You are on page 1of 102

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Buku Ajar Klimatologi (Suatu Pengantar) yang terdiri dari 13
modul ajar dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Modul Klimatologi ini dibuat sebagai sarana penunjang untuk memperlancar


proses belajar mengajar bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin.

Penyusunan Buku Ajar ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dana
Fakultas Kehutanan dan dosen-dosen pengasuh mata kuliah Klimatologi. Untuk itu
tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
langsung maupun tidak langsung didalam penulisan Buku Ajar Klimatologi

Akhirnya kami berharap semoga Buku Ajar Klimatologi ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Makassar, September 2009

Tim Penyusun

Klimatologi

I. PENDAHULUAN
1.1. Manfaat dan Peranan Cuaca/Iklim
Cuaca merupakan peristiwa fisik yang berlangsung di atmosfer pada suatu
saat dan tempat/ruang tertentu, yang dinyatakan dalam berbagai variable disebut
unsur-unsur cuaca. Unsur-unsur ini diamati satu atau beberapa kali dalam sehari
sebagai data cuaca diurnal, yang selanjutnya hasil pengamatannya dalam setahun
sebagai data harian dari setahun. Jika data pengamatan dikumpulkan selama
beberapa tahun yang merupakan data historis jangka panjang tentang perilaku
atmosfer yang mencirikan iklim.

Sehingga hasil pengamatan data tersebut

merupakan informasi penting pada berbagai bidang terutama yang berkaitan


dengan kehidupan manusia seperti kehutanan dan pertanian dalam arti luas,
penerbangan, hidrologi & pengairan serta kesehatan masyarakat. Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari informasi cuaca/iklim adalah :
1. Sebagai peringatan dini dari dampak negative yang ditimbulkan
oleh cuaca/iklim yang ekstrim seperti banjir, kekeringan dan angin
kencang
2. Menyelenggarakan kegiatan atau usaha dibidang teknik, ekonomi
dan sosial yang sesuai dengan ciri dan sifat cuaca/iklim, sehingga
dapat dihindari kerugian yang diakibatkannya
3. Melaksanakan kegiatan tersebut sebaiknya memamfaatkan pula
tehnologi pemanfaatan sumber daya cuaca/iklim.
1.2.

Istilah dan Batasan Cuaca/Iklim


Cuaca : Semua proses/peristiwa fisik yang terjadi/berlangsung di atmosfer

pada suatu saat dan tempat 2tertentu atau nilai sesaat dari atmosfer serta
perubahannya dalam jangka pendek disuatu tempat tertentu dibumi.
Pernyataan secara kuantitatif dari cuaca umumnya digunakan untuk tujuan
ilmiah, sedangkan secara kualitatif merupakan pernyataan masyarakat awam
seperti tiupan angin lemah, langit cerah, dan cuaca buruk. Cuaca akan dicatat terus
menerus pada jam-jam tertentu secara rutin menghasilkan suatu seri data cuaca
yang selanjutnya dapat digunakan menentukan iklim.
Iklim : penyebaran cuaca dari waktu ke waktu (hari demi hari, bulan demi
bulan dan tahun demi tahun) dan termasuk didalamnya harga rata-rata dan harga-

Klimatologi

harga ekstrim (yaitu maksimum dan minimum) atau keadaan rata-rata cuaca pada
suatu periode yang cukup lama atau daerah yang cukup luas.
Mengingat iklim adalah sifat cuaca dalam jangka waktu panjang dan pada
daerah yang luas , maka data cuaca yang digunakan untuk menyusunnya
seyogiyanya dapat mewakili keadaan atmosfer seluas mungkin diwilayah yang
bersangkutan.
Sifat data cuaca dan iklim adalah data diskontinyu yang terdiri dari
pancaran surya, lama penyinaran surya, presipitasi (hujan, hujan es, salju dan
embun) dan penguapan (evaporasi dan transpirasi). Penyajian datanya dalam
bentuk nilai akumulasi dan ditampilkan dalam grafik histogram. Sedangkan data
kontinyu yang terdiri dari suhu, kelembaban, tekanan udara dan angin disajikan
dalam angka-angka sesaat atau rata-rata dan grafiknya dalam bentuk kurva.
1.3.

