You are on page 1of 9

Rafflesia arnoldii BUNGA LANGKA KEBANGGAN BANGSA

KAPITA SELEKTA TUMBUHAN

Disusun oleh:
MARDIANTO DAWIM
0402514070

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN IPA (BIOLOGI)


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

Rafflesia arnoldii BUNGA LANGKA KEBANGGAN BANGSA


KAPITA SELEKTA TUMBUH

Bangsa kita patut bersyukur atas limpahan kekayaan sumber daya alam
hayati yang telah dikaruniakan Tuhan , sehingga Indonesia tercatat sebagai negara
yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Mega Biodiversity)
setelah Brazil dan Colombia. Tercatat tidak kurang dari 40.000 jenis tumbuhan,
350.000 jenis hewan, 5.000 jenis jamur dan 1.500 jenis monera hidup di
Indonesia. Rifai (1988) menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut 6.000 jenis
tumbuhan, 1.000 jenis hewan, 100 jenis jamur dan monera telah diketahui potensi
serta manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Salah satu jenis keanekaragaman hayati flora yang perlu kita cermati
sekarang ini adalah bunga Rafflesia. Berkat keindahannya, bunga ini menjadi
terkenal dan mempunyai daya tarik tersendiri terutama bagi para pecinta dan
pemerhati bunga, sedangkan keunikan dan kelangkaannya telah menarik perhatian
serius para peneliti, pecinta dan pemerhati lingkungan dalam usaha mencari
metoda yang efektip untuk melestariankan bunga tersebut.
Dua ratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1797 seorang ahli botani
Prancis bernama Deschamps telah melakukan eksplorasi di pulau Jawa. Dalam
eksplorasi tersebut Deschamps berhasil menemukan sejenis bunga berukuran
besar yang kita kenal sekarang sebagai bunga Rafflesia. Selain membuat lukisan
Rafflesia, Deschamps juga berhasil mengoleksi sejumlah tumbuhan yang dia
temukan selama eksplorasinya di pulau Jawa.
Sebagian besar dari kita mungkin banyak yang mengira bahwa penemu
pertama bunga Rafflesia adalah Sir Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris
di Indonesia). Perlu kita ketahui bahwa pada tahun 1818 (21 tahun setelah
Deschamps menemukan bunga Rafflesia) Raffles beserta dokter pribadinya
Joseph Arnold menemukan sejenis bunga yang kita kenal sekarang sebagai
Rafflesia arnoldi di Pulau Lebar di sekitar sungai Manna, Bengkulu. Dengan
demikian Raffles bukanlah penemu pertama bunga Rafflesia, tetapi namanya
diabadikan pada nama Genus dan Familia bunga tersebut sebagai penghargaan

atas pengabdian, perhatian dan kecintaanya terhadap flora maupun terhadap usaha
pelestarian lingkungannya. Sekarang kita dapat menyaksikan karya besar dan
peningggalan berharga Raffles berupa Kebun Raya (Botanical Garden) di Bogor.
Bunga raksasa berbau busuk ini ditetapkan sebagai Puspa Langka
Indonesia, salah satu dari tiga Puspa Nasional Indonesia di samping Melati (Puspa
Bangsa) dan Anggrek Bulan (Puspa Pesona).
Taksonomi dan Morfologi
Di dunia terdapat 17 jenis Rafflesia, tetapi 7 jenis lainnya tidak dijumpai
lagi dalam kurun waktu 50 tahun. Sepuluh jenis Rafflesia lainnya yang ditemukan
di Indonesia kini mulai langka. Jenis-jenis tersebut yaitu ; R. arnoldi R. Br., R.
hasselti Suringar, R. atjehensis Kooders, R. witkampi Kooders, R. patma Blume,
R. rochussenii Teya, Binend, R. zolingeriana Kooders, R. tuan mudae Becc, R.
borneensis Becc dan R. ciliata Kooders. Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan: Plantae;
Divisi: Magnoliophyta;
Kelas: Magnoliopsida;
Ordo: Malpighiales;
Famili: Rafflesiaceae;
Genus: Rafflesia;
Spesies: Rafflesia arnoldii.
Rafflesia termasuk tumbuhan parasit karena seluruh hidupnya bergantung
pada tumbuhan inangnya yaitu dari jenis Tetrasigma glabaratum dan Tetrasigma
lanceolarium. Rafflesia tidak memiliki klorofil, tidak memiliki daun dan hidup
melekat pada tumbuhan inangnya dengan alat pelekatnya menyerupai akar
(haustorium) untuk menyerap makanan dari inangnya.
Batang Rafflesia sangat pendek, memiliki beberapa sisik pada bagian
bawah sedangkan pada bagian atasnya terdapat bunga yang ukurannya sangat
besar. Sebagai contoh R. arnoldi diameter bunga saat mekar mencapai 1 meter.
Bunga merupakan satu-satunya bagian tumbuhan yang dapat dilihat oleh
mata. Perhiasan bunga baik kelopak maupun mahkota umumnya berwarna merah
kecoklatan. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu berlainan

