You are on page 1of 9

KULIT SEBAGAI TERMOREGULATOR

Refleks termoregulator melibatkan perubahan aliran darah kulit dan produksi keringat yang
berperan untuk mempertahankan keseimbangan termal dengan suhu internal sebesar 37 C

(98,6F).
Keseimbangan termal dipengaruhi oleh produksi panas pada proses metabolisme, kehilangan
panas pada proses evaporasi, perolehan dan pelepasan panas melalui mekanisme radiasi,

konveksi, dan konduksi; serta tindakan mekanik yang berguna.


Kumparan papila dermis, anastomosis arteri-vena, dan kelenjar keringat merupakan efektor

utama termoregulasi kulit.


Heat stress menyebabkan peningkatan aliran darah kulit dan produksi keringat melalui
kotransmiter kolinergik dan mekanisme yang bergantung pada nitrit oksida untuk

memfasilitasi pelepasan panas.


Pemanasan kulit secara lokal menyebabkan vasodilatasi lokal melalui pelepasan

neurotransmiter antidromik dari persarafan aferen kulit dan peningkatan produk nitrit oksida.
Cold stress menyebabkan penurunan aliran darah kulit melalui kotransmiter kolinergik untuk

memfasilitasi penahanan panas.


Pedinginan kulit secara lokal menyebabkan vasokonstriksi lokal melalui mekanisme neural
noradrenergik dan aferen, begitu juga melalui mekanisme non neural.

Peran Kulit dalam Termoregulasi Manusia


Manusia bersifat homeotermal; manusia mempertahankan suhu internal atau suhu pusat tubuh di
dalam rentang yang sempit walaupun terdapat stres termal. Stres termal dapat berupa variasi
suhu di lingkungan atau suhu dari tubuh manusia sendiri, seperti panas yang dihasilkan oleh otot
skeletal selama latihan (exercise) dinamis. Ketika stres termal dihasilkan di lingkungan, terjadi
perubahan suhu kulit yang diakibatkan oleh perubahan suhu internal. Ketika stres termal
dihasilkan oleh tubuh selama latihan (exercise), terjadi perubahan suhu pusat yang diakibatkan
oleh perubahan suhu kulit. Pada keadaan yang sama, gradien termal dihasilkan di antara kulit dan
pusat tubuh. Jika suhu tubuh lebih rendah daripada suhu pusat, tubuh akan kehilangan panas,
kecuali terjadi konstriksi pembuluh darah. Jika suhu tubuh lebih tinggi daripada suhu pusat,

tubuh akan menghasilkan panas, kecuali terjadi dilatasi pembuluh darah dan perspirasi oleh
kelenjar keringat. Kulit merupakan komponen penting termoregulasi manusia.
Termoregulasi manusia terjadi melalui integrasi beberapa proses fisiologis. Proses
terintegrasi ini mengendalikan refleks termoregulator untuk mempertahankan suhu internal yang
stabil pada set point 37C (98,6F) walaupun terdapat stres termal. Set point tidak selalu tetap
dan berfluktuasi dalam rentang 0,5C-1,0C (0,9F-1,8F), bergantung pada ritme sirkardian dan
siklus menstruasi pada wanita. Peran refleks termoregulator dalam mempertahankan suhu
internal pada set point dikoordinasi oleh neuron yang sensitif secara termal pada area
hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis, yang memberi respon pada perubahan suhu
internal dan suhu kulit. Sebagai contoh, neuron yang sensitif terhadap dingin pada area
hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis mengintegrasikan masukan (input) sensori
aferen dan mengaktivasi mekanisme penahanan panas berupa vasokonstriksi kulit dan
peningkatan produksi panas metabolik (mengigil / shivering). Sebaliknya, stimulasi neuron yang
sensitif terhadap panas pada area hipotalamik-preoptik anterior dan medula spinalis
mengintegrasikan masukan (input) sensori aferen dan mengaktivasi mekanisme pelepasan panas
yang meliputi vasodilatasi kulit dan produksi keringat.

Transfer Panas
Untuk mempertahankan keseimbangan termal, panas yang diperoleh atau dilepas oleh tubuh
harus sama dengan panas yang dilepas atau diproduksi dari tubuh. Konsep ini dirumuskan secara
matematis sebagai berikut:
S = M E R C K W
di mana:
S = perubahan simpanan (storage) panas tubuh
M = produksi panas metabolik dan didefinisikan sebagai laju transformasi energi kimia
menjadi panas dan tindakan mekanik
E = kehilangan panas pada proses evaporasi dan didefinisikan sebagai laju pelepasan panas
melalui evaporasi air dari kulit dan permukaan saluran pernafasan. E bergantung pada (1)

laju sekresi keringat, (2) tekanan penguapan air di lingkungan, dan (3) area permukaan
evaporasi.
R = perolehan atau pelepasan panas melalui radiasi dan didefinisikan sebagai pertukaran panas
oleh emisi dan absorpsi radiasi elektromagnetik (infrared). Komponen ini berperan dalam
50%-60% pelepasan panas pada individu yang merasa nyaman secara termal
(termoneutral), tetapi mudah terjadi perolehan panas net ketika terpapar matahari secara
langsung.
C = perolehan atau pelepasan panas melalui konveksi dan didefinisikan sebagai pertukaran
panas yang diakibatkan oleh pergerakan fluida secara paksa, baik berupa cairan ataupun
gas. Komponen ini berperan dalam mentransfer panas ke kulit melalui aliran darah kulit
dan mentransfer panas dari kulit ke lingkungan melalui pergerakan udara dan cairan. Di
dalam tubuh, sistem kardiovaskular merupakan mediator utama dalam transfer panas
secara konveksi. C bergantung pada (1) area permukaan tubuh, (2) perbedaan suhu, dan
(3) pergerakan cairan (atau udara).
K = perolehan atau pelepasan panas melalui konduksi dan didefinisikan sebagai transfer panas
melalui penurunan gradien suhu, seperti antara jaringan dan darah, antara darah dan kulit,
dan antara kulit dan limgkungan. Variabel ini biasanya dikombinasikan dengan transfer
panas secara konveksi.
W = tindakan mekanik yang berguna
Jumlah R, C, dan K ditentukan oleh gradien suhu antara kulit dan lingkungan. Jika S
bernilai nol, panas tubuh seimbang. Kondisi termoneutral ditandai dengan penurunan aliran
darah kulit sebesar 5% dari curah jantung (cardiac output). Keringat tidak diproduksi pada
keadaan termoneutral.
Jika S < 0, tubuh kehilangan panas, suhu pusat menurun, dan refleks termoregulator
mempertahankan panas. Stabilitas termal dipertahankan melalui reduksi aliran darah kulit dan
dapat mencapai nilai nol pada vasokonstriksi maksimal. Reduksi aliran darah kulit meningkatkan
isolasi termal antara tubuh dan lingkungan dengan meminimalkan kehilangan panas melalui
mekanisme konduksi (K), konveksi (C), dan radiasi (R). Jika pelepasan panas berlanjut saat
aliran darah kulit menurun, produk panas metabolik (M) diinisiasi melalui aktivitas menggigil
(shivering) pada otot skeletal untuk mempertahankan suhu pusat. Jaringan adiposa coklat dapat

menjadi sumber produk panas metabolik melalui termogenesis tanpa aktivitas menggigil
(nonshivering thermogenesis). Walaupun jaringan adiposa coklat (2%-5% dari tubuh) dinyatakan
hanya berperan penting pada neonatus, beberapa jaringan adiposa coklat menetap sampai
dewasa. Adiposit dapat menghasilkan panas (M) secara langsung untuk mempertahankan suhu
pusat. Jika nilai S tetap negatif dalam seluruh mekanisme tersebut, suhu pusat akan menurun
dan dapat terjadi keadaan hipotermia yang mengancam jiwa.
Jika S > 0, tubuh memperoleh panas dan suhu pusat meningkat. Pada keadaan heat
stress ini, stabilitas termal dipertahankan melalui peningkatan aliran darah kulit untuk
memfasilitasi pelepasan panas melalui K, C, bahkan R. Jika perolehan panas berlanjut dalam
mekanisme tersebut, keringat akan diproduksi untuk meningkatkan pelepasan panas melalui
evaporasi (E) pada perspirasi. Jika nilai S tetap positif, aliran darah dialihkan dari otot skeletal
dan sistem gastrointestinal, menyebabkan peningkatan aliran darah kulit yang dramatis. Laju
produksi keringat juga akan meningkat sampai keadaan maksimal diperoleh. Jika nilai S tetap
positif ketika aliran darah kulit dan stimulasi keringat maksimal, suhu pusat akan menurun dan
dapat terjadi keadaan hipertermia yang mengancam jiwa, seperti heat stroke.

Kulit dan Termoregulasi


Aspek Anatomi
Peran penting kulit dalam termoregulasi manusia telah dimengerti secara jelas: termoregulasi
dicapai melalui variasi aliran darah dan produksi keringat, dengan tujuan mempertahankan
stabilitas termal. Tanpa variasi ini, stabilitas termal tidak dapat dipertahankan dan memiliki
resiko hipotermia atau hipertermia. Pada kondisi normotermik, aliran darah kulit manusia saat
istirahat berada dalam rentang 30-40 ml/menit/100 g kulit. Bagaimanapun, penyesuaian
pembuluh darah kulit terhadap perubahan kondisi lingkungan sangat baik, di mana laju aliran
darah kulit bervariasi dari nilai mendekati nol dengan vasokonstriksi normal selama cold stress
sampai dengan nilai 8 L/min pada permukaan tubuh dengan vasodilatasi maksimal selama heat
stress.
Pembuluh darah kulit tersusun dari beberapa pleksus pada lapisan superfisial dan lapisan
dalam kulit yang berada sejajar dengan permukaan kulit. Hampir seluruh pembuluh darah berada

pada lapisan superfisial kulit dan terdiri dari kumparan arteriol terminal papila dengan resistensi
tinggi serta venula post kapiler. Kumparan papila merupakan pembuluh darah kapiler. Aliran
darah pada kumparan tersebut dikontrol oleh arteriol yang sangat terinervasi. Kumparan tersebut
terdapat di dekat taut dermal-epidermal, yaitu suatu regio yang memiliki gradien termal
maksimal karena berada di dekat permukaan kulit. Kumparan papila memiliki area permukaan
yang luas, sehingga aliran darah yang melalui pembuluh darah ini merupakan faktor utama
dalam pertukaran panas dengan cara vasodilatasi selama heat stress dan vasokontriksi selama
cold stress.
Kumparan papila terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous skin (telapak tangan,
aspek plantar pada kaki, dan bibir) dan kulit berambut / nonglabrous skin (terutama pada
permukaan tubuh, meliputi tungkai, kepala, dan tubuh), sedangkan anastomosis arteri-vena
(arteriovenous anastomoses / AVAs) terutama terdapat pada kulit tidak berambut / glabrous skin.
Anastomosis arteri-vena menunjukkan hubungan langsung antara arteriol dan venula yang
melewati arteriol dan kapiler dengan resistensi tinggi pada kumparan papila. Anastomosis arterivena memiliki dinding otot yang tebal dengan inervasi noradrenergik dan terletak lebih dalam
daripada kumparan papila. Anastomosis arteri-vena kurang efisien dalam transfer panas daripada
kumparan papil karena terletak lebih dalam pada dermis dan memiliki area permukaan yang
lebih kecil. Ketika anastomosis arteri-vena mengalami dilatasi selama heat stress dan konstriksi
selama cold stress ringan-sedang, anastomosis ini berperan penting untuk memediasi vasodilatasi
lokal selama paparan dingin yang lebih lama. Vasodilatasi tersebut menyebabkan darah yang
hangat mengalir untuk mempertahankan suhu dan viabilitas jaringan selama vasodilatasi yang
diinduksi oleh dingin (cold-induced vasodilatation).
Kelenjar keringat juga sangat berperan dalam termoregulasi manusia. Peran penting
termoregulasi kelenjar keringat ekrin yang meliputi hampir seluruh permukaan tubuh telah
diketahui dengan jelas. Fungsi utama kelenjar keringat ekrin adalah meningkatkan pelepasan
panas melalui evaporasi keringat. Densitas kelenjar ini bervariasi dari 700 kelenjar cm 2 pada
kulit planar dan plantar sampai dengan 64 kelenjar cm 2 pada kulit punggung; kelenjar dapat
mengalami hipertrofi pada paparan panas berulang. Setiap kelenjar tersusun oleh gelungan
saluran sekretori yang terdapat pada dermis, dengan duktus yang memanjang melewati dermis
dan epidermis menuju permukaan kulit. Keringat disekresikan oleh gelungan saluran sekretori
sebagai larutan isotonik. NaCl direabsorbsi pada duktus sehingga keringat yang dikeluarkan di

permukaan tubuh bersifat hipotonik. Setiap liter keringat yang mengalami evaporasi mampu
melepaskan energi sebesar 580 kkal dari tubuh. Walaupun kelenjar keringat apokrin tidak
dinyatakan sebagai kelenjar pembau primitif (atavistic scent gland) lagi, hal ini dipertanyakan
kembali saat ini. Kelenjar apokrin biasanya berkaitan dengan folikel rambut dan berkembang
pada kulit kepala, wajah, punggung bagian atas, dan dada. Sebum dari kelenjar apokrin telah
dinyatakan berperan sebagai surfaktan pada suhu tinggi, dan dapat memfasilitasi penyebaran
kelenjar ekrin pada permukaan kulit. Pada suhu rendah, sebum berperan untuk mengeluarkan air
dari kulit untuk mereduksi pelepasan panas.

Mekanisme Termoregulator Kulit


Sirkulasi kulit merupakan efektor utama dalam termoregulasi kulit. Selama heat stress,
peningkatan suhu internal dan suhu kulit menyebabkan vasodilatasi kulit melalui mekanisme
neural dan efek lokal di pembuluh darah kulit pada suhu yang lebih tinggi. Selama cold stress,
penurunan suhu menyebabkan vasokonstriksi kulit melalui neural dan efek lokal vaskular. Pada
kondisi normotermik, darah pada kulit mengalir dengan rata-rata 5% dari curah jantung (cardiac
output); bagaimanapun, jumlah absolut darah pada kulit bervariasi dari nilai mendekati nol
selama periode vasokonstriksi maksimal pada cold stress berat sampai dengan 60% dari curah
jantung (cardiac output) pada heat stress berat.

Keringat
Pelepasan panas melalui sekresi dan evaporasi pada kelenjar keringat berperan penting dalam
mempertahankan stabilitas termal di lingkungan yang panas atau selama heat stress yang
diinduksi oleh latihan (exercise) dinamis berat. Ketika suhu lingkungan melebihi suhu darah,
evaporasi keringat merupakan mekanisme satu-satunya untuk melepaskan panas. Sekresi
keringat terutama dikontrol oleh persarafan kolinergik simpatetik yang melepaskan asetilkolin
(acetylcholine / Ach) untuk mengaktifkan reseptor muskarinik pada kelenjar. Sekresi keringat
dapat diaugmentasi oleh produksi lokal nitrit oksida di dekat kelenjar keringat. Kelenjar yang
terstimulasi akan memproduksi larutan isotonik yang berubah secara progresif menjadi larutan
hipotonik saat Na+ direabsorbsi di dalam duktus kelenjar keringat oleh transfer ion aktif.

Mekanisme Kontrol Neural pada Pembuluh Darah Kulit


Pada kulit tidak berambut (glabrous skin), arteriol kulit diinervasi oleh persarafan
vasokonstriktor simpatetik yang melepaskan noradrenergik dan efek suhu lokal pada pembuluh
darah kulit sendiri.
Pada kulit berambut (nonglabrous skin), perubahan aliran darah kulit dimediasi oleh dua
cabang sistem saraf simpatetik: (1) saraf vasokonstriktor nonadrenergik yang terdapat pada kulit
tidak berambut (glabrous skin) dan (2) sistem vasodilator aktif kolinergik. Mekanisme kontrol
kedua neural simpatetik ini merupakan efektor utama respon termoregulator. Pembuluh darah
pada kulit berambut (nonglabrous skin) juga berespon terhadap efek perubahan suhu lokal.
Pada keadaan normotermia, arteriol kulit berada di bawah tonus neural kecil. Selama
cold stress, reduksi suhu kulit dan / atau suhu internal menyebabkan reduksi yang dimediasi
refleks termoregulator pada aliran darah kulit untuk mempertahankan panas tubuh. Peningkatan
tonus vasokonstriktor noradrenergik memediasi vasokonstriksi arteriol dan menyebabkan
pernurunan aliran darah kulit.
Sebaliknya, selama heat stress, refleks termoregulator yang memfasilitasi pendinginan
tubuh dipengaruhi. Ketika suhu internal meningkat lebih lanjut melebihi nilai ambang
(threshold) sebesar 37C (98,6F), vasodilatasi kulit dimulai. Pada nilai ambang (threshold) ini,
tonus vasodilator aktif arteriol kulit meningkat. Saat istirahat, produksi keringat juga dimulai
pada ambang (threshold) suhu internal yang sama. Tonus vasodilator meningkat seiring dengan
peningkatan suhu internal. Peningkatan aktivitas vasodilator menurunkan tonus otot polos,
menyebabkan vasodilatasi arteriol dan meningkatkan aliran darah kulit, terutama melalui
kumparan papila. Peningkatan aliran darah kulit menghantarkan panas ke permukaan tubuh, di
mana terjadi pelepasan panas ke lingkungan yang berkaitan dengan evaporasi keringat. Secara
keseluruhan, sistem vasodilator aktif bertanggung jawab sebesar 80%-95% terhadap elevasi
aliran darah kulit yang diakibatkan oleh heat stress. Vasodilatasi dalam porsi kecil yang
signifikan dimediasi oleh efek vasodilator langsung dari pemanasan lokal di pembuluh darah
kulit.
Persarafan vasokonstriktor dan persarafan vasodilator pada kulit dinyatakan pertama kali
pada tahun 1931 oleh Lewis dan Pickering, lalu dikonfirmasi oleh Grant dan Holling. Mereka

mengukur suhu kulit sebagai indeks aliran kulit pada lengan atas manusia dan mendapatkan
peningkatan aliran darah yang besar sebagai respon terhadap heat stress dapat dihentikan dengan
simpatektomi atau pemblokan saraf. Mereka mencatat bahwa saat simpatektomi atau pemblokan
saraf menyebabkan sedikit vasodilatasi kulit selama normotermia, heat stress menyebabkan
peningkatan aliran darah yang lebih besar. Sebagai tambahan, pemblokan saraf selama heat
stress dapat menghentikan vasodilatasi kulit. Keadaan ini menunjukkan pembuluh darah kulit
berambut (nonglabrous skin) diinervasi oleh persarafan vasodilator aktif simpatetik dan
vasokonstriktor simpatetik. Pada tahun 1950-an, penemuan ini dikonfirmasi oleh Edholm dkk.
dan Roddie dkk. Sebagai tambahan, telah dinyatakan bahwa bretylium tosylate (suatu agen
pemblok prejunctional noradrenergic neuronal) menghentikan vasokonstriksi kulit yang
diinduksi oleh cold stress, tetapi tidak mempengaruhi respon vasodilator yang diinduksi oleh
heat stress. Kondisi ini menunjukkan bahwa kedua sistem neural eferen mengendalikan arteriol
kulit: sistem vasokonstriksi noradrenergik dan sistem vasodilator aktif noradrenergik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon terhadap Panas dan Dingin


Respon termoregulator mengalami aklimatisasi fisiologis setelah mendapatkan paparan termal
berulang dalam periode waktu yang lama (2 minggu). Setelah paparan berulang di lingkungan
yang panas, hipertrofi kelenjar keringat untuk memproduksi keringat yang lebih banyak dan
vasodilatasi aktif kulit dimulai pada suhu internal dan suhu kulit yang rendah, dengan tujuan
memfasilitasi stabilitas termal jangka panjang melalui pelepasan panas yang lebih awal dan lebih
besar. Manusia juga mengalami aklimatisasi di lingkungan yang dingin setelah mendapatkan
paparan berulang dengan cara meningkatkan produk panas metabolik (melalui peningkatan
jumlah jaringan adiposa coklat) dan habituasi terhadap dingin. Proses adaptasi ini kurang efektif
dalam membentuk suatu stabilitas termal dibandingkan dengan adaptasi terhadap panas.
Kelainan dermatologi akut dan kronis dapat mengganggu proses termoregulasi. Sebagai
contoh, sunburn dapat menurunkan produksi keringat, sehingga mengganggu proses pendinginan
melalui evaporasi dan menurunkan toleransi panas. Pada saat yang sama, vasodilatasi inflamasi
yang terjadi pada sunburn dapat melawan refleks vasokonstriktor termoregulator selama paparan
dingin. Keadaan ini menurunkan kemampuan reduksi aliran darah kulit dalam mempertahankan

panas tubuh, sehingga menurunkan toleransi dingin. Kondisi inflamasi kulit lain, di mana
eritroderma merupakan kondisi yang paling ekstrim, memiliki efek yang sama.
Obat dapat mengubah toleransi termal, terutama selama paparan panas. Beberapa obat
memiliki efek antikolinergik. Oleh karena sistem vasodilator aktif kulit dan kelenjar keringat
dikontrol oleh persarafan kolinergik simpatetik, tidaklah mengejutkan bila obat-obat tersebut
dapat menyebabkan gangguan proses termoregulasi. Contoh obat yang biasa dipergunakan tetapi
dapat menurunkan respon terhadap heat stress, meliputi antihistamin generasi pertama, antagonis
reseptor H2, dan antidepresan trisiklik. Obat-obat sistemik tersebut (dan banyak obat lainnya)
dapat menurunkan produksi keringat, menurunkan vasodilatasi aktif kulit, dan meningkatkan
resiko kegagalan termoregulasi.
Penuaan juga mempengaruhi refleks termoregulator. Jika dibandingkan dengan subjek
yang relatif lebih muda, mekanisme noradrenergik lebih berperan penting daripada mekanisme
kotransmiter dalam proses vasokonstriksi kulit selama cold stress pada kelompok usia tua yang
sehat. Selama heat stress, subjek yang lebih tua menunjukkan perlambatan onset dan penurunan
tingkat vasodilatasi kulit. Perubahan respon kulit terhadap tantangan termoregulasi ini
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas selama stres termal pada kelompok usia
tua.

You might also like