Unsur-unsur dan Pengendali Cuaca/Iklim


Cuaca dan iklim merupakan ramuan dari berbagai unsur dan dalam ilmu

fisika disebut besaran. Adapun unsur tersebut antara lain : a). pancaran surya,
bumi dan atmosfer b). Suhu udara dan tanah, c). Tekanan udara, d). angin, e)
Kelembaban udara dan tanah, f). Keawanan, g). Presipitasi, h). Penguapan
(Evapotranspirasi) . Jika salah satu unsur cuaca berubah (terutama pancaran
surya) maka satu atau lebih unsur lainnya akan berubah, perubahan secara
menyeluruh itulah yang disebut perubahan cuaca.
Cuaca berubah dari waktu kewaktu, oleh karena adanya rotasi dan revolusi
bumi.

Rotasi bumi akan menimbulkan siang dan malam hari , sedangkan

revolusi bumi akan menimbulkan musim. Daerah subtropika dikenal adanya 4


musim yakni musim panas, musim salju, musim gugur dan musim semi,
sedangkan daerah tropika dikenal musim hujan dan kemarau serta peralihan kedua
musim.
Iklim akan berbeda dari suatu lokasi/daerah kelain lokasi/daerah.
Perubahan dan perbedaan cuaca/iklim disebabkan oleh pengendali cuaca/iklim
yaitu : (a) altitude (ketinggian tempat), (b) latitude (lintang), (c) penyebaran
daratan dan perairan, (d) daerah-daerah tekanan tinggi dan rendah, (e) arus-arus
laut, (f) gangguan-gangguan atmosfer, (g) satu atau lebih unsur cuaca dan iklim
(terutama pancaran surya).

Klimatologi

1.4.

Mekanisme Pembentukan Cuaca/Iklim


Penyerapan energi surya oleh permukaan bumi akan mengaktifkan

molekul-molekul gas atmosfer sehingga terjadi pembentukan cuaca. Perubahan


sudut datang surya tiap saat dalam sehari atau setahun pada suatu lokasi dibumi
akan mengakibatkan perubahan jumlah energi surya. Perubahan tersebut meliputi
pemanasan dan pendinginan udara, peningkatan dan penurunan tekanan udara,
gerakan vertical dan horizontal udara, penguapan dan kondensasi (pengembunan),
pembentukan awan, presipitasi.

Oleh karena itu interaksi antara unsur-unsur

cuaca dengan faktor pengendalinya akan membentuk cuaca sesaat yang dalam
jangka panjang akan membentuk tipe-tipe iklim.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pancaran surya
Latitude
Altitude
Posisi tempat terhadap lautan
Pusat tekanan
tinggi & rendah
Aliran massa
udara
Halangan oleh
pegunungan
Arus laut
Satu atau lebih
unsur cuaca/iklim

1. Penerimaan
intensitas dan
lama
penyinaran surya
2. Suhu udara
3. Kelembaban
4. Tekanan udara
5. Kec. & Arah
angin
6. Evaporasi
7. Presipitasi
8. Suhu tanah

Distribusi/pe
nyebaran
tipe
cuaca/iklim

Gambar 1.1. Mekanisme pembentukan cuaca/iklim (Threwarta, G.T, 1968)


1.5.