(Dioecious). Pembentukan bunga umumnya diawali dengan pembengkakkan


dalam akar tumbuhan inangnya, sedangkan kuncup bunga terbentuk pada bagian
permukaan akar tumbuhan inang. Lamanya perkembangan kuncup tergantung
pada jenis Rafflesia. Menurut Meijer (1958) pada R. arnoldi lamanya kuncup
diperkirakan 310 hari.
Buah dan bijinya jarang ditemukan sedangkan ukuran bijinya sangat
kecil, panjangnya lebih dari 1 mm dan lebarnya kurang dari 0,5 mm. Secara alami
biji-biji Rafflesia dapat tumbuh dengan cara menyisipkan biji tersebut pada
akar Tetrasigma sp. yang luka akibat injakan hewan berkuku.
Penyerbukan dan penyebaran Rafflesia diduga dilakukan oleh hewan.
penyerbukannya diduga dilakukan oleh lalat hijau (Lucilia sp.) dan lalat abu-abu
kehitaman (Sarchopaga sp.), sedangkan penyebarannya diduga dilakukan oleh
hewan berkuku (landak), atau oleh hewan pengerat (tupai).
Lokasi Penyebaran
Daerah penyebaran Rafflesia terbatas hanya di benua Asia. Meskipun
anggota familia Rafflesiaceae dapat tumbuh dan tersebar di darah tropik maupun
subtropik namun khusus untuk genus Rafflesia penyebarannya terbatas di daerah
tropik dan umumnya dijumpai di hutan hujan tropik (tropical rain forest).
Indonesia memiliki hutan hujan tropik cukup luas yang berfungsi sebagai
habitat alami Rafflesia, tersebar di Sumatera Barat dan Utara, Jawa Barat, Tengah
dan Timur serta Kalimantan Barat dan Timur. Disamping itu Rafflesia dapat
dijumpai di Semenanjung Malayasia, Serawak dan Philipina. Akan tetapi
keanekaragaman jenisnya lebih banyak ditemukan di Indonesia.
Beberapa lokasi yang sering ditemui tumbuh bunga Rafflesia arnoldi
antara lain di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS), Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Seblat (kabupaten
Bengkulu Utara), dan Padang Guci Kabupaten Kaur. TNBBS sendiri telah
ditetapkan sebagai pusat konservasi tumbuhan ini.

