You are on page 1of 24

Daftar Isi

1 Kata Pengantar..............................................................................................................................2
2 BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................3
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5
3.1 Defenisi..................................................................................................................................5
3.2 Atrial Fibrilasi.........................................................................................................................5
3.2.1 Sistem Konduksi Jantung...............................................................................................5
3.2.2 Epidemiologi..................................................................................................................8
3.2.3 Etiologi fibrilasi atrium...................................................................................................8
3.2.4 Faktor Resiko AF............................................................................................................8
3.2.5 Klasifikasi Atrial Fibrilasi.................................................................................................9
3.2.6 Mekanisme atrial fibrilasi...............................................................................................9
3.2.7 Manifestasi Klinis AF....................................................................................................10
3.2.8 Diagnosi AF..................................................................................................................11
3.2.9 Manajemen strategi atrial fibrilasi...............................................................................14
3.3 Atrial fibrilasi pada penyakit jantung koroner Usia Lanjut...................................................18
3.3.1 Epidemiologi................................................................................................................18
3.3.2 Patofisologi..................................................................................................................18
3.3.3 Manifestasi Klinis.........................................................................................................20
3.3.4 Diagnosa......................................................................................................................20
3.3.5 Terapi...........................................................................................................................20
4 BAB III Penutup............................................................................................................................22
5 Daftar Pustaka.............................................................................................................................23
Kata Pengantar

Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, juga shalawat dan salam ke pangkuan Baginda
Rasulullah SAW, sehingga tinjauan kepustakaan yang berjudul ”Atrial Fibrilasi pada
Penyakit Jantung Koroner Usia Lanjut” rampung sudah. Tinjauan kepustakaan ini disusun
untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Jantung
FK Unsyiah/BPK RSUZA Banda Aceh.

Dalam kesempatan ini, penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada: dr. Darimi Azuddin, Sp.JP, dr. T. Heriansyah, Sp.JP-FIHA, dr. Rus
Munandar, Sp.JP-FIHA, dr.M.Diah,Sp.PD-KKV, dan dr.Azhari Gani,Sp.PD-KKV serta
rekan-rekan dokter muda yang telah membantu penyusun menyelesaikan tinjauan
kepustakaan ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan
dan isi tinjauan kepustakaan ini. Oleh karena itu atas masukan saran dan kritikan yang positif
penyusun ucapkan terima kasih. Dan akhirnya penyusun berharap semoga tinjauan
kepustakaan ini bermanfaat bagi penyusun pribadi dan bagi semua pihak yang
membutuhkannya.

2
1 BAB I
PENDAHULUAN1,2

Aritmia didefenisikan sebagai irama yang bukan berasal dari nodus SA, irama yang tidak
teratur sekalipunia berasal dari nodus SA, frekuensinya kurang dari 60 x/menit atau lebih dari
100 x/menit dan terdapat hambatan impuls supra atau intra ventricular. Dalam hal ini atrial
fibrilasi termasuk kedalam aritmia karena irama jantung yang tidak teratur.Atrial fibrilasi
merupakan aritmia yang paling seirng dijumpai dalam praktek sehari-hari dan sering menjadi
penyebab seseorang harus dirawat di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa secara langsung, tetapi atrial fibrilasi berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas.

Atrrial fibrilasi adalah takiaritmia supra ventricular yang ditandai dengan aktivitas
atrial yang tidak terkontrol. Atrial fibrilasi mengenai ± 2,3 juta orang di amerika utara dan
4,5 juta orang di eropa, terutama yang berusia lanjut. Di amerika, kira-kira 75 % orang yang
terkena atrial fibrilasi berusia 65 tahun atau bahkan lebih tua. Jika tidak dikelola dengan baik,
atrial fibrilasi dapat menyebabkan gangguan yang lebih serius termasuk gangguan
hemodinamik ( penurunan curah janutng, penurunan kualitas hidup karena rasa tidak nyaman
akibat gejala atrial fibrilasi, penurunan kemampuan untuk berolah raga dan kelelahan kronik),
stroke, kardiomyopati dan kematian.

Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada lansia telah
terjadi perubahan struktur pada jantungnya. AF bisa jadi tipe yang paroxysmal (intermiten),
persisten ataupun yang permanen. Diagnosis dari AF persisten mengindikasikan adanya
perbaikan potensial dari irama sinus, sedangkan AF yang permanen menunjukkan irama
jantung akhir.