Cabang-cabang Meteorologi/Klimatologi
Ilmu tentang cuaca disebut meteorology dan ilmu tentang iklim disebut

klimatologi adalah dua ilmu pengetahuan fisika yang membahas tentang proses
dan gejala serta penyebarannya menurut ruang dan waktu yang terjadi di atmosfer
bumi.
Meskipun kedua cabang ilmu ini terlepas satu sama lain, tetapi keduanya
sulit dipisahkan. Meteorologi lebih menekankan pada proses terjadinya cuaca
(kenapa terjadi hujan lebat, suhu ekstrim, awan), sedangkan klimatologi lebih
menekankan pada penyebaran dari hasil proses tersebut (misalnya penyebaran

Klimatologi

suhu udara, curah hujan, frekuensi terjadinya banjir dan kekeringan) baik harian
maupun tahunan.
Cabang-cabang Meteorologi/Klimatologi : Klimatograf, Meteorologi/
Klimatologi

fisik,

Meteorologi/Klimatologi

Klimatologi

Terapan

(Pertanian,

dinamik,

Peternakan,

dan

Perikanan,

Meteorologi/
Kelautan

dan

Kehutanan). Sedangkan ruang lingkup Klimatologi dapat dilihat pada Bagan


dibawah ini :

KLIMATOLOGI
KLIMATOGRAFI

KLIMATOLOGI FISIK

KLIMATOLOGI DINAMIKA

KLIMATOLOGI

PENDEKATAN ANALISIS

Diskripti

Statistik

Matematik

Sinopti

RUANG

MIKROKLIMATOLOG

MESOKLIMATOLOG

MAKROKLIMATOLOG

Gambar 1.2. Ruang Lingkup Klimatologi


1.6.

Hubungan antara cuaca/iklim dengan kehutanan/pertanian


Ruang lingkup klimatologi pertanian terbentang antara lapisan tanah

sedalam perkaran tanaman hingga lapisan udara tertinggi yang berhubungan


dengan penyebaran biji, spora, tepung sari dan serangga. Dibidang kehutanan
ruang lingkup klimatologi dapat dimulai dari beberapa meter di bawah permukaan
tanah sampai beberapa meter di atas permukaan tajuk pohon. Secara makro,
hubungan iklim dengan vegetasi hutan dapat dilihat dengan jelas pada penyebaran
tipe/formasi hutan di dunia berdasarkan letak lintangnya. Selain iklim yang alami,
juga diperhatikan keadaan lingkungan buatan seperti penghalang angin, naungan,
irigasi, rumah kaca, gudang tempat penyimpanan produksi pertanian dan kandang

Klimatologi

ternak. Hubungan antara cuaca/iklim dengan kehutanan/pertanian dapat


diperhatikan sbb :
1.

Hutan
Cuaca/iklim dapat mempengaruhi kondisi dan penyebaran vegetasi hutan dari
satu tempat ke tempat lain. Vegetasi hutan pada daerah tropis adalah yang
paling tinggi keragamannya dan semakin ke kutub pertumbuhan dan
penyebaran vegetasi hutan semakin dibatasi.

2. Tanah

Tanah adalah hasil pelapukan


batuan selama periode waktu
lama yang diakibatkan oleh
perubahan

cuaca.

Cuaca/iklim
mempengaruhi

dapat
sifat-sifat

kimia dan fisika tanah serta


organisme
didalamnya.

yang

ada

Klimatologi

3. Tanaman
Dimulai

dari

fase

per

kecambahan, fase vegetatif,


generatif

dan

panen

di

pengaruhi oleh lingkungan,


demikian juga pasca panen.
Kualitas produksi tanaman
yang dipanen pada musim
hujan sangat berbeda jika di
panen pada musim kemarau.
Faktor-faktor iklim dapat berperan mencegah terjadinya kebakaran hutan.
Contoh musim kemarau yang pendek, sering ada hujan dapat mencegah
terjadinya kebakaran hutan atau padang rumput.
4. Peternakan
Cuaca/iklim

dapat

ber

pengaruh langsung terhadap


ternak, contohnya ternak sapi
perah

agar

hasil

susunya

berkualitas dan berkuantitas


maka sebaiknya dipelihara di
pegnungan. Pengaruh secara
langsung
makanannya

melalui
yang

berasal

dari hijauan maupun bijibijian.