Manfaat
Sampai sekarang cara hidup dan manfaat jenis-jenis Rafflesia belum
diketahui secara pasti dan masih menjadi misteri. Meskipun demikian
pemanfaatannya untuk pengobatan tradisional telah diketahui sejak lama terutama
oleh orang-orang yang hidup di sekitar lokasi ditemukannya Rafflesia.
Di jawa dan Kalimantan tunas Rafflesia digunakan sebagai bahan dasar
untuk pembuatan ramuan dan jamu tradisional. Tunas tersebut dikumpulkan dan
dikeringkan, kemudian dibuat ramuan jamu yang umumnya dikonsumsi oleh
wanita. Di Jawa ramuan atau jamu tersebut disebut Patmosari karena bahanaya
berasal dari tunas R. patma. Sedangkan di Sumatera, khusunya suku Sakai telah
memanfaatkan bagian tumbuhan Rafflesia untuk menolong dan mengembalikan
kesehatan wanita. Para ahli pengobatan menduga bahwa Rafflesia berkhasiat
untuk melancarkan siklus menstruasi serta menghentikan pendarahan dini.
Manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah Rafflesia sebagai objek
penelitian dan pendidikan bagi generasi muda dalam rangka memupuk kesadaran
terhadap pentingnya usaha pelestarian lingkungan. Rafflesia juga merupakan aset
negara yang berpotensi sebagai objek wisata berupa wisata flora langka yang
umumnya sangat menarik minat wisatawan mancanegara untuk mengamatinya.
Tentu saja pengelolaanya harus secermat mungkin supaya kegiatan wisata tersebut
jangan sampai mengganggu apalagi merusak habitat alminya.
Usaha Pelestarian
Salah satu penyebab semakin langkanya bunga Rafflesia yaitu terjadinya
pengrusakan dan penyempitan habitat alaminya (hutan hujan tropis). Ancaman
lain datang dari para pemburu dan kolektor flora langka termasuk para wisatawan
asing yang mungkin saja jika tidak diawasi berusaha mendapatkan bunga
Rafflesia lewat cara-cara ilegal, juga para perambah hutan yang secara langsung
mengambil tunas Rafflesia untuk bahan dasar ramuan tradisionalnya semakin
menambah kehawatiran hilangnya Rafflesia dari habitat alaminya.
Menyadari pentingnya usaha melestarikan bunga tersebut, maka
Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian no. 6/MP/1961
tanggal 9 Agustus 1961 melarang dikeluarkannya Rafflesia dari habitat alaminya.

Kemudian sejak tahun 1978 bunga Rafflesia dinyatakan sebagai jenis tumbuhan
yang dilindungi dengan status nyaris punah.
Dalam rangka menindaklanjuti keputusan tersebut , pemerintah melalui
Direktorat Jenderal PHPA membentuk beberapa kawasan Cagar Alam sebagai
sebagai tempat untuk melindungi dan melestarikan keberadaan Rafflesia secara
penuh pada habitat alaminya dengan mengusahakan sedikit mungkin campur
tangan manusia. Upaya pelstarian seperti ini dikenal sebagai konservasi in situ.
Selain konservasi in situ kita juga mengenal konservasi eksitu yaitu usaha
pelestarian Rafflesia dengan cara memindahkan bunga tersebut dari habitat
alaminya ke habitat buatan seperti ke Kebun Botani. Meskipun konservasi secara
eksitu lebih mahal dan lebih sulit jika dibandingkan konservasi in situ, namun
cara ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan bagi usaha pelestarian
Rafflesia, seperti bunga Rafflesia yang tumbuh di Kebun Raya Bogor salah satu
bukti keberhasilan konservasi eksitu. Keuntungan lain dari konservasi eksitu yaitu
memudahkan para peneliti, peminat, pemerhati dan pengunjung bunga Rafflesia
untuk meneliti sekaligus menikmati keindahan bunga tersebut tanpa harus
merusak habitat alaminya.
Usaha-usaha penelitian untuk menginventarisasi jenis-jenis dan potensi
bunga Rafflesia yang tumbuh di Indonesia sudah selayaknya dilakukan secara
kontinyu, karena hal ini erat kaitannya dengan usaha menjaga keanekaragaman
hayati negara kita dari jarahan bangsa-bangsa lain. Hilangnya salah satu jenis
Rafflesia dari bumi kita berarti hilangnya keanekaragaman genetik, hal ini berarti
juga hilangnya tumpuan bagi kehidupan manusia saat ini maupun untuk generasi
yang akan datang.
Tentunya kita tidak ingin dikemudian hari nanti anak-anak dan cucu-cucu
kita hanya mengenal bunga Rafflesia dari gambar dan ceita saja tanpa dapat
menyaksikan keindahan alaminya, karena waktu itu Rafflesia hanyalah tinggal
legenda. Kiranya penting juga untuk memperkenalkan Rafflesia beserta flora dan
fauna langka lainnya sedini mungkin kepada generasi muda kita , supaya
penanaman kesadaran terhadap pentingnya usaha melestarikan Rafflesia dan
lingkungan kita dapat tumbuh dan berkembang di setiap jiwa generasi muda.

Beberapa lokasi yang sering ditemui tumbuh bunga Rafflesia arnoldi


antara lain di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS), Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Seblat (kabupaten
Bengkulu Utara), dan Padang Guci Kabupaten Kaur. TNBBS sendiri telah
ditetapkan sebagai pusat konservasi tumbuhan ini.
Bunga Rafflesia arnoldi memang tanaman langka, sulit ditemukan, serta
endemik. Apalagi keberadaannya yang seakan bersembunyi selama berbulanbulan di dalam tubuh inangnya hingga akhirnya tumbuh bunga yang mekarnya
hanya seminggu. Lantaran itu, bunga ini ditetapkan sebagai puspa langka,
mendampingi puspa bangsa, dan puspa pesona (3 bunga nasional Indonesia)
berdasarkan Kepres No 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.
Daftar Pustaka
Alamendah.wordpress.com/2009/08/21/perbedaan-rafflesia-arnoldii-dan-bungabangkai
Alamendah.wordpress.com/2010/06/03/rafflesia-patma-mekar-eks-situ-di-kebunraya-bogor

Dihimpun dari berbagai sumber, Mongabay Indonesia mengumpulkan berbagai


fakta yang sering disalahtafsirkan tentang flora langka unik ini.
1. Rafflesia sama dengan bunga bangkai suweg raksasa
Rafflesia atau padma raksasa merupakan bunga yang dapat mengeluarkan bau
busuk. Namun, umumnya masyarakat umum tertukar dan menyamakan antara
rafflesia dengan bunga bangkai suweg raksasa (Amorphophallus titanum).
Meskipun sama-sama berbau bangkai, jenis rafflesia (rafflesia spp) dan suweg
merupakan dua jenis yang sama sekali berbeda.
Jika rafflesia bentuk bunganya melebar, maka suweg raksasa memiliki bunga yang
tinggi memanjang. Jika rafflesia merupakan tumbuhan endoparasit, maka suweg
adalah tumbuhan seutuhnya yang berkembang dari umbi.
Khusus untuk kesalahan ini sangat elementer di masyarakat umum, bahkan
Mongabay-Indonesia pernah menjumpai kesalahan ini dalam buku pelajaran IPA
bagi siswa sekolah dasar.
2. Rafflesia merupakan tumbuhan pemakan bangkai
Masih terdapat persepsi bahwa rafflesia adalah tumbuhan predator, atau tumbuhan
yang hidup dari memangsa serangga. Pemikiran ini disalahartikan dengan
pencampuradukan fakta antara rafflesia dan tumbuhan kantong semar (pitcher
plant, nepenthes spp.).
Jika bau yang dikeluarkan oleh kantong semar adalah untuk memikat serangga
agar terperangkap ke dalamnya, maka bau yang dikeluarkan oleh bunga rafflesia
adalah untuk menarik lalat untuk melakukan penyerbukan antara benang sari dan
putik. Menurut para ahli persentase pembuahan rafflesia sangat kecil, karena
bunga jantan dan betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam waktu yang
sama.
Bunga rafflesia sendiri hanya berumur satu minggu (5-7 hari) setelah itu layu dan
mati, sehingga tidak mungkin keberadaan bunga rafflesia adalah untuk memangsa
serangga.
3. Rafflesia tumbuh dan berakar di atas tanah
Raflesia tidak tumbuh dan berakar di atas tanah, karena rafflesia merupakan jenis
tumbuhan parasit yang menempel pada inangnya yaitu sejenis tumbuhan
merambat (liana) tetrastigma (tetrastigma spp).
Rafflesia tidak memiliki daun sehingga tidak mampu berfotosintesa, juga tidak
memiliki akar dan tangkai batang. Ketika inangnya mati, maka raflesia juga turut
mati. Rafflesia menyerap unsur organik dan anorganik melalui haustorium atau
sejenis akar dari jaringan inangnya.
4. Rafflesia hanya ada satu macam jenis
Jenis rafflesia yang paling terkenal di dunia adalah R. arnoldii asal Bengkulu yang
sering menghiasi berbagai macam poster maupun buku-buku ilmiah di seluruh
dunia.
Faktanya jenis rafflesia tidak hanya terdiri dari satu jenis spesies saja.
Diperkirakan di seluruh Asia Tenggara yang melingkupi Sumatera, semenanjung
Malaya, Jawa, Borneo dan kepulauan Filipina terdapat sekitar 27 spesies
rafflesia. Adapun 17 spesies diantaranya berada di Indonesia.

Jika bunga R. arnoldii dapat berkembang hingga diameter lebih dari 1 meter dan
berat hingga 10 kg, jenis bunga rafflesia terkecil adalah R. manillana yang ada di
kepulauan Filipina dengan diameter hanya sekitar 20 cm.
5. Rafflesia tumbuh hanya di satu tipe hutan
Faktanya habitat hidup rafflesia pun berbeda-beda, dari yang dapat hidup di hutan
pantai seperti R. patma di CA Leuweung Sancang di Jawa Barat, R.
zollingeriana di hutan dataran rendah TN Meru Betiri Jawa Timur hingga R.
rochusenii yang tumbuh di ketinggian 1.000-1.500 m dpl di lereng Gunung Salak
dan Gunung Gede di Jawa Barat.
Selama pada habitat tersebut tumbuh inang rafflesia yaitu liana tetrastigma
(familiVitaceae) terdapat kemungkinan rafflesia dapat dijumpai di situ.
Selain keberadaan inang, faktor kecocokan klimat, seperti kelembaban merupakan
faktor penting tumbuhnya rafflesia. Beberapa peneliti menduga musang dan
beberapa serangga tertentu turut dalam menyebarluaskan biji parasit rafflesia.
6. Sir Stamford Raffles adalah Penemu Rafflesia
Meskipun secara ilmiah seluruh genus patma raksasa diberi nama rafflesia
(terambil dari nama Raffles), faktanya Gubernur Jendral Sir Thomas Stamford
Raffles bukanlah penemu rafflesia. Bunga rafflesia terbesar di dunia
yaitu Rafflesia arnoldii ditemukan pada tahun 1818 oleh seorang pemandu yang
bekerja pada Dr. Joseph Arnold, seorang peneliti yang saat itu sedang melakukan
penelitian di hutan Bengkulu.
Arnold yang bekerja untuk sebuah tim ekspedisi di bawah Raffles kemudian
melaporkan temuan ini kepada atasannya.
Nama ilmiah Rafflesia
arnoldiimerupakan gabungan dari nama Thomas Stamford Raffles sebagai
pemimpin ekspedisi dan Josep Arnold sebagai penemu bunga.
Sejak saat itu nama Raffles menjadi atribut lestari yang melekat sebagai nama
genus ilmiah dari tumbuhan patma raksasa yang hanya dapat dijumpai di kawasan
hutan-hutan di Asia Tenggara.
7. Rafflesia sudah dapat dikembangbiakan di luar habitatnya
Hingga saat ini rafflesia belum dapat dibudidayakan dan dikembangkan di luar
habitat alaminya. Meski demikian penelitian yang dilakukan oleh Sofi
Mursidawati dan timnya dari LIPI telah berhasil menumbuhkan bunga Rafflesia
patma di Kebun Raya Bogor. Teknik ini dikenal dengan nama grafting atau
penyambungan akar inang rafflesia yaitu tetrastigma.
Sebelumnya para peneliti telah memperkirakan akar tumbuhan tetrastigma yang
memiliki probabilitas terinfeksi biji parasit rafflesia, kemudian memotongnya dan
menyambungkannya dengan tetrastigma lain yang telah ada di Kebun Raya
Bogor. Dibutuhkan waktu hingga 6 tahun hingga R. patma tersebut berbunga
pertama kalinya di Kebun Raya Bogor pada tahun 2010. Keberhasilan ini
merupakan yang pertama di dunia.
Meskipun telah berhasil dibungakan di luar habitat alaminya, para peneliti melihat
hilangnya habitat alami rafflesia akan berakibat musnahnya tumbuhan unik ini.
Masih banyak misteri yang perlu dikaji tentang rafflesia.

You might also like