Professional Documents
Culture Documents
Ancaman
Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh berbagai
situasi. Ancaman-ancaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Ancaman kepentingan pribadi, seperti kepentingan keuangan pada klien,
ketergantungan yang signifikan atas jumlah imbalan jasa professional yang
diperoleh dari suatu klien, kekhawatiran atas kemungkinan kehilangan klien,
b) Ancaman telaah pribadi, seperti penemuan kesalahan yang signifikan ketika
dilakukan pengevaluasian kembali hasil pekerjaan praktisi,
c) Ancaman advokasi, seperti mempromosikan saham suatu entitas yang efeknya
tercatat di bursa (emiten) yang merupakan klien audit laporan keuangan,
d) Ancaman kedekatan seperti anggota tim perikatan merupakan anggota
keluarga langsung atau anggota keluarga dekat daridirektur atau pejabat klien,
dan
e) Ancaman
intimidasi,
seperti
ancaman
atas
pemutusan
perikatan
atau
Pencegahan.
dan
prosedur
yang
mendorong
dan
memotivasi
staf
untuk
berkomunikasi dengan pejabat senior KAP atau Jaringan KAP mengenai setiap
isu yang terkait dengan kepatuhan pada prisip dasar etika profesi yang menjadi
perhatiannya.
Pencegahan pada tingkat perikatan contohnya:
Melibatkan praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan
atau untuk memberikan saran yang diperlukan.
menerima
suatu
klien
baru,
setiap
praktisi
harus
manajemen,
atau
aktivitasnya).
Setiap
praktisi
hanya
boleh
tersebut.
Sebelum
menerima
perikatan,
setiap
praktisi
harus
melakukan
tindakan-tindakan
seperti
pembuat
pernyataan
yang
(hospitality)
oleh
klien.
Penerimaan
pemberian
tersebut
dapat
Menurut Code of Ethic for Professional Accountant (CEPA), auditor harus memiliki prinsip
etika, yaitu
Integritas, yaitu sikap sederhana dan jujur dalam pekerjaan.
Objektivitas, yaitu sikap tidak membiarkan adanya penyimpangan dan konflik kepentingan yang
mengganggu profesionalitas.
Kompetensi serta cermat dan kehati-hatian, yaitu sikap untuk memelihara pengetahuan pada
tingkat yang disyaratkan agar klien menerima jasa yang profesional.
Kerahasiaan.
Perilaku profesional, yaitu sikap wajib mentaati hukum dan peraturan yang sesuai.
Dalam menjalankan prinsip etika, auditor mendapatkan beberapa ancaman, yaitu
Self-interest threat, yaitu ancaman dari kepentingan pribadi.
Self-review threat, yaitu ancaman telaah sendiri, misalnya overbudget dalam audit
mengakibatkan kualitas audit yang tidak memadai.
Advocacy threat, yaitu ancaman karena pendapat klien.
Familiarity threat, yaitu ancaman dengan sikap kekeluargaan.
Intimidation threat, yaitu ancaman yang dapat mempengaruhi audit.
Untuk menghindari ancaman perlu pengamanan, yaitu
Pengamanan yang diciptakan oleh profesi dan regulator.
Syarat pendidikan, pelatihan, dan pengamanan.
Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Regulasi tentang governance.
Standar profesi akuntan.
Prosedur monitoring.
Review dari pihak eksternal.
Pengamanan di tempat kerja.
Mencegah fraud dapat menggunakan whistle-blower mechanism, yaitu
Internal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak internal perusahaan.
Eksternal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak eksternal perusahaan.
Syarat whistle-blower, yaitu
Motivasinya jelas.
Buktinya jelas.
Analisisnya jelas.
Salurannya jelas.
Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor audit manajemen harus
mengungkap kecurangan yang ada.
1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit
Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang dengan
orang lain untuk mendapatkan pemahaman untuk saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan
psikologis. Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah yang berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.
Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian di
mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga
dalam kegiatan audit manajemen, antara auditor dan auditee. Beberapa prinsip tersebut yang
kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit manajemen. Apabila kita perhatikan,
kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam posisi tertentu dan
khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik
yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita
perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor
saat melakukan audit manajemen dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.
2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit
Dalam beberapa hal, auditor audit manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan.
Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta
memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal organisasi. Keduanya
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang
harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut, audit manajemen dan audit eksternal adalah
dua fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.
Perbedaan antara Audit Manajemen dengan Audit Eksternal.
1. Perbedaan misi
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran
pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi
dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari
periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan,
baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar
tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu,
tanggung jawab utama auditor audit manajemen tidak terbatas pada pengendalian internal
berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi
desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governancedalam
pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan
perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.
2. Perbedaan organisasional
Auditor audit manajemen merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka
adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada.
Meskipun
dalam
perkembangannya
pada
saat
ini
dimungkinkan
untuk
dilakukan outsourcingatau co-sourcing auditor audit manajemen, namun sekurang-kurangnya
penanggung jawab aktivitas audit manajemen (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi.
Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka
melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan
maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal.
3. Perbedaan pemberlakuan
Secara umum, fungsi audit manajemen tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk
perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaanperusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor audit
manajemen. Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki
auditor audit manajemen. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit
eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badanbadan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan
perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal.
4. Perbedaan kualifikasi
Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan, namun
juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan
dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan
audit manajemen. Auditor eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami
dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan
keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut.
Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi
anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan.
5. Perbedaan fokus dan orientasi
Auditor audit manajemen lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang
diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif
(risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya.
Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadiankejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.
6. Perbedaan timing
Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan
auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik atau tahunan.
3. Hubungan kerjasama antara auditor audit manajemen dengan auditee
Perlu kita pahami bahwa hubungan yang terjadi antara auditor audit manajemen
dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara
satu bagian dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan
dalam suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara
wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya
tujuannya adalah sama.