Penyebaran geografis ternak, seperti kerbau dan sapi. Contoh kerbau lebih
banyak ditemukan pada daerah basah, banyak hujan dan daerah rawa.
Sedangkan sapi tumbuh baik jika diternakkan di tempat yang agak kering.
5. Hama dan penyakit
Pada musim hujan kondisi iklim menjadi lembab sehingga banyak tanaman
diserang penyakit, pada musim kemarau diserang hama. Tinggi rendahnya
populasi hama & penyakit tergantung pada keadaan lingkungan. Keadaan

Klimatologi

lembab menyebabkan jumlah penyakit akan optimum dan keadaan suhu yang
tinggi serta kering jumlah hama optimum. Cuaca/iklim dapat mempengaruhi
organisme hama atau penyakit dan tanaman yang terserang. Proteksi terhadap
hama & penyakit dengan menggunakan pestisida dapat dicari pada saat yang
tepat karena aplikasinya tergantung pada hujan, angin, suhu dan unsure cuaca
lainnya.
6. Bangunan-bangunan pertanian
Merencanakan bangunan-bangunan pertanian seperti tingginya bendungan,
dalamnya saluran draenase harus memperhitungkan keadaan cuaca/iklim
setempat. Kandang ternak agar kuat mendapat terpaan angin maka sebaiknya
ditanami pohon-pohon pelindung angin. Disamping itu dapat melindungi
ternak agar tidak mengenai langsung angin seingga dapat mengganggu
kesehatannya. Demikian juga mesin-mesin pertanian yang kondisi lembab
dapat berakibat cepat mengalami karat.
7. Modifikasi cuaca/iklim
Secara makro manusia belum dapat mengendalikan cuaca/iklim, tapi secara
mikro sudah banyak yang dilakukan seperti irigasi, Air tidak didapat kan dari
hujan melainkan melalui saluran irigasi yang datang dari waduk. Waduk
merupakan hasil modifikasi hujan. Demikian juga halnya dengan pohonpohon pelindung menaungi terhadap matahari langsung.
8. Pengukuran iklim pada Percobaan Agronomi
Masalah-masalah seperti banyaknya air irigasi yang diperlukan untuk padi
sawah, waktu pemupukan, seleksi tanaman tertentu. Iklim berpengaruh nyata
pada setiap fase kegiatan pertanian, demikian pula perencanaan kegiatan
pertanian sehari-hari sampai jangka panjang tidak luput dari pengaruh
cuaca/iklim.

Penerapan suatu hasil penelitian harus selalu diikuti dengan

pengukuran cuaca/iklim agar dapat dibahas pengaruh yang baik dan buruk,
serta ketahanan tanaman terhadap hama & penyakit pada berbagai keadaan
cuaca/iklim.
Dengan hasil pengukuran tersebut dapat diketahui cara memilih tempat yang
sesuai untuk tanaman tertentu atau memilih tanaman yang sesuai untuk suatu
tempat tertentu. Selanjutnya dapat diketahui dimana daerah-daerah yang

Klimatologi

sesuai dengan dukungan data cuaca/iklim secara kuantitatif, untuk


mengembangkan suatu usaha pertanian agar mendapat nilai tambah.

