anak <1%). Demam ringan sering timbul. Reaksi
ikutan pasca imunisasi ini biasanya terjadi setelah pemberian dosis kedua,
namun berlangsung tidak lama dan menghilang dalam 3 hari.
Ada beberapa kondisi dimana imunisasi pneumokokus ini tak dapat
diberikan, yaitu:
Kontraindikasi absolut: bila timbul anafilaksis setelah pemberian vaksin.
Kontraindikasi relatif:
Usia kurang dari 2 tahun, karena respon terhadap vaksin masih
kurang baik
Dalam pengobatan imunosupresif atau radiasi kelenjar limfe.
9. Vaksinasi Influenza1,3
Virus influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza
virus). Terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole virus dan split-virus vaccine.
Dosis bagi anak berumur < 3 tahun adalah 0,25 ml dan dosis bagi anak
berumur > 3 tahun adalah 0,5 ml disuntikan di otot paha. Bila anak telah
berusia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan satu dosis dan diulang setiap
tahun.
KIPI dari penyuntikan vaksin yang mungkin terjadi adalah bengkak, nyeri,
kemerahan pada tempat suntikan, demam, dan pegal. Gejala-gejala tersebut
dapat terjadi setelah penyuntikan dan bertahan 1-2 hari.
10. Vaksinasi Tifoid1,3
Vaksin tifoid ada dua macam, yaitu: 10
a.
31
dengan jarak setiap 1 hari (hari 1-3-5-7). Pemberiannya dapat diulang tiap
5 tahun. Respon imun akan terbentuk 10-14 hari setelah dosis terakhir.
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian vaksin ini adalah tidak boleh
dilakukan saat sedang demam, tidak boleh dilakukan pada orang dengan
penurunan sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang kemoterapi
atau sedang terapi steroid) dan riwayat anafilaksis, tidak boleh kepada
orang yang alergi gelatin.
KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini cukup ringan, yaitu muntah, diare,
demam, dan sakit kepala. Dengan efektivitas vaksin yang lebih tinggi dan
disertai efek samping yang lebih rendah daripada jenis vaksin tifoid
lainnya, maka vaksin tifoid oral ini merupakan pilihan utama. Sayangnya,
vaksin oral belum tersedia di Indonesia.
b. Vaksin parenteral: berasal dari polisakarida Vi dari kapsul salmonella
typhi, yang dimatikan. Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml
mengandung kuman Salmonella typhi, polisakarida 0,025 mg, fenol dan
larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat,
monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. Disimpan dalam suhu 2-8oC
dan tidak boleh dibekukan. Diberikan pada anak berusia 2 tahun atau lebih.
Satu dosis dapat diberikan setiap 2-3 tahun. Dilakukan secara
intramuskular atau subkutan di deltoid atau paha atas. Respon imunitas
akan terbentuk dalam 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi.
Keadaan yang dihindarkan saat pemberian vaksin adalah jangan diberikan
sewaktu demam, riwayat alergi, dan keadaan penyakit akut.
KIPI yang timbul berupa demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri
otot tempat suntikan.
11.
32
Havrix (Glaxo
Usia
Twinrix
Volume
Jadwal
(ml)
(bulan
2 - 18 th
720 ELISA
0,5
ke-)
Dua dosis :
> 18 th
units
ELISA units
0 dan 6-12
Dua dosis :
2 - 18 th
25 U
0,5
0 dan 6-12
Dua dosis :
> 18 th
50 U
0 dan 6-18
Dua dosis :
> 17 tahun
720 ELISA
0 dan 6-12
Tiga dosis :
SmithKline)
Vaqta (Merck)
Dosis
(GlaxoSmithKlin
units
0, 1, dan 6
e)
Tabel 4. Vaksinasi Hepatitis A dan Pemberian Imunoglobulin (Craig &
William S 2004)
KIPI
Umumnya aman dan KIPI yang sering ditemukan adalah reaksi lokal tetapi
umumnya ringan, kadang-kadang juga ada sedikit demam. Efek samping akibat
pemberian vaksinasi terbanyak 10 %-15% berupa nyeri dan bengkak di tempat
injeksi. Vaksin tidak boleh diberikan pada individu yang mengalami efek samping
berat sesudah pemberian dosis pertama.
12. Vaksinasi Varisela1,3
Vaksin berisi virus hidup varicella-zoster yang dilemahkan yang berasal
dari galur OKA. Vaksin ini berasal dari virus varicella zooster liar yang diisolasi
dari seorang anak yang bernama belakang oka berusia 3 tahun. Vaksin ini
dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Takahashi dan di Amerika
mendapat lisensi untuk digunakan pada anaksejak tahun 1995.
Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak seluaruh Indonesia), vaksin
varisela dianjurkan pada anak dengan usia > 1 tahun, cukup 1 dosis. Namun
berdasarkan penelitian mengenai pencegahan dan penanganan wabah
varisela maka pada tahun 2006 The Advisory Commitee on Immunization
Practices (ACIP) dan America Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan
2 dosis untuk semua anak. Hal ini disebabkan masih timbulnya wabah varisela
33
Kontra indikasi
Vaksin varisela tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi,
gangguan kekebalan karena pengobatan penyakit keganasan atai sesudah
diradioterapi, pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid tinggi dan
alergi neomisin.
13. Vaksinasi Rotavirus1,3
Pada tahun 1998, vaksin Rotashield telah digunakan untuk mencegah
diare rotavirus. Namun, karena efek samping yang ditimbulkan (berupa
gangguan usus), maka vaksin tersebut ditarik dari peredaran. Saat ini
terdapat 2 vaksin rotavirus, yaitu ;
-
Rotavirus
Bayi sedini usia 4 minggu
imunisasi
Macam vaksin
Dosis
Jadwal
Rotarix, Rotateg
Rotarix, 3 dosis; Rotareg, 2 dosis
Rotarix : usia (4, 8) minggu;
Pemberian
Cara
34
Pemberian
Efektivitas
Kontraindikasi
KIPI
Usus
Diare, muntah, demam
Dosis dan
jadwal
Efektivitas
KIPI
Kontraindika
si
Tabel 6 . Vaksinasi Japannesse encephalitis
35
36
vaksin ini tidak optimal, sehingga daya perlindungan yang didapatkan tidak
maksimal.
Pemberian vaksin dilakukan 1 kali melalui suntikan di otot lengan dan
boleh diberikan bersamaan dengan vaksin lainnya, asalkan pada tempat yang
berbeda.
Kekebalan mulai terbentuk dalam 10 - 14 hari setelah pemberian vaksin dan
dapat bertahan selama 10 tahun. Dengan demikian tidak perlu pemberian
ulangan, tetapi untuk yang menerima vaksin di bawah usia 4 tahun kekebalan
tubuh yang terbentuk akan lebih cepat menurun dalam 3 tahun pertama.
Pemberian ulangan diberikan jika ada risiko penularan secara terus menerus.
Jadwal ulangan adalah 1 tahun untuk anak yang menerima vaksin pada
usia kurang dari 4 tahun. Bagi anak yang menerima vaksin pada usia di atas 4
tahun, maka ulangan diberikan setelah satu tahun.
KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini lebih sering terjadi dibandingkan
dengan vaksin jenis MPSV4. Namun, biasanya sangat ringan, yakni berupa
rasa sakit dan tibul kemerahan pada tempat suntikan yang akan hilang dalam
1-2 hari. Efek lain yang dapat timbul adalah kesemutan atau rasa seperti
terbakar, tetapi angka kejadiannya sangat jarang (kurang dari 1/10.000
orang). Guillain-Barre Syndrome atau terjadi kelumpuhan merupakan efek
samping yang ditakutkan, namun risiko terjadinya efek ini sangat kecil. Vaksin
ini tidak boleh diberikan pada seseorang dengan riwayat alergi dengan bahan
vaksin, alergi latex, dan pada orang dengan infeksi akut, serta pada wanita
hamil.
16. Vaksin Yellow Fever1
Orang (berumur > 1 tahun) yang hendak bepergian ke Amerika dan
Amerika Latin harus mendapatkan vaksinasi demam kuning. Aturannya adalah
10 hari setelah mendapatkan vaksinasi, orang tersebut akan memperoleh
International Certificate of Vaccination yang berlaku sampai 10 tahun. Vaksin
demam kuning berupa virus hidup yang dilemahkan, dari galur 17 D. Vaksin
disuntikkan di bawah kulit sebanyak 0,5 ml berlaku untuk semua umur dan
sangat efektif dalam memberikan proteksi dalam kurun waktu 10 tahun.
Vaksin tidak direkomendasikan pada anak < 9 bulan, ibu hamil, alergi telur,
dan orang yang sedang mengalami penurunan daya tahan tubuh.,
37
JADWAL IMUNISASI
Depkes
0 HepB
IDAI
0 HepB, Polio
1 Polio
1 HepB
3 DPT, HepB
4 DPT, Polio
4 DPT, HepB
9 Campak
9 Campak
38
BAB III
KESIMPULAN
Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah
satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam
menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan
oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang seharusnya
dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak
akan terjangkit penyakit tersebut.
39
Pada tahun 2014 terdapat sedikit perbedaan antara IDAI dan DepKes
dalam waktu pemberian beberapa vaksin pada usia 0-12 bulan.
Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada
masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau
membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang
diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya
penularan dan wabah juga akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010
2. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi di
Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005
3. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
40
41