Atial fibrilasi berkembang progresif. Telah diprediksi bahwa seseorang dengan atrial
fibrilasi paroxysmal ( atrial fibrilasi yng berlangsung kurang dari 7 hari dan ± 50 % akan
kembali ke irama sinus secara spontan dalam 24 jam) 14-24 % nya berkembang menjadi
atrial fibrilasi persisten ( atrial fibrilasi yang rekuren tapi tidak bisa sembuh secara spontan
dengan durasi lebih dari 48 jam tetapi < 7 hari). Pada penelitian follow up selama 30 tahun

3
ini, Jahangir melaporkan bahwa 22 dari 71 osien ( 31%) dengan paroksismal atau persisten
atrial fibrilasi berkembang menjadi atrial fibrilasi permanen (atrial fibrilasi yang berlngsung
> 7 hari dan biasanya dengan kardioversi juga sulit untuk mengembalikan irama sinusnya)
kira 15 tahun seteah didiagnosa atrial fibrilasi. Ditambah lagi semakin sulit kembalinya irama
sinus seiring dengan semakin seringnya atrial fibrilasi terjadi. Keadaan tubuh individu yang
berkaitan terhadap perubahan struktur dan fungsi jantung juga turut berperan terhadap
progresivitas etrial fibrilasi.

Meskipun manajemen penatalaksanaan panyakit jantung koroner telah ditelititi


bertahun-tahun yang lalu, penyakit jantung koroner tetap menjadi penyebab utama kematian
di dunia. Diperkirakan penyakit jantung koroner bertanggung jawab terhadap penyebab
kematian 152 ribu per tahun di inggris dan satu dari delapan penyebab kematian utama
didunia. Banyak kematian ini disebabkan karena perkembangan takiaritmia ventrikel selama
periode iskemi maupun infark miokardium. Penyakit jantung koroner yang akan ibahas
dimakalah ini adalah Unstable angina, infark myokar non ST elevasi dan infar myokar ST
elevasi.

Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina
pectoris tak stabil; dimana 6 sampai 8 % kemudian mendapat serangan infark jantung yang
tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnos ditegakkan. Begitu juga dengan
infark myokard akut yang merupakan salah satu indikasi rawat inap tersering di Negara maju.
Laju mortalitas awal ( 30 hari) pada infark myokard akut adalah 30 % dalam 2 dekade
terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal , meninggal
dalam tahun pertama setelah infark myokard akut.

Atrial fibrilasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan structural yang
diakibatkan penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien atrial fibrilasi juga
menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya ± 10% dari seluruh kejadian infark
akut yang mengalami atrila fibrilasi, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan mortalitas
sampai 40%.

4
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Atrial fibrilasi adalah depolarisasi atrium yang tidak teratur yang menghasilkan
kontraksi atrium yang tidak efektif. Penyakit jantung koroner adalah keadaan dimana terdapat
plak yang menyumbat arteri koroner jantung. WHO menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaiut: Usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old)
75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun 3,4

2.2 Atrial Fibrilasi

Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada dan dilapisi oleh jaringan ikat
yang disebut pericardium. Perikardium terbagi atas 2: pericardium viseralis ( lapisan dalam)
dan pericardium parietalis ( lapisan luar). Untuk dapat terus memompa, pembuluh koroner
jantung dan saraf-saraf jantung harus terkoordinasi dengan baik.5

2.2.1 Sistem Konduksi Jantung2,5,6

Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat impuls dari luar, akan menjawab
dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi dan kemudian repolarisasi
yang disertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel otot jantung akan diteruskan kea
rah sekitarnya, sehingga sel-sel otot jantung di sekitarnyaakan mengalami juga proses
eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran peristiwa listrik ini disebut konduksi.

Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jantung terdapat kumpulan sel-sel
jantung khusus yang mempunyai sifat :

 Otomatisasi: kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.


 Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.
 Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
 Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulus.

5
Karena memiliki sifat-sifat ini maka jantung mampu menghasilkan secara spontan dan ritmis
impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem penghantar untuk merangsang miokardium dan
menstimulir kontraksi otot. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu system yang disebut system
konduksi jantung. Sistem konduksi jantung terdiri dari:

 Nodus SA ( sinoatrial)
Simpul ini terletak pada batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpuls
ini memilikisifat automatisitas yang tertinggi dalam system konduksi.Kecepatan
pembangkitan impuls ini 60-100 denyut permenit. Sistem konduksi intra atrial
Akhir-akhir int dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus system
konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur intermodal yang menghubungkan simpul
sinoatrial dan simpul atrio-ventrikular, dan jalur Bachmann yang menghubungkan
atrium kanan dan atrium kiri.
 Nodus AV ( atrioventrikular)
Nodus ini terletak dibagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan daun
kautp tricuspid bagian septal. Nodus AV ini merupakanjalur normal transmisi impuls
antara atrium dan ventrikel, serta mempunyai dua fungsi yang sangat penting.
Pertama, impuls jantung ditahan disini selama 0,08 sampai 0,12 detik guna
memungkinkan pengisian ventrikel selama kontraksi atrium. Kedua, nodus AV
mengatur jumlah impuls atrium yang mencapa ventrikel, biasanya tidak lebih 180
mpuls per menit dibolehkan mencapai ventrikel. Efek proteksi ini penting seklai pada
kelaina irama jantung, dimana kecepatan denyut atrium dapat melebihi 400 denyut
permenit. Klau ventrikel tidak mendapat perlindungan dari bombardier impuls ini,
maka tidak cukup waktu untuk mengisi ventrikel, dan curah jantung akan menurun
drastis. Kecepatan pembangkitan impuls ini 40-60 denyut per menit.Gelombang
rangsangan ini kemudian menyebar dari nodus AV menuju berkas his.
 Berkas his
Berkas his adalah sebuah berkas pendek yang merupakan kelanjutan bagian bawah
simpul atrioventrikular yang menembus annulus fibrosus dan septum bagian
membrane. Berkas ini membelah menjadi cabang berkas kiri dan kanan, yang berjalan
kebawah di kir kanan septum interventrikular.
 Cabang berkas

6
Kea rah distal. Berkas his bercabang menjadi dua bagian, yaitu cabang berkas kanan
dan kiri. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke ventrikel kiri, seangkan
cabang berkas kanan memberikan cabang ke berkas kanan.
 Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian yaitu fasikel kiri anterior dan
fasikel kiri posterior.
 Serabut purkinje
Bagian terakhir dari system konduksi jantung ialah serabut-serabut purkinje, yang
merupakan anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel otot jantung.
Kecepatan pembangkitan impuls ini 20-40 denyut per menit.
Gambar 1: Jalur system konduksi jantung

Pada fibriasi atrium terjadi gangguan dalam system konduksi jantung sehingga
aktivitas atrium sangat kacau dan nodus AV dapat diberondong oleh lebih dari 500 impuls
per menit.

Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada lansia telah
terjadi perubahan struktur pada jantungnya. AF bisa jadi tipe yang paroxysmal (intermiten),

7
persisten ataupun yang permanen. Diagnosis dari AF persisten mengindikasikan adanya
perbaikan potensial dari irama sinus, sedangkan AF yang permanen menunjukkan irama
jantung akhir.3

8
2.2.2 Epidemiologi

AF aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada golongan usia
<65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75 tahun. . Di Amerika Utara,
prevalensi AF meningkat dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050. Hal ini meningkat
dikarenakan umur harapan hidup yang juga meningkat. Pada penelitian kesehatan
kardiovaskular, AF ada pada penderita penyakit kardiovaskuler ± 9,4 % dan 1,6 % tanpa
penyakit kardiovaskuler. 3

2.2.3 Etiologi fibrilasi atrium2

Atrila fibrilasi dapat disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit diluar jantung

Penyakit jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi:


 Penyakit jantung koroner
 Kardiomiopati dilatasi
 Kardiomiopati hipertropik
 Penyakit katup jantung ( reumatik maupun non reumatik)
 Aritmia jantung
 Perikarditis

Penyakit diluar jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi :


 Hipertensi sistemik
 Diabetes mellitus
 Hipertiroidisme
 Penyakit paru: penyakit paru obstruksi kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli
paru akut.
 Neurogenik: system saraf autonom dapat mencetuskan FA pada pasien yang
sensitive mealalui peninggian tonus vagal adrenergik.

2.2.4 Faktor Resiko AF2

AF biasanya mudah timbul pada kondis berikut ini:


 Usia (Semakin tua usia seseorang, semakin besar resiko terjadinya AF)
 Alkohol

9
 Riwayat keluarga
 Tekanan darah tinggi

Pada lansia, proses menua menyebabkan perubahan pada system kardiovaskuler, yaitu
: basal heart rate menurun, respon terhadap stress menurun, LV compliance menurun karena
terjadi hipertrofe, senile amyloidosis, pada katup terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang
menyebabkan disfungsi katup, AV node dan system konduksi fibrosis, compliance
pembuluh darah perifer menurun, sehingga afterload meningkat dan terjadi proses
atherosklerotik. Hal ini lah yang menyebabkan insidensi atrial fibrilasi pada usia lanjut
sering dijumpai.

2.2.5 Klasifikasi Atrial Fibrilasi2,8

Atrial fibrilasi biasanya dibagi atas:


 AF Paroksismal
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau episode pertamanya kurang dari 48 jam.
Lebih kurang 50 % AF akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24
jam.Episode AF ini datang secara tiba-tiba.
 AF persisten
AF yang menetap lebih dari48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF persisten
dibutuhkan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.
 AF permanen
AF yang berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus ( resisten).

2.2.6 Mekanisme atrial fibrilasi2,8

1. Aktivasi fokal
Fokus diawali biasanya didaerah vena pulmonalis
2. Multiple wavelet reentry
Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelets yang
dipicu oleh depolarisasi atrial premature aktivitas aritmogenik dari focus yang
tercetus secara cepat.