Karena posisi auditor audit manajemen adalah staf dari pimpinan puncak (Dirut), ia tentunya
diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :
Teknis operasional.
Teknis operasional auditing.
Hubungan antar manusia yang efektif.
Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya
itu. Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :
1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang bermakna.
2. Cara atau metode atau prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.
Jika diperhatikan ketiga faktor itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut
berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali
disalahartikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk
disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat
kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang
merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus
didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi.
Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi
dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena
pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang
berbeda.
Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan
informasi secara obyektif. Khusus bagi auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus
didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur
dalam pedoman kerja para auditor audit manajemen. Singkatnya hubungan antara auditor
dengan auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang
digunakan berorientasi pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai
alternatif dengan orentasi peningkatan atau perbaikan bagi organisasi secara menyeluruh.
Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah
perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak untuk memahami posisinya masing-masing
dalam bentuk yang lebih konkret.
Peranan internal auditor
1. Peran sebagai problem solver
Temuan audit pada hakekatnya adalah problem. Auditor audit manajemen harus mampu
menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis
yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam
mengambil kesimpulan atau keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benarbenar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula
dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam kaitan ini maka auditor
perlu memahami akar permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang
direkomendasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang
menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya,
ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut
dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan konflik, yang tidak mungkin dihindarkan akan
dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.
2. Peran sebagai conflict resolution
Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila seorang
auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya denganauditee. Konflik itu sendiri adalah
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran
yang tidak sejalan. Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada
visi keinginan semua pihak di organisasi untuk melahirkan organisasi yang sehat dan
berkembang wajar adalah yang paling pokok.
Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :
Menghindari
Membekukan
Dikonfrontasikan
Menghindari konflik. Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional dengan
mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari
pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila auditor kurang punya
kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi
persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat
timbul dan auditor tetap tidak dapat mengatasinya.
Membekukan konflik. Ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa
digunakan auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk
konfrontasi tetap tidak mungkin.
Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan
dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan: dengan memakai
kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari direktur utama maka auditee harus
melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila
merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian.
Dengan memakai strategi negosiasi, dalam strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing
langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi win-win solution harus dipakai sebagai
dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan
berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang
lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.
3. Peran interviewer
Komunikasi yang akan dilakukan oleh auditor, sering kali dalam bentuk wawancara. Tujuannya
adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu auditor audit manajemen harus paham
mengenai:
Konteks dari wawancara yang dilakukan
Isi dari bahan yang ingin dicarinya
Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan wawancara kurang
dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee.
Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian
diikuti dengan penetapan berbagai; aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan
dilanjutkan dengan; mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran negosiator dan komunikator
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran komunikator akan
lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk
terus menerus mampu menjual posisi auditor, program auditor ataupun ide-idenya. Karena itu
kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang
remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan
kondisi dimana semua pihak dapat terpenuhi keinginannya.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar konflik
dan ketidaksetujuan itu datangnya karena saling kurang pahamnya pihak-pihak yang
berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif
bukanlah hal yang mudah.
5 . Komunikasi dalam audit manajemen
Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak bisa dianggap remeh dan
kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen
terpenting dalam organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat tergantung
dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.
Selama komunikasi berlangsung pahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya.
Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali
merupakan sarana penting yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan
berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.
Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus dibina oleh
auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya
bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak.
Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah
terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai
kedewasaan.
a. Komunikasi dengan manajemen selama masa audit
Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai
berbagai hal yang mencakup berikut ini :
antagonisme pada auditee. Menurut sebuah studi penelitian, penyebab antagonisme adalah
sebagai berikut :
Takut bahwa kritik berasal dari temuan audit yang merugikan.
Takut perubahan dalam kebiasaan kerja sehari-hari karena antagonisme adalah kebiasaan
disebabkan perubahan yang dihasilkan dari rekomendasi audit. Tindakan hukuman oleh atasan
yang berawal dari adanya kekurangan yang dilaporkan.
Praktik audit sensitif - laporan yang terlalu kritis, laporan yang berfokus hanya pada kekurangan
saja, hal ini dapat dipersepsikan bahwa auditor memperoleh keuntungan pribadi dari pelaporan
kekurangan.
Gaya audit bermusuhan - yaitu kurangnya pemahaman tentang masalahauditee, tidak adanya
empati, adanya perasaan superioritas oleh auditor, konsentrasi yang berlebihan pada kesalahan
tidak signifikan, nada menghakimi ketika mengajukan pertanyaan, dan perhatian yang lebih
besar dengan memamerkan cacat daripada membantu secara konstruktif untuk memperbaiki
kondisi.
Penyebab penting lainnya adalah bahwa penelitian auditor atas sistem dan prosedur yang ada
dapat memberikan ruang atas rekomendasi untuk perubahan sistem tersebut, diketahui bahwa
terdapat resistensi terhadap perubahan, dan hal ini adalah suatu yang wajar. Ketika perubahan
yang direkomendasikan oleh auditor, resistensi terhadap perubahan diarahkan kepada
rekomendasi auditor dan auditor. Auditor dipandang sebagai instrumen kemungkinan untuk
merekomendasikan perubahan dan auditee tidak menyambut kunjungan auditor dan jauh lebih
sedikit memperhatikan studi mereka dan laporan mereka setelahnya. Dalam pandangan di atas,
ketakutan akan evaluasi kinerja mereka dan kemungkinan perubahan yang disarankan dalam
sistem yang sudah familiar membentuk penyebab utama masalah perilaku antara auditor
danauditee. Ini tidak harus, bagaimanapun, terlalu dipermasalahkan bahwa selain penyebab di
atas, pendekatan umum auditor pada perannya dan perilakunya menambahkan dimensi lain
dengan sifat masalah perilaku.