Professional Documents
Culture Documents
2, Agustus 2013
J. Jalan - Jembatan
Vol. 30
No. 2
Hal. 54 - 141
Bandung
Agustus 2013
Terakreditasi 484/AU3/P2MI-LIPI/08/2012
Berlaku : 7 Agustus 2012 - 7 Agustus 2015
ISSN
1907 - 0284
Jurnal
JALAN - JEMBATAN
Jurnal Jalan-Jembatan adalah wadah informasi bidang Jalan dan Jembatan berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah
terkait yang meliputi Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Geoteknik Jalan, Transportasi Dan Teknik Lalu-Lintas serta Lingkungan
Jalan, Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Terbit pertama kali tahun 1984 dengan frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April,
Agustus dan Desember. Sesuai Surat Keputusan LIPI No.484/AU3/P2MI-LIPI/08/2012 Jurnal Jalan-Jembatan telah mendapat Akreditasi.
Pelindung
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Pembina
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Penangung Jawab
Ka. Bidang Standar dan Diseminasi
Redaktur
Prof. (R) DR. Ir. Furqon Affandi, M.Sc
Penyunting
Ir. Benyamin Saptadi., M.Si
Dulmanan, SAB
Ir. Nono, M.Eng.Sc
Dra. Yeyeh Kursiah, Dipl. TEFL
Indira (Ira) Dwi Putri, S.Sos.
Dewi Siti Bayduri, ST
Roro Willis, S.Pd
Desain Grafis/ Fotografer
Gelar Ermaya Nugraha
Internal Editor
Prof (R) DR. Ir. Furqon Affandi, M.Sc (Peneliti Utama Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan)
DR. Djoko Widajat, M.Sc (Peneliti Madya Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan)
Ir. GJW Fernandez (Peneliti Utama Bidang Geoteknik Jalan)
Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc (Peneliti Utama Bidang Geoteknik Jalan)
Drs. Gugun Gunawan, M.Si (Peneliti Madya Bidang Teknik Lingkungan Jalan)
DR. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc (Peneliti Madya Bidang Lalu Lintas Jalan)
Prof. (R) Ir. Lanneke Tristanto (Ahli Peneliti Utama Bidang Jembatan & Bangunan Pelengkap Jalan)
Mitra Bestari
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Ir. Wimpy Santosa, M.Sc. PhD (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu Lintas Jalan; Universitas Katolik Parahyangan)
Ir. Bambang Sugeng S, DEA (Bidang Teknik Perkerasan Jalan; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Aziz Jayaputra, M.Sc (Bidang Geoteknik; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Soegijanto, M.Si (Bidang Fisika Teknik/Lingkungan; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc (Bidang Teknik Struktur; Universitas Katolik Parahyangan)
Sekretariat
Anne K. Panggabean, AMd
Bernardus Respati Wibowo, SE
Jurnal Jalan-Jembatan diterbitkan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan
Umum.
Alamat Redaksi/Penerbit:
PRAKATA
Redaksi mengucapkan selamat bertemu kembali dengan Jurnal Jalan-Jembatan edisi Agustus 2013.
Pada edisi ini ada enam tulisan yang disajikan, yaitu sifat beton berserat baja dengan metode
pengerjaan pracetak agregat; penggunaan slurry seal untuk pemeliharaan jalan; Efek reaksi tekan
gelagar baja komposit dengan menggunakan metode prakompresi; workability pada campuran
beraspal panas; pengaruh bahan tambah parafin terhadap campuran beraspal hangat dan analytical
hierarchy process untuk alternatif pembiayaan penanganan jalan.
Tulisan sifat beton berserat baja, menyampaikan metode alternatif pembuatan beton berserat baja
tanpa menimbulkan efek penggumpalan dengan cara praletak adukan agregat kasar dan serat, beserta
sifat-sifat beton yang dihasilkannya, seperti kuat tarik lentur dan modulus elastisitasnya. Tulisan yang
kedua menyampaikan kajian teknologi slurry seal untuk pemeliharaan preventif jalan berdasarkan
percobaan laboratorium dan percobaan lapangan.
Tulisan efek reaksi tekan pada gelagar komposit membahas tentang metoda prakompresi untuk
peningkatan kapasitas dan daya layan jembatan komposit dengan memberikan tegangan inisial pada
lantai jembatan dan gelagar bajanya.
Tulisan selanjutnya menyampaikan pengaruh jenis aspal terhadap workability atau kemudahan kerja
untuk pencampuran dan pemadatan campuran beraspal panas. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa
temperatur pencampuran dan pemadatan campuran beraspal dengan bahan tambah, tidak bisa
didasarkan dari pengujian viskositas aspal seperti pada campuran beraspal dengan aspal keras biasa.
Tulisan berikutnya mengenai pengaruh bahan tambah parafin untuk campuran beraspal hangat, yang
mengemukakan penambahan bahan tambah berbahan dasar parafin yang bisa menurunkan temperatur
pencampuran dan pemadatan dengan cukup berarti, dengan kualitas campuran beraspalnya yang masih
setara dengan kualitas campuran beraspal panas.
Tulisan yang terakhir yaitu analytical hierarchy process untuk pemilihan alternatif pembiayaan
penanganan jalan, menyampaikan tentang kajian pemilihan terhadap penetapan instrumen pembiayaan
untuk penanganan jalan Indonesia.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih banyak kepada Prof. Dr. Ir. Aziz Jayaputra, M.Sc;
Prof. Ir. Wimpy Santosa M.Sc. PhD; Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng DEA; Prof. Dr. Ir. Soegijanto.
M.Si; Prof. Dr. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc atas kesediaannya sebagai mitra bestari pada Jurnal
Jalan-Jembatan.
Mudah-mudahan semua tulisan yang kami sajikan memberikan manfaat besar bagi para pengambil
keputusan dan kebijakan di bidang jalan, pelaksana, konsultan dan para mahasiswa serta pembaca
pada umumnya.
Selamat membaca.
Ketua Dewan Redaksi
JURNAL
JALAN-JEMBATAN
DAFTAR ISI
Prakata
Daftar Isi
ii
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Mechanical Properties Of Steel-Fiber-Reinforced Concrete Produced By Aggregate
Preplacing Method)
Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo
54 70
71 79
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan Menggunakan Metode Prakompresi
(Compressive Reaction Effect Of Composite Girder With Precompression System)
N. Retno Setiati, Risma Putra
80 96
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari
Campuran Beraspal Panas
(The Effect Of Type Bitumen At Compaction Temperature Related To Workability Of Hot
Mix Asphalt )
Neni Kusnianti, Furqon Affandi
97 111
Pengaruh Bahan Tambah yang Berbahahan Dasar Parafin Terhadap Kinerja Campuran
Beraspal untuk Perkerasan Jalan
(The Effect Of Paraffin Based Additive On Bituminous Performance Of Road Pavement)
Hendri Hadisi, Furqon Affandi
112 126
127 141
ii
2), 3)
1), 2), 3)
2), 3)
Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281
e-mail: sam.randa@pusjatan.pu.go.id; iman@tsipil.ugm.ac.id; djokosulistyo@tsipil.ugm.ac.id
ABSTRAK
Jumlah serat yang dapat ditambahkan ke dalam beton berserat yang diaduk secara konvensional dibatasi oleh
fenomena penggumpalan serat dalam pengaduk beton. Tulisan ini membahas metode alternatif pembuatan beton
berserat dengan indeks perkuatan tinggi dengan cara praletak adukan agregat kasar dan serat. Hubungan
indeks perkuatan serat terhadap sifat-sifat mekanis beton agregat-serat praletak dilaporkan secara rinci. Indeks
perkuatan volumetrik serat dalam beton adalah 0%, 1%, 1,6% dan 2,0%. Sifat-sifat mekanis yang diteliti
mencakup cepat-rambat getaran ultrasonik, modulus elastisitas, kuat tekan, kuat tarik-lentur dan keuletan. Sifatsifat fisis beton meliputi kerapatan massa, penyerapan air, dan volume pori permeabel juga dilaporkan.
Didapati bahwa penambahan serat memperbaiki sifat-sifat mekanis beton agregat praletak. Indeks perkuatan
serat berkorelasi kuat terhadap sifat-sifat mekanis beton. Untuk beton agregat praletak polos hingga beton
agregat praletak berserat dengan indeks perkuatan 2, kuat tekan meningkat secara linier dari 21,9 MPa menjadi
46,9 MPa. Kuat tarik-lentur beton meningkat secara eksponensial dari 3,3 MPa menjadi 15,5 MPa. Di sisi lain,
modulus elastisitas beton berkurang secara linier dengan bertambahnya indeks perkuatan serat, yakni dari
31.700 MPa menjadi 23.700 MPa. Pemeriksaan sifat-sifat fisis beton mengindikasikan bahwa beton ini memiliki
level durabilitas yang memadai untuk penerapan pada struktur.
Kata kunci: beton agregat praletak, beton berserat baja, SIFCON, indeks perkuatan tinggi, sifat-sifat mekanis
ABSTRACT
Fiber addition into conventionally produced concrete is limited due to the balling of fibers in concrete mixer.
This research proposed alternative method in producing fiber-reinforced concrete with a high reinforcing index
by preplacing a premixture of coarse aggregates and fibers. Experimental programs were conducted to study the
effect of fiber reinforcing index on the mechanical properties of hardened concrete, which are in terms of
ultrasonic pulse velocity, elastic modulus, compressive strength, flexural-tensile strength and toughness.
Reinforcing indices investigated were 0,0, 1,0, 1,6 and 2,0. The study also examined physical properties of
concrete in terms of density, water absorption and volume of permeable voids. It is found that fibers can
significantly improved the mechanical properties of concrete. Reinforcing indexstrongly correlates with
concretes mechanical properties. For plain concrete to fibrous concrete with reinforcing index of 2,0
compressive strength increased linearly from 21,9 MPa to 46,9 MPa respectively. Moreover, flexural-tensile
strength of the corresponding concrete increased exponentially from 3,3 MPa to 15,5 MPa respectively. On the
other hand, the modulus of elasticity decreased linearly with the addition of fiber reinforcing index, i.e. from
31.700 MPa to 23.700 MPa respectively. Evaluation on their physical properties indicates that these concrete
possess sufficient level of durability for structural application.
Keywords: preplaced-aggregate concrete, fiber-reinforced concrete, SIFCON, high-reinforcing index,
mechanical properties
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
54
PENDAHULUAN
Pada beton berserat, penambahan seratserat ke dalam adukan beton segar
membutuhkan pengadukan yang cermat demi
menghasilkan sebaran serat yang merata dalam
beton. Serat, dengan rasio aspek tinggi, yang
ditambahkan dalam kadar volumetrik lebih dari
dua persen menjadi sukar bahkan tidak
mungkin diaduk dan dicor (Swamy and Mangat
1974; Karki 2011). Pada saat pengadukan
terjadi efek penggumpalan serat (balling) dalam
mesin pengaduk sehingga bahan-bahan tidak
teraduk rata. Kesulitan ini membatasi
pengembangan beton berserat konvensional.
Penelitian ini dilatari oleh perlunya cara
alternatif untuk membuat beton berserat dengan
indeks perkuatan tinggi tanpa adanya masalah
penggumpalan serat seperti pada metode
konvensional. Di sini diuraikan metode beton
agregat praletak berserat baja dan sifat-sifat
beton yang dihasilkan.
KAJIAN PUSTAKA
Beton agregat praletak, pertama kali
ditemukan oleh Turzillo dan Wertz pada tahun
1937 (ACI Committee 304 1997), dibuat
dengan menginjeksi agregat kasar yang
ditempatkan pada acuan kedap dengan adukan
grout matriks semen. Bersama dengan
mengerasnya matriks semen pun mengikat
agregat kasar menjadi kesatuan beton. Beton
yang dihasilkan memiliki modulus elastisitas
yang cenderung lebih tinggi daripada beton
normal konvensional (Awal 1984, Abdelgader
and Grski 2003). Ini disebabkan kadar agregat
kasar yang relatif tinggi dan susunan agregat
kasar dalam beton ini berada dalam saling
kontak antar butir.
Bayer (2004) membuktikan bahwa
metode beton agregat praletak bermanfaat
mengurangi suhu beton massa akibat reaksi
hidrasi semen. Bayer (2004) juga melaporkan
sifat-sifat beton massa yang dihasilkan dengan
cara praletak agregat meliputi kuat tekan,
modulus elastisitas, angka pantul palu beton
Schmidt dan cepat-rambat getaran ultrasonik
55
lf
...(1)
Keterangan:
V f = kadar serat volumetrik
lf
= panjang serat
= diameter serat
Dari penelitian-penelitian terdahulu ini,
capaian indeks perkuatan tertinggi adalah yang
dilaporkan oleh Ou et al. (2012) sebesar 1,70.
