Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap individu dalam keadaan tertekan, cemas, stress ataupun konflik
akan berupaya untuk melawan keadaan tersebut dengan mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya. Mekanisme pertahanan ini tidak selalu patologis.
Mekanisme pertahanan diri (defence mechanisms) adalah proses asadar yang
digunakan oleh ego untuk mengurangi konflik antara id dan superego yang
menyebabkan kecemasan.
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri untuk
menunjukkan proses asadar yang melindungi individu melalui pemutarbalikan
kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi obyektif
bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan
masalah itu. Jadi mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Seseorang memerlukan berbagai teknis psikologis dengan cara
berupaya untuk mempertahankan dirinya, membangun kompromi antara impulsimpuls konflik dan menghilangkan ketegangan dari dalam. Hal ini dilakukan
dengan cara membangun rencana pertahanan untuk menangani anxietas, impuls
agresif, permusuhan, kebencian dan frustasi. Dengan demikian, mekanisme
pertahanan didefinisikan sebagai suatu proses, mekanisme atau dinamisme mental
yang berfungsi melindungi seseorang terhadap bahaya yang berasal dari impuls
atau afeknya.
dengan baik, akan muncul gangguan badan ataupun jiwa. Sumber stres psikologik
antara lain frustasi, konflik, tekanan atau krisis. Frustasi timbul bila keinginan dan
tujuan yang akan dicapai terhalangi oleh sesuatu. Konflik terjadi bila seseorang
tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan. Memilih
satu berarti frustasi terhadap yang lain.
Daya tahan stress atau nilai ambang frustasi pada tiap orang berbedabeda, tergantung keadaan somato-psikososial orang tersebut. Jika stress itu cukup
besar, lama, dan spesifik maka orang akan terganggu jiwanya. Penyesuaian diri
terhadap stress tergantung pada umur, seks, kepribadian, intelegensi, dan emosi.
Mekanisme tersebut menjadi patologis bila penggunaannya secara terus
menerus membuat seseorang berperilaku maladaptive/tidak mampu beradaptasi
dengan baik, sehingga kesehatan fisik dan / atau mental orang itu turut
terpengaruh. Kegunaan mekanisme pertahan ego adalah untuk melindungi
pikiran/diri/ego dari kecemasan, sanksisosial atau untuk menjadi tempat
mengungsi dari situasi yang tidak sanggup untuk dihadapi.
Mekanisme pertahanan dilakukan oleh ego sebagai salah satu bagian
dalam struktur kepribadian menurut psikoanalisis Freud selain id, dan super ego.
Mekanisme tersebut diperlukan saat impuls-impuls dari id mengalami konflik satu
sama lain, atau impuls itu mengalami konflik dengan nilai dan kepercayaan dalam
super ego, atau bila dirasakan ada ancaman dari luar yang dihadapi ego.
Faktor penyebab perlunya dilakukan mekanisme pertahanan adalah rasa
kecemasan. Bila kecemasan sudah membuat seseorang merasa sangat terganggu,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Represi
Menurut Freud, represi merupakan mekanisme pertahanan yang
penting dalam terjadinya neurosis. Represi adalah mekanisme pertahanan dengan
cara secara tidak sadar menekan keluar pikiran yang mengganggu, memalukan
dan menyedihkan dari alam sadar ke alam tak sadar.
Seseorang yang bersama-sama mengalami suatu kecelakaan dan
saudaranya yang kemudian meninggal, merasa lupa akan kejadian tersebut.
Dengan cara hipnosis atau suntikan pentotal, pengalaman yang direpresi itu dapat
dipanggil dari alam tak sadar ke alam sadar. Represi kadang-kadang tidak
sempurna dan tidak jarang muncul ke dalam impian, angan-angan, lelucon keseleo
lidah.
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan
frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan, dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak
akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap
perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya
represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak telalu menekan.
Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak
sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak
individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali
sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang
menyenangkan
Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang
menyesakkan dada
Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk
Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif
Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan
menekankan yang tidak membahagiakan.
Suatu gagasan atau perasaan dapat dibuang atau ditahan dari
kesadaran melalui represi. Represi primer adalah mengekang gagasan dan
perasaan sebelum mereka mencapai kesadaran; represi sekunder adalah
mengeluarkan dari kesadaran apa yang pernah dialami pada tingkat sadar. Hal
yang direpresi tidak benar-benar dilupakan, sehingga perilaku simbolik dapat
ditemukan. Represi adalah berbeda dari supresi dengan mempengaruhi inhibisi
impuls yang disadari sampai titik yang hilang dan tidak hanya menunda
penghargaan tujuan. Persepsi instink dan perasaan yang disadari adalah dihalangi.
