Professional Documents
Culture Documents
DASAR TEORI
Dasar teori pada penelitian ini meliputi empat bagian utama yakni :
perancangan bangunan tahan gempa, balok transfer berupa balok prategang,
perancangan bangunan tahan gempa berbasis kinerja, dan analisa pushover.
khususnya bangunan beton bertulang, harus ada sistem penahan gaya lateral yang
dapat berupa :
Sistem Portal : sistem portal menahan gaya gempa dengan sifat lentur
dari kolom dan balok. Balok, lantai penahan, dan kolom biasanya bertemu pada
satu titik dan titik itu disebut rigid joints. Selama gempa besar terjadi, lendutan
per lantai (penyimpangan lantai) dapat ditahan oleh sistem struktur portal dengan
membentuk sendi-sendi plastis pada balok tanpa membuat kolom roboh. Jenis-jenis
portal seperti ini mampu menahan pembebanan gravitasi sekaligus memiliki
ketahanan yang cukup terhadap beban lateral ke segala arah.
Sistem Dinding Geser : bangunan dengan dinding geser biasanya lebih
kaku dibanding bangunan dengan struktur portal. Lendutan akibat gaya lateral
biasanya bernilai kecil kecuali rasio tinggi-lebar dari dinding cukup besar
sehingga menyebabkan masalah guling. Guling (overturning) ini terjadi ketika
terdapat bukaan yang melebar pada dinding geser atau ketika rasio tinggi-lebar
dari dinding melebihi nilai 5. Pada beberapa kasus, jika kebutuhan fungsional
mengijinkan, gaya lateral yang bekerja pada gedung dapat ditahan seluruhnya oleh
dinding geser. Efek pembebanan gravitasi pada dinding tidaklah signifikan dan
tidak berpengaruh dalam desain.
Sistem Kombinasi / sistem ganda : sistem portal dan sistem dinding geser dapat
digunakan secara bersama-sama dan membentuk sistem kombinasi. Ketika
portal
dan
dinding geser berinteraksi, sistem dapat dikatakan sistem kombinasi bila portal sendiri
mampu menahan 25% gaya geser nominal yang terjadi. Sistem kombinasi juga biasa disebut
sebagai dual, hybrid, atau sistem dinding-portal.
Keruntuhan yang terjadi pada saat gempa apapun pemicunya memperlihatkan bahwa
bangunan yang runtuh tidak memiliki kemampuan deformability yang baik khususnya dalam
rentang inelastik. Hal ini dapat terjadi karena pemilihan keruntuhan yang tidak tepat dan
penerapan detailing yang tidak memadai. Pada umumnya, kriteria desain struktur tahan gempa
memenuhi ketiga hal berikut :
Gempa ringan : tidak ada kerusakan baik pada elemen struktural maupun non-struktural.
Gempa sedang : elemen struktural tidak rusak namun elemen non-struktural boleh rusak
dan dapat diperbaiki.
Gempa berat : elemen struktural dan non-struktural rusak, namun struktur tidak runtuh.
Struktur didesain berperilaku inelastik dan daktail terhadap gempa rencana yang kuat.
Kunci untuk dapat melakukan desain bangunan tahan gempa adalah membuat struktur
yang memiliki kekuatan, kekakuan, daktilitas, dan disipasi energi yang cukup. Hal ini dapat
dipenuhi dengan : perencanaan kolom yang lebih kuat daripada balok, mencegah kegagalan
geser (perlu pengekangan yang cukup), memastikan struktur bawah tidak runtuh terlebih dahulu
daripada struktur atas, dan melakukan pelaksanaan dengan baik (detailing harus diperhatikan).
Gambar 0-1 Model Kurva Tegangan-Regangan untuk Balok Beton Bertulang Terkekang
Sumber : Theoritical Stress-Strain Model For Confined Concrete, Mander, et all. (1986)
..
(2.1)
Dimana :
f'cc
= (c/cc)
cc
cc = co 1 + 5
1
(2.2)
Dimana :
f'co
co
= Ec/(Ec-Esec)
Ec
Esec = Secant Modulus dari beton terkekang pada saat tegangan makimum
= (f'cc/cc)
keruntuhan
(modes
of
failure) dari
balok
transfer
mekanisme keruntuhan ini sangat bergantung dari berbagai faktor antara lain : rasio tulangan
longitudinal, rasio tulangan transversal, rasio a/d, dan kuat tekan beton. Beberapa pola
keruntuhan balok transfer akibat kegagalan geser yang mungkin terjadi ialah :
-
Shear-compression Failure
Kegagalan jenis ini ditandai dengan terjadinya retak miring dan bila tidak
disediakan tulangan web, maka retak ini akan mengurangi kekuatan zona kompresi
beton dan kemudian beton akan mengalami kegagalan crushing pada zona
kompresi di atas retak. Oleh
dibanding retak lentur, kegagalan dicapai ketika nilai momen lentur maksimum
belum tercapai. Kegagalan jenis ini biasa dialami oleh balok dengan nilai rasio a/d 1
2,5.
