Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Demensia adalah suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.1
Asosiasi Psychogeriatric Internasional mendefinisikan Behavioral and
Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) adalah gejala gangguan
persepsi, isi pikir, suasana hati atau perilaku yang sering terjadi pada pasien
dengan demensia.1,2
Etiologi BPSD masih belum jelas, ada beberapa faktor yang dapat
berkontribusi, seperti faktor genetik, aspek neurobiologi, aspek psikologis, dan
aspek sosial.3
Angka kejadian untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat
sampai hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di lingkungan
perawatan. Dua penelitian berbasis populasi dari Amerika Serikat (Lyketsos et
al, 2000) dan dari Inggris (Burns et al, 1990), menunjukkan angka pravelansi
yang sama, yaitu sekitar 20% untuk BPSD pada orang dengan penyakit
Alzheimer. Berbeda dengan disfungsi kognitif pada demensia semakin
memburuk dari waktu ke waktu, BPSD cenderung berfluktuasi, dengan agitasi
psikomotor yang paling persisten.5
Gejala-gejala dari BPSD yaitu berupa gejala perilaku dan gejala
psikologi. Gejala perilaku seperti pasien lebih agresif, berteriak, gelisah,
agitasi, keluyuran, perilaku melanggar norma, hambatan seksual, pendendam,
mengutuk. Sedangkan gejala psikologisnya seperti cemas, depresi, halusinasi
dan waham.3
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula
pada meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Individu yang
berusia lebih dari 80 tahun akan mempunyai risiko tinggi untuk mengalami
gangguan neuropsikiatri.1,2
Hingga kini demensia masih merupakan salah satu gangguan pada lansia
yang sangat ditakuti. Di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 30 juta
orang menderita demensia. Aspek psikiatri yang sangat penting untuk
diperhatikan
yang
komprehensif
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia adalah gejala
gangguan persepsi, isi pikir, suasana hati atau perilaku yang sering terjadi
pada pasien dengan demensia.1,2
2.2 Etiologi
Penyebab dari BPSD belum diketahui, merupakan suatu perjalanan dari
penyakit demensia, dan dapat muncul bahkan pada tahap awal demensia
sekalipun. Perubahan perilaku pada BPSD mungkin dipicu oleh faktor biologi,
Biologi
Kelainan genetik yang berhubungan dengan struktur bagian otak tertentu,
perubahan kimia dalam otak, dan perubahan dalam struktur berbeda yang
menyebabkan demensia.
Medis
- Kondisi seperti konstipasi, infeksi, dan nyeri sendi. Orang dengan
demensia sulit untuk mengungkapkan rasa sakit yang dialaminya
sehingga orang tersebut mengekspresikan kesulitannya dengan
berubah.
Gangguan tidur sering terjadi pada demensia yang menyebabkan
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat
sampai hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di lingkungan
perawatan. Dua penelitian berbasis populasi dari Amerika Serikat (Lyketsos et
al, 2000) dan dari Inggris (Burns et al, 1990), menunjukkan angka pravelansi
yang sama, yaitu sekitar 20% untuk BPSD pada orang dengan penyakit
Alzheimer. Berbeda dengan disfungsi kognitif pada demensia semakin
(Subdural
hematoma,
defisiensi
vitamin
B,
hipotiroidisme).
Menurut kerusakan struktur otak dibagi menjadi tipe Alzheimer, tipe
non-alzheimer, demensia vascular, demensia jisim Lewy, demensia
lobus fronto-temporal, demensia terkait dengan HIV-AIDS, morbus
Parkinson, morbus
cruetzfeldt.
Menurut sifat
Huntington,
klinisnya
dibagi
morbus
menjadi
pick,
morbus
demensia
Jacobproprius,
pseudodemensia.
2.5 Gejala Klinis
A. Gejala Perilaku pada Demensia
Disinhibisi
Pasien dengan disinhibisi berperilaku impulsif, menjadi mudah
terganggu, emosi tidak stabil, memiliki wawasan yang kurang
sehingga sering menghakimi, dan tidak mampu mempertahankan
tingkat perilaku sosial sebelumnya. Gejala lain meliputi : menangis,
euphoria, agresi verbal, agresi fisik terhadap orang lain dan bendabenda, perilaku melukai diri sendiri, disinhibisi seksual, agitasi
Wandering
Beberapa perilaku yang termasuk wandering yaitu memeriksa
(berulang kali mencari keberadaan caregiver), menguntit, berjalan
tanpa tujuan, berjalan waktu malam, aktivitas yang berlebihan,
mengembara (tidak bisa menemukan jalan pulang), berulang kali
dengan AD.