Perasaan-perasaan dan impuls yang nyeri atau tidak dapat diterima
(memalukan, membangkitkan rasa bersalah, membahayakan) didorong keluar
kesadaran, tidak diingat, dilupakan. Ini dapat membentuk gejala karena materi
yang dilupakan itu mencari penyaluran dalam fungsi-fungsi sistem badaniah
tertentu (gejala-gejala seperti ini ditemukan dalam sindrom histeria), atau terjadi
lowongan dalam pola ingatan. Hal-hal yang diekspresikan dapat juga
bermanifestasi dalam ide-ide atau perasaan-perasan yang dipegang secara teguh
dan kaku tetapi tanpa alasan yang masuk akal.
2. Supresi
Yaitu apabila seseorang secara sadar menolak pikirannya ke luar alam
sadarnya dan memberikan hal yang lain. Dengan demikian pada supresi tidak
begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa karena terjadi dengan sengaja sehingga
ia mengetahui apa yang dibuatnya.
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terangterangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada
tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi
mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia
sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak
menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
3. Penyangkalan (denial)
Melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan
dengan menolak menghadapi hal tersebut, sering dilakukan dengan cara melarikan
diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Sebagai contoh adalah
tidak mau menerima bahwa anaknya terbelakang, tidak mau mengerti bahwa
dirinya berpenyakit berbahaya dan seterusnya. Mekanisme pertahanan ini banyak
ditemukan oleh pasien-pasien dengan skizofrenia tipe katatonik.
4. Proyeksi
Dengan menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya prestasi olah raga yang kurang baik
dengan alasan sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya sentimen.
Mekanisme proyeksi ini digunakan oleh pasien yang menyebabkan gejala waham
atau pasien paranoid.
5. Sublimasi
Terjadi apabila dorongan kehendak atau cita-cita yang tidak dapat
diterima oleh norma-norma di masyarakat disalurkan menjadi bentuk lain yang
lebih dapat diterima. Misalnya orang yang mempunyai dorongan kuat untuk
berkelahi disalurkan dalam olahraga keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif
disalurkan menjadi dokter ahli bedah.
6. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya baik diekspresikan dengan cara
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri hati
terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat
menyayangi secara berlebihan. Contoh lain ialah orang yang secara fanatik
mengutuk perjudian dan kejahatan lain dengan tujuan agar dapat menekan
kecenderungan dirinya sendiri ke arah itu.
7. Rasionalisasi
Berupaya untuk membuktikan bahwa perilakunya itu masuk akal
(rasional) dan dapat dibenarkan sehingga dapat disetujui oleh diri sendiri dan
masyarakat. Misalnya membatalkan bertanding olah raga dengan alasan sakit dan
akan ada ujian, padahal ia takut kalah. Melakukan korupsi dengan alasan gaji
tidak cukup dan sebagainya.
8. Introyeksi
Terjadi apabila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam
pendiriannya berbagai aspek keadaan yang mengancamnya. Hal ini dimulai sejak
kecil dan kemudian ia dapat mengendalikan perilakunya sehingga dapat mencegah
10
10. Simbolisasi
Adalah suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk
mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dikatakan bahwa simbolisme adalah
bahasa dari alam tak sadar. Misalnya menulis dengan tinta merah merupakan
simbol dari kemarahan. Demikian pula warna pakaian, cara berbicara, cara
berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan simbol-simbol yang tak disadari oleh
orang yang bersangkutan.
11
11. Kompensasi
Adalah menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
diinginkan atau pemuasan secara berlebihan dalam satu bidang karena mengalami
frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini sangat dalam bagi masyarakat yang
bersaing, karena sering membandingkan dengan orang lain. Misalnya kurang
mampu dalam pelajaran di sekolah dikompensasikan dalam juara olah raga atau
sering berkelahi agar ditakuti.
12. Identifikasi
Digunakan untuk menambah rasa percaya diri dengan menyamakan
diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang
yang meniru gaya orang yang tekenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan
jawatannya atau daerahnya yang maju.
13. Konversi
Adalah suatu proses psikologis dengan menggunakan mekanisme
represi, identifikasi, penyangkalan, pengelakan dan simbolisme. Suatu konflik
yang berakibat penderitaan afek dikonversikan menjadi terhambatnya fungsi
motorik atau sensorik untuk menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis
atau gangguan sensorik, konflik dielakkan dan afek ditekan dan hambatan fungsi
12
14. Regresi
Adalah mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan
respons yang kurang matang dan bisanya dengan aspirasi yang kurang. Misalnya
anak yang sudah besar mengompol atau menghisap jarinya, atau marah-marah
seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi. Mekanisme ini banyak digunakan
pada pasien-pasien dengan skizofrenia tipe terdisorganisasi.
15. Undoing
Adalah menebus sehingga dengan demikian meniadakan keinginan
atau tindakan yang tidak bermoral. Misalnya seorang pedagang yang kurang
sesuai dengan etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan-sumbangan
besar untuk usaha sosial.
13
dengan cara menyerah dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja
yang terjadi dalam kehidupan.