Para peneliti telah mengusulkan rumus-rumus
empiris yang menghubungkan antara sifat-sifat
mekanik beton berserat konvensional terhadap
indeks perkuatan serat (Yurtseven 2004,
Thomas dan Ramaswamy 2007, Ou, et al.
2012). Sifat-sifat ini belum mencakup untuk
untuk beton berserat dengan metode praletak
agregat.
HIPOTESIS
Dalam penelitian ini dihipotesiskan
bahwa dengan menggabungkan teknik beton
agregat praletak dan SIFCON, akan dapat
dihasilkan beton berserat dengan indeks
perkuatan serat volumetrik yang tinggi dengan
modulus elastisitas yang berada di rentang
antara keduanya. Untuk itu diperlukan suatu
komposisi adukan mortar grout dengan sifatsifat segar, meliputi sifat alir dan bleeding, yang
memadai untuk keperluan ini. Penelitian ini
juga bertujuan untuk memperoleh hubunganhubungan indeks perkuatan serat terhadap sifat-
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
56
57
Semen
Pasir
Fly Ash
Sp
[kg/m3]
743,0
[kg/m3]
712,9
[kg/m3]
[kg/m3]
[kg/m3]
372,6
297,2
6,24
355,7
741,1
926,3
148,2
4,45
No
Kode Grout
1.
2.
Kode Grout
F
C
W
C+F
Sp
C+F
C
S
1.
2.
40%
20%
0,36
0,40
0,6%
0,5%
1,04
0,80
Faktor
Alir
[detik]
28,0
30,0
Bliding
Akhir
[3 jam]
5,0%
2,5%
Kerapatan
Massa
[kg/m3]
2052
2096
Kuat
Tekan
[MPa]
46.9
47.5
PAC 00
1569
0,0000
FPAC 15
102
1236
0,0822
FPAC 30
157
938
0,1670
FPAC 45
193
758
0,2544
Kadar Serat
Volumetrik, Vf
[%]
0,0
1,3
2,0
2,5
Rasio Aspek
Serat
Indeks Perkuatan
RI V
80
80
80
80
0,0
1,0
1,6
2,0
Volume
Rongga
[%]
42,0
53,1
63,5
69,8
Kerapatan
Massa
[kg/m3]
1569
1338
1094
951
Berat Jenis
Gabungan
2,67
2,83
2,99
3,15
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
58
No.
Kode Grout
1.
2.
Kurva Bliding-Waktu
59
Keterangan:
Ec
= modulus elastisitas beton (Gpa)
UPV = cepat-rambat getaran ultrasonik (km/c)
Dengan adanya rumus empiris ini kita
dapat mengestimasi nilai modulus elastisitas
beton agregat praletak maupun konvensional
dengan pengujian non-destruktif pada struktur
yang sudah dibangun (existing) sehingga dapat
mengurangi biaya pengujian dalam, misalnya,
penilaian kondisi struktur beton.
PAC 00
3,51
3,62
2,43
2,52
2,52
2,67
8,80
Kode Beton
FPAC 15 FPAC 30
4,35
4,28
4,50
4,55
2,41
2,40
2,52
2,51
2,52
2,51
2,70
2,70
10,84
10,94
FPAC 45
6,58
6,94
2,32
2,47
2,48
2,77
16,10
Sifat Fisis
Cepat-Rambat Getaran Ultrasonik [km/s]
Modulus Elastisitas [MPa]
Kuat Tekan [MPa]
Tegangan Lentur Retak Pertama [MPa]
Kuat Tarik-Lentur [MPa]
PAC 00
4,71
31.686
21,93
3,185
3,265
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
Kode Beton
FPAC 15
FPAC 30
4,45
4,54
29.070
24.379
29,31
36,28
3,155
4,963
6,939
15,522
FPAC 45
4,32
23.691
46,93
4,445
15,468
60
61
Keterangan:
E CF = modulus elastisitas beton agregat
praletak berserat (MPa)
E C 0 = modulus elastisitas beton agregat
praletak polos (MPa)
RI V = indeks perkuatan volumetrik serat
dalam beton
Gambar 4.
Keterangan:
f C 0 = kekuatan tekan beton agregat praletak
polos (Mpa)
Eco = modulus elastisitas beton agregat
praletak polos (Mpa)
Kuat tekan silinder beton
Kekuatan tekan beton ditampilkan dalam
baris 3 dari Tabel 7. Kuat tekan beton semakin
meningkat dengan semakin banyak serat yang
dikandung dalam beton. Nilai kuat tekan beton
agregat praletak polos (PAC 00) sebesar 21,9
MPa, meningkat secara gradual pada beton
agregat praletak berserat dengan indeks
perkuatan 2,0 menjadi 46,9 MPa. Plot
hubungan antara indeks perkuatan serat dan
kekuatan tekan beton agregat praletak berserat
ternormalisasi terhadap beton agregat praletak
polosnya ditunjukkan dalam Gambar 7. Hasil
dari penelitian lain (Neves dan Fernandes de
Almeida 2005, Thomas dan Ramaswamy 2007,
Ou, et al. 2012, Wang 2006) pada beton
berserat konvensional juga diplot untuk
perbandingan. Sebagaimana terlihat, pengaruh
penambahan serat pada kuat tekan beton
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
62
Keterangan:
f C 0 = kekuatan tekan beton agregat praletak
polos (Mpa)
f CF = kekuatan tekan beton agregat praletak
dengan penambahan serat dengan
indeks perkuatan RI V (Mpa)
RI V = indeks perkuatan volumetrik serat
dalam beton
Selain nilai kuat tekan, penambahan serat
juga berpengaruh pada karakteristik teganganregangan tekan beton. Penambahan serat
memberi sifat keuletan (toughness) kepada
beton agregat praletak. Sifat ini juga dialami
dalam beton berserat konvensional. Gambar 5
(a), (b), (c) dan (d) menunjukkan kurva
tegangan-regangan tekan dari masing-masing
untuk PAC 00, FPAC 15, FPAC 30 dan FPAC
45. Gambar 6 mengeplot tegangan-regangan
rata-rata yang dibuat dengan mengambil nilai
rata-rata tegangan pada regangan yang sama
dari kurva setiap spesimen yang diuji. Dapat
diamati bahwa pada beton dengan kadar serat
yang lebih tinggi, regangan tekan yang dapat
dicapai jauh lebih besar dari beton agregat
praletak polos. Kurva tegangan-regangan seolah
mengalami transformasi dilatasi (pembesaran
skala) oleh adanya peningkatan kadar serat
dalam beton. Perilaku ini memiliki kemiripan
dengan hasil uji tekan pasir berserat
tersementasi (Consoli, Prietto and Ulbrich
1998, Park 2011).
Keuletan tekan beton berserat dapat
dinilai berdasarkan parameter rasio keuletan,
yang diusulkan oleh Ezeldin dan Balaguru
(1992), yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara luas daerah di bawah kurva teganganregangan hingga regangan 0,015 dibagi hasil
63
Keterangan:
TRCF = rasio keuletan tekan beton agregat
praletak dengan penambahan serat
TRC 0 = rasio keuletan tekan beton agregat
praletak polos.
Kuat lentur balok
Keterangan:
f RF = kekuatan lentur beton agregat praletak
berserat (Mpa)
f R 0 = kekuatan lentur beton agregat praletak
polos (Mpa)
Dari kurva beban-lendutan dalam
Gambar 9, dapat dihitung indeks-indeks
keuletan lentur balok beton agregat praletak
berserat sesuai prosedur yang diatur dalam
ASTM C 1018 - 97. Indeks keuletan merupakan
nilai yang didapat dengan membagi luas daerah
di bawah kurva hingga lendutan yang
ditetapkan terhadap luas daerah hingga lendutan
retak pertama. Nilai-nilai 5,0, 10,0 dan 20,0
untuk masing-masing I 5 , I10 , dan I 20 , seperti
didefinisikan berikut ini, merujuk pada perilaku
bahan yang elastik hingga retak pertama dan
selanjutnya berperilaku plastik sempurna. Nilai
indeks I 5 diperoleh dengan membagi luas
daerah hingga lendutan 3,0 kali nilai lendutan
retak pertama terhadap luasan hingga retak
pertama. Nilai indeks I10 diperoleh dengan
membagi luas daerah hingga lendutan 5,5 kali
nilai lendutan retak pertama terhadap luasan
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
64
(a)
(b)
(c)
(d)
65
Gambar 7.
Gambar 8. Hubungan indeks perkuatan serat dan rasio keuletan tekan beton
Gambar 9. Kurva beban-lendutan balok beton agregat praletak polos dan berserat
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
66
Gambar 12.
PEMBAHASAN
Dari segi penyerapan maupun volume
rongga permeabel beton agregat praletak
berserat FPAC 15 dan FPAC 30 terindikasi
handal dan potensial untuk diterapkan pada
struktur yang terpapar kondisi lingkungan
agresif. Sedang untuk FPAC 45 akan
memerlukan tambahan perlindungan pada
permukaan bila hendak diterapkan pada struktur
di lingkungan agresif.
67
Gambar 11.
d. rasio
Saran
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
68
69
Sifat Mekanis Beton Berserat Baja dengan Metode Pengerjaan Praletak Agregat
(Sam Randa, Iman Satyarno, Djoko Sulistyo)
70
ABSTRAK
Sesuai dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi. Penurunan kondisi akan
lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi
cuaca yang kurang bersahabat. Selama ini pemeliharaan umumnya dilaksanakan menunggu kondisi tidak
mantap sehingga berakibat pemeliharaan menjadi tidak efisien dan mahal. Berdasarkan atas tuntutan pengguna
jalan serta dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan jalan maka pemeliharaan jalan sebaiknya dilakukan
dengan preventif. Pemeliharaan preventif adalah penerapan penanganan sebelum terjadi penurunan kondisi
yang signifikan. Makalah ini mengkaji salah satu teknologi bahan untuk pemeliharaan preventif, yaitu Slurry
Seal. Metodologi penelitian dilaksanakan dengan cara melakukan kajian literatur dan selanjutnya
melaksanakan pengujian di laboratorium serta melakukan uji coba skala kecil dilapangan. Hasil penelitian
menunjukkan Slurry Seal dengan gradasi Type II yang menggunakan aspal Emulsi Cationic Slow Setting-1 hard
(CSS-1h) memiliki ketahanan terhadap pelelehan dan nilai abrasi hasil tes dengan Wet Track Abrasion Test
(WTAT) cukup baik. Hasil pengamatan pada saat pelaksanaan uji coba skala kecil dilapangan, aplikasi
teknologi Slurry Seal dilapangan memiliki workabilitas cukup baik.
Kata kunci: Slurry Seal, aspal emulsi, penurunan kondisi perkerasan, pemeliharaan jalan, preventif.
ABSTRACT
The increasing of pavement life will cause deterioration of pavement. Deterioration of pavement will be faster
when vehicle load is likely to far exceed the limit and the effect of unfriendly climate. So far maintenance is
generally carried out until unstable conditions resulting maintenance to be inefficient and expensive. Based on
the demands of road users, and in order to optimize the management of road maintenance, it should be done
preventively. Preventive maintenance is the application of treatment before a significant decline in condition.
This paper examines one of the materials technology for preventive maintenance, namely Slurry Seal. The
research methodology was implemented in a way to carry out a literature review and further testing in the
laboratory and conduct small-scale field trials. The results showed the Slurry Seal Type II gradation using
Cationic Slow Setting-1 hard (CSS-1h) asphalt Emulsion has a resistance to flow and abrasion value test results
with Wet Track Abrasion Test (WTAT) is quite well. Observations during the implementation of small-scale field
trials, Slurry Seal technology applications in the field has a good workability.
Keywords: Slurry Seal, emulsified asphalt, pavement deterioration, pavement maintenance, preventive.
71
PENDAHULUAN
Kinerja jalan sudah pasti akan mengalami
penurunan sejalan dengan repetisi beban
lalu-lintas yang dilayaninya, cuaca atau kualitas
bahan kurang baik. Kerusakan didefinisikan
sebagai suatu kondisi struktur perkerasan yang
mengurangi tingkat pelayanan atau mengarah
pada pengurangan tingkat pelayanan. Tingkat
pelayanan didefinisikan sebagai kemampuan
perkerasan untuk memberikan pelayanan yang
aman dan nyaman untuk para penggunanya.