Apati
Apati terlihat menonjol pada demensia frontotemporal, penyakit
Alzheimer, dan kelumpuhan supranuklear progresif. Apati terjadi
hingga 50% dari pasien pada tahap awal dan menengah AD dan
demensia lainnya. Pasien yang apati menunjukkan kurangnya
minat dalam kegiatan sehari-hari, perawatan pribadi dan penurunan
dalam berbagai jenis interaksi social, ekspresi wajah. Modulasi
ditinggalkan, ketidaksetiaan.3
Halusinasi
Perkiraan frekuensi halusinasi pada demensia berkisar dari 12%49%. Halusinasi visual adalah yang paling umum (terjadi pada
30% pasien dengan demensia) dan lebih sering terjadi pada
demensia yang moderat dibandingkan dengan demensia ringan
atau berat. Gambaran halusinasi secara umum berupa gambaran
orang-orang atau hewan-hewan. Pada demensia Lewy-Body,
laporan frekuensi halusinasi visual sekitar 80%. Pasien demensia
juga mungkin mengalami halusinasi auditorik (sekitar 10%),
namun jarang untuk halusinasi jenis lain, seperti yang bersifat
peristiwa
di
televisi
(pasien
mengimajinasikan
mempengaruhi
korteks
frontal.
Penelitian
dengan
PET
orbitofrontal
yang
sering
ditemui
pada
demensia
10
Gejala
Agresi,
Perubahan pada AD
ansietas,
depresi,
perilaku seksual
1D, 1E, 1F Tidak diketahui
5-HT2
2A
Ansietas
frontal,
temporal,
hipokampus, amigdala
Tidak diketahui
frontal,
temporal,
cingulated,
2B
hipokampus, amigdala
Depresi, halusinasi, gangguan Tidak diketahui
2C
tidur
Ansietas,
5-HT3
5-HT4
belajar, psikosis
Ansietas, psikosis
Ansietas,
kognitif,
5-HT5,6,7
depresi,
Temuan
- cerebellum, korteks
Perilaku
-Agresi
pre/post
1-post
2-post
Kadar 3-methoxy-4-
frontal, hipotalamus
cerebellum
cerebellum
CSF MHPG
Agresi
Agresi
degenerasi
/ degenerasi
/ degenerasi
Agresi
Depresi
Psikosis
hydroxyphenylglycol
(MHPG)
Jumlah sel di LC
: meningkat
: menurun
: tidak ada
perubahan
Peran Dopamin
11
bahwa
ketidakseimbangan
antara
transmitter
kunci
dalam
mengendalikan
perilaku.
GABA
agresi.8
Peran Asetilkolin
Cummings dan Back menunjukkan bahwa defisit kolinergik dapat
berkontribusi pada gejala seperti psikosis, agitasi, apati, disinhibisi,
dan perilaku motorik menyimpang.13
Defisit dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal otak depan
dan memproyeksikan ke korteks. Terdapat penurunan penanda
kolinergik kolin asetiltransferase (CHAT) dan asetilkolinesterase
(ACHE) pada korteks, khususnya korteks temporal kehilangan
bermakna dalam nukleus basalis Meynert dan pengurangan densitas
reseptor muskarinik 2 (M2) presinaptik. Peningkatan reseptor M2
12
Disfungsi Neuroendokrin
Pada pasien AD, kadar somatostatin, vasopressin, corticotrophinreleasing hormone (CRH), substansi P, dan neuropeptida Y secara
bermakna berkurang di daerah kortikal dan sub kortikal otak,
sedangkan kadar dari galanin meningkat. Namun, di hipotalamus,
kadar somatostatin, vasopressin, dan neuropeptida Y seperti alanin
meningkat secara bermakna, dapat menyebabkan agitasi, gelisah,
gangguan tidur dan gejala yang terkait dengan stress.3
2.7 Penatalaksanaan
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan BPSD. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada
memori. Banyak pasien mengalami distress akibat memikirkan bagaimana
mereka menggunakan lagi memorinya disamping memikirkan penyakit
yang sedang dialaminya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi
hingga kecemasan yang berat dan terror katasforik yang berakar dari
kesadaran
bahwa
pemahaman
akan
dirinya
menghilang.
Tingkat
13
Aromaterapi
Musik
Interaksi dengan seseorang
Aktivitas psikis
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat
yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan
paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum,
obat-obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya
dihindarkan.6
Nootropik (pyritinol, piracetam), Ca-antagonist (citikolin, pantoyl GABA,
cinnarizine, nimodipine), acetylcholinesterase inhibitors (tacrine, donepezil,
galantamine, rivastigmin) merupakan obat antidemensia. Donezepil,
rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada
penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmiter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmiter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obatobatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan
memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang
masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolonergik. Obat-obat
antidemensia tersebut sebenarnya tak berguna lagi, namun bila diberikan
dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD.6
14
2.8 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad functionam
: dubia
Quo ad sanationam
: dubia
Prognosis dari penyakit ini dubia karena pada penyakit demensia terjadi
penurunan fungsi secara progresif, makin lama akan makin berat sehingga
penderita hidup secara vegetatife saja.
BAB III
KESIMPULAN
15
Daftar Pustaka
16
Ferri
CP,Ames
D,2004,BPSD
in
developing
countries,International
17
18