Shear-flexure Failure
Kegagalan jenis ini diawali dengan terbentuknya retak lentur di tengah bentang
kemudian akibat perubahan konsentrasi tegangan di dekat ujung retakan, retak
kemudian
diprediksi dengan menghitung tegangan utama pada balok. Oleh karena itu,
5
Konsep pertama : sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang
elastis.
Konsep ini ialah konsep yang paling sering digunakan oleh kebanyakan insinyur
dimana beton yang tadinya bersifat getas menjadi bahan yang elastis dengan
pemberian tegangan awal. Beton yang tidak mampu menahan tarikan dan kuat menahan
tekan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menahan tegangan tarik. Dari konsep ini,
lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada beton. Karena bersifat elastis, distribusi
tegangan juga akan bersifat linier dan analisa tegangan dapat menggunakan analisa
tegangan elastis. Namun penerapan konsep ini menjadikan beton prategang sangatlah
konvensional (tidak mengijinkan adanya tegangan tarik).
Konsep kedua : sistem prategang dengan kombinasi baja mutu tinggi dan beton.
Konsep yang mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi baja mutu tinggi
dengan beton dimana baja menahan tarik dan beton menahan tekan.
Kedua
gaya
tersebut membentuk kopel untuk melawan momen eksternal. Kelebihan pada balok
prategang ialah, baja ditarik terlebih dahulu sehingga mencapai suatu nilai tertentu di
6
bawah kekuatan maksimalnya. Pada beton bertulang biasa, seringkali beton sudah
retak terlebih dahulu pada saat baja belum mencapai kekuatan penuh. Inilah yang
membedakan balok prategang dan balok beton bertulang biasa.
-
(2.3)
Jika gaya Wb sebagai pengganti gaya prategang mampu mengimbangi beban luar yang
ada, maka potongan balok hanya akan mengalami tegangan tekan seragam f = F / A.
Konsep Load Balancing Method ini sangat menguntungkan jika struktur yang ada
merupakan struktur statis tak tentu. Keuntungan bisa didapatkan dari mudahnya
melakukan perhitungan maupun visualisasi struktur prategang.
1.2.2.1
Dalam melakukan analisa non-linear, parameter seperti daktilitas dan disipasi energi
balok prategang menjadi sangat penting untuk diketahui. Kedua parameter ini mempengaruhi
secara langsung kurva gaya-perpindahan atau moment-curvature pada penampang prategang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi daktilitas balok prategang antara lain :
a.
Gambar 0-6 Efek Perubahan Jumlah Baja Prategang pada Kurva Hubungan Moment-Curvature dengan Satu
Tendon
Sumber : Ductility of Prestressed and Partially Prestressed Concrete Beam Section, Park, Thompson : 1980
Gambar 0-7 Efek Perubahan Jumlah Baja Prategang pada Kurva Hubungan Moment-Curvature dengan Dua
Tendon
Sumber : Ductility of Prestressed and Partially Prestressed Concrete Beam Section, Park, Thompson : 1980
Gambar 0-8 Efek Perubahan Jumlah Baja Prategang pada Kurva Hubungan Moment-Curvature dengan Tiga
Tendon
Sumber : Ductility of Prestressed and Partially Prestressed Concrete Beam Section, Park, Thompson : 1980
Dapat dilihat pada ketiga gambar diatas, semakin banyak baja prategang yang digunakan,
daktilitas akan semakin berkurang. Selain itu, keberadaan baja prategang di daerah tekan
beton secara signifikan dapat menambah daktilitas penampang.
Dalam desain tahan gempa, formula berikut seyogyanya diikuti untuk memastikan
penampang balok prategang memiliki nilai daktilitas yang cukup. Penampang harus
memenuhi :
Aps fps
b d fc'
< 0.2
(2.4)
Untuk penampang dengan letak tendon yang bervariasi dari atas sampai ke bawah serat,
sangat sulitbagi kita untuk memberikan nilai batas pada parameter Aps fps / b d fc karena
letak tendon yang sembarang menimbulkan bentuk kurva moment-curvature yang
sembarang juga. Oleh karena itu akan lebih mudah jika persamaan berikut digunakan untuk
menjamin penampang memiliki daktilitas yang cukup :
a / h < 0.2
(2.5)
dimana a = tinggi blok tekan penampang, dan h = tinggi balok prategang. Persamaan ini
juga berlaku untuk penampang partial prestress dimana terdapat baja non-prategang pada
balok. Kuncinya ialah mengurangi jumlah baja prategang dan menyediakan tulangan tekan
yang cukup untuk memenuhi persamaan (2.5).
b.
Gambar 2.9 menunjukkan daktilitas yang lebih baik akan dicapai akibat pengekangan
ekstra. Pada potongan khusus yang sedang dianalisa diatas, sengkang tertutup dengan spasi
kurang lebih d/4 (3,6 inch) menghasilkan daktilitas yang paling baik. Sayangnya,
kemungkinan selimut beton mengalami spall akan meningkat dengan menurunnya spasi
sengkang sehingga kapasitas momen pada curvature tinggi tidak akan sebesar di gambar
2.9.
10
akan
lebih kecil
dibanding pada struktur satu bentang. Selain itu, alat pengangkuran yang dibutuhkan menjadi
lebih sedikit dan hal ini mengakibatkan pengurangan biaya penarikan secara signifikan.
Defleksi pada struktur juga lebih kecil karena nilai momennya yang kecil dan menimbulkan
ketahanan terhadap beban lateral yang baik pada frame yang kaku.
Perbedaan paling mendasar dari balok prategang satu bentang dengan balok
prategang menerus ialah keberadaan reaksi yang menahan defleksi akibat prategang (camber)
pada struktur menerus. Reaksi ini kemudian menimbulkan secondary moment atau momen
sekunder pada struktur prategang.
Jika pada balok satu bentang, beban akibat berat sendiri balok prategang tidak
diperhitungkan, dan bila balok dikenai gaya prategang eksentrik, maka resultan tegangan
tekan (C-line) pada potongan penampang akan berhimpit dengan titik berat baja prategang
seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Momen lentur akibat prategang dapat dicari dengan mengalikan gaya prategang dan
jarak antara cgc dan cgs sepanjang bentang, balok akan berdefleksi ke atas akibat prategang
(camber) namun tidak ada reaksi eksternal yang diciptakan. Pada balok menerus, kondisinya
lebih rumit. Momen akibat prategang kini akan disebut sebagai momen primer (primary
11
moment) dan akan menyebabkan defleksi ke atas seperti pada kasus balok simple span. Namun
defleksi ini ditahan oleh redundant perletakkan, dan reaksi perletakkan dari redundant tersebut
akan menimbulkan momen sekunder (secondary moment) pada balok. Nilai momen total
bisa didapatkan dengan menjumlahkan nilai momen primer dan momen sekunder.
Gambar 0-11 (a) Balok Prategang menerus ; (b) Lendutan yang Terjadi apabila Reaksi di Tengah Bentang
Diabaikan ; (c) Reaksi Perletakkan di Tengah Bentang akibat Beban Prategang ; (d) Defleksi Balok Aktual
akibat Prategang
Gambar 0-12 Momen Primer, Sekunder, dan Total Balok Prategang Menerus
Sumber : Design of Prestressed Concrete, Arthur H Nilson
12
Pada dasarnya, bangunan tahan gempa dirancang dengan mengikuti codes atau
peraturan yang berlaku di daerah tempat bangunan akan dibangun. Peraturan dibuat untuk
menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar yang mungkin terjadi dan untuk
menghindari atau mengurangi kerusakan atau kerugian harta benda akibat gempa bersangkutan.
Meski demikian, prosedur dalam peraturan perencanaan bangunan tahan gempa belum tentu
secara akurat menunjukkan kinerja bangunan aktual terhadap suatu gempa yang sebenarnya.
Kinerja tadi tentu terkait dengan resiko yang diambil pemilik bangunan dan investasi yang
dibelanjakan. PBSE merupakan jawaban yang dapat digunakan baik untuk rehabilitasi bangunan
lama maupun perencanaan bangunan baru, dengan pemahaman realistik mengenai resiko
keselamatan, kesiapan pakai, dan kerugian harta benda yang akan terjadi.
Metode ini mulai berkembang terutama di Amerika saat rekomendasi SEAOC Blue
Book yang saat itu dipakai, menimbulkan ambiguitas yang tinggi. Tingkatan performa yang ada
pada dokumen SEAOC Blue Book dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 0-13 Tingkatan Performa Bangunan menurut SEAOC Blue Book (1995)
Sumber : UC Berkeley Earthquake Engineering Course. 2003. Basic Concepts : Performance Based Earthquake
Engineering.
14
Ambiguitas yang terjadi ada pada frekuensi kejadian dan deskripsi performa yang
banyak menggunakan parameter kualitatif sehingga menjadi lebih abstrak. Selain itu meski
terdiri dari tiga tingkatan, persyaratan ini tidak secara spesifik berhubungan dengan lever kinerja
tertentu pada bangunan.
Konsep PBSE yang baru terdapat pada dokumen Vision 2000 (SEAOC, 1995) dan
NEHRP (BSSC, 1995) yang didefinisikan sebagai strategi dalam perencanaan, pelaksanaan, serta
perawatan sedemikian rupa agar suatu bangunan mampu berkinerja pada suatu kondisi gempa
yang ditetapkan, dimana kinerja diukur dari besarnya kerusakan dan dampak perbaikan yang
diperlukan. Level tingkatan kinerja pada kedua dokumen tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
:
Tabel 0-1 Level Kinerja Bangunan berdasarkan NEHRP dan Vision 2000
Sumber : Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa dengan Analisa Pushover. Wiryanto Dewobroto. 2005.
Intensitas gempa dipaparkan secara kuantitatif pada dokumen Vision 2000 beserta
dengan hubungan skematik antara kinerja yang dituju dengan probabilitas gempa. Hal ini
menunjukkan bahwa dokumen Vision 2000 memiliki parameter-parameter yang lebih jelas
daripada dokumen sebelumnya (Blue Book).