10
Ket:
A. Sinus ritme. Selama sinus ritme normal, denyut jantung adalah proses yang dikoordinasi
secara tunggal yang dimulai dari nodus SA(1). sinyal listrik menyebar menyebrang atrium
(2). Kemudian ke AV node (3) terus menyebar ke ventrikel (4).
B. Atrial fibrilasi. Ketika pasien dalam keadaan atrial fibrilasi, atrium diaktivasi secara konstan
dengan jalan chaotic karena sinyal listrik multiple yang merangsang pada 400-600 denyut per
menit (1). Nodus AV (2) menyaring keluar hampir keseluruhan dari sinyal listrik extra ini
tetapi masih meloloskan sedikit denyut untuk mencapai ventrikel dari normalnya.

2.2.7 Manifestasi Klinis AF8

AF dapat asimptomatik dapat pula simptimatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi


tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel. Umumnya gejala AF adalah:
 Palpitasi
 Pusing
 Nyeri dada, terutama saat beraktivitas. Namun dapat juga terjadi saat istirahat.
 Sesak napas
 Cepat lelah
 Sinkop

Gejala-gejala ini timbul karena jantung bekerja lebih cepat, sehingga pompa jantung
menjadi kurang efisien. Sejumlah kecil darah yang dipompa oleh jantung saat
frekuensinya meningkat tidak sebaik saat darah dalam jumlah yang lebih banyak dipompa
saat frekuensi yang normal. Hal ini dapat menyebabkan darah tertahan di paru-paru dan
menurunkan volume after load jantung. Sedangkan Af yang asimptomatikbiasanya
disebabkan karena denyut jantung yang tidak begitu cepat sehingga memberikan
kesempatan untuk pengisian ventrikel lebih lama dan akhirnya cardiac out put juga tidak
menurun secara drastis. AF yang asimptomatik biasanya ditemukan secara tidak sengaja
oleh tenaga kesehatan

11
2.2.8 Diagnosi AF2,9

 Anamnesis:
Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala umum AF yang berupa: berdebar-debar,
lemah, sesak nafas terutama saat aktivitas, pusing dll. Dari anamnesis juga kita dapat
menentukan tipe AF pada penderita.
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital dapat diketahui denyut nadi yang irregular dan cepat.
 Elektrokardiogram

1. Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
2. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang
iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak
dapat diukur.
3. Kompleks QRS : Biasanya normal, kecuali adanya kelainan ventrikel.
4. Irama : irreguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Irregularitas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri multipel.
Aktifitas atrium sangat cepat (kira-kira 400-700 per menit), namun setiap rangsang listrik itu
hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak
ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi yang uniform, tidak
terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang ”f” yang
bentuk dan iramanya sangat tidak teratur

Bila atrium berfibrilasi, impuls yang berasal dari otot atrium akan tiba pada nodus AV
dengan cepat tetapi juga tidak teratur. Karena nodus AV tidak akan menghantarkan impuls
kedua kira-kira 0,35 detik setelah impuls pertama, paling sedikit harus ada selang waktu 0,35
detik antara satu kontraksi ventrikel dengan kontrkasi ventrikel berikutnya dan tambahan
waktu yang bervariasi dari 0 – 0,6 detik sebelum satu impuls fibrilasi tiba di AV. Jadi, selang
waktu antara kontraksi ventrikel berikutnya bervariasi dari paling sedikit sekitar 0,35 detik
sampai paling banyak sekitar 0,95 detik, yang menimbulkan sebuah denyut jantung sangat
tidak teratur. Sesungghnya, ketidakteraturan ini, yang diperlihatkan oleh jarak denyut jantung
yang bervariasi adalah salah satu penemuan klinis yang digunakan untuk mendiagnosa
keadaan. Juga karena frekuensi yang cepat dari impuls fibrilasi dalam atrium, ventrikel

12
biasanya dikendalikan pada suatu frekuensi denyut yang cepat, biasanya antara 125 dan 150
kali per menit.

Pada lansia , respon ventrikel lebih lambat, dan biasanya denyut jantung < 100
x/menit. Hal ini mungkin disebabkan perubahan fibrosis pada sistem konduksi jantung dan
otot atirum Oleh sebab itu AF sering terjadi pada lansia, karena terkait dengan usia terjadi
perubahan pada keadaan jantungnya.3

Gbr 3: Atrial fibrilasi pada sadapan II

Gbr 4: Atrial fibrilasi ( normo ventricular respon )

13
Gbr 5 : Atrial fibrilasi (rapid ventricular respon)

14
2.2.9 Manajemen strategi atrial fibrilasi3

Rhytm control Rhythm control


Iv / oral flecainide atau amiodarone elective DC kardioversion
DC kardioversion

*dengan algoritme supresi AF: † kardioversi ( baik kimia maupun elektris)


seharusnya tidak dilakukan ketika AF terjadi > 48 jam pada seseorang yg
tidak mendapatkan anti koaguan. Kardioversi seharusnya ditunda
sebelum pemberian antikoagulan ± 1 bulan. Pada AF akut,
echocardiogram trans-esophageal harus diutamakan pada kardioversi
elektris untuk mengeva-luasi adanya thrombus intrakardiak. # manajemen
invasive untuk perma-nen AF merupakan terapi lini kedua ketika rate
control gagal karena, sbg contoh gejala yang tidak ditoleransi.

NB: pasien dgn AF > 24 jamseharusnya dipertimbangkan untuk diberikan


Anti koagulan.

15
Kontrol rate dan ritme

Manajemen penatalaksanaan AF tidak hanya untuk menghentikan aritmia tapi juga


untuk mengendalikan ventricular rate atau untuk memulihkan dan mempertahankan sinus
ritme. Terapi dengan obat yang membatasi rate seperti β-bocker, digoxin atau verapamil
dapat digunakan untuk menormalkan heart rate selama aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
Pada beberapa pasien yang bergejala, ventricular rate mungkin tidak dapat dikontrol. Strategi
invasive termasuk implantasi pacemaker permanen dan ablasi AV node mungkin dibutuhkan

Untuk pasien dengan onset AF yang baru ( < 3 bulan), dan mereka yang bergejala,
kontrol ritme mungkin merupakan pilihan terbaik. Strategi ini termasuk kardioversi elektris,
atau obat anti aritmia, tunggal atau dalam kombinasi, bersama dengan terapi warfarin. Pada
lansia toleransi terdahadap obat anti aritmia lebih rendah seperti amiodarone dan sotalol.
Obat-obat ini seharusnya digunakan dengan perhatian, dan atas anjuran dokter. Flecainid
seharusnya dihindari karena dapat menginduksi aritmia ventrikel dan kematian mendadak
pada penderita penyakit jantung koroner. Flecainid seharusnya tidak digunakan pada
penderita penyakit jantung koroner sementara penyakit jantung koroner secara subklinis
dierita oleh lansia.

Jadi, flecainid seharusny dihindari pada lansia. Jika obat yang lain gagal dan harus
menggunakan flecainid, harus dilakukan tes stress untuk memantau iskemia otot jantung,
bersamaan dengan EKG untuk melihat fungsi ventrikel kiri

Kardioversi8
Kardioversi adalah pengembalian irama sinus. Kardioversi dapat dilakukan secara
farmakologis maupun elektris. Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan
kardioversi elektris. Kardioversi farmaologis paling efektif dilakukan dalam 7 hari setelah
terjadinya FA. Kardioversi elektif diharapkan segera dilakukan pada pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia,
hipotensi, sinkop. Kardioversi elektif dimulai dengan 200 joule. Bila tidak berhasil dapat
dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anastesi kerja pendek.

Pada pasien yang mengalami onset baru AF diberikan warfarin jika pasien belum
diberikan anti koagulan, kemudian direncanakan melakukan kardioversi elektris 1 bulan
mendatang. Jika sinus ritme masih tidak ada, atau ada namun kembali menjadi AF, pasien
ditawarkan untuk melakukan kardioversi ulangan. Pada kasus ini, amiodaron akan mulai

16
diberikan dan kardioversi akan dilakukan 6 bulan mendatan. Amiodarone tetap dilanjutkan
setelah itu. Pada kasus ini, durasi terapi bervariasi tergantung apakah obat tersebut ditoleransi
dan sinus ritme dapat dipertahankan. Pada pasien yang lebih muda ( <60 tahun) dengan AF
saja, strategi kami biasanya melakukan kardioversi yang mungkin lebih baik beberapa tahun
kedepan pada AF permanen. Pada pasien yang lebih tua, yang hanya menderita AF, saran
untuk melakukan kardioversi jauh lebih tinggi karena adanya AF recuren setelah prosedur ini
dilakukan tinggi.

Antikoagulan8

Pedoman yang baru merekomendasikan semua pasien AF harus diberikan terapi obat
tromboprofilaktif. Pasien dengan AF saja tanpa resiko stroke dan berusia < 60 tahun
mempunyai resiko pertahun yang rendah (< 1% pertahun) untuk terjadinya trombo-embolism
dan tidak membutuhkan antikoagulan. Banyak dari pasien-pasien ini dengan AF saja
diberikan dosis rendah aspirin 75 mg. pada pasien yang lebih muda dengan AF saja juga
ditawarkan kardioversi elektrik elektif. Pada kasus ini, warfarin diberikan ± 4 minggu
sebelum dan 6 minggu sesudah prosedur kardioversi.

Pada lansia harus hati-hati terhadap resiko tejadinya perdarahan. Bagi lansia dengan
resiko rendag perdarahan saluran cerna, warfarin aman diberikan. Target INR pada kelompok
ini adalah 2-3. Adanya gangguan kogntif dan disability bukan merupakan kontraindikasi

17
Obat kelas Aksi mekanisme Indikasi Komentar/peringatan pada lansia
Rate control
Non-β1 selective: Rapid atrial
Beta blockers Anti-sympathetic Menyebabkan letargi atau postural hipotensi
atenolol fibrillation
25–100 mg hari nervous system
Dapat bermanfaat ketika angina dan atau
hipertensi yang bersamaan
β1-selective: bisoprolol
2.5–10 mg hari
Calcium Diltiazem 90–400 mg Rapid atrial Dapat bermanfaat ketika angina dan atau
Slow calcium channel
antagonist hari fibrillation hipertensi yang bersamaan
antagonist (AV node
blocker)
Verapamil 40–360 mg Melawan gagal jatung
hari
Diltiazem dapat menyebbkan diare,
Verapamil dapat menyebabkan konstipasi

Control terhadap rate lebih rendah, terutama


Digitalis Rapid atrial
Digoxin 87.5–250 μg Slows AV node saat istirahat dari pada β=blocker. Dapat
glycoside fibrillation
ditoleransi dengan baik
Hati-hati paa disfungsi ginjal.
hari conduction

Rhythm control
Amiodarone 100–200 Durasi potensial aksi yang Kardioversi kimia
Anti-arrhythmic Efek sampingnya luas
mg panjang AF
agents hari
Pada penggunaan kronik diharuskan
pemeriksaan terhadap
TFTs/LFTs dan PFT pada interval 6-12 bulan
Terapi tambahan
untuk
Sotalol 40–160 mg Prolongation of action mempertahan kan Efektif dan ditooleransi dengan baik
sinus ritme jangka
panjang
2x1 potential duration Perhatian pada penderita gagal jantung dan
penyakit arteri koroner

Should only be
Flecainide Sodium channel inhibitor Should only be used in patients without
used in
conjunction with a CHD. A stress test to screen for the
cardiologist or presence of inducible cardiac ischaemic
physician
should be performed prior to the

prescription
of flecainide in elderly patients
Key: AF = atrial fibrillation; AV = atrioventricular; TFT = thyroid function tests; LFT = liver function tests; PFT = pulmonary function tests; CHD = coronary
heart disease

18
2.3 Atrial fibrilasi pada penyakit jantung koroner Usia Lanjut2

Perubahan yang terjadi pada usia lanjut adalah terjadi proses menua, dimana terjadi
kemunduran struktur anatomi maupun fungsional yaitu terjadi proses degenerasi. Pada lansia,
proses menua menyebabkan perubahan pada system kardiovaskuler, yaitu : basal heart rate
menurun, respon terhadap stress menurun, LV compliance menurun karena terjadi hipertrofe,
senile amyloidosis, pada katup terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabkan disfungsi
katup, AV node dan system konduksi fibrosis, compliance pembuluh darah perifer menurun,
sehingga afterload meningkat dan terjadi proses atherosklerotik.

Pada penyakit jantung koroner yaitu Infark myocard akut (IMA) pada lansia hanya 50
% memberikan gejala nyeri dada. Perbedaan yang terjadi pada pasien usia lanjut ini adalah
karena prubahan fisiologis, ataupun terkena suatu penyakit penyerta lain, sehingga akibat
ataupun efeknya akan berbeda juga.

2.3.1 Epidemiologi2,3

Natural history PJK pada lansia sama saja dengan usia muda. Dimulai dari proses
aterosklerosis awal, yang dipicu dengan adanya berbagai factor resiko baik yang
konvensional maupun yang baru. Pada lansia wanita dengan menurunnya kadar estrogen,
prevalensi menaik menyamai prevalensi pada pria. PJK ini sangat sering didapatkan pada
lansia, kaena progresivitasproses aterosklerosis akibat proses menua. Di Indnesia menurut
WHO-community study of the elderly di jawa tengah tahun 1990 angka morbiditas pada
penyakit kardiovaskuler pada lansia menduduki tempat kedua setelah rematisme. AF aritmia
yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4% pada golongan usia <65 tahun dan
meningkat 10% pada kelompok usia > 75 tahun. Di Amerika Utara, prevalensi AF meningkat
dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050.

2.3.2 Patofisologi 8

Faktor yang menyebabkan terjadinya atrial fibrilasi pada iskemik miokard akut adalah:

 Factor biochemical dan elektrofisiologi


Iskemi miokard akut biasanya diikuti oleh pergantian ion dan metabolic intraseluler
dan ekstraseluler dari sinsium myokard. Perubahan ekstraseluler mencakup:
peningkatan kalium, lisopospogliserid, adenosine, peningkatan laktat dan produksi
karbondioksida, asidosis dan pelepasan katekolamin. Pada saat yang bersamaan
19
perubahan intraseluler termasuk: asidosis, peningkatan cyclic adenosine
monoposfatase (cAMP) dan peningkatan konsentrasi kalsium, magnesium dan ion-ion
natrium. Perubahan metabolic dan biochemical bertukar kedalam dan keluar ion
transmembran, hal ini menyebabkan pertukaran yang sangat besar dari membrane
istirahat dan karakteristik potensial aksi miosit. Perubahan seperti depolarisasi
potensial membrane istirahat, mengurangi kecepatan upstroke, memperlambat
konduksi, eksitabilitas menurun, pemendekan durasi potensial aksi, penyebaran
repolarisasi dan automatisitas abnormal, semua dapat terjadi. Hasil dari perubahan
biochemical dan listrik ini tidak semua terjadi pada satu waktu dapat berkembang
sementara, menyediakan picu elektrofiologis dan substrat anatomic yang diperlukan
untuk menginduksi terjadinya atrial fibrilasi. Riwayat infark myokard sebelumnya
dengan formas bekas luka juga menginduksi atrial fibrilasi. Fibrosis myokard yang
baru menyebabkan perlambatan konduksi jantung, menghasilkan sirkuit re-entry dan
disinkronisasi ventrikel berikutnya.

 Sistem saraf autonom


Patofisiologi system saraf autonom pada atrial fibrilasi telah diteliti secara klinik dan
eksperimental. Dalam hitungan menit saat terjadi iskemia terdapat gelombang yang
mencolok akibat dari aktivitas saraf simpatis dikarenakan nyeri kombinasi,
kegelisahan dan aktivitas reflex, yang berhubungan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Peningkatan katekolmin di sirkulasi secara umum dapat juga memperburuk iskemia
miokard, karena aksi kronotropik dan inotropik positif, karena itu lah membuat
lingkaran setan. Kelebihan relative pada aktivitas simpatis melebihi aktivitas vagal
secara general menyebabkan atria fibrilasi karena pertukaran bahan-bahan
elektrofisiologis pada jaringan konduksi dan miosit jantung. Pada awa periode infark,
reflex otonom jantung dapat dipicu tergantung pada lokasi infark miokard. Secara
singkat, iskemi miokard inferoposterior akut atau infark sering menyebabkan
hipotensi dan bradikardi, sementara iskemi myokard anterior lebih sering
mnyebabkan takikardi dan hipertensi. Terdapat densitas yang lebih besarreseptor
aferen vagal di dinding ventrikel kiri inferoposterior, yang mungkin bertanggung
jawab meningkatkan vasopresor dan reflex inhibitor jantung (benzold-jarisch reflex).
Oleh karena itu, peningkatansementara aktivitas vagal, merupakan salah satu factor
implikasi pada perkembangan bradiritmia terlihat selama infark miokard inferior.

20
Periode post-infark, gangguan tonus vagal, tercatat sebagai penurunan sensitivitas
baroreseptor dan variabilitas denyut jantung, berhubungan dengan peningkatan
takikardi ventikel monomorfik sustain dan kematian mendadak.

2.3.3 Manifestasi Klinis2,11

Manifestasi klinis antara pasien PJK usia lanjut dan muda berbeda, sehingga PJK usia
lanjut kadang-kadang salah terdiagnosa. Perbedaan ini dapat disebabkan karena adanya
penyakit penyerta (superimposed). Selain itu pada pasien lansia, karena sudah
menurunnyaaktivitas fisik, tidak akan terasa. Karena itu keluhan sesak nafas (dispneu) akan
lebih terasa dari pada nyeri dada sebagai keluhan utama, baik paa kasus angina pectoris
maupun infark miokard. Hal ini mungkin karena sudah terjad perubahan pada miokard dan
kelenturan perikard (compliance) karena proses menua sehingga terjadi gangguan pada fungsi
diastolik ventrikel. Disamping itu dengan adanya penyakit penyerta seperti emfisema paru
akaln lebih memperkuat timbulnya keluhan sesak nafas dibandingkan nyeri dada. Dengan
adanya atrial fibrilasi maka akan terdapat palpitasi, pusing , cepat lelah sampai sinkop.

2.3.4 Diagnosa2,10

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan khusus. Kelainan seperti gallop S4
ataupun bising sistolik sering didapat juga pada pasien lansia tidak dengan kelainan jantung
akibat proses menua. Pemeriksaan penunjang treadmill test dapat dipergunakan pada pasien
dengan PJK, tetapi perlu diperhatikan keterbatasannya, misal pengaruh obat digitalis ataupun
kemampuan durasi latihan. Pemeriksaan cardiac imaging dengan thalium scanning dapat
menolong, bila hasil tes treadmill negative, sedangkan pasien itu sangat dicuragai menderita
PJK. Pemeriksaan angiografi koroner bukan merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pada
pasien lansia, tetai tetap memperhitungkan cost dan benefit setiap tindakan. Diagnosa dapat
ditegakkan dengan nyeri dada typical chest pain, pemeriksaan enzim jantung dan gambaran
EKG. Gambaran EKG untuk PJK bisa berupa perubahan pada segmen ST baik depresi
maupun elevasi dan terlihat gelombang p yang tidak teratur.

2.3.5 Terapi12

Pada pasien infark myokard akut dengan atrial fibrilasi diterapi dengan cara yang
sama dengan yang lainnya. Bagaimanapun, karena adanya kemungkinan rapid ventricular
rate dapat meningkatkan luasnya lokasi infark dan karena pentingnya pengaturan kontraksi

21
atrium untuk mendukung cardiac output pada pasien dengan infark myokard akut , terapi
harus dilakukan dengan segera, khususnya ketika ventricular rate melebihi 100/menit.
Glikosida digitalis adalah obat utama yang digunakan untuk menurunkan respon ventrikel.
Digitalis bisa di berikan dengan dosis kecil intravena, yang juga dapat memanjangkann
periode refrakter AV node: 1-4 mg propanolol dalam dosis terbagi sering efektif untuk
menurunkan ventricular rate da ditoleransi dengan baik meskipun pada pasien gagal jantung
ringan dan rapid ventricular rate. Menurunkan respon ventricular rate pada atrial fibrilasi
dapat juga dengan menggunakan verapamil dengan cara bolus injeksi intravena 60-120
µg/kgBB, diikuti dengan infuse terus menerus 2,5-5,0µg/kgBB/menit, mekipun harus
diperhatikan untuk menghindarihipotensi arteri sistemik. Dilain pihak, ketika dekompensasi
hemodinamik menonjol, kardioversi elektris diindikasikan dengan paddle diletakkan pada
anterior dan lateral, dimulai dengan 25 Ws dengan peningkatan tegangan yang perlahan jika
tidak berhasil.

22
3 BAB III
Penutup

Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada lansia telah
terjadi perubahan struktur pada jantungnya. AF bisa jadi tipe yang paroxysmal (intermiten),
persisten ataupun yang permanen. Diagnosis dari AF persisten mengindikasikan adanya
perbaikan potensial dari irama sinus, sedangkan AF yang permanen menunjukkan irama
jantung akhir.
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut adalah terjadi proses menua, dimana terjadi
kemunduran struktur anatomi maupun fungsional yaitu terjadi proses degenerasi. Pada lansia,
proses menua menyebabkan perubahan pada system kardiovaskuler, yaitu : basal heart rate
menurun, respon terhadap stress menurun, LV compliance menurun karena terjadi hipertrofe,
senile amyloidosis, pada katup terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabkan disfungsi
katup, AV node dan system konduksi fibrosis, compliance pembuluh darah perifer menurun,
sehingga afterload meningkat dan terjadi proses atherosklerotik
Atrial fibrilasi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan structural yang
diakibatkan penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien atrial fibrilasi juga
menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya ± 10% dari seluruh kejadian infark
akut yang mengalami atrila fibrilasi, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan mortalitas
sampai 40%.

23
4 Daftar Pustaka

1.Cohen Marc, Pathophysiology and Disease Progression of Atrial Fibrillation: Importance of


Achieving and Maintaining Sinus Rhythm. Jurnal of cardiovascular Electrophysiology.
Blackwel Publishing: 2008. www.medscape.com

2.Sudoyo, Aru W. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM JILID III. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakrata: 2007

3.Berry Collin, Atrial Fibrillation In The Elderly. Department of Cardiology, Queen


Elizabeth Building, Glasgow Royal: 2003. www.bjc.com

4.Suhartini Ratna, Asuhan Usia Lanjut. Erlangga. Jakarta : 2000

5. Price & Wilson. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Dasar-dasar Penyakit. EGC. Jakarta:
2008

6. Guyton & Hall, BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN. EGC. Jakarta: 2006

7.Waktare Johan EP. Atrial Fibrillation. the Cardiology Department, University Hospital
Birmingham, Edgebaston, Birmingham, UK: 2002. www.aha.com

8Ghuran AV & Camm AJ. Ischemic Heart Disease Presenting as Arrhythmias. Department
of Cardiological Sciences, St George’s Hospital Medical School, London, UK:2001.
www.bjc.com

9. Swartz Mark H, Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC,Jakarta: 2001

10. Lili Ismudiati Rilantono, dkk, Buku Ajar Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Gaya Baru, Jakarta : 2004

11.Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI. Jakarta: 2005,

12English Kate M & Channer Kevin S. Managing atrial fibrillation in elderly people

Active management of atrial fibrillation should include elderly people. Department of


Cardiology, Royal Hallamshire Hospital, Sheffield: 1999. www.bmj.com

24

You might also like