Disamping itu, tuntutan pengguna jalan
mengharapkan kecepatan (waktu tempuh)
karena terkait dengan biaya perjalanan yang
murah serta pengguna jalan mungkin menuntut
pula estetika dan kebersihan lingkungan (bebas
kebisingan dan polusi).
Selama ini pemeliharaan umumnya
dilaksanakan setelah terjadinya kerusakan pada
permukaan perkerasan yang dilihat secara
visual, seperti lubang, keriting, alur atau retak.
Penanganan yang menunggu kondisi tidak
mantap akan berakibat terhadap kebutuhan
biaya pemeliharaan yang besar. Pola
penanganan pemeliharaan yang diterapkan ini
dengan menunggu hingga perkerasan rusak atau
yang dikenal dengan pemeliharaan reaktif
menjadi tidak efisien dan mahal.
Berdasarkan atas tuntutan pengguna jalan
serta dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan
jalan maka pemeliharaan jalan sebaiknya
dilakukan dengan preventif. Pemeliharaan
preventif adalah penerapan penanganan
sebelum terjadi penurunan kondisi yang
signifikan. Umumnya pemeliharaan preventif
memperpanjang umur perkerasan dan biasanya
direncanakan.
Salah satu teknologi untuk pemeliharaan
preventif atau preservasi adalah teknologi
Slurry Seal. Teknologi campuran ini sudah
lama digunakan di negara maju, namun di
Indonesia masih belum diaplikasikan atau
masih sekala uji coba, padahal teknologi
campuran ini ramah lingkungan karena
pencampuran dan penghamparan dilaksanakan
secara dingin. Salah satu hambatan penggunaan
teknologi slurry seal adalah ketersediaan alat
penghampar.
72
Pemeliharaan korektif
Pemeliharaan korektif dilakukan setelah
terjadi kerusakan pada perkerasan, seperti
rutting sedang hingga rutting parah, raveling
atau retak yang luas. Hal ini juga dapat disebut
sebagai pemeliharaan "reaktif".
Pemeliharaan darurat
Pemeliharaan darurat dilakukan selama
situasi darurat, seperti lubang yang parah yang
perlu perbaikan segera. Ini juga dapat
mencakup pemeliharaan sementara sampai
perbaikan yang lebih permanen dapat
dilakukan.
Konsep dan teknik preservasi perkerasan
lentur:
1. Pendekatan proaktif dari pemeliharaan
preventif
2. Pencegahan pemeliharaan untuk perkerasan
dalam kondisi baik
3. Mengurangi tingkat kerusakan
4. Biaya pemeliharaan perkerasan lebih efektif
dan efisien
Dampak yang menguntungkan dari
pemeliharaan preventif tergantung pada
karakteristik struktur perkerasan, jenis dan
penyebaran kerusakan, serta faktor-faktor lain
seperti drainase dan bahan. Untuk pemeliharaan
preventif yang efektif, perlu untuk menerapkan
penanganan yang tepat terhadap kondisi
perkerasan yang tepat serta aplikasinya dengan
waktu yang tepat.
Teknologi Slurry Seal untuk preservasi
perkerasan lentur
Slurry Seal adalah campuran dari aspal
emulsi mantap lambat, agregat halus dengan
gradasi menerus, bahan pengisi, dan air (Hicks
2000). Slurry Seal merupakan campuran yang
ramah lingkungan serta aman terhadap
kebakaran, karena emulsi berbasis air maka
tidak memiliki titik nyala dan tidak mudah
terbakar. Karena berbasis air, aspal emulsi tidak
menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja.
Pemantapan campuran Slurry Seal
merupakan proses termal dan umumnya antara
2 (dua) sampai 8 (delapan) jam tergantung pada
panas dan kelembaban. Slurry Seal tidak boleh
dilaksanakan pada cuaca menjelang serta saat
73
Tebal: 2-3 mm
Tebal: 4-5 mm
Tebal: 7-10 mm
Umur pelayanan
(Tahun)
Bolander, 2005
Bolander, 2005
Geoffroy, 1996
Geoffroy, 1996
Geoffroy, 1996
5-10
5-8
1-6
3-5
3-6
2-5
2,5,7
3-4
3-8
Catatan
Untuk LHR < 100
Untuk LHR 100-500
Menurut NCHRP
Menurut FHWA
Menurut US Corps
of Engineers
Umur rata-rata menurut
Ohio DOT
Min.,
rata-rata,
maksimum
Umur yang diharapkan
dari Caltrans
Umur penanganan
yang diharapkan
74
Metode
Pengujian
SNI 03-6721-2002
Stabilitas penyimpanan 24
jam, %
SNI 03-6828-2002
SNI 03-3644-1994
Spesifikasi
Min
Mak
20
100
40
200
1
Positif
0.1
SNI 06-2488-91
57
40
90
SNI 06-2456-91
Daktilitas residu, cm
SNI 06-2432-91
40
SNI 06-2438-91
97,5
Metoda
Pengujian
SNI 03-2417-1991
Persyaratan
Maks 35 %
SNI 03-4428-1997
Min 55 %
SNI 03-2439-1991
Min 95%
SNI 03-1970-1990
Maks 3%
SNI 03-3407-1994
Maks 12
75
Persyaratan
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3
10-16
7-13
6-11
3,5-5
5,5-8
5-12
Ketebalan rata-rata, mm
2-3
4-5
7-10
Konsistensi, cm
2-3
2-3
2-3
15-720
15-720
15-720
< 720
< 720
< 720
< 800
< 800
< 800
HIPOTESIS
Aplikasi Slurry Seal memiliki nilai abrasi cara
basah yang memenuhi persyaratan dan
memiliki tingkat kemudahan kerja yang baik
sehingga dapat dilakukan secara manual.
METODOLOGI
Untuk mencapai tujuan penelitian, pada
tahap awal dilakukan kajian pustaka untuk
mengkaji jenis aspal emulsi yang akan
digunakan sebagai bahan pengikat dan tipe
gradasi campuran Slurry Seal yang akan dikaji,
baik untuk skala laboratorium maupun untuk
aplikasi skala kecil dilapangan.
Kegiatan yang dilakukan di laboratorium
meliputi persiapan bahan, pengujian bahan dan
pengujian
campuran.
Persiapan
bahan
mencakup penyediaan aspal, agregat dan bahan
pengikat. Tahapan pengujian di laboratorium
adalah sesuai Pedoman Perencanaan Bubur
Aspal Emulsi/Slurry Seal (Indonesia 1999).
Setelah diperoleh rancangan campuran
dilaboratorium
maka
selanjutnya
resep
campuran tersebut digunakan untuk uji coba
skala kecil di lapangan. Pelaksanaan uji coba
dilakukan secara manual.
4
5
6
7
8
Jenis pengujian
Abrasi, %
Setara Pasir, %
Berat jenis
Bulk
SSD
Apparent
Penyerapan, %
Angularitas Halus, %
Angularitas Kasar, %
Kelekatan, %
Material lolos # 200, %
Tabel 7.
Jenis pengujian
Agregat
Agregat
Sedang
Halus
16,91
55,0
2,664
2,704
2,776
1,52
100/100
95 +
1,8
2,697
2,723
2,770
0,97
45,16
10,03
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis Pengujian
Viskositas SF pada 500C, detik
cSt
Stabilitas penyimpanan 24 jam, %
Muatan listrik partikel
Analisa saringan tertahan No. 20
Penyulingan :
- Kadar air, % isi
- Kadar minyak, % isi
- Kadar residu, % isi
Penetrasi, 0,1 mm
Daktilitas, cm
Kelarutan dalam C2HCl3, %
Hasil
Pengujian
59
118
0,3
Positif
0
29,95
0,5
69,55
69
> 140
99,5
Ukuran saringan
ASTM
(mm)
3/8
No.4
No.8
No.16
No.30
No.50
No.100
No.200
9,50
4,75
2,36
1,18
0,600
0,300
0,150
0,075
Gambar 3.
76
c. Pengujian WTAT
Gambar 5. Pelaksanaan uji coba Slurry Seal pada lokasi di lingkungan Pusjatan
77
Hasil
Pengujian
Persyaratan
Slurry Seal
Tipe 2 *
40
12
7-13
2,2
45
380
176
2-3
15-720
< 720
< 800
PEMBAHASAN
Teknologi Slurry Seal dengan bahan
pengikat aspal emulsi CSS-1h yang telah
dilakukan pengujian dilaboratorium memiliki
karakteriktik campuran memenuhi persyaratan.
Berdasarkan hasil pengujian yang
disajikan pada Tabel 9 diperoleh bahwa kadar
residu aspal emulsi sebesar 12%, konsistensi
(flow) sebesar 2,2 cm, waktu pemantapan relatif
cepat dan abrasi cara basah cukup rendah (179
gr/m2 < 800 gr/m2).
Pelaksanaan uji coba skala kecil
menggunakan formula rancangan campuran
Slurry Seal yang dihasilkan dari hasil kajian di
laboratorium. Hasil pengamatan pada saat
pelaksanaan diperoleh hal-hal sebagai berikut:
1. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan
konstruksi perkerasan dengan campuran
dingin, memerlukan waktu pemantapan
lebih lama. Pada pelaksanaan uji coba
dilakukan pada periode musim penghujan
dan tipe aspal emulsi yang digunakan adalah
78
79
Indonesia.
Kementerian
Pekerjaan
Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1999.
Pedoman
Perencanaan Bubur Aspal
Emulsi (Slurry Seal). No.026/T/BM/1999.
Johnson, Ann . 2000. Best Practices Handbook on
Asphalt Pavement Maintenance. Minnesota:
Minnesota Department of Transportation
Office of Research and Strategic Services.
Montana Department of Transport (MDT). 2006.
Preventive Maintenance Treatments of
Flexible Pavements: A Synthesis of Highway
Practice. Montana: Western Transportation
Institutes. .
Transportation Research Board. 2011. Guidelines for
the Preservation of High-Traffic-Volume
Roadways. SHRP-2. 2011. Washington D.C.:
TRB.
Transportation Research Board. 2004. Optimal
Timing of Pavement Preventive Maintenance
Treatment
Applications.
National
Cooperative Highway Research Program
(NCHRP) Report 523. Washington D.C.:
TRB.
Uzarowski L, Farrington G, and Chung W. 2009.
Pavement Preservation Effective Way of
Dealing with Scarce Maintenance Budget.
The Pavement Preservation: Supporting the
Economy Session of the 2009 Annual
Conference of the Transportation. British
Columbia: Association of Canada Vancouver
ABSTRAK
Metode prakompresi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan daya layan
jembatan komposit, yaitu dengan memberikan tegangan inisial pada pelat beton lantai jembatan atau gelagar
baja. Jembatan jenis prakompresi merupakan hasil inovasi teknologi yang sudah pernah diterapkan di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya lawan lendut yang dihasilkan pada gelagar baja
komposit akibat pemberian bangkitan reaksi tekan pada komponen struktur gelagar tersebut. Metode
prakompresi diberikan pada gelagar baja sebelum dilakukan pengecoran lantai jembatan. Analisis didukung
dengan membuat benda uji berupa balok baja profil IWF 400.300.9.16 bentang 16 m dengan berat 202118,2 N.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa setelah gelagar diberi gaya prakompresi, lendutan yang terjadi
akibat beban hidup lebih kecil dari lendutan sebelum prakompresi yaitu 0,0196 m < 0,058 m. Jembatan dengan
bentang 16 meter standar dapat menjadi 20 meter prakompresi, sehingga terjadi kenaikan kapasitas struktur
jembatan sebesar 25%.
Kata kunci: prakompresi, komposit, lendutan, tegangan, daya layan
ABSTRACT
Precompression method is used to increase the capacity and serviceability of composite bridges by providing the
precompression initials on the concrete slab or steel girder bridge. Precompression bridge is the result of
technology innovation, which until now has been applied in Indonesia. This study aims to determine the
magnitude of deflection that occurs in the steel girder given initial stress. Precompression method is given on
steel girder before casting the concrete slab of bridge. Analysis is supported by creating a steel beam specimen
IWF 400.300.9.16 profile spans 16 m with a weight of 202118,2 N. The result showed that after the girder has
been given precompression force, the deflection caused by the live load is smaller than before precompression
for 0.0196 m <0.058 m. By precompression, bridge with spans of 16 meters can be 20 meters, so that there is an
increase in capacity of 25 % of the bridge structure.