15
Sumber : UC Berkeley Earthquake Engineering Course. 2003. Basic Concepts : Performance Based Earthquake
Engineering.
Gambar 0-14 Hubungan Skematis antara Kinerja Bangunan dan Probabilitas Gempa
Sumber : UC Berkeley Earthquake Engineering Course. 2003. Basic Concepts : Performance Based Earthquake
Engineering.
Tiga buah tipe okupansi bangunan yang ada dalam dokumen Vision 2000 ialah :
-
Fasilitas esensial : bangunan penting untuk penanganan setelah gempa (rumah sakit,
kantor polisi, kantor pemadam kebakaran), bangunan yang di dalamnya disimpan
material berbahaya dengan efek moderat pada lingkungan sekitar (kilang minyak,
dll).
Sejak saat itu, aktivitas riset mengenai PBSE menjadi sangat intensif terutama di
Amerika dan Eropa. Di Amerika, badan Federal Emergency Management Agency (FEMA)
16
bekerja sama dengan Applied Technology Council (ATC), Earthquake Engineering Research
Center (ERRC), Universitas California Berkeley, dan BSSC membuat banyak publikasi terkait
dengan PBSE sehingga metode ini dapat diterima secara luas oleh komunitas rekayasa sebagai
prosedur canggih untuk berbagai aplikasi. Meski saat ini PBSE difokuskan untuk perencanaan
bangunan tahan gempa, cara yang sama juga bisa dilakukan untuk perencanaan bangunan
terhadap bahaya angin topan, ledakan, dan kebakaran.
Beberapa kemajuan signifikan yang terjadi dalam publikasi FEMA (FEMA 273/356
Guidelines for Seismic Rehabilitation Building) antara lain :
-
Adanya empat level kinerja : collapse prevention, life safety, continued occupancy,
operational.
Adanya peta national seismic hazard baru berdasarkan ordinat spektral untuk
probabilitas kejadian dan kondisi tanah yang berbeda pada periode pendek (T = 0,2
s) dan periode 1 detik (SDS dan SD1).
Tingkat kerusakan menurut FEMA 273 dapat dilihat pada gambar berikut :
17
Deskripsi kerusakan pada bangunan dan kriteria penerimaan secara umum menurut
FEMA 356 dapat dilihat pada tabel berikut :
Hubungan antara kerusakan dan gaya gempa yang terjadi dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 0-17 Kurva Gaya Geser vs Lendutan yang Dikaitkan dengan Kerusakan yang Terjadi
18
Sumber : UC Berkeley Earthquake Engineering Course. 2003. Basic Concepts : Performance Based Earthquake
Engineering.
Kurva seperti pada gambar 2-17 diatas dihasilkan dengan analisa khusus yang
dinamakan analisa pushover. Kurva ini disebut sebagai kurva pushover atau kurva kapasitas
yaitu suatu kurva gaya-perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara global terhadap
pembebanan lateral yang terjadi. Dalam analisa pushover juga akan dijumpai titik kinerja yang
merupakan besarnya perpindahan pada pusat massa atap pada saat mengalami gempa rencana
dan dapat dicari dengan beberapa metode yang akan dijelaskan pada bab berikutnya. Kinerja
struktur secara global yang berkorespondensi dengan pembebanan gempa rencana dapat dilihat
melalui level kinerja pada saat target perpindahan terjadi.
19
Melakukan analisis beban dorong untuk membuat kurva pushover dari berbagai pola
pembebanan lateral terutama yang paling mirip dengan distribusi gaya inersia akibat
gempa. Dengan melakukan hal ini diharapkan perpindahan yang terjadi hampir
sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa. Oleh karena sifat gempa
adalah tidak pasti, maka diperlukan minimal dua pola pembebanan lateral yang
berbeda untuk mendapatkan kondisi yang paling menentukan.
Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target
perpindahan. Hal ini merupakan hal paling utama dari perencanaan berbasis kinerja.
Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika memenuhi
kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, tidak hanya pada persyaratan deformasi
namun juga persyaratan kekuatan.
20
Dalam analisa pushover, sendi plastis dipasang pada komponen struktur yakni balok
dan kolom dan diletakkan di tiap-tiap ujung balok dan kolom. Untuk balok, hal ini dilakukan
dengan asumsi bahwa balok yang ada relatif pendek dan pengaruh beban gravitasi tidak dominan
dibandingkan dengan beban gempa, pelelehan balok dapat diasumsikan terjadi di ujung-ujung
balok. Untuk kolom, sendi plastis juga diletakkan di tiap-tiap ujungnya dengan asumsi bahwa
potongan kritis terjadi pada ujung-ujung kolom.
Dalam permodelan di SAP 2000, penjelasan mengenai tipe dan karakteristik sendi
plastis dapat dilihat pada penjabaran berikut :
1.4.2.1
dimana setiap sendi merepresentasikan perilaku post-yield yang terkonsentrasi pada satu titik
dalam satu atau lebih derajat kebebasan. Sendi ini hanya mempengaruhi perilaku struktur dalam
analisa statik nonlinier dan analisa riwayat waktu integrasi langsung. Derajat kebebasan yang
mungkin terjadi pada balok yakni M3 (momen arah dominan) dan V2 (geser dominan), dimana
kita bisa menempatkan sendi plastis untuk kedua derajat kebebasan ini dalam titik yang sama.
Dalam setiap derajat kebebasan gaya (aksial dan geser), kita bisa mengatur perilaku
gaya plastis - perpindahan dari sendi. Begitu pula pada derajat kebebasan momen (lentur dan
torsi), kita dapat menspesifikasi perilaku momen plastis rotasi. Kurva gaya perpindahan atau
momen rotasi dalam setiap derajat kebebasan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 0-18 Kurva Beban Perpindahan (Momen Rotasi) pada Sendi Plastis
21
Sumber : CSI Analysis Reference Manual for SAP 2000, ETABS, SAFE, and CSI Bridge. Computer and
Structures Inc. 2011.
1.4.2.2
satu sama lain. Namun untuk kolom, kita bisa menggabungkan perilaku sendi plastis dari dua
derajat kebebasan yang berbeda, dikenal sebagai coupled hinge. Dengan analisa 3D yang
dilakukan, sendi plastis yang dipasang di kolom bisa diasumsikan merupakan coupled P-M2-M3
hinge.
Untuk sendi PMM, kita harus menentukan sebuah permukaan interaksi dalam bentuk 3
dimensi P-M2-M3 yang merepresentasikan dimana kelelehan pertama terjadi untuk beberapa
kombinasi gaya aksial P, momen minor M2, dan momen mayor M3. Permukaan interaksi dibuat
oleh beberapa kurva P-M2-M3, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi yakni :
-
Untuk setiap kurva, titik-titik disusun dari yang paling negatif (tekan) sampai yang
paling positif (tarik).
Nilai-nilai P, M2, dan M3 untuk titik pertama dan titik terakhir pada tiap kurva harus
identik.
22
Ketika bidang M2-M3 dilihat dari atas, kurva harus terdefinisi dalam arah
berlawanan jarum jam.
Kita bisa mendefinisikan sendiri permukaan interaksi atau membiarkan program yang
menghitung menggunakan ketentuan sebagai berikut :
-
Baik untuk sendi plastis balok maupun kolom, terdapat beberapa pilihan yang
disediakan oleh program SAP 2000. Pilihan tersebut antara lain :
-
Sendi automatic dan user-defined dapat dipasang pada elemen frame. Ketika sudah
dipasang, program dengan otomatis akan membuat sifat-sifat (kurva gaya perpindahan /
momen rotasi) sendi tergantung dengan jenis sendi plastis yang digunakan.
Automatic hinge properties merupakan fitur yang sangat kuat pada SAP 2000 untuk
menciptakan properti sendi plastis secara otomatis berdasarkan informasi detail tentang geometri
potongan elemen frame, material, dan panjang elemen. Untuk material baja, automatic hinge
akan mengambil karakteristik sendi plastis berdasarkan tabel 5-6 FEMA 356. Untuk material
beton bertulang, automatic hinge akan mengambil karakteristik sendi plastis berdasarkan tabel 67 dan 6-8 FEMA 356.
Untuk user-defined hinge properties, sifat-sifat sendi plasis jenis ini dapat berasal dari
modifikasi sendi plastis automatic atau memang sudah didefinisikan dari awal oleh pengguna
SAP. Sendi plastis automatic dapat dikonversi menjadi sendi plastis user-defined dan kemudian
dimodifikasi sifatnya lalu dipasang kembali pada satu atau beberapa elemen frame. Dengan cara
ini kita dapat meminta program melakukan bobot pekerjaan yang berat dalam mendapatkan sifat
sendi plastis, namun kita juga bisa melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan kita.
Bagaimanapun juga, setelah kita mengkonversi sendi automatic menjadi user-defined, properti
23
atau sifat-sifat sendi plastis tidak akan otomatis berubah meski kita sudah memodifikasi elemen,
potongan, atau materialnya.
Beberapa parameter penting dalam mendefinisikan layered shell pada program SAP
yakni :
a.
Layer Name
Lapisan pada dinding geser harus memiliki satu nama untuk satu lapisan. Namun nama
lapisan yang sama dapat digunakan untuk lapisan yang berbeda, hal ini berguna untuk
melihat hasil dua lapisan yang berbeda secara simultan.
b.
Layer Distance
Setiap layer ditempatkan dengan memasukkan nilai distance dari permukaan referensi ke
titik tengah dari layer tersebut. Jarak antara permukaan referensi dan titik tengah layer ini
dinamakan layer distance.
c.
Layer Thickness
24
Setiap layer memiliki sebuah ketebalan, diukur dari sumbu local-3 elemen. Untuk
permodelan tulangan dan material fiber, kita bisa memasukkan lapisan sangat tipis yang
memiliki luas ekivalen dengan luas tulangan.
d.
Layer Type
Beberapa tipe layer yakni :
-
Membrane : regangan pada layer (11, 22, 12) dihitung hanya berdasarkan
perpindahan dalam bidang (membrane displacements), dan tegangan pada layer (11,
22, 33) berkontribusi hanya pada gaya-gaya dalam bidang (membrane forces) F11,
F22, dan F12.
Plate : regangan pada layer (11, 22, 12, 13, 23) dihitung hanya berdasarkan rotasi
pelat lentur dan perpindahan transversal, dan tegangan pada layer (11, 22, 12, 13,
23) berkontribusi hanya pada momen pelat lentur dan gaya geser transversal M11,
M22, M12, V13, dan V23.
Dalam banyak penggunaan, dinding geser non-linear menggunakan tipe layer shell. Selain
itu, massa dan berat hanya dihitung pada layer membrane dan shell. Hal ini dilakukan
untuk mencegah perhitungan ganda jika layer plate dan membrane digunakan secara
independen.
e.
f.
Layer Material
Properti material dalam layer dipilih berdasarkan material yang sebelumnya sudah
terdefinisikan.
g.
sejauh 90. Berikut adalah gambar yang menunjukkan bahwa sumbu material dan sumbu
elemen bisa berbeda :
Gambar 0-20 Perbedaan Sudut Lokal Material dengan Sudut Lokal Elemen
Sumber : CSI Analysis Reference Manual for SAP 2000, ETABS, SAFE, and CSI Bridge. Computer and
Structures Inc. 2011.
h.
Jika ada satu atau lebih dari ketiga komponen didefinisikan sebagai non-linear atau tidak
aktif, maka semua komponen linear menggunakan hukum uncoupled isotropic linear
stress-strain, semua komponen non-linear menggunakan hubungan tegangan-regangan
non-linear, dan semua komponen tidak aktif menghasilkan tegangan = 0. Komponenkomponen ini menjadi independen dan berperilaku layaknya jika rasio poisson = 0.
Perilaku material dirangkum pada gambar berikut :
26
27
Dalam model ini, hanya perilaku membrane yang dibuat menjadi non-linier dan hanya
untuk tegangan vertikal 22. Untuk tulangan dengan sudut material 90, 22 akan menjadi 11.
Tulangan horizontal dianggap linear sehingga tidak dimasukkan dalam model dan 12 tulangan
28
vertikal dibuat menjadi tidak aktif. Perilaku out of plane dinding diasumsikan tetap linear dan
tebalnya sedikit dikurangi untuk memperhitungkan efek retak dalam arah out-of plane.
Untuk itu kuva pushover diubah menjadi kurva bilinier untuk mengestimasi kekakuan
lateral efektif bangunan Ke, dan kuat leleh bangunan Vy. Kekakuan lateral efektif diambil dari
kekakuan secant yang dihitung dari gaya geser dasar sebesar 60% kuat leleh. Karena kuat leleh
diperoleh dari titik potong kekakuan kondisi elastis Ke dan kondisi inelastis Ke maka prosesnya
dilakukan secara trial dan error. Periode getar alami efektif (Te) dapat dihitung dengan
Te = Ti
Ki
(2.6)
Ke
29
Dalam perencanaan, NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulations for New
Buildings (BSSC, 1995) merekomendasikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
-
Untuk bangunan dengan periode getar pendek (T < 0,5 s), distribusi vertikal gaya
inersia mengasumsikan gaya inersia hanya datang dari mode satu sehingga dapat
menggunakan distribusi triangular profile.
Untuk bangunan dengan periode getar panjang (T > 2,5 s), distribusi gaya inersia
menggunakan higher-mode profile dimana akan menciptakan percepatan yang lebih
besar pada lantai-lantai atas bangunan. Hal ini akan berakibat pada besarnya gaya
geser tingkat pada tingkat atas dan bertambahnya momen guling di dasar bangunan.
Dalam melakukan analisa pushover, FEMA 273 menyatakan bahwa diperlukan minimal
dua buah distribusi gaya inersia yang berbeda untuk merepresentasikan ketidakpastian gaya
gempa.
Mengacu pada dokumen FEMA 356, untuk semua tipe analisis, minimal dua tipe
distribusi vertikal pembebanan lateral harus digunakan. Satu pola harus diambil dari masingmasing kelompok berikut :
30
sudah mencukupi karena merupakan perkiraan nilai rata-rata ditambah satu standar deviasi
perpindahan bangunan dengan kekuatan lateral 25% lebih banyak dari kekuatan spektrum elastis.
Kriteria evaluasi level kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan deformasi
yang terjadi ketika perpindahan titik kontrol sama dengan target perpindahannya (t). Hal ini
menunjukkan bahwa target perpindahan sangat penting bagi perencanaan berbasis kinerja
(PBSE).
Ada beberapa cara dalam mencari nilai target perpindahan, berikut merupakan cara-cara
yang sudah built-in di program SAP 2000 :
1.4.6.1
metode ini membutuhkan kurva kapasitas sebagai hasil analisa pushover dan kurva demand
gempa yang ditampilkan dalam oordinat respons spektra. Kurva demand menggunakan kurva
respons spektrum dengan
spektrum untuk
merepresentasikan efek disipasi energi yang terjadi pada bangunan. Titik perpotongan antara
kuva kapasitas dan kurva demand yang sudah ter-reduksi menunjukkan performance point atau
target perpindahan yang dicari.
Untuk mengkonversi kuva respon spektrum standar (Sa vs T) ke dalam format ADRS,
kita harus mencari nilai Sd1 (spectral displacement) pada tiap titik di kurva. Hal ini dapat
dilakukan dengan persamaan :
Sd1 =
Ti2
42
Sai g
(2.7)
32
Berikutnya, spektrum kapasitas dapat dibentuk dari kurva pushover melalui konversi
satu-per-satu titik di kurva pushover menjadi kurva ADRS. Tiap titik yang merepresentasikan Vi
(gaya geser dasar) dan i (perpindahan atap) dikonversi menjadi Sa1 dan Sd1 dengan persamaan :
=
/
dan
=
!" #,
%
(2.8)
Dimana 1 dan PF1 adalah koefisien massa pola ragam getar dan koefisien faktor
partisipasi pola ragam getar pertama terhadap struktur. 1,roof adalah perpindahan atap akibat pola
ragam getar `pertama. Faktor partisipasi mode dan koefisien massa dihitung dengan rumus :
(2.9)
33
Redaman yang terjadi ketika struktur didorong sampai mencapai fase inelastis dapat
dianggap sebagai kombinasi antara redaman viskos dan histeresis. Redaman histeresis dapat
dianggap sebagai redaman viskos ekivalen, sehingga total redaman efektif pada struktur bisa
diestimasi sebesar :
(2.10)
Dimana o adalah redaman histeresis dan 0,05 adalah redaman viskos asumsi (5%), dan
merupakan faktor modifikasi untuk memperhitungkan perilaku histeresis bangunan sesuai
dengan membuat model bilinier dari spektrum kapasitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
gambar berikut :
34
(2.11)
Dimana ED = disipasi energi akibat redaman dan ESO adalah energi regangan
maksimum. Untuk menghitung redaman efektif, kurva demand dalam bentuk ADRS harus
direduksi dengan faktor SRA dan SRV dengan rumus
(2.12)
Respons spektrum elastis (teredam 5%) kemudian direduksi menjadi respons spektrum
dengan redaman > 5%, yakni redaman kritis.
35
Respons spektrum dengan wilayah gempa dan kondisi tanah yang tepat, yang
teredam 5% dipilih dan kemudian dikonversi ke dalam format ADRS.
Kurva kapasitas yang diperoleh dari analisa pushover juga dikonversi menjadi
spektrum kapasitas (format ADRS).
Target perpindahan percobaan (trial) Sapi dan Sdpi dipilih berdasarkan kurva
kapasitas atau berdasarkan enginiring judgement.
Model bilinier dari spektrum kapasitas dibuat sehingga luas dibawah spektrum
kapasitas dan model bilinear adalah sama.
Spektrum demand kemudian direduksi dengan faktor SRA dan SRV. Spektrum
demand yang sudah tereduksi di plot bersama-sama dengan spektrum kapasitas.
Jika spektrum demand memotong spektrum kapasitas pada titik Sapi dan Sdpi, atau
jika titik potong Sdp berada di rentang 5% Sdpi, maka titik ini menunjukkan
performance point atau target perpindahan.
Jika titik perpotongan tidak berada dalam rentang 5% Sdpi, maka pemilihan target
perpindahan trial harus diulang dan titik perpotongan yang tidak tepat dapat
dijadikan awalan dari iterasi baru.
36
Prosedur spektrum kapasitas untuk mencari performance point secara gamblang dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 0-30 Performance Point Perpotongan Antara Kurva Kapasitas ADRS dan Kurva Demand ADRS.
Sumber : Performance Based Seismic Engineering ; The Seismic Design Handbook chapter 15 2nd edition.
Farzard Naeim et all. 2000.
1.4.6.2
SDOF dengan faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga diperoleh perpindahan global
maksimum yang disebut target perpindahan (t).
Metode ini dimulai dengan mencari terlebih dahulu periode getar efektif struktur
(periode getar ketika struktur berada pada fase inelastis). Periode getar alami mencerminkan
kekakuan linear dari struktur SDOF ekivalen, yang jika di plot kepada spektrum gempa rencana
akan menunjukkan nilai percepatan puncak Sa. Target perpindahan dari titik kontrol kemudian
dicari dengan rumus :
(2.13)
Dimana :
Te = periode getar alami efektif (s)
37
C0 = keofisien faktor bentuk, untuk mengubah perpindahan spektral menjadi perpindahan atap
yang pada umumnya menggunakan faktor partisipasi ragam pertama. Faktor C0 dapat dilihat
pada tabel berikut :
(2.14)
To = waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons spektrum pada titik dimana
terdapat transisi bagian percepatan konstan ke bagian kecepatan konstan.
R = rasio kuat elastik perlu terhadap koefisien leleh terhitung.
R = Sa Cm W / Vy
(2.15)
Dimana :
Sa = akselerasi puncak respons spektrum yang berkorespondensi dengan periode getar efektif.
(m/s2)
Vy = gaya geser dasar saat leleh, didapatkan dari idealisasi kurva pushover menjadi kurva
bilinier. (kN)
W = total beban mati dan beban hidup tereduksi (ton)
Cm = faktor massa efektif
(2.16)
38
1.4.6.3
440, beberapa parameter dasar seperti redaman efektif dan periode efektif diubah. Selain itu
kurva respons spektrum ADRS juga dimodifikasi karna kali ini kurva menggunakan periode
secant (Tsec) bukan lagi periode efektif (Teff). Reduksi kurva ADRS respons spektrum juga
mempertimbangkan redaman dari fondasi.
Redaman efektif (eff) dapat dihitung dengan rumus :
(2.17)
39
(2.18)
(2.19)
Dimana adalah rasio daktilitas bangunan dan koefisien-koefisien A, B, C, D, dan E
dapat dilihat pada tabel dibawah. Nilai-nilai ini merupakan fungsi dari karakteristik kurva
kapasitas dalam hal tipe histeresis dan kekakuan inelastis.
Periode efektif untuk semua tipe histeresis dan nilai alpha dapat dihitung dengan rumus
berikut :
(2.20)
40
Penggunaan nilai Teff dan eff akan menghasilkan perpindahan maksimum yang
bertepatan dengan perpotongan antara garis radial Teff dan kurva demand ADRS untuk eff.
Periode efektif (Teff) umumnya lebih pendek daripada periode secant (Tsec), dapat dilihat pada
gambar 2.16 di titik dmax pada kurva kapasitas. Oleh karena itu, percepatan efektif (aeff) tidak
bearti karena percepatan maksimum (amaks) harus berada pada kurva kapasitas dan segaris
dengan perpindahan maksimum dmaks. Dari sini dapat diambil nilai faktor modifikasi sebesar :
M = aeff / amaks
(2.21)
41
Oleh karena periode efektif (Teff) dan redaman efektif (eff) merupakan fungsi redaman,
perhitungan perpindahan maksimum dengan metode modifikasi spektrum kapasitas tidak bisa
dilakukan secara langsung dan butuh iterasi atau solusi grafikal. Setelah melakukan langkahlangkah yang sama dengan cara di ATC 40 kecuali dalam penghitungan periode dan redaman
efektif, 3 alternatif cara yang bisa dilakukan ialah :
-
Integrasi langsung : pada cara ini, iterasi dianggap selesai jika sudah konvergen
menuju satu titik yakni performance point.
42
Gambar 0-36 Cara Perpotongan Kurva Kapasitas dan Kurva MADRS untuk Penentuan Performance Point
Sumber : FEMA 440
Gambar 0-37 Cara Percobaan Penempatan Kurva MADRS untuk Pencarian Perfomance Point
Sumber : FEMA 440
43
1.4.6.4
(2.22)
C1 dihitung dengan rumus :
(2.23)
Dimana Te adalah periode getar efektif struktur SDOF, R = rasio kuat elastik perlu
terhadap koefisien leleh terhitung, adalah 130, 90, dan 60 untuk masing-masing kelas situs B,
C, dan D. Untuk periode kurang dari 0,2 s, C1 bisa diambil = 0,2. Untuk periode lebih dari 1 s, C1
bisa diambil = 1.
Sedangkan modifikasi parameter C2 dapat dihitung dengan rumus :
(2.24)
Untuk periode getar kurang dari 0,2 s, nilai C2 = 0,2 dapat dipakai. Untuk periode getar
lebih dari 0,7 s, C2 dapat dianggap sama dengan 1.
Hubungan antara gaya geser dasar dan perpindahan lateral atap (kurva pushover)
harus dibuat dengan rentang 0 150% target perpindahan.
Gaya geser dasar pada saat tercapainya target perpindahan (Vt) harus minimum 80%
dari kuat geser leleh efektif struktur (Vy). Kuat geser leleh efektif Vy dicari dengan
membuat model bilinier dari kurva kapasitas pada saat tercapai target perpindahan.
44
Model bilinier dicari secara iterasi sehingga luasan kurva dibawah dan diatas garis
bilinier ialah sama. Vy adalah perpotongan kedua garis bilinier tersebut.
Gambar 0-38 Kurva Pushover dengan Kemiringan Positif dan Negatif setelah Leleh
Sumber : FEMA 356
Komponen primer dan sekunder struktur harus memiliki kapasitas deformasi tidak
kurang dari nilai target perpindahan maksimum yang sudah dihitung.
Kriteria penerimaan struktur secara numerik dapat dilihat pada tabel 6-7 dan tabel 68 FEMA 356.
45