Klimatologi

II. ATMOSFER
2.1. Pengertian dan Fungsi Atmosfer
Atmosfer merupakan selimut tebal dari berbagai macam gas (termasuk aerosol)
yang menyelimuti seluruh permukaan bumi. Gas tersebut terdiri dari udara kering dan
uap air, sedangkan aerosol merupakan bahan padat. Atmosfer yang menyelimuti seluruh
permukaan bumi berfungsi sebagai :
(a) Pelindung bumi terhadap pemanasan dan pendinginan yang
berlebihan (tanpa atmosfer suhu pada siang hari > 93oC dan malam
hari dapat mencapai 1840C)
(b) Penyaring (filter) terhadap sinar surya yang berbahaya bagi mahluk
hidup (yaitu sinar UV yang dapat menyebabkan kanker kulit pada
manusia).
(c) Penyedia bahan baku bagi mahluk hidup (yaitu CO2 dalam proses
fotosintesis dan O2 dalam proses respirasi).
(d) Pengatur kelestarian mekanisme terjadinya cuaca & iklim.
2.2. Komposisi Atmosfer
Komposisi atmosfer terdiri dari : udara kering, uap air, dan aerosol. Komposisi
udara kering dan uap air pada ketinggian dibawah 100 km terdiri atas :
(a) Gas utama : N2, O2, Ar, CO2, dan HO2 yang mendominasi sekitar
99.98% - 99,99% volume udara.
(b) Gas penyerta:
-

Permanen : Ne, He, Kr, Xe, dan H2O

Tidak permanen : CO, CH4, HC, NO, NO2, N2O, NH3, SO2
dan O3.

Sedangkan gas-gas yang mempunyai peranan penting secara meteorologis adalah CO2,
H2O, O3, dan aerosol.

Klimatologi

10

Tabel 2.1 Komposisi Atmosfer Bumi s/d Ketinggian 100 km (udara kering & uap air)
Berat Molekul

Banyaknya
(Bagian Total Molekul)

Nitrogen (N2)

28.016

78.07%

Oksigen (O2)
Argon (Ar)

32.00
39.94

20.95%
0.93%

Uap Air (H2O)


Karbon Dioksida (CO2)
Neon (Ne)

18.02
44.01
20.18

0-4%
325 ppm
18 ppm

Helium (He)
Krypton (Kr)

4.00
83.70

5 ppm
1 ppm

Hidrogen (H2)

2.02

0.5 ppm

Ozone (O3)

48.00

0-12 ppm

Gas (Zat)

Karbon Dioksida (CO2).


Karbon dioksida (CO2) terutama dihasilkan dari pelapukan bahan organik oleh
mikroorganisme secara alami dalam tanah dan pembakaran bahan bakar fosil. Gas
tersebut yang ada diatmosfer akan diserap oleh tanaman sebagai bahan baku dalam
proses fotosintesis dan sebagai penyerap yang baik terhadap radiasi bumi dan atmosfer
secara selektif serta pada umumnya tidak menyerap radiasi surya sebagai radiasi
gelombang pendek.
Laju kenaikan konsentrasi CO2 cenderung meningkat meskipun saat terakhir ini
peningkatannya relatif lambat. Secara global kenaikan gas ini sekitar 11% dengan
konsentrasi 294 321 ppmv (1870-1970). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
dari 30 stasiun di dunia pada tahun 1992, konsentrasi gas tersebut mencapai 370 ppmv
dengan laju kenaikan sekitar 0.4% dan meningkatkan suhu udara sekitar 0.2-0.50C.
Uap air (H2O)
Uap air berasal dari penguapan (evapotranspirasi) yang terjadi di permukaan
bumi dan merupakan sumber utama bagi pembentukan awan dan presipitasi. Di
samping sebagai penyerap radiasi surya, bumi dan atmosfer, juga dapat berfungsi
sebagai bahan pemindah energi kalor (bahang ) laten.
Kandungan uap air didaerah subtropika bervariasi dari 0 pada saat angin kering
bertiup hingga 3% volume pada saat angin laut bertiup pada musim panas. Sedangkan

Klimatologi

11

pada daerah tropika, karena suhu udara rata-rata lebih tinggi sehinga dapat mencapai
4% volume atau 3% dari massa atmosfer.
Ozone (O3)
Gas ini dihasilkan secara alamiah dari proses ionisasi pada ketinggian 80-100
km dengan melalui reaksi :
UV

O2

20

O2 + O + M

O3 + M (Faktor kesetimbangan dan


Momentum berupa gas lain)

Ozone tersebut dapat terurai lagi menjadi oksigen jika sinar ultra violet
berlebihan atau adanya rampasan dari gas lain hasil industri. Misalnya CFC dapat
mengeluarkan atom klorin yang merampas satu atom O dari molekul O3 atau dengan
faktor kesetimbangan dan momentum secara secar alami dengan atom O seperti pada
reaksi berikut :
O3 + O + M
O3

2O2 + M(sinar UV berlebihan )


O2 + M (rampasan satu atom O dari O3
Oleh atom klorin dari CFC).