Keywords: precompression, composite, deflection, stress, serviceability
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
80
PENDAHULUAN
Penggunaan bangunan atas gelagar baja
komposit masih menjadi pilihan di antara
beberapa tipe bangunan atas. Dengan adanya
penggunaan komponen material baja, maka
kebutuhan penggunaan material baja pada
jembatan dengan bangunan atas tipe gelagar
baja komposit dirasa masih cukup besar. Selain
itu, tingkat kekakuan jembatan gelagar baja
komposit standar masih dirasa kurang. Hal ini
dapat menyebabkan jembatan dengan gelagar
baja komposit rentan terhadap fatik. Metode
prakompresi dengan bangkitan reaksi tekan
merupakan salah satu inovasi dalam desain
gelagar baja komposit. Metode ini diharapkan
dapat memberikan manfaat yaitu mengurangi
tegangan pada serat bawah gelagar baja akibat
beban mati, meningkatkan kapasitas gelagar
baja komposit, dan mereduksi kebutuhan
penggunaan
dimensi
penampang
baja.
Penggunaan metode tersebut sudah pernah
dilakukan di Indonesia sekitar tahun 80 an oleh
Roosseno Soerjohadikusumo (Paten, Composite
bridge with precompression system, no paten
US 4343123 A).
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jalan dan Jembatan sejak tahun 1978 telah turut
membantu proses pengembangan dan pengujian
terhadap model gelagar komposit prakompresi
di laboratorium. Jembatan Condet merupakan
salah satu jembatan komposit prakompresi
dengan bentang terpanjang yang pernah dibuat,
yaitu 48 meter. Tipe jembatan komposit
prakompresi lainnya adalah jembatan Logawa
(Purwokwerto) yang mempunyai bentang 32
meter (Puslitbang Jalan dan Jembatan 1995).
Penelitian lain yang identik dengan gelagar baja
komposit juga pernah dilakukan pada tahun
2007 yaitu sistem perkuatan gelagar baja
komposit dengan flens prategang. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut sistem flens prategang
pada baja dapat mengurangi kebutuhan baja
sebesar 13% dari kebutuhan baja tanpa sistem
prategang (Puslitbang Jalan dan Jembatan
2007).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui berapa besar lawan lendut yang
dihasilkan pada gelagar baja komposit akibat
81
(Irawan
1988).
Penggunaan
dimensi
penampang komposit untuk bentang jembatan 8
m s/d 20 m menurut Standar Jembatan Gelagar
Komposit yang di keluarkan oleh Direktorat
Bina Program, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum (Indonesia 2009)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari kajian pustaka (Puslitbang Jalan dan
Jembatan 1995), metode prakompresi pada
gelagar baja komposit dilakukan dengan cara
memberikan gaya lawan lendut yang berupa
tegangan inisial atau prakompresi pada gelagar
baja. Gaya yang diberikan dimaksudkan untuk
membuat tegangan sisi serat bawah gelagar baja
menjadi daerah tekan dan serat atas menjadi
daerah tarik. Pemberian gaya prakompresi
dilakukan sebelum pelat beton dicor.
Sedangkan gaya bangkitan reaksi tekan
merupakan gaya normal alami yang terjadi pada
sisi perletakan jepit, yang merupakan gaya
lawan akibat adanya lawan lendut pada gelagar.
Sebagai ilustrasi, beberapa tahapan pemberian
gaya prakompresi dapat dilihat pada Gambar 1
sampai Gambar 5.
Bentang
(meter)
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
Profil
(mm)
HB 250x125x6x9
HB 250x200x6x9
HB 300x200x6x9
HB 350x250x9x16
HB 400x300x9x16
HB 450x300x9x16
HB 500x300x9x16
Mutu
Baja
BJ 42
BJ 42
BJ 42
BJ 42
BJ 42
BJ 42
BJ 42
Penampang beton
Tebal
bf
(mm)
(mm)
200
600
200
600
200
600
200
600
200
600
200
600
200
600
Angkur
Mutu beton
fc (MPa)
20
20
20
20
20
20
20
Angkur
Profil IWF
Jack Hidraulik
Temporary
Support Beam
Pondasi
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
82
Angkur
Angkur
Profil IWF
Jack Hidraulik
Temporary
Support Beam
Pondasi
Gambar 2. Gaya prakompresi yang diberikan pada gelagar baja dengan jack hydraulic
Angkur
Pengecoran
beton
Angkur
Profil IWF
Jack Hidraulik
Pengecoran
beton
Temporary
Support Beam
Pondasi
Angkur
qbh
qbeton
qbaja
Ha
Hb
Va
Vb
Gambar 5. Reaksi pada perletakan jepit akibat beban komposit baja dan beton, serta beban hidup
83
Tegangan Akibat
Gaya Prakompresi
Gambar 7. Kondisi gelagar baja akibat berat sendiri dan gaya prakompresi
+
=
+
Gambar 8. Kondisi komposit akibat berat sendiri baja, pelepasan gaya prakompresi dan perubahan kondisi
perletakan menjadi jepit-jepit
Gambar 9. Kondisi komposit akibat berat sendiri komposit dan gaya normal
Tegangan Akibat
Gaya Normal dan
Beban Mati
Komposit
Tegangan Akibat
Beban Hidup
Gambar 10. Kondisi komposit akibat berat sendiri baja-beton, gaya normal dan beban hidup
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
84
Angkur Penahan
Profil IWF
Angkur penahan
t
Angkur
gelagar
baja
Profil IWF
85
HIPOTESIS
Pemberian gaya prakompresi dapat
meningkatkan kapasitas struktur jembatan
dengan mempertahankan dimensi dari profil
gelagar baja.
METODOLOGI
Metode pemberian gaya prakompresi
yang dilakukan dalam penelitian ini berbeda
dengan metode yang sudah dilakukan dalam
penelitian sebelumnya
(Paten, Composite
bridge with precompression system, no paten
US 4343123 A). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Soeryohadikusumo (1982),
pemberian tekanan dilakukan pada lantai
jembatan dengan menggunakan alat Flate
Jack.
Pemberian
tekanan
tersebut
menimbulkan momen negatif pada bangunan
atas jembatan sehingga pada penampang
gelagar komposit akan bekerja gaya aksial dan
momen negatif yang akan mengurangi momen
positif akibat beban gravitasi. Sedangkan dalam
penelitian ini, pemberian gaya prakompresi
dilakukan pada gelagar bagian bawah dengan
menggunakan Jack Hydraulic. Pemberian
gaya prakompresi dilakukan pada kondisi
perletakan sendi-rol, agar beban aksial (P) yang
diberikan untuk mencapai lawan lendut rencana
lebih mudah tercapai (Gambar 15).
PPrakompresi
Gambar 15. Pemberian gaya prakompresi pada
gelagar baja
PPrakompresi di lepas
1
2
3
4
5
6
7
L
(meter)
Dimensi Gelagar
HB (mm)
Berat Gelagar
Total (N)
8
10
12
14
16
18
20
250.125.6.9
250.200.6.9
300.200.6.9
350.250.9.16
400.300.9.16
450.300.9.16
500.300.9.19
37496,7
59544,4
76168,7
143844,3
202118,2
238582,5
272196,9
fc 25 MPa
18,51
27,50
29,10
34,71
40,69
46,46
52,40
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
Tulangan
(N)
24180
30130
36410
42050
47720
53990
59730
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
86
No.
L (meter)
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
Beban hidup
(B) (kN)
Beban Total
(A+C) (kN)
472,73
522,73
572,73
622,73
672,73
722,73
772,73
566,77
613,64
660,70
707,95
755,37
802,94
850,65
926,03
1074,84
1219,95
1401,73
1579,90
1744,57
1910,24
1
= 1,72202
8
= 86 . = 860 kNm
1
1
= 1,125202 + 8,57520
4
8
= 99,125 . = 991,25 kNm
Modulus elastisitas
Momen inersia
Batas lendutan L/240
= 2.1E+08 MPa
= 0,001 m4
= 0,083 m
5
4 /( )
384
5
17,2204 /(2.1 + 08 0,00122)
384
= 0,146
1
3 /( )
48
1
85,75203 /(2.1 + 08 0,00122)
48
= 0,058
1
1
= 2 +
4
8
87
Besarnya
lendutan
akibat
kombinasi
pembebanan yang terjadi digunakan sebagai
lawan lendut pada gelagar, besarnya gaya
prakompresi yang dibutuhkan dengan lendutan
0,058 yaitu:
Pprakompresi =
48 EI = 85,19 kN
L3
Gambar 17 menunjukkan hasil output gayagaya dalam berdasarkan program SAP 2000
sebagai berikut:
1. Gaya geser = 79,844 kN
2. Momen
= 195, 154 kNm
3. Lendutan maksimum = 0,0196 m
Lendutan yang terjadi akibat beban hidup
setelah gelagar diberikan gaya prakompresi
adalah 0,0196 m < 0,058 m (lendutan akibat
beban hidup sebelum prakompresi).
106
106
Gambar 17. Output analisis program (computers and structures SAP 2000 versi 14 2013)
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
88
Momen
M (kN.m)
Berat sendiri
Beban lajur D
860,00
991,25
10,12
11,67
0,434
0,499
197,38
227,50
Total
Keterangan
1851,25
21,79
> fc (not OK)
0,933
< fs (OK)
424,88
> fs (not OK)
Momen
M (kN.m)
No.
Jenis beban
1
2
Berat sendiri
Beban lajur D
466,34
335,25
5,50
3,95
0,235
0,169
107,21
76,94
Total
Keterangan
801,59
9,45
< fc (OK)
0,404
< fs (OK)
184,15
< fs (OK)
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
analisis
dapat
ditentukan besarnya tegangan yang terjadi pada
gelagar komposit dalam keadaan normal dan
keadaan setelah diberi gaya prakompresi (Tabel
4 dan Tabel 5).
Dari Tabel 4 diketahui bahwa tegangan
yang terjadi pada sisi atas beton dan sisi bawah
baja telah terlampaui (lebih besar dari tegangan
ijin). Tegangan pada sisi atas beton telah
terlampaui sebesar 11,8 MPa dan tegangan pada
sisi bawah baja sebesar 200,885 MPa. Setelah
girder diberi gaya prakompresi (Tabel 5)
tegangan yang terjadi tidak melampaui
tegangan ijin yaitu pada sisi atas beton 9,45
MPa (< 10 MPa) dan pada sisi bawah baja
184,16 MPa (< 224 MPa). Hal ini terjadi karena
kelebihan tegangan diakomodir oleh tegangan
akibat gaya prakompresi. Berdasarkan hasil
analisis dapat dilihat bahwa beban yang bekerja
pada gelagar komposit biasa adalah berat
sendiri dan beban hidup yang masing-masing
menghasilkan momen MDL dan MLL, dimana
kapasitas
penampang
gelagar
yang
direncanakan harus dapat memikul total momen
tersebut. Sedangkan pada gelagar prakompresi,
89
Karakteristik
Simbol
A-325
Besaran
Satuan
fu
825
MPa
Tegangan leleh
fy
400
MPa
Diameter
19
mm
nc
buah
214,5
mm
La
500
mm
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
90
DAFTAR PUSTAKA
American Institute of Steel Construction . 2010.
Specification for Structural Steel Buildings.
Chicago: AISC
Computers and Structures, Inc. 2013. Integrated
Solution for Structural Analysis and Design.
SAP 2000 version 14.00. California: CSI.
Hicks, Tyler G. ,2002. McGraw-Hill Pocket
Reference, Civil Engineering FormulasPocket Guid. New York : The McGraw-Hill
Companies.
Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum. 2004.
Perencanaan
Struktur
Beton
Untuk
Jembatan.
RSNI-T-12-200.
Jakarta:
Kementerian PU.
_________. 2005. Perencanaan Struktur Baja Untuk
Jembatan. RSNI T-03-2005. Jakarta:
Kementerian PU.
_________. 2009. Kementerian Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga. Standar
Jembatan Gelagar Komposit Bentang
Jembatan 8 m - 20 m. Jakarta: Ditjen Bina
Marga.
91
LAMPIRAN A
LAMPIRAN A
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
92
93
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
94
95
Efek Reaksi Tekan Gelagar Baja Komposit dengan menggunakan Metode Prakompresi,
(N. Retno Setiati, Risma Putra)
96
1),2)
1), 2)
ABSTRAK
Penggunaan bahan tambah pada campuran beraspal panas telah mengalami perkembangan baik dari sifatnya
maupun kegunaannya. Hal ini berkaitan erat dengan workability campuran atau temperatur pencampuran
maupun temperatur pemadatan yang diperlukan. Umumnya jenis aspal yang dipergunakan ialah aspal keras
dengan berbagai tingkatnya, yang mana penentuan workability campurannya, didasarkan pada temperatur
pencampuran dan pemadatan yang mengikuti batasan nilai viskositas aspal 170 20 cSt untuk pencampuran
dan 280 30 cSt untuk pemadatan. Tulisan ini menyampaikan penelitian pengaruh bahan tambah aspal pada
penentuan temperatur pemadatan atau tingkat workability campuran, melalui percobaan eksperimental di
laboratorium dan evaluasi serta analisis dari hasil percobaan campuran beraspal panas untuk lapisan aus.
Jenis aspal yang diteliti ialah aspal Pen 60 tanpa dan dengan bahan tambah wax 1%, aspal modifikasi
elastomer tanpa dan dengan bahan tambah wax 1%, serta aspal Pen 60 yang ditambah Styrene Butadyne
Styrene 4,5% dan wax 1%. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa batasan viskositas untuk penentuan temperatur
pencampuran dan pemadatan yang umum selama ini digunakan, tidak sesuai untuk aspal dengan bahan tambah
wax. Temperatur pemadatan dari campuran dengan bahan tambah wax berdasarkan rongga dalam campuran
(void in mix) yang sesuai dengan spesifikasi yang digunakan, lebih rendah sebesar 30C dari temperatur
berdasarkan batasan viskositas aspal. Berdasarkan hal tersebut, penentuan temperatur pemadatan berkaitan
dengan workability campuran beraspal dengan bahan tambah, lebih baik didasarkan pada pengujian kepadatan
atau temperatur pemadatan minimum yang masih bisa menghasilkan rongga dalam campuran (Void In Mix)
sesuai dengan batasan Void In Mix pada spesifikasi yang dipergunakan.
Kata kunci: Viskositas, temperatur pemadatan, Void In Mix, bahan tambah, wax, workability.
ABSTRACT
The use of additive material for hot mix asphalt has been developed either its properties or usage. It is closely
related to the workability of mix and mixing or compaction temperature required. Bitumen type which
commonly used is straight bitumen with various grade, which determination of mix workability is based on mix
and compaction temperature that following bitumen viscosity limit of 170 20 cSt and 280 30 cSt for mixing
and compaction respectively. The paper explains the research result on the effect of asphalt additive material on
determination of compaction temperature or mix workability level through the laboratory experiments and
evaluation as well as the analysis of hot mix asphalt experiment for wearing course. Bitumen type examined is
60 Pen grade with and without 1% of wax, modified bitumen use elastomer with and without 1% wax 60 Pen
grade bitumen added by 4,5% of Styrene Butadyne Styrene and 1% of wax. The result showed that viscosity
limit for determination of mix and compaction temperature which commonly used recently not in accordance
with bitumen with additive wax. Compaction temperature of mix with additive wax based on voids in mix
conforming with specification of bituminous mixes used is 30 0C lower than temperature which based on asphalt
97
viscosity limit. Accordingly, the determination of compaction temperature related to asphalt mix workability with
additive material, preferably based on density test or minimum compaction temperature which still produce
voids in mix in accordance with the limit of void in mix in specification used.
Keywords: Viscosity, compaction temperature, Void Iin Mix, additive, wax, workability
PENDAHULUAN
Sejalan dengan peningkatan jumlah dan
beban lalu-lintas pada saat ini, penggunaan
jenis aspal dituntut sesuai dengan beban lalulintas yang harus dilayaninya. Pada saat yang
lalu aspal yang dipergunakan di Indonesia
umumnya ialah aspal keras Pen 60, namun
sejak beberapa tahun terakhir ini, telah
disyaratkan penggunaan aspal modifikasi untuk
jalan dengan beban lalu-lintas berat (Indonesia
2010). Penggunaan aspal modifikasi seperti
aspal polymer di Indonesia, dipandang sesuai
karena disamping beban lalu-lintas berat yang
perlu dilayani, juga dikarenakan temperatur
yang cukup tinggi di Indonesia ini.
Workability merupakan hal penting
dalam campuran beraspal panas, untuk
mencapai kualitas yang diinginkan. Pada aspal
modifikasi seperti aspal polimer, tingkat
workability dari campuran beraspal panas akan
turun pada temperatur tertentu, dikarenakan
polimer sebagai bahan tambah akan menaikkan
kekentalan aspal. Dengan demikian pemadatan
campuran beraspal yang menggunakan aspal
modifikasi-aspal polimer akan lebih sulit untuk
mencapai kepadatan tertentu dibandingkan
dengan campuran beraspal biasa atau aspal
tanpa bahan modifikasi. Begitu juga pada aspal
konvensional, waktu tempuh yang lama dari
Asphalt Mixing Plant (AMP) ke lokasi
penghamparan akan menurunkan tingkat
workability campuran beraspal tersebut. Jika
komposisi dari campuran seperti sifat fisik
agregat dan gradasi dibuat sama, maka
workability dari campuran beraspal panas pada
dasarnya merupakan fungsi dari sifat aspal pada
temperatur tertentu. Semakin tinggi temperatur
dari campuran beraspal, semakin baik tingkat
workability
campuran
tersebut,
karena
kekentalan aspal akan menurun sejalan dengan
naiknya temperatur aspal. Akan tetapi,
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
98
99
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
100
Pegaruh temperatur
Sumber : Gudimettla 2003
Jenis aspal
Sumber: Gudimettla (2003)
Rata-rata nilai
torsi
( in lb)
307
236
236
DMRT
Ranking
A
B
B
101
Bentuk
agregat
juga
sangat
mempengaruhi workability campuran beraspal,
Siswosoebrotho (2005) menyampaikan bahwa
agregat yang pipih mempengaruhi workability
campuran beraspal panas, semakin banyak
prosentase agregat pipih, semakin sulit
campuran
beraspal
dikerjakan
(tingkat
workability-nya rendah). Pengujian workability
dilakukan dengan menggunakan alat giratory
sesuai ASTM D 4123-82 dengan pulse account
= 5, condition pulse period = 3000 ms, test
pulse period = 2000 ms, rise time = 50 ms, peak
loading force = 1000 N dan poision ratio =
0,35.
Hubungan antara kadar agregat pipih
dengan Workability Index (WI), ditunjukkan
pada
Gambar 6 (Siswosoebrotho 2005).
Terlihat peningkatan kadar agregat pipih
menurunkan tingkat workability campuran
beraspal.
HIPOTESIS
Penentuan
temperatur
pemadatan
berkaitan dengan
workability campuran
beraspal yang menggunakan bahan tambah
aspal, tidak dapat ditentukan dari batasan
viskositas aspalnya, tetapi harus berdasarkan
temperatur yang memberikan Void In mix
(VIM) sesuai batasan VIM yang ditentukan
dalam spesifikasi.
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
102
METODOLOGI
Metoda yang digunakan pada penelitian
ini, ialah metoda experimental di laboratorium,
yang diikuti dengan evaluasi dan analisa dari
hasil
percobaan
laboratorium
tersebut.
Percobaan yang dilakukan di laboratorium
meliputi pengkajian atas sifat aspal, terutama
sifat viskositas dikaitkan dengan sifat campuran
beraspal yang erat kaitannya dengan workability
suatu campuran beraspal. Sedangkan campuran
beraspal yang digunakan pada penelitian ini
adalah campuran beraspal untuk lapisan aus
yang sesuai dengan Spesifikasi Umum revisi 2
(Indonesia 2010).
Kesamaan dari campuran beraspal yang
digunakan pada percobaan ini, ialah kesamaan
dari jenis agregat, gradasi agregat dan ukuran
butir maksimumnya, sehingga faktor yang
mempengaruhi workabilitas campuran beraspal
hanya dari pengaruh sifat aspalnya saja, dan
temperatur yang digunakan pada campuran
tersebut. Alat yang dipergunakan untuk
mengkaji tingkat workability campuran beraspal
ialah alat Gyratory Compactor Machine
(GCM), dimana tingkat workability dilakukan
dengan cara mengukur ketinggian secara
otomatis dari contoh selama pemadatan pada
setiap interval jumlah pemadatan tertentu, untuk
setiap jenis aspal yang digunakan pada
campuran beraspal tersebut.
Jenis aspal yang digunakan pada
percobaan ini ialah aspal keras penetrasi 60 dari
Indonesia, aspal penetrasi 60 yang dimodifikasi
dengan elastomer, aspal Pen 60 yang ditambah
wax, aspal modifikasi, aspal modifikasi
ditambah wax serta aspal penetrasi 60 yang
ditambah SBS dan wax. Wax sebagai bahan
tambah ini berbentuk rantai alifatik karbon yang
panjang (C40-C115), yang ditambahkan suatu
senyawa sintetik lain (Fazaeli 2012).
Pemilihan jenis aspal Pen 60, didasarkan
bahwa jenis aspal tersebut paling banyak
dipergunakan dan umum diproduksi di
Indonesia, sedangkan aspal Pen 60 yang
dimodifikasi
dengan
bahan
elastomer
pemilihannya didasarkan bahwa aspal tersebut
103
Jenis
Pengujian
Metode
Pengujian
Hasil Pengujian
Aspal Aspal
Aspal
Aspal Satuan
Pen Pen 60 Modifikasi Pen 60
60
+
+ SBS
Wax
+ Wax
1%
1%
1 Penetrasi pada 25oC, SNI 06-2456- 66
63
65,7
52
dmm
100 g, 5 detik
1991
2 Viskositas pada
SNI 06-6441- 424
400
1286
cSt
135oC
2000
o
3 Titik lembek
SNI 06-2434- 49,2 49,1
61,3
57,9
C
1991
4 Daktilitas pada 25oC, SNI 06-2432- > 140 > 140
> 140
> 140
Cm
5 cm/menit
1991
o
5 Titik nyala (COC)
SNI 06-2433- 334
315
312
329
C
1991
6 Kelarutan dalam
SNI 06-2438- 99,25 99,52
99,85
99,18
%
C2HCL3
1991
7 Berat jenis
SNI 06-2441- 1,037 1,035
1,033
1,014
1991
8 Kehilangan berat
SNI 03-6835- 0,021 0,012
0,008
0,012
%
(RTFOT)
2002
9 Penetrasi setelah
SNI 06-2456- 86,4
86
84,2
84,6
%
RTFOT
1991
o
10 Titik lembek setelah SNI 06-2434- 51,7 50,8
64,0
57,2
C
RTFOT
1991
11 Daktilitas setelah
SNI 06-2432- > 140 > 140
> 140
118
Cm
RTFOT
1991
12 Keelastisan setelah
AASHTO T
85
71,85
%
pengembalian
301-98
13 Perkiraan suhu
AASHTO-72- 153- 152172-177 183-190 oC
pencampuran
1990
159
158
14 Perkiraan suhu
AASHTO-72- 141- 140160-165 169-175 oC
pemadatan
1990
146
145
Temperatur
pencampuran
(C )
151,4 - 158
151,1 - 158
173,9 -181
174 180
Temperatur
pemadatan
(C )
140,2 -144,5
140 144
160,1 165,2
162 167
181,3 188,2
168,5 174
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
104
Sifat-sifat Campuran
Penyerapan aspal (%)
Jumlah tumbukan per bidang
Maks
Min.
Maks
Min.
WC
BC
1,2
Base
75
Min.
Min.
Min.
Min.
Min.
Min.
112
3
5
14
15
65
63
800
3
250
13
60
1500
4,5
300
90
2
105
Temperatur
144 134 124
132 122 112
163 153 143
Pemadatan ( C )
114 84 74
102 82 72
133 123 115 105
Putaran
gyropac
ke
144
1
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
Tinggi
benda
uji
(cm)
8,99
7,42
7,26
7,18
7,12
7,07
7,04
7,01
6,99
6,96
6,94
6,93
6,91
6,90
6,89
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
Volume Kepadatan
benda uji grm/cm3
(cm 3)
705,7
582,5
569,9
563,6
558,9
555,0
552,6
550,3
548,7
546,4
544,8
544,0
542,4
541,7
540,9
1,850
2,241
2,291
2,316
2,336
2,352
2,362
2,372
2,379
2,389
2,396
2,400
2,407
2,410
2,414
VIM
(%)
25,59
9,84
7,86
6,83
6,04
5,38
4,98
4,57
4,30
3,88
3,61
3,47
3,19
3,05
2,91
106
107
Putaran
gyropac ke
Volume
(cm3)
Kepadatan
(gr/cc)
VIM
(%)
1
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
710,4
594,2
581,7
575,4
571,5
567,6
564,4
562,8
560,5
559,7
558,1
557,4
555,0
554,2
554,2
1,845
2,206
2,254
2,278
2,294
2,310
2,323
2,329
2,339
2,342
2,349
2,352
2,362
2,366
2,366
25,65
11,11
9,19
8,20
7,57
6,93
6,42
6,15
5,76
5,63
5,36
5,23
4,83
4,69
4,69
Putaran
gyropac
ke
1
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
350
Volume
(cm3)
Kepadatan
(gr/cc)
VIM
(%)
697,1
574,6
562,8
555,0
550,3
547,1
544,0
540,9
539,3
537,7
536,2
534,6
533,0
532,2
531,4
1,798
2,181
2,226
2,258
2,277
2,290
2,303
2,317
2,324
2,330
2,337
2,344
2,351
2,354
2,358
26,90
11,32
9,46
8,18
7,39
6,86
6,32
5,78
5,51
5,23
4,95
4,67
4,39
4,25
4,11
Putaran
gyropac
ke
1
25
50
75
100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
Volume
(cm3)
Kepadatan
(gr/cc)
VIM
(%)
723,0
597,4
580,9
573,1
567,6
563,6
560,5
558,1
555,8
553,4
551,9
550,3
548,7
547,1
1,729
2,092
2,152
2,181
2,202
2,218
2,230
2,239
2,249
2,258
2,265
2,271
2,278
2,284
29,49
14,67
12,25
11,05
10,19
9,56
9,05
8,67
8,28
7,89
7,63
7,37
7,10
6,84
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
108
Tabel 11.
109
d (gr/cc)
VIM (%)
Pengaruh Jenis Aspal pada Temperatur Pemadatan Berkaitan dengan Workability dari Campuran Beraspal Panas,
(Neni Kusnianti, Furqon Affandi)
110
Saran
Penentuan temperatur pemadatan campuran
beraspal dengan bahan tambah, sebaiknya
didasarkan atas target VIM (Void In Mix) yang
harus dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
American Association of State Highway and
Transportation Officials. 2012. Resistance to
plastic flow of Bituminous Mixtures Using
Marshall Apparatus. AASHTO T 24597(2008) . Standard Specifications for
Transportation Materials and Methods of
Sampling And Testing , Washington, DC.:
AASHTO.
Asphalt Institute. 1993. Mix Design Methods for
Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types.
MS -2 Sixth Edition. Lexington: Asphalt
Institute.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Cara uji
viskositas aspal pada temperature tinggi
dengan alat saybolt furol. SNI 7729:2011.
Jakarta: BSN.
Cabrera, J.G and Dixon, J.R. 1994. Performance
and durability of bituminous material. In
Proceeding of symposium . Leed: University
of Leed.
Fazaeli, H,.et.al. 2012. High and low temperatures
properties of FT-Paraffin-modified bitumen.
Advances in Materials Science and
Engineering. 2012: p. 7-
111
1),2)
1), 2)
e-mail: hhadisi@yahoo.com; furqon_affandi@yahoo.com
Diterima : 20 Mei 2013; direvisi: 19 Juli 2013; disetujui: 01 Agustus 2013
ABSTRAK
Kualitas campuran beraspal panas sangat dipengaruhi oleh temperatur pencampuran dan pemadatannya yang
harus sesuai dengan jenis aspal yang digunakan, karena penurunan temperatur akan menghasilkan campuran
beraspal atau perkerasan yang tidak baik. Hal ini memerlukan disiplin dalam pengerjaanya disamping
temperatur yang tinggi tersebut memerlukan penggunaan bahan bakar dan emisi yang cukup besar. Tulisan ini
membahas pengaruh bahan tambah berbahan dasar parafin pada campuran beraspal panas untuk lapisan aus
(wearing course) berdasarkan hasil percobaan dan analisa di laboratorium. Kadar bahan tambah berbahan
dasar parafin yang optimal untuk penambahan ke campuran beraspal ialah 1% terhadap berat aspal, dimana
campuran tersebut dapat menurunkan temperatur pencampuran / pemadatan sebesar 31C terhadap temperatur
campuran beraspal panas tanpa bahan tambah dari 157C menjadi 126C, dengan kualitas campuran dan nilai
parameter yang setara dan masih memenuhi persyaratan campuran yang ditentukan. Parameter campuran yang
mudah mengalami perubahan akibat penurunan temperatur pencampuran dan pemadatan, ialah parameter
rongga dalam campuran (VIM), Marshall Quotient dan stabilitas rendaman sedangkan, stabilitas langsung,
kepadatan, rongga antar agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB) tidak mudah terpengaruh. Pengaruh kadar
bahan tambah berbahan dasar parafin terhadap kecepatan penurunan modulus campuran beraspal pada
temperatur pengujiuan 25C ke 35C hampir sama. Penurunan temperatur pencampuran dan pemadatan
sebesar 31C, dapat menunjang pembangunan jalan ramah lingkungan, karena dapat menurunakan emisi CO2
sebesar sekitar 54% .
Kata kunci: Bahan Tambah berbahan dasar parafin, temperatur, kualitas campuran beraspal, parameter
campuran beraspal, modulus, emisi.
ABSTRACT
The quality of hot mix asphalt is strongly influenced by mix and compaction temperatur which must be suitable
with the type of asphalt used, because the decrease in temperatur will result in unsatisfied asphalt mix or
pavement. This requires discipline in the process in addition to the high temperatur which in turn quite large
fuel use and emissions are needed. This paper discusses the effect of Paraffin based which has paraffin-base on
hot asphalt mixture for wearing course based on the results of experiments and analysis in the laboratory.
Optimum Paraffin based content for asphalt mix is 1% of asphalt weight, where the asphalt mixture with 1%
Paraffin based can lower mixing and compaction temperatur of 310 C to hot asphalt mix without additive from
157 C to 126 C, with the quality of mix and parameter values are equal to and still comply with the
requirements of specified mixture. Mix parameters which easily changed due to the decrease of mixing and
compaction temperaturs are Void In Mix, Marshall Quotient and retain Marshall stability, while the direct
stability, density, Voids in Mineral Aggregates (VMA), Voids Filled with Bitumen (VFB are not easily changed.
The influence of Paraffin based content on the decrease rate of modulus of asphalt mixures at a temperatur of
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
112
25 C to 35 C is almost the same. The decrease in mixing and compaction temperaturs of 31 C, can support
the green construction, because it can reduce CO2 emissions of approximately 54%
Keywords: Paraffin based additives, temperatur, quality of bituminous mixes, parameter of bituminous mixes
properties, modulus, emission.
PENDAHULUAN
Dibidang konstruksi perkerasan jalan,
jenis perkerasan yang banyak dan populer
digunakan, termasuk di Indonesia ialah
campuran beraspal panas (hot mix). Sesuai
dengan nama dan sifatnya, campuran beraspal
panas tersebut memerlukan pemanasan pada
suhu tertentu yang cukup tinggi pada Asphalt
Mixing Plant (AMP), serta pemadatan tertentu
pula, sesuai dengan jenis aspal yang
digunakannya guna mendapatkan kualitas
sesuai spesifikasi yang diinginkan. Penurunan
temperatur pencampuran dan pemadatan dari
yang ditentukan, akan menurunkan kualitas
perkerasan jalan tersebut.
Untuk memenuhi keperluan pembangunan
dan pemeliharaan perkerasan aspal di
Indonesia, setiap tahun diperlukan aspal sekitar
1,2 1,3 juta ton aspal keras dimana sekitar
900.000 ton untuk jalan nasional dan 300.000
400.000 ton untuk jalan-jalan di daerah. Bila
dianggap semua jenis campuran yang
digunakan ialah campuran beraspal panas
dengan perkiraan rata-rata kadar aspal dalam
campuran 6%, maka akan menghasilkan (100/6)
x 1,3 juta ton = 21,6 juta ton campuran beraspal
panas. Angka ini cukup besar, yang berarti
besar pula bahan bakar yang diperlukan
maupun emisi yang akan dihasilkan.
Disisi
lain
pembangunan
yang
berwawasan lingkungan, sudah menjadi
tuntutan di seluruh dunia, sehingga upaya ke
arah tersebut dalam segala bidang terus
ditingkatkan. Salah satu pertemuan penting
ialah Protocol Kyoto mengenai Global
Warming and Climate Change tahun 1997,
dimana dunia akan menekan emisi buang akibat
pembangunan yang dilakukan. Berkaitan
dengan hal tersebut, berdasarkan Copenhagen
summit, global temperaturs tahun
2009,
113
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
114
115
% pengurangan
emisi
150
755,23
140
511.3
32,29
150
755,23
130
346.2
54,16
150
755,23
120
234.4
68,96
Tabel 2. Ringkasan rancangan percobaan untuk evaluasi pengaruh dari bahan tambah berbahan dasar
parafin terhadap campuran beraspal
Jumlah satuan benda uji
Kontrol
Bahan tambah
Berbahan dasar
parafin
Satuan
Set
Set Marshall
Set
Resilient Modulus
Set
Jenis Pengujian
Pengujian di Laboratorium
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
116
Campuran beraspal
Analisa akan dilakukan terhadap hasil
percobaan, yang meliputi pengujian sifat semua
campuran yang direncanakan seperti, sifat
volumetric, sifat pemadatan (densifikasi) dan
resilient modulus. Sifat campuran dan
volumetrik nya, termasuk modulus campuran
beraspalnya dilakukan dengan cara melakukan
pengujian
pada
berbagai
temperatur
pencampuran dan pemadatan dengan beberapa
kadar bahan tambah berbahan dasar parafin
serta membandingkanya dari setiap sifat
tersebut antara yang tanpa bahan tambah
(standar) dan yang ditambah dengan bahan
tambah pada berbagai temperatur pemadatan.
Perbandingan tersebut didasarkan atas data
hasil pengujian secara langsung, dan hasil dari
analisis.
Bahan aspal yang digunakan pada
dasarnya aspal keras pen 60 yang ditambah
dengan bahan tambah berbahan dasar parafin,
yang diperkirakan bisa membuat campuran
beraspal
pada temperatur yang lebih rendah,
dibanding dengan campuran beraspal biasanya,
sedangkan agregat dan gradasi yang
dipergunakan tetap sama.
HASIL DAN ANALISIS
Hasil pengujian aspal dan aspal yang
ditambah bahan tambah
Pengujian aspal dilakukan pada aspal
keras pen 60 baik tanpa maupun yang ditambah
dengan berbahan dasar parafin Hasil pengujian
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Hasil pengujian viskositas untuk
menentukan temperatur pencampuran dan
pemadatan diperlihatkan pada Gambar 1.
Temperatur pencampuran didapat berdasarkan
viskositas antara 170 20 CSt sedangkan untuk
temperatur pemadatan diambil pada viskositas
antara 280 30 CSt sesuai dengan ketentuan
pada Asphalt Institute MS 2 (1993) yang selama
ini dipergunakan.
Pada Gambar 1 tersebut terlihat bahwa
grafik antara viskositas dan temperatur dari
aspal yang tanpa dan ditambah berbahan dasar
parafin letaknya sangat berdekatan.
117
Campuran beraspal
Sifat campuran beraspal mengacu pada
Spesifikasi Umum revisi 2 (Indonesia 2010),
untuk lapisan aus (wearing course) seperti
disajikan pada Tabel 5.
Gambar 2. Gradasi agregat gabungan untuk lapisan aus (wearing course) dan batasannya
Tabel 3. Hasil pengujian aspal konvensional pen 60/70
Metode
Pengujian
SNI 06-2456-1991
2. Titik lembek
SNI 06-2434-1991
50.9
SNI 06-2432-1991
>140
100
cm
SNI 06-2433-1991
232
No.
Jenis Pengujian
o
Hasil
Spesifikasi*)
Pengujian
65.3
60 - 70
48
Satuan
dmm
o
C
C
SNI 06-2438-1991
99.63
99
6. Berat jenis
SNI 06-2441-1991
1.0359
1,0
SNI 06-2440-1991
0.0174
0,8
SNI 06-2456-1991
83.9
54
SNI 06-2434-1991
53.4
SNI 06-2432-1991
>140
100
SNI 03-3639-1994
%
o
cm
%
ASSHTO-27-1990
154-160
ASSHTO-27-1990
143-147
ASSHTO T-201-03
420
300
Cst
-0.331
-1
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
C
C
118
Tabel 4. Pengujian sifat aspal untuk campuran hangat dengan bahan tambah berbahan dasar parafin
(0,75 %; 1,0% dan 1,25 % )
Metoda Pengujian
No Pengujian
1. Penetrasi pada 25 oC, 100 g, 5 detik
SNI 06-2456-1991
2. Titik lembek
SNI 06-2434-1991
SNI 06-2432-1991
3. Daktilitas (25 oC, 5 cm/menit)
4. Titik nyala ( COC )
SNI 06-2433-1991
SNI 06-2438-1991
5. Kelarutan dalam C2HCL3
6. Berat jenis
SNI 06-2441-1991
7. Kehilangan berat ( TFOT )
SNI 06-2440-1991
8. Penetrasi setelah TFOT
SNI 06-2456-1991
9. Titik lembek setelah TFOT
SNI 06-2434-1991
SNI 06-2432-1991
10. Daktilitas setelah TFOT
SNI 03-3639-1994
11. Kadar paraffin
12 Uji kelekatan
SNI 03-2439-1991
ASSHTO-27-1990
13. Perkiraan suhu pencampuran
ASSHTO-27-1990
14. Perkiraan suhu pemadatan
15 Indeks Penetrasi
*) Spesifikasi Umum revisi 2 (Indonesia 2010)
0.75%
76
46.2
>140
315
99. 92
1.0362
0.0160
76
49
>140
0.2482
99
152-159
138 -144
-1.213
Hasil Pengujian
1,0%
1,25%
75
72,6
47,95
48,05
> 140
>140
315
315
99,86
99,89
1,0361
1,0317
0,0241
0,0165
78
83
49,2
49
>140
>140
0,25
0,25
99
99
152 - 159
150 - 155
139 - 144
139-144
-0.747
-0.807
Satuan
dmm
o
C
cm
o
C
%
%
%
o
C
cm
%
o
C
C
-
119
WC
Maks
Min.
Maks
Min.
Min.
Min.
Min.
Min.
Min.
Min.
BC
75
15
65
800
3
250
1,2
3
5
14
63
90
2
Base
112
13
60
1500
4,5
300
Campuran
beraspal
dengan
aspal
konvensional Pen 60
Untuk mendapatkan pembanding dari
campuran beraspal dengan bahan tambah yang
akan dicoba, terlebih dahulu dibuat campuran
beraspal sesuai spesifikasi yang diacu, dengan
menggunakan jenis aspal keras pen 60, dengan
menggunakan metode Marshall AASHTO T245 (AASHTO 2012).
Percobaan Marshall dilakukan pada
kadar aspal antara 5% sampai 7% dengan
kenaikan setiap 0,5%, yang dilakukan pada
temperatur pencampuran dan temperatur
pemadatan sesuai dengan hasil pengujian aspal
konvensional pen 60 yang akan dipergunakan,
yaitu antara 154C160C, sedangkan temperatur
pemadatan
antara
143C147C.
Pada
percobaan ini ditetapkan untuk temperatur
pencampuran 157C dan temperatur pemadatan
145C.
Berdasarkan hasil percobaan Marshall
tersebut diperoleh kadar aspal optimum 5,9%,
dengan sifat campuran seperti ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Sifat campuran beraspal dengan aspal
konvensional Pen 60
Marshall Suhu
Normal
Pengujian pada
Kadar Aspal
Optimum
Temp.
Pencampuran/
Pemadatan
157C /
145C
*)Persyaratan
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
120
121
Gambar 3. Pengaruh kadar berbahan dasar parafin terhadap karakteristik campuran beraspal pada berbagai
temperatur pencampuran/pemadatan
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
122
123
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
124
125
DAFTAR PUSTAKA
American Association of State Highway and
Transportation Officials. 2012. Resistance to
plastic flow of Bituminous Mixtures Using
Marshall Apparatus. AASHTO T 24597(2008). Standard Specifications for
Transportation Materials and Methods of
Sampling And Testing, Washington, DC.:
AASHTO.
Asphalt Institute. 1993. Mix Design Methods for
Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types.
MS -2 Sixth Edition. Lexington: Asphalt
Institute.
Cabrera, J.G and Dixon, J.R. 1994. Performance
and durability of bituminous material. In
Proceeding of symposium . Leed: University
of Leed.
Cho, Doong Woo. 2012. Development of Warm
Mix Asphalt Technology. In Joint Work
shop between KICT and IRE October 29
30, 2012 . Bandung: IRE.
_________. 2013. Development and Aplication of
High RAP Warm Mix Asphalt Technology.
In The 11th Indonesia Korea Road
Conference . Yogyakarta: IRE.
Damm, K. et al. 2002. Asphalt flow improvers as,
Intelligent Fillers for hot asphalt A New
Chapter. Asphalt Technology. Journal of
Applied Asphalt Binder Technology, April
2002: pp 36 69.
Fazaeli, H,. dkk. 2012. High and low temperaturs
properties of FT-Paraffin-modified bitumen.
New York: Hindawi Publishing Corporation
Advances in Materials Science and
Engineering. 2012.
Gierhart, D. 2009.Warm mix asphalt what is it
and how can we benefit?. In SE States
Pavement Association Management and
Design Conference Southeast Pavement
Preservation
Partnership
Meeting.
Lexington: Asphalt Institute.
Hadisi dan Affandi 2013. Pengaruh Bahan Tambah
Leadcap terhadap perubahan tegangan
permukaan aspal pwn 60/70. Proceeding
Kolokium Jalan dan Jembatan. Bandung:
Pusjatan.
Hurley, Graham C. and Brian D Prowell. 2009.
Evaluation of potential processes for use in
warm mix asphalt, North Carolina: National
Center for Asphalt Technology.
Pengaruh Bahan Tambah Berbahan Dasar Parafin Terhadap Campuran Beraspal Hangat,
(Hendri Hadisi, Furqon Affandi)
126
ABSTRAK
Berbagai produk regulasi dapat mendorong berkembangnya alternatif instrumen pembiayaan penanganan
jalan di Indonesia. Pengkajian ini bertujuan untuk melakukan pemilihan terhadap penetapan instrumen
pembiayaan untuk penanganan jalan di Indonesia melalui teknik evaluasi kebijakan. Kajian dilakukan dengan
menstrukturkan tujuan pembiayaan jalan ke dalam kriteria dan sub kriteria yang mencerminkan pilihan
kebijakan yang dianggap ideal dalam kerangka permasalahan dan kesesuaian pilihan instrumen berdasarkan
regulasi. Dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP), diperoleh hasil bahwa aspek yang
perlu diperhatikan dalam pembiayaan penanganan jalan di Indonesia meliputi finansial dengan bobot 48,3%,
teknis dengan bobot 28,5%, dan sosial politik dengan bobot 23,2%. Kriteria tersebut dapat dikembangkan lebih
lanjut ke dalam sub kriteria yang lebih rinci untuk dipertimbangkan dalam penetapan alternatif. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dana preservasi jalan dapat diterapkan sebagai alternatif pembiayaan jalan di Indonesia
didasarkan atas urutan prioritas dalam analisis, yaitu sebesar 55,9%, diikuti oleh earmarking dan status quo
31,3% dan 12,8% secara berturut-turut. Hasil kajian ini dapat menjadi rekomendasi bagi penetapan alternatif
pembiayaan jalan di Indonesia yang berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, alternatif, dana preservasi jalan, pembiayaan jalan, kriteria.
ABSTRACT
Various legislation products affected development in financing alternatives for road maintenance and
rehabilitation in Indonesia. The aim of the study is to rationalize the establishment of the financing instruments
through policy evaluation techniques by structuring financing issues into criteria and sub-criteria that reflect the
policy options that should be considered. Therefore, the study used Analytical Hierarchy Process (AHP)
technique obtaining aspects needed to be considered in selecting a financing alternative for road maintenance
and rehabilitation as well as the prioritized scheme chosen. The study used purposive sampling involving
selected experts in the field of road development. Based on the analysis, the weight for financial criteria 48.3%,
technical 28.5%, and social and political 23.2%. Criteria can be further developed into more detailed subcriteria to determine a chosen alternative. This study showed that road preservation fund can be proposed as an
alternative to finance road maintance and rehabilitation based on the order of priorities in the AHP amounted to
55.9%, followed by earmarking and status quo at 31.3%, and 12.8% respectively. The result of the study can be
used as an input to the selection for alternative road finance scheme Indonesia.
Keywords: Analytic Hierarchy Process, alternatives, road preservation fund, road finance, criteria
127
PENDAHULUAN
Beban kebutuhan pembiayaan penanganan
jalan ke depan cenderung terus meningkat
sejalan dengan pertumbuhan panjang jalan,
peningkatan beban dan volume lalu lintas serta
akibat perubahan (dampak) lingkungan (banjir,
longsor, dan sebagainya). Bagi negara-negara
sedang
berkembang
pada
umumnya
ketersediaan anggaran penanganan tidak
meningkat secara signifikan bahkan jauh dari
kebutuhan yang seharusnya dialokasikan.
Dengan membiarkan jalan tidak tertangani
sesuai kebutuhan dan standar yang ditetapkan
dapat menyebabkan kerugian yang besar secara
ekonomi. Heggie dan Vicker (1999)
menunjukkan apabila jalan dibiarkan dalam
kondisi rusak, dan tiap anggaran bagi
penanganan/pemeliharaan jalan yang seharusnya
dilakukan sebesar 1 dolar Amerika Serikat,
akan
meningkatkan
Biaya
Operasional
Kendaraan (BOK) antara 23 dolar Amerika
Serikat.
Pembiayaan sektor jalan memerlukan
kebijakan alokasi yang dapat memastikan
pemenuhan atas kebutuhan pananganannya.
Umumnya,
tidak
memungkinkan
bisa
menyediakan seluruh dana sesuai yang
dibutuhkan. Heggie and Vicker (1999)
memperlihatkan bahwa pembiayaan jalan
menyerap pengeluaran pemerintah sebesar 510% dan pada kondisi perlakuan di Indonesia
yang berlaku kurang lebih sama. Menurut,
Suprayoga
(2011a)
alokasi
Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) secara
umum dianggap belum memadai dalam
memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan
penanganan jalan. Sebagai ilustrasi di Jawa
Barat, kebutuhan anggaran pengelolaan jalan
membutuhkan sampai dengan 60% dari
anggaran yang dapat disediakan, namun
dialokasikan hanya 5%. Dengan tidak
berimbangnya
kondisi
tersebut,
maka
penanganan jalan belum memadai. Persoalan ini
menyebabkan backlog dan dapat menjadi isu
terhadap beban biaya yang secara kumulatif
makin tinggi pada masa mendatang (Suprayoga
2011b).
128
Alternatif
Penjelasan
1.
Status quo
Sumber dana yang disediakan secara konvensional, dimana sumber dana berasal dari
anggaran publik melalui APBN dan APBD yang diambil dari berbagai sumber
penerimaan negara dan daerah yang resmi yang sudah ditetapkan berdasarkan ketentuan
yang ada. Dengan demikian, tidak ada alternatif kebijakan baru dalam penentuan pola
sumber pembiayaan dari yang sudah dilaksanakan selama ini.
2.
Dana spesifik atau yang dikenal dengan istilah earmarking merunut pada UU No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi memungkinkan dilakukannya alokasi tetap
dalam alokasi sumber anggaran pemerintah. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) paling sedikit 10%, termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/
kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/ atau pemeliharaan jalan serta peningkatan
moda dan sarana transportasi umum.
3.
Suatu konsep komersialisasi jalan dengan menggunakan metoda biaya pelayanan (fee for
service basis). Instrumen ini diperkenalkan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan. Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna
Jalan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
129
2.
Kriteria
Finansial
(terkait dengan dukungan
atas keberlanjutan alokasi
dana)
Teknis
(terkait dengan pengambilan
keputusan atas alokasi yang
dapat dipertanggung
jawabkan)
3.
Sub Kriteria
G. Mengakomodasi kepentingan
seluruh stakeholder
J. Mengakomodasi tujuan
pembangunan oleh pemerintah
secara cepat
Kemampuan
alternatif
pendanaan
untuk
mengakomodasi sejumlah tujuan sosial pemerintah
dan akan lebih lanjut meningkatkan dukungan
masyarakat terhadap pemerintah dan pelayanan oleh
pemerintah
HIPOTESIS
Hipotesis
adalah
penetapan
alternatif
pembiayaan penanganan jalan dapat diwujudkan
dengan menggunakan teknik AHP melalui
penyusunan struktur masalah dalam rangka
menjamin
kepastian
dan
keberlanjutan
pembiayaan jalan.
METODOLOGI
Analytical Hierarchy Process (AHP)
merupakan
teknik
untuk
mengukur,
memformulasikan, dan menganalisis keputusan.
130
12
22
1
2
. (1)
Skala verbal
Penjelasan
Nilai antara
Digunakan untuk
penilaian di atas
2,4,6,8
131
yang
yang
lebih
tinggi
sangat
tinggi
mengkompromikan
dua
132
Sub Kriteria 1:
Kemampuan untuk
mendorong sumber
daya finansial
tambahan
Sub Kriteria 2:
Kemampuan untuk
meningkatkan sumber
daya finansial yang
mencukupi
Kriteria 1:
Finansial
Alternatif 1:
Status Quo
Sub Kriteria 3:
Adanya sumber
daya finansial yang
senantiasa siap
sedia
Sub Kriteria 6:
Fleksibilitas dalam
alokasi finansial
Alternatif 2:
Earmarking atas Pajak
Kendaraan Bermotor
Sub Kriteria 5:
Transparansi
dalam alokasi
sumber daya
finansial
Mengakomodasi
kepentingan seluruh
stakeholder
Sub Kriteria 7:
Sub Kriteria 4:
Akuntabilitas dan
tata kelola yang
baik
Kriteria 2:
Teknis
Tujuan:
Mewujudkan pembiayaan bagi
penanganan jalan yang
berkelanjutan sesuai dengan standar
yang ditetapkan
Alternatif 3:
Dana Preservasi Jalan
Sub Kriteria 8:
Representasi
stakeholder
secara optimal
Sub Kriteria 9:
Mendapatkan
dukungan politis
yang kuat
Kriteria 3:
Sosial dan Politik
.. (5)
= .... (2)
( ) = ( ) .... (6)
, , .. (3)
Berdasarkan
matriks
perbandingan
kriteria pada Tabel 5, kriteria finansial
menempati prioritas untuk dipertimbangkan
dalam pemilihan alternatif pembiayaan dengan
bobot sebesar 48,3%. Dua kriteria lainnya,
teknis dan sosial politik, memiliki bobot
kepentingan sebesar 28,5% dan 23,2% secara
berturut-turut. Nilai CI dari Tabel 5 adalah
0,003. Berdasarkan RI pada Matriks 3 x 3,
maka nilai CR matriks adalah 0,005. Dengan
demikian, urutan prioritas kriteria adalah
finansial, teknis, dan sosial politik dengan rasio
konsistensi yang masih dapat diterima.
= RI ... (4)
RI
0
Sumber: Saaty (1980)
Kriteria
10
0,58
0,90
1,21
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Teknis
Sosial Politik
Vektor Prioritas
Finansial
1,000
1,794
1,974
0.483
Teknis
0,704
1,000
1,298
0.285
Sosial Politik
0.507
0,770
Sumber: hasil analisis penulis berdasarkan hasil skoring dalam Lampiran A
133
1.000
0.232
CI = 0,003; CR = 0,005
Kriteria
Sub Kriteria
Prioritas
CI
CR
0,165
0,003
0,005
0,154
0,010
0,017
Finansial
Teknis
0,164
0,050
0,086
0,128
0,020
0,018
0,051
0,000
0,000
0,046
0,040
0,036
0,030
0,005
0,001
0,030
0,040
0,000
0,137
0,002
0,000
J
0,081
Sumber: Hasil analisis penulis berdasarkan hasil skoring Lampiran B
0,000
0,000
Sosial Politik
Kriteria
A
Status Quo
0,083
0,103
0,108
0,130
0,146
0,123
0,162
0,178
0,176
0,179
Earmarking
0,376
0,250
0,352
0,254
0,304
0,301
0,241
0,222
0,360
0,299
0,576
0,598
0,600
0,463
0,522
134
135
(A)
Gambar 4. Sensitivitas dinamis (dynamic sensitivity) dan sensitivitas kinerja (performance sensitivity): (A)
Perubahan bobot pada kriteria finansial dari 48,3% menjadi 38,6%,
136
(B)
Gambar 4. Sensitivitas dinamis (dynamic sensitivity) dan sensitivitas kinerja (performance sensitivity):
(B) Perubahan bobot pada kriteria teknis dari 23,2% menjadi 33,2%.
137
PEMBAHASAN
138
139
LAMPIRAN A:
Finansial
Finansial
Teknis
Sosial Politik
1,00000
0,55743
0,50650
Teknis
1,79396
1,00000
0,76995
Sosial
Polik
1,97435
1,29879
1,00000
CI = 0,003
Kriteria "Finansial"
A
A
1,00000
B
0,66854
C
0,71963
B
1,49579
1,00000
0,76472
C
1,38960
1,30766
1,00000
CI = 0,110
Kriteria "Teknis"
D
D
E
F
G
H
1,00000
0,43885
0,34199
0,19376
0,23987
E
2,27870
1,00000
0,50000
0,53023
0,44816
F
2,92402
1,37473
1,00000
0,94547
0,59360
G
5,16112
1,88597
1,05768
1,00000
0,72302
H
4,16895
2,23136
1,68463
1,38309
1,00000
CI = 0,030
I
1,84931
1,00000
CI = 0,000
140
1,00000
0,20730
0,16210
Earmarking
4,82386
1,00000
0,65642
Dana
Preservasi
Jalan
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
6,16914
Status Quo
1,00000
2,63667
5,79316
1,52342
Earmarking
0,37927
1,00000
2,79817
1,00000
Dana Preservasi
Jalan
0,17262
0,35738
1,00000
CI = 0,003
Sub Kriteria "C"
Status
Quo
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
CI = 0,010
Sub Kriteria "D"
Status
Quo
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
Status Quo
1,00000
3,68893
4,44542
Status Quo
1,00000
2,23904
4,15493
Earmarking
0,27108
1,00000
1,72847
Earmarking
0,44662
1,00000
2,76823
Dana Preservasi
Jalan
0,22495
0,57855
1,00000
Dana Preservasi
Jalan
0,24068
0,36124
1,00000
CI = 0,050
Sub Kriteria "E"
Status
Quo
Status Quo
Earmarking
Dana Preservasi
Jalan
1,00000
0,48631
0,26207
Earmarking
2,05630
1,00000
0,56081
Dana
Preservasi
Jalan
CI = 0,020
Sub Kriteria "F"
Status
Quo
Status Quo
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
1,00000
3,01824
3,82870
1,78312
Earmarking
0,33132
1,00000
2,34901
1,00000
Dana Preservasi
Jalan
0,26119
0,42571
1,00000
3,81583
CI = 0,000
Sub Kriteria "G"
Status
Quo
Status Quo
Earmarking
Dana Preservasi
Jalan
1,00000
0,72302
0,25097
Earmarking
1,38309
1,00000
0,43383
Dana
Preservasi
Jalan
CI = 0,040
Sub Kriteria "H"
Status
Quo
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
3,98450
Status Quo
1,00000
1,55246
2,72376
2,30506
Earmarking
0,64414
1,00000
3,34468
1,00000
Dana Preservasi
Jalan
0,36714
0,29898
1,00000
CI = 0,005
Sub Kriteria "I"
Status
Quo
Status Quo
Earmarking
Dana Preservasi
Jalan
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
1,00000
1,94416
2,75892
0,51436
1,00000
1,22221
0,36246
0,81819
1,00000
CI = 0,002
141
CI = 0,040
Sub Kriteria "J"
Earmarking
Dana
Preservasi
Jalan
1,00000
1,71225
2,84405
0,58403
1,00000
1,79396
0,35161
0,55743
1,00000
Status
Quo
Status Quo
Earmarking
Dana Preservasi
Jalan
CI = 0,000
Redaksi menerima naskah/karya ilmiah bidang jalan dan jembatan dari dalam dan luar lingkungan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Dewan Redaksi dan Mitra Bestari akan memeriksa naskah yang masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi
ketentuan.
2.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain.
3.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, diserahkan dalam bentuk file elektronik dalam program MS Office disertai satu eksemplar
cetakan. Jumlah naskah maksimum 15 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel dan daftar rujukan. Bila lebih dari 15 halaman,
Redaksi berhak untuk menyunting ulang, dan apabila dianggap perlu akan berkonsultasi dengan penulis.
4.
Sistematika penulisan disusun sebagai berikut : Bagian awal: nama penulis, abstrak (abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa
Indonesia dan Inggris dengan huruf italic). Bagian utama: pendahuluan, kajian pustaka, hipotesis, Metodologi, hasil dan analisa,
pembahasan, kesimpulan dan saran. Bagian akhir: keterangan simbol (bila perlu), ucapan terima kasih (bila perlu), daftar pustaka
minimal 10 referensi (wajib) berupa buku teks atau jurnal terbaru dan lampiran (jika ada).
5.
Judul naskah sesingkat mungkin dan harus mencerminkan isi tulisan serta tidak memberikan peluang penafsiran yang beraneka ragam,
ditulis dengan huruf kapital posisi tengah.
6.
7.
Abstrak memuat permasalahan, tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan (antara 150-250 kata) ditulis dalam satu alinea, ditulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hindari penggunaan singkatan dalam abstrak. Di bawah abstrak dicantumkan minimal 5 kata
kunci.
8.
Teknik penulisan :
a) Naskah ditulis pada kertas ukuran A4, ketikan satu spasi dengan 2 kolom, jarak kolom pertama dan kedua 1 cm.
b) Batas pengetikan : tepi atas dan tepi bawah 3 cm, sisi kiri dan sisi kanan 2,5 cm. Alinea baru pada satu cm batas tepi kiri, antara
alinea tidak diberi tambahan spasi.
c) Penggunaan Font Times New Roman
- Judul, ditulis di tengah halaman, Kapital 14 pt, bold
- Isi, 11 pt
- Nama penulis, ditulis di tengah halaman, 11 pt, bold
- Persamaan/rumus, 10 pt
- Nama instansi, ditulis di tengah halaman, 10 pt
- Keterangan Persamaan/Rumus, 10 pt
- Alamat instansi dan email, ditulis di tengah halaman, 9 pt
- Judul tabel dan gambar, 10 pt
- Sub judul, ditulis di tepi kiri, Kapital 11 pt, bold
- Tulisan tabel dan gambar, 10 pt, bold
- Isi Abstrak, 10 pt, Italic
- Sumber tabel dan gambar, 9 pt
- Kata kunci, 10 pt, Italic
- Isi daftar pustaka, 10 pt
d) Kata asing ditulis dengan huruf italic, apabila sudah ada bahasa Indonesia kata asing ditulis dalam kurung, untuk selanjutnya istilah
yang sama cukup ditulis istilah Indonesianya. Bilangan ditulis dengan angka kecuali pada awal kalimat.
e) Ketentuan Tabel/Gambar :
- Tabel dan gambar harus diberi keterangan yang jelas. Judul tabel diletakkan di bagian atas tabel (rata kiri dengan tabel),
sedangkan judul gambar di bagian bawah gambar (rata kiri dengan gambar),
- Tabel dan Gambar tidak menggunakan garis pinggir, tabel menggunakan jenis table simple 1,
- Gambar, foto dan grafik berwarna,
- Sumber tabel dan gambar dicantumkan di bawah tabel dan gambar.
f)
Sumber pustaka (sitasi dalam teks) terdiri dari nama penulis dan tahun penerbitan yang diacu, ditulis dalam kurung. Contoh:
(Calvez 2004). Untuk kutipan langsung ditambah nomor halaman (Calvez 2004, 73).
g) Daftar pustaka dan sitasi bibliografis menggunakan Chicago Manual of Style (Author-Date System), ditulis dalam urutan abjad nama
penulis dan disusun dengan urutan :
a. Untuk buku : pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama), tahun terbit, judul buku, kota dan nama penerbit
b. Untuk jurnal : pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama), tahun terbit, judul majalah (judul prosiding), judul artikel,
volume, nomor, bulan, halaman.
c. Karya di internet: URL dan karya tersebut diakses
Contoh:
Buku (monograf)
Okuda, Michael, dand Denis Okuda. 1993. Star Trek chronology: The history of the Future. New York: Pocket Books.
Artikel Jurnal
Wilcox, Rhonda V. Shifting Roles and Synthetic Woman in Star Trek: The Next Generation. Studies in Popular Cultur 13 (April
1991):53-65.
Terbitan Pemerintah
Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. 2010. Pedoman Perencanaan
Perkerasan Lentur. Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum.
h) Jika dalam Daftar pustaka ada pencantuman nama seseorang lebih dari 1 kali, nama kedua tidak perlu ditulis kembali, cukup
mengganti nama dengan titik putus-putus.
i)
Contoh Daftar pustaka tanpa tahun dan tanpa penerbit
a. Caltrans California Departement of Transportation. [s.n]. Highway Design Manual. California : D.O.T
b. Caltrans California Departement of Transportation. 1996. Highway Design Manual. California: [s.n]
9.
771907
028497