You are on page 1of 3

Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan

dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu
penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit.
Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya
tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan
sangat mendukung

dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat

sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat (Anonim,2005).


Dari

sisi kefarmasian, apoteker pun sejauh ini belum benar-benar menjalankan

profesinya. Di apotek, biasanya konsumen apotek (pasien) hanya menyerahkan resep,


membayar, dan menerima obat. Pada saat penyerahan obat pun, hampir tidak ada informasi yang
diberikan petugas apotek. Bahkan konsumen apotek tidak pernah mengetahui apakah saat itu
ada apoteker yang bertugas di apotek atau tidak (Purwanto, 2008).
Pengertian rasional itu sendiri menurut WHO adalah :
1.
2.
3.
4.

sesuai dengan keperluan klinik


dosis sesuai dengan kebutuhan pasien
diberikan dalam jangka yang sesuai
dengan biaya termurah bagi pasien dan komunitasnya

Dalam konteks biomedis, P.O.R mempunyai kriteria :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tepat diagnosis
Tepat indikasi
Tepat pemilihan obat (khasiat, keamanan, mutu, biaya)
Tepat dosis, cara dan lama pemberian
Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
Tepat peracikan dan pemberian informasi
Kepatuhan pasien
Tepat dalam melakukan upaya tindak lanjut
Penggunaan obat yang rasional memberi perhatian penting kepada pemberian antibiotika,
ada tidaknya poli-farmasi serta pemberian injeksi.

Contoh penggunaan obat yang tidak rasional dan harus dihindarkan antara lain
1.

Penggunaan obat dimana terapi obat tidak diindikasikan, misal antibiotika untuk ISPA

2.

ringan, diare
Pemilihan obat yang salah untuk indikasi tertentu, misal tetrasiklin untuk infeksi

3.
4.

streptokokus faringitis anak


Penggunaan obat dengan indikasi meragukan dan status keamanan yang tidak jelas
Cara pemberian yang salah

5.

Penggunaan obat mahal walaupun alternatif obat yang aman, efektif dan lebih murah
tersedia.
Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat yang tidak rasional

dapat memberi dampak ; terjadinya pemborosan biaya dan anggaran masyarakat, resiko efek
samping dan resistensi, ketersediaan obat kurang terjamin, mutu pengobatan dan pelayanan
kesehatan buruk, memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat.
Berdasarkan keamanannya, obat dapat digolongkan ke dalam golongan narkotika, obat
keras, obat bebas terbatas dan obat bebas. Obat mempunyai kedudukan yang khusus dalam
masyarakat karena merupakan produk yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat. Namun demikian, penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak
rasional dapat membahayakan masyarakat. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan
penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi melalui
iklan, Pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap penyebaran informasi obat,
termasuk periklanan obat. Dalam periklanan obat, masalah yang dihadapi relatif kompleks
karena aspek yang dipertimbangkan tidak hanya menyangkut kriteria etis periklanan, tetapi juga
menyangkut manfaat-resikonya terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat. Dalam
perundang-undangan ini semua telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan
dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan
atau jasa lain (pasal 13)
Aktivitas promosi yang dilakukan oleh pabrik obat mengenai produk-produk khusus
menghasilkan peresepan yang tidak rasional dan mahal.
Pengobatan rasional menghadapi problem besar karena informasi yang tidak seimbang,
bias dan tidak etis yang disampaikan oleh pabrik obat. Diamati pula bahwa ada insentif yang
besar bagi dokter yang dimasukkan dalam biaya promosi untuk menjamin loyalitas. Menurut
laporan CIC (1991), sejumlah industri farmasi membuat kontrak dengan para dokter untuk selalu
menggunakan produk mereka dalam peresepannya. Direkomendasikan untuk memberikan
informasi obyektif sesuai kebutuhan yang diikuti dengan sistem untuk melakukan auditnya.
Tidak adanya kontrol terhadap bahan promosi yang diberikan langsung kepada dokter dan
imbalan yang rendah yang diterimadokter pemerintah, mengakibatkan pengaruh insentif yang
menarik dari industri lebih berpengaruh ketimbang kebutuhan rasional pasien.

Industri farmasi dan tenaga kesehatan memiliki andil yang sangat besar dalam masalah
ini sebab mereka yang memegang peranan penting. Sebaiknya koreksi diri dengan melihat etika
kesehatan yang berlaku. Jangan karena hanya kepetingan pribadi menyebabkan masalah utama
kesehatan pasien menjadi sesuatu yang dikorbankan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan
harus memantau dan mengatur promosi obat untuk memastikan sesuai etika dan tidak bias.
Semua promosi harus dapat dipercaya, akurat, informatif, seimbang, terkini.
Selain itu, obat masih diutamakan sebagai komoditas perdagangan sehingga menghambat
pelayanan kefarmasian yang baik. Hal ini terbukti dengan harga obat yang pada umumnya dinilai
masih mahal dengan struktur harga yang tidak transparan dengan mekanisme harga yang
diserahkan pada pasar. Keadaan tersebut memberikan peluang bagi perusahaan farmasi untuk
mengganti merek dagang dengan zat aktif yang sama. Inilah yang sangat memicu konflik
kepentingan dalam pelayanan kesehatan baik secara individu, kelompok, maupun lembaga.
Daftar Pustaka
Anonim. 2005. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


World Health Organization.1994. WHO Policy Perspectives on Medicines. Promoting rationaln
use of medicines: core components. Geneva.
Guide to good prescribing. Diunduh dari http://libdoc.who.int/hq/1994/WHO DAP 94.11.pdf
Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 00.06.323.295 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengawasan Promosi dan Iklan Obat
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

You might also like