Dampak negatif dari kegiatan manusia yang dapat menyebabkan menipisnya


lapisan ozon adalah terjadinya kerusakan secara fisik oleh pesaawat supersonik/
antariksa dan akibat senyawa gas yang mengandung sulfat dan nitrat. Ozone dapat
berfungsi sebagai penyerap yang baik terhadap sinar UV yang berbahaya bagi
kehidupan manusia dan kehidupan lainnya serta dapat menyerap radiasi bumi pada
panjang gelombang tertentu.
Aerosol
Aerosol merupakan partikel-partikel kecil (zarah) di atmosfer sebagai :
1. Debu 20 % (terutama dihasilkan daerah kering)
2. Kristal garam 40% (dihasilkan dari pecahan ombak lautan)
3. Abu10% ( dihasilkan dari letusan gunung berapi dan pembakaran)
4. Asap 5 % (dihasilkan dari letusan gunung berapi dan pembakaran)
5. Lain-lain 25% (terutama dihasilkan oleh mokroorganisme)

Klimatologi

12

Aerosol berfungsi sebagai inti-inti kondensasi dan memencarkan radiasi surya


kesegala arah. Keberadaanya di atmosfer tergantung pada massanya, pemanasan dan
pendinginan di permukaan bumi serta angin.
2.3. Struktur Lapisan Atmosfer
Atmosfer dapat dibagi atas beberapa lapisan berdasarkan penyebaran suhu,
komposisi dan sifat gas yang dikandung atmosfer, dan peristiwa fisik yang belangsung.
Berdasarkan ketinggiannya, atmosfer dibagi atas empat lapisan, mulai dari bawah
adalah: trofosfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Pengukuran suhu udara panas
setiap batas ketinggian, dilakukan berbagai cara dan menggunakan berbagai wahana.
Setiap cara dan wahana hanya berlaku dan digunakan untuk sesuatu lapisan tertentu.
Misalnya pengukuran suhu mulai permukaan bumi sampai ketinggian 30 km
menggunakan radiosonde. Sedangkan pada ketinggian 30-90 km menggunakan roket,
dan pada ketinggian diatas 90 km menggunakan satelit. Dengan berdasarkan hasil
pengukuran tersebut, maka diatmosfer dibagi atas empat lapisan dengan batas-batas dan
cirri-ciri penyebaran suhu diperlihatkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Ketinggian dari lapisan-lapisan atmosfer


Troposfer
Merupakan lapisan terbawa dari atmosfer yang terletak pada ketinggian mulai
permukaan bumi (laut) sampai pada ketinggian 8 km di daerah kutub dan 16 km di
daerah ekuator atau dengan rata-rata ketinggian (altitude) 12 km. Pada lapisan ini terjadi
penurunan suhu menurut ketinggian (sehingga disebut lapisan gradient suhu) dengan