19. Afliasi
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan mencari orang lain untuk bantuan dan dukungan.
Melibatkan berbagi masalah dengan orang lain namun tidak menuntut orang lain
untuk bertanggung jawab untuk mereka.
14
21. Alturisme
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan berdedikasi memenuhi kebutuhan orang lain. Tidak
seperti pengorbanan diri yang kadang-kadang merupakan karakteristik dari
pembentukan reaksi, disini individu tersebut menerima penghargaan baik secara
nyata maupun melalui respons orang lain.
22. Antisipasi
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan manghayati reaksi emosional terlebih dahulu atau
15
24. Avoidance
Mekanisme pertahanan terdiri dari penolakan untuk menghadapi
situasi, obyek, atau aktivitas karena menggambarkan impuls seksual bawah sadar
dan/atau hukuman untuk impuls tersebut. Avoidance merupakan mekanisme
pertahanan pada fobia.
25. Devaluasi
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan cara memberikan kualitas negatif berlebihan kepada
diri sendiri maupun orang lain.
16
26. Incorporasi
Asimilasi suatu obyek kepada ego dan/atau superego seseorang. Ini
adalah salah satu mekanisme pertahanan yang paling dulu digunakan. Orang tua
menjadi bagian dari anaknya.
28. Idealisasi
Perkiraan yang berlebihan untuk kualitas yang diinginkan dan
meremehkan keterbatasan dari obyek yang diinginkan. Sebagai contoh, seseorang
yang membicarakan betapa cantik dan pintar pacarnya yang sebenarnya tidak
terlalu cantik maupun pintar.
17
29. Omnipoten
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan cara merasakan atau bertindak seperti kerasukan
kekuatan atau kemampuan khusus dan merasa lebih superior dari orang lain.
31. Resistensi
Mekanisme pertahanan ini menimbulkan oposisi pada perhatian yang
ditekan. Individu tersebut cenderung menghindari ingatan atau pandangan yang
dapat memicu kecemasan.
18
32. Somatisasi
Konflik ditampilkan sebagai gejala fisik melibatkan bagian tubuh
yang dipersarafi saraf simpatis dan parasimpatis. Sebagai contoh, orang yang
sangat kompetitif atau agresif, yang situasi hidupnya membutuhkan perilaku yang
restriktif, mengakibatkan hipertensi.
33. Self-Assertion
Individu yang berhadapan dengan konflik emosional, atau stresor
internal atau eksternal dengan cara mengekspresikan perasaannya dan langsung
berpikiran yang tidak bersifat manipulatif.
34. Restitusi
Mekanisme ini menampakkan pikiran bersalah dengan berbaikan atau
memperbaiki (membayar beserta bunganya).
35. Substitusi
Dengan mekanisme pertahanan ini, individu mengamankan alternatif
atau penghargaan dibandingkan mereka yang mungkin sudah bekerja dengan
frustasi yang tidak muncul.
19
BAB III
KESIMPULAN
Setiap individu dalam keadaan tertekan, cemas, stress ataupun konflik
akan berupaya untuk melawan keadaan tersebut dengan mekanisme pertahanan
diri yang dimilikinya. Mekanisme pertahanan ini tidak selalu patologis.
Mekanisme pertahanan diri (defence mechanisms) adalah proses asadar yang
digunakan oleh ego untuk mengurangi konflik antara id dan superego yang
menyebabkan kecemasan.
20
Identifikasi
Konversi
Penyekatan emosional
Isolasi (intelektualisasi dan disosiasi)
Pemeranan (acting out)
Afliasi
Inhibisi Tujuan
Alturisme
Antisipasi
Fantasi Autistik
Avoidance
Devaluasi
Incorporasi
Penolakan Bantuan
Idealisasi
Omnipoten
Pasif Agresif
Resistensi
Somatisasi
Self-Assertion
Restitusi
Substitusi
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ibrahim, A.S : Pemeriksaan Psikiatri, Wawancara Psikiatri, Psikopatologi,
Farmakoterapi, Gangguan Kepribadian dan Mekanisme Pertahanan, PT.
Dua As-As, 2002. Hal. 242-252.
2. Kaplan and Sadock: Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku edisi
ke-7., Jilid I, 1997. Hal. 369-378.
3. Maramis, W.F. : Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University
Press, 2005, hal. 72-89
4. Santrock, John W.2008. Psikologi Pendidikan. Alih Bahasa Tri Wibowo.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
5. Suryabrata, Sumardi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Garfindo
Persada
6. Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
7. Maramis, W.F. 2005. Catatan ilmu kedokteran Jiwa. Airlangga University
Press: Surabaya.
REFERAT PSIKIATRI
MENTAL MEKANISME
22
SUPERVISIOR
dr. Kartidjo, Sp.KJ
Oleh :
Dioba Ficha Putri Utami S.ked
NPM. 10310307
23