You are on page 1of 15

TUGAS THT-KL

TINNITUS

Oleh :
Aulia Nurul Fatimah
G 99131023
Pembimbing :
dr. Anthonius Cristanto, M.kes., Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROK KEPALA LEHER (THT-KL)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI/RSUD PANDAN
ARANG
SURAKARTA
2015

A.

Kumpulan symptom dalam bidang THT-KL


1. Telinga :
a. Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
b. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
c. Pusing berputar (vertigo)
d. Nyeri di dalam telinga (otalgia)
e. Keluar cairan dari telinga (otorea)
f. Corpus alienum
2. Hidung :
a. Sumbatan hidung (nasal obstruksi)
b. Pilek (rhinorrhea)
c. Sekret di hidung dan tenggorok
d. Bersin
e. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
f. Perdarahan dari hidung (epistaksis)
g. Gangguan penghidung
h. Corpus alienum di hidung
i. Suara sengau (nasolalia)
3. Tenggorok :
a. Nyeri tenggorok
b. Nyeri menelan (odinofagia)
c. Rasa banyak dahak di tenggorok
d. Sulit menelan (disfagia)
e. Suara sengau (nasolalia)
f. Rasa sumbatan di leher
4. Kepala leher :
a. Pusing (vertigo)
b. Batuk
c. Disfagia
d. Rasa ada sesuatu di tenggorok
e. Suara serak (hoarsness)
f. Benjolan di leher
g. Benda asing di tenggorok

B.

Patofisiologi Tinnitus
Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam.

a.

Telinga luar
Telinga

luar

merupakan
bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, Liang
telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga atau membrana
timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi
untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju
gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk
menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan
hasil susunan tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit tipis.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar
dan tulang di dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3 cm.
Di dalam liang telinga terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin
yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi
sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga
yang meneruskan suara ke telinga tengah.
b. Telinga tengah

Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang
telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga
berada di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke
tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh
meneruskan getaran ke koklea.

Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal.
Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan
udara di luar tubuh. Saluran Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke
belakang faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah
tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah rangkaian rongga pada tulang
pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin membranasea,
yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe.
Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang koklea terdiri atas tiga
bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala
vestibuli berhubungan dengan tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut

tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui
tingkap bulat.
Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran
Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran
basilaris terdapat organ corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls.
Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat
membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan
dihubungkan dengan bagian otak dengan N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan.
Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur
utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis.
Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut
yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

Fisiologi Pendengaran
Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang
telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus
dan stapes, ke foramen oval.
Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe
yang ada di dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana
Reissner dan menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif
antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion akan terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks pendengaran di area


39-40 lobus temporalis.
Patofisiologi Tinnitus
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal
yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam
tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan
telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah
seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus
atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi
karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi,
biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi
dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media,
otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa
gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama
dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis
dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga
ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga
tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan
mengakibatkan tinitus juga.

Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,


garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun
hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi
tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau
berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme
atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila
keadaannya sudah normal kembali.

A. Diagram penanganan pasien dengan keluhan tinnitus

Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.

Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus.
Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:

Kualitas dan kuantitas tinitus

Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga

Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu,


ataupun mendesis dan bunyi lainnya

Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari

Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran


serta gangguan neurologik lainnya.

Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit
dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi
jika tinitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap patologik.

Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan


sifat ototoksik

Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi

Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik

Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam mendiagnosis
pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering terjadi pada wanita
muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering terjadi pada usia muda
yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan neuroma
akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi obat,
presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk
mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya

mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di saraf


pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan
sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah
seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop
endolimfatikus).
Pemeriksaan fisik
Pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi dengan
menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau
objektif. Jika suara tinnitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat
subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut. Jika suara yang didengar
serasi dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba
eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi
detak

dan

jantung, maka kemungkinan besar tinnitus timbul karena aneurisma, tumor

vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat
kontinue, maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik
yang terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri.
Hasilnya dapat beragam, di antaranya:

Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.

Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis


ataupun otitis kronik.

Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem


Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun

abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin disebabkan karena terpajan


bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau
presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena
neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
Pemeriksaan penunjang
Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan
pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf
pusat. Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.Berikut adalah
algoritma untuk pendekatan diagnosis dengan keluhan utama tinnitus:

B. Differential diagnosis penyakit dengan keluhan tinnitus

Presbikusis

Obat Ototoksik

Meniere Syndrome

Otosklerosis

Umur

>60 tahun

Semua umur

Dekade ke 5

11-45 tahun

Penurunan
Pendengara
n

Berkurang secara
progresif (perlahanlahan)

Berkurang secara
cepat/perlahan

Timbul saat serangan Berkurang secara


datang (intermiten,
progresif
mendadak)

Gejala
utama

Tuli, tinnitus, vertigo Tinitus, tuli,


vertigo

Letak
Kelainan

Bilateral

Unilateral/bilateral Unilateral/bilateral

Bilateral

Penyebab

Proses degenerasi

Toksisitas

Kelainan pada stapes

Jenis Tuli

Tuli Sensorineural

Tuli Sensorineural Tuli Sensorineural

Trias: vertigo, tinnitus, Tuli, tinnitus, vertigo


tuli

Hidrops endolimfe
pada koklea dan
vestibulum

Tuli Konduksi

C. Medikamentosa terapi Tinitus


1. Antiansietas
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat Benzodiazepine
atau disebut juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat
yang paling umum digunakan sebagai anti ansietas. Alprazolam merupakan
obat anti ansietas yang efektif digunakan untuk mengurangi rangsangan
abnormal pada otak, menghambat neurotransmitter asam gama-aminobutirat
(GABA) dalam otak sehingga menyebabkan efek penenang. Mekanisme Kerja
Alprazolam yaitu berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post
sinap GABA di beberapa tempat di SSP, termasuk sistem limbik dan

formattio

retikuler.

Peningkatan

efek

inhibisi

GABA menimbulkan

peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang menyebabkan terjadinya


hiperpolarisasi dan stabilisasi.
2. Antidepresan
Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin bekerja dengan
menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptilin
mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif
terhadap

depresi

akibat

kekurangan

serotonin.

Senyawa

ini

juga

mempunyaiaktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.


3. Betahistine
Betahistin merupakan golongan analog histamine, agonis reseptor H1.
Betahistine bekerja secara langsung berikatan dengan reseptor histamin yang
terletak pada dinding aliran darah, termasuk didalam telinga. Dengan
mengaktifkan reseptor ini dapat menyebabkan vasokonstriksi. Dengan
peningkatan sirkulasi darah, mengurangi tekanan di telinga. Obat ini
membantu menghilangkan tekanan didalam telinga dan mengurangi frekuensi
dan keparahan serangan mual dan pusing. Betahistine juga mengurangi bunyi
mendenging di telinga (tinitus) dan membantu fungsi pendengaran menjadi
normal. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan
sesekali rash di kulit.
BETAHISTIN MESYLATE (MERISLON)
Dapat diberikan dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per
oral.
4. Kortikosteroid
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang
termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan
membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut
kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi
rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari
berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid.
Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel
(contohnya: limfosit).
Efek Glukokortikoid:
Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses
inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi
penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Benson AG, Meyers AD. Tinnitus. http://emedicine.medscape.com/article/856916overview#aw2aab6b3 diakses pada: 3 November 2014
Chan, Y., 2009. Tinnitus: Etiology, Classification, Characteristics, and Treatment.
Available
from:
http://www.discoverymedicine.com/YvonneChan/2009/10/10/tinnitusetiolog
y-classification-characteristics-and-treatment/ [Akses 5 Maret 2015]
Collins RD. Algorithmic diagnosis of symptoms and signs: a cost-effective approach.
2nd ed. Philadelphia: Lippincott williams &Wilkins, 2003: 568-9

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi
5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.
Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. 2008. Buku Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

You might also like