Klimatologi

13

laju penurunan sebesar 0.65 0C tiap naik 100 m yang dikenal. Sebagai laju penurunan
suhu normal. Karena merupakan nilai rata-rata pada semua lintang dan waktu.
Sumber bahan utama dari dari lapisan atmosfer ini adalah permukaan bumi
yang menyerap radiasi surya. Trofosfer mengandung kira-kira 75% udara kering dan
hampir 100% uap air dan aerosol. Oleh karena itu, trofosfer merupakan lapisan yang
memiliki gejala cuaca, atau dikatakan pula sebagai lapisan pembuat cuaca, yang secara
langsung penting bagi kehuidupan dipermukaan bumi dan di atmosfer (aerobiologi).
Pergerakan udara baik secara lokal maupun secara umum (global), baik secara
horizontal (disebut angin) maupun secara vertical (disebut arus udara) pada umumnya
terjadi pada lapisan ini. Tetapi dekat dengan permukaan, kecepatan angin semakin kecil,
karena adanya kekerasan permukaan yang menyebabkan terjadinya gaya gesekan dan
pengaruhnya dapat mencapai ketinggian1.5 km. Oleh karena itu, lapisan diatas 1.5 km
disebut atmosfer bebas, sedangkan dibawahnya disebut lapisan batas atmosfer dan
dibawah ketinggian 100 m disebut lapisan batas permukaan. Lapisan trofosfer`diakhiri
dengan suatu lapisan udara yang relatif tipis, yang sifatnya isoternal dengan suhu sekitar
-60 0C dan disebut tropopause. Tropopause merupakan lapisan antara trofosfer dengan
strafosfer di atasnya.Lapisan ini atau sedikit dibawahnya juga dikenal sebagai langitlangit cuaca, karena merupakan batas terjadinya komveksi (olakan) dan tuberlensi
(golakan) atmosfer.
Stratosfer
Strotosfer merupakan lapisan atmosfer kedua setelah trofosfer yamg terletak
diatas tropopause sampai ketinggian 50 km diatas permukaan bum (laut). Bila pada
lapisan trofosfer terjadi gradien suhu, maka pada lapisan ini justru terjadi kenaikan suhu
menurut ketinggian yang disebut inversi suhu.
Lapisan ini, mulai dari lapisan batas sampai ketinggian 50 km, terdiri atas tiga
sub lapisan dengan laju perubahan suhu yang berbeda yaitu:
a. Strotosfer bawah (12-20km) sebagai lapisan isoternal
b. Strotosfer tengah (20-35 km) sebagai lapisan inversi suhu
c. Strotosfer atas (35-50 km) sebagai lapisan inversi suhu yang kuat
Lapisan ini merupakan lapisan amosfer utama yang mengandung ozone terutama pada
ketinggian 15-35 km dengan konsentrasi tertinggi pada ketinggian 22.0-22.5 km, yang
dikenal sebagai ozonosfer. Konsentrasi O3 di atmosfer bervariasi menurut waktu dan
tempat. Makin jauh dari kutub utara,O3 semakin rendah, sebaliknya tertinggi

Klimatologi

14

diotemukan pada daerah ekuator pada bulan juni sekitar 240x10-3cm dan disebut
stratopause. Stratopause merupakan lapisan batas antara strafosfer dengan lapisan
mesosfer di atasnya.
Mesosfer
Mesosfer merupakan lapisan ketiga dari atmosfer yang terletak pada ketinggian
50-80 km. Pada lapisan ini terjadi penurunan suhu menurut ketinggian (gradien suhu)
seperti yang terjadi pada lapisan pertama sampai mencapai puncaknya dengan suhu
setinggi -90oC, yang disebut mesopause dan merupakan lapisan isotermal seperti kedua
lapisan batas di bawahnya.
Pada lapisan ini terjadi penguraian molekul oksigen menjadi atom oksigen, yang
pada akhirnya akan menghasilkan molekul O3 dalam proses ionosasi terutama pada
lapisan atas dan lapisan ini lebih terbuka terhadap sinar ultra Violet. Setelah O3
terbentuk kemudian akan turun ke lapisan stratosfer terutama pada ketinggian 15-35 km.
Termosfer
Termosfer merupakan lapisan keempat dari atmosfer yamg terletak pada
ketinggian 80-100 km, tetapi berakhirnya lapisan ini banyak pendapat lain. Misalnya
ada yang mengatakan 250 km dan bahkan 500 km. Diatas 100 km, atmosfer sangat
dipengaruhi oleh sinar x dan radiasi ultra violet dari srya menghasilkan ionisasi. Dalam
proses ini, terjadilah ion positif dan electron bebas yang bermuatan negative. Daerah
degan konsentrasi electron bebas yang tinggidisebut ionopsfer.
Pada lapisan ini terjadi kenaikan suhu menurut ketinggian (lapisan inversi suhu)
seperti yang terjadi pada lapisan stratosfer : lapisan ini pada umumnya terdiri dari
molekul-molekul oksigen dan dan nitrogen serta atom oksigen.
Lapisan atmosfer dibawah mesopause mempunyai komposisis atmosfer yang
relatif homogen, sebaliknya diatas mesopause komposisi atmosfer tidak homogen lagi.
Hal ini disebabkan oleh gerakan mikroskopik dari setiap molekul dan atom. Terjadinya
inversi suhu pada lapisan ini oleh karena adanya penyebaran sinar ultra violet oleh atom
oksigen seperti yang terjadi pada lapisan kedua (strafosfer).

