Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
sebanyak 17,1% (Go dkk., 2014) dengan angka kematian akibat komplikasi
hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013).
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal
ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat
(James dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan
74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan
darah >140/90 mmHg (Go dkk., 2014). Hipertensi menyebabkan kematian pada
45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita penyakit stroke
pada tahun 2008 (WHO, 2013). Selain itu, hipertensi juga menelan biaya yang
tidak sedikit dengan biaya langsung dan tidak langsung yang dihabiskan pada
tahun 2010 sebesar $46,4 milyar (Go dkk., 2014).
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi
yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya
sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes
RI, 2013b). Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa
hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap
terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan
57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes
DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta
sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis
dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari
hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati
urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau
riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013b).
Seiring dengan peningkatan kasus hipertensi dan komplikasi yang dapat
terjadi jika hipertensi tidak ditangani dengan tepat, maka penggunaan obat yang
rasional pada pasien hipertensi merupakan salah satu elemen penting dalam
tercapainya kualitas kesehatan serta perawatan medis bagi pasien sesuai standar
yang diharapkan. Penggunaan obat secara tidak rasional dapat menyebabkan
timbulnya reaksi obat yang tidak diinginkan, memperparah penyakit, hingga
kematian. Selain itu biaya yang dikeluarkan menjadi sangat tinggi (WHO, 2004).
Pertimbangan di atas tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian terhadap rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi. Penelitian dilakukan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa adanya peningkatan
jumlah kasus hipertensi pada tahun 2013 dibanding dengan tahun 2012. Pada
tahun 2013, hipertensi merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab rawat inap
terbesar di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan menempati urutan
ketiga penyebab rawat inap pada penyakit tidak menular. Hal ini berbeda dari
tahun 2012, dimana hipertensi tidak termasuk dalam 10 penyakit penyebab rawat
inap terbesar di rumah sakit tersebut. Pertimbangan lainnya bahwa Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah merupakan rumah sakit swasta tipe B (Madya) di
Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik pasien hipertensi rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 berdasarkan usia,
jenis kelamin, riwayat penyakit hipertensi, diagnosis penyakit lain dan penyulit,
serta tingkat tekanan darah?
2. Bagaimana pola penggunaan obat pada pasien hipertensi rawat inap di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2013?
3. Bagaimana rasionalitas penggunaan obat antihipertensi yang meliputi ketepatan
indikasi, obat, pasien, dan dosis pada pasien hipertensi rawat inap di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2013
berdasarkan standar terapi utama JNC 7?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik pasien hipertensi rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 berdasarkan usia,
jenis kelamin, riwayat penyakit hipertensi, diagnosis penyakit lain dan penyulit,
serta tingkat tekanan darah.
2. Mengetahui pola penggunaan obat pada pasien hipertensi rawat inap di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember 2013.
3. Mengetahui rasionalitas penggunaan obat antihipertensi yang meliputi
ketepatan indikasi, obat, pasien, dan dosis pada pasien hipertensi rawat inap di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember
2013 berdasarkan standar terapi utama JNC 7.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi tentang penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi.
2. Sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan rumah
sakit.
3. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.
E. Tinjauan Pustaka
1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. Peningkatan tekanan darah sistolik pada umumnya >140 mmHg atau
tekanan darah diastolik >90 mmHg (Depkes RI, 2006) kecuali bila tekanan darah
sistolik 210 mmHg atau tekanan darah diastolik 120 mmHg (Setiawati dan
Bustani, 1995).
Klasifikasi tekanan darah oleh Chobanian dkk. (2004) untuk pasien
dewasa (usia 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau
lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Klasifikasi Hipertensi (Chobanian dkk., 2004)
Klasifikasi tekanan darah
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolik
(mmHg)
(mmHg)
Normal
<120
dan <80
Prehipertensi
120-139
atau 80-89
Hipertensi tingkat 1
140-159
atau 90-99
Hipertensi tingkat 2
160
atau 100
ditandai dengan tekanan darah yang sangat tinggi yaitu tekanan sistolik >180
mmHg atau tekanan distolik >120 mmHg yang kemungkinan dapat menimbulkan
atau tanda telah terjadi kerusakan organ. Krisis hipertensi meliputi hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi yaitu tekanan darah
meningkat ekstrim disertai kerusakan organ akut yang progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah
kerusakan organ lebih lanjut. Hipertensi urgensi yaitu tingginya tekanan darah
tanpa adanya kerusakan organ yang progresif sehingga tekanan darah diturunkan
dalam waktu beberapa jam hingga hari pada nilai tekanan darah tingkat I (Depkes
RI, 2006).
2. Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi
primer atau esensial dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial
(primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor
genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan
hipertensi esensial (Weber dkk., 2014). Faktor genetik dapat menyebabkan
kenaikan aktivitas dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf
simpatik serta sensitivitas garam terhadap tekanan darah. Selain faktor genetik,
faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam,
obesitas dan gaya hidup yang tidak sehat (Weber dkk., 2014) serta konsumsi
4. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh
interaksi berbagai faktor seperti faktor genetik dan lingkungan
yang
10
Tekanan darah juga diregulasi oleh sistem saraf adrenergik yang dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi dan relaksasi pembuluh darah. Stimulasi
reseptor -2 pada sistem saraf simpatik menyebabkan penurunan kerja saraf
simpatik yang dapat menurunkan tekanan darah. Stimulasi reseptor -1 pada
perifer menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tekanan
darah. Stimulasi reseptor -1 pada jantung menyebabkan kenaikan denyut jantung
dan kontraktilitas, sedangkan stimulasi reseptor -2 pada arteri dan vena
menyebabkan terjadinya vasodilatasi (Saseen dan Maclaughlin, 2008; Saseen,
2009).
5. Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel
arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. Apabila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular, maka terdapat peningkatan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan
hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner,
stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Dosh, 2001).
11
6. Terapi Hipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan
organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target
tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan
<130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis (Chobanian
dkk., 2004). Terapi hipertensi meliputi :
a. Terapi non farmakologis
Penderita
prehipertensi
dan
hipertensi
sebaiknya
melakukan
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan jika kelebihan berat
badan dengan menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9;
mengadopsi pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak; mengurangi
konsumsi garam yaitu tidak lebih dari 100 meq/L; melakukan aktivitas fisik
dengan teratur seperti jalan kaki 30 menit/hari; serta membatasi konsumsi
alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari pada pria dan 1 kali/hari pada wanita
(Chobanian
12
b. Terapi farmakologis
Pemilihan obat pada penatalaksanaan hipertensi tergantung pada
tingkat tekanan darah dan keberadaan penyakit penyulit. Obat-obat
antihipertensi seperti diuretik, beta blocker (BB), angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium
channel blocker (CCB) merupakan agen primer yang dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Obat-obat antihipertensi seperti -1 blocker, -2
agonis central, dan vasodilator merupakan alternatif yang digunakan penderita
setelah mendapatkan obat pilihan pertama (Chobanian dkk., 2004).
Jenis obat yang sering digunakan dalam terapi hipertensi :
i.
Adanya
mengakibatkan
jalur
lain
yang
menghasilkan
angiotensin-2
13
14
pada
pasien
dengan
kerusakan
hati
dan
ginjal
serta
menurunkan
tekanan
darah
terutama
dengan
15
16
aktivitas
simpatomimetik intrinsik
(ISA). Asebutolol,
karteolol, penbutolol, dan pindolol adalah penyekat beta ISA yang bekerja
secara agonis pada beta reseptor parsial (Depkes RI, 2006). Penyekat beta
ISA dapat menstimulasi reseptor beta tetapi dengan aksi yang lebih lemah
dari agonis beta sebenarnya. Jika diberikan pada pasien dengan denyut
jantung yang lemah, maka penyekat beta ISA dapat meningkatkan denyut
jantung. Hal yang sebaliknya terjadi pada pasien dalam keadaan istirahat
atau melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan takikardi, dimana pada
pasien-pasien ini penyekat beta ISA dapat menurunkan denyut jantung
karena adanya dominasi sifat penyekat beta (Saseen, 2009).
Penyekat
beta
harus
dihindari
pada
pasien
dengan
17
18
blocker
(CCB)
dihidropiridin
menunjukkan
efek
yang
channel
blocker
(CCB)
nondihidropiridin
tidak
19
20
21
ARB
Diuretik tiazid
Diuretik loop
Kaptopril
25-100
Enalapril
5-40
1-2
Fosinopril
10-40
Lisinopril
10-40
Moeksipril
7,5-30
Perindopril
4-8
Quinapril
10-80
Ramipril
2,5-20
Trandopril
1-4
Kandesartan
8-32
Eprosartan
400-800
1-2
Irbesartan
150-300
Losartan
25-100
1-2
Olmesartan
20-40
Telmisartan
20-80
Valsartan
80-320
1-2
Klorotiazid
125-500
1-2
Klortalidon
12,5-25
Hidroklorotiazid
12,5-50
Politiazid
2-4
Indapamid
1,25-2,5
Metolazon
0,5-5
Bumetanid
0,5-2
Furosemid
20-80
Torsemid
2,5-10
Amilorid
5-10
1-2
Triamteren
50-100
1-2
Antagonis reseptor
aldosteron
Eplerenon
50-100
Sprinolokton
25-50
BB
Atenolol
25-100
Betaksolol
5-20
Bisoprolol
2,5-10
Metoprolol
50-100
1-2
22
Golongan obat
antihipertensi
BB
BB dengan intrinsic
symphatomimetic activity
Frekuensi
harian lazim
1
1
Propranolol
Propranolol longacting
Timolol
40-160
60-180
20-40
Asebutolol
200-800
Penbutolol
10-40
10-40
Pindolol
Karvedilol
12,5-50
Labetolol
200-800
CCB dihidropiridin
Amlodipin
2,5-10
Felodipin
2,5-20
Isradipin
Nikardipin sustained
release
Nifedipin long acting
2,5-10
60-120
30-60
10-40
180-420, 120-540
80-320
120-480
1-2
Verapamil
120-360
Doksazosin
1-16
Prazosin
2-20
2-3
Terazosin
1-20
1-2
Klonidin
0,1-0,8
Klonidin patch
0,1-0,3
1 kali/minggu
Metildopa
250-1000
Reserpin
0,1-0,25
Guanfasin
0,5-2
Hidralazin
25-100
CCB nondihidropiridin
Penyekat alfa-1
Vasodilatator arteri
Nisoldipin
Dilitiazem extended
release
Verapamil immediate
release
Verapamil long acting
Minoksidil
2,5-80
1-2
Ket. ACEI : angiotensin converting enzyme, ARB : angiotensin receptor blocker, CCB :
calcium channel blocker, BB : beta blocker
23
Pilihan obat
Hipertensi tingkat I
(SBP 140-159 mmHg
atau DBP 90-99
mmHg)
Sebagian besar diuretik
tiazid, dapat
dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB, CCB
atau kombinasi
Hipertensi tingkat II
(SBP 160 mmHg atau
DBP 100 mmHg)
Sebagian besar
kombinasi dua obat
(biasanya diuretik
tiazid dan ACEI atau
ARB atau BB atau
CCB)
Obat-obatan untuk
penyakit penyulit (lihat
tabel IV)
Obat antihipertensi lain
(diuretik, ACEI, ARB,
BB, CCB) sesuai
kebutuhan
24
adalah diuretik tiazid. Rekomendasi ini terutama untuk pasien yang tanpa indikasi
penyulit dengan hipertensi tingkat I, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan
pula obat antihipertensi lain seperti beta blocker, ACEI, ARB, CCB, atau
kombinasi. Pasien dengan hipertensi tingkat II sebaiknya memulai terapi dengan
kombinasi dua obat antihipertensi dari golongan yang berbeda (Chobanian dkk.,
2004).
Penyakit penyulit pada hipertensi meliputi gagal jantung, pasca infark
miokard, resiko penyakit koroner yang tinggi, diabetes, penyakit ginjal kronis, dan
pencegahan stroke. Penatalaksanaan hipertensi untuk pasien dengan indikasi
penyakit penyulit membutuhkan pertimbangan khusus. Berdasarkan JNC 7,
adanya indikasi penyulit membutuhkan obat-obat antihipertensi tertentu sebagai
lini pertama. Kelas obat yang direkomendasikan merupakan hasil pertimbangan
dari berbagai uji klinis tentang penggunaan kelas obat tertentu pada hipertensi
dengan penyakit penyulit (Chobanian dkk., 2004). Pemilihan terapi hipertensi
dengan penyakit penyulit dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Pemilihan terapi hipertensi dengan penyakit penyulit (Chobanian dkk., 2004)
Rekomendasi obat
Penyakit penyulit
Diuretik BB
ACEI
ARB
CCB ALDO ANT
Gagal jantung
Diabetes
Pencegahan stroke
Ket. ACEI : angiotensin converting enzyme, ARB : angiotensin receptor blocker, CCB :
calcium channel blocker, BB : beta blocker, ALDO ANT : aldosterone antagonist
25
Tepat pasien berarti tidak ada kontraindikasi atau kondisi khusus yang
mempermudah timbulnya efek samping serta terapi obat dapat diterima oleh
pasien. Tepat dosis berarti takaran, jalur, saat, lama pemberian sesuai dengan
kondisi pasien. Waspada terhadap efek samping obat berarti melaksanakan
26
tindakan pengawasan terhadap efek samping utama obat secara tepat (Imono,
2003).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien hipertensi,
pola pengobatan, dan rasionalitas penggunaan obat antihipertensi yang meliputi
ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan pasien, dan ketepatan dosis pada
pasien hipertensi rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
periode Januari-Desember 2013.