Klimatologi

15

Klimatologi

16

III. PANCARAN SURYA


3.1.

Konsep Radiasi
Perpindahan energi kalor (bahang) dari suatu tempat kelain tempat

dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik baik tanpa perantara


maupun dengan perantara. Energi tersebut mempunyai sifat-sifat seperti partikel
dan gelombang yang berpindah dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya
(c = 3x108 m.s-1). Jumlahnya tergantung pada . Seperti yang dirumuskan oleh
Planck dengan persamaan :

hc

. (1)

Dimana : h adalah tetapan planck (6.63x10-34Js-1), c = 3x108 m.s-1, panjang


gelombang (m). Misalnya foton hijau dengan = 0.55 m (5.5x10-7 m) akan
mengandung energi sebanyak 3.6x10-19 J.
Perhitungan energi seperti diatas biasanya ditujukan untuk mengetahui
energi yang diperoleh dari reaksi fotokimia seperti pada proses fotosintesa.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah energi foton yang dipancarkan per satuan
luas dan per satuan waktu disebut kerapatan aliran foton dapat ditentukan melalui
persamaan :

aliran foton=

aliranenergi( )
jumlahenergi foton( )

(2)

Jumlah energi foton merupakan integral dari suatu kisaran panjang gelombang.
Jika radiasi aktif proses fotosintesa (PAR) yang terletak pada kisaran =0.4-0.7
m mempunyai medan = 0.51 m, berdasarkan persamaan (1) maka medan
panjang gelombang tersebut akan memancarkan energi sebanyak 2.3x105 JE-1.
Jika dihitung jumlah energi surya yang tiba dipermukaan bumi (insolasi) sebanyak
500 Wm-2, dengan melalui persamaan (2) akan diperoleh kerapatan aliran foton
sebanyak 2.1x10-3 Em-2.S-1.

Klimatologi

3.2.

17

Radiasi Matahari (Pancaran Surya)


Pancaran surya dapat dibagi berdasarkan fungsi masing-masing, yaitu

intensitas surya, kualitas surya dan panjang hari dan lama penyinaran surya tiap
komponen akan berbeda efeknya terhadap mahluk hidup dan tumbuhan atua
tanaman.
Intensitas pancaran surya, adalah jumlah energi yang dipancarkan oleh
surya perstuan waktu per satuan luas atau disebut juga kerapatan aliran pancaran,
yang dapat dinyatakan dalam satuan kal.cm-2.menit-1, Jm-2.S-1, KJm-2.S-1, atau
MJm-2.S-1.
Hukum Stefan-Boltzmann, setiap permukaan benda dengan suhu di atas
0oK akan memancarkan energi pancaran dari seluruh panjang gelombang sinar
yang dipancarkan oleh permukaaan tersebut. Jumlah energi ini sangat ditentukan
oleh suhu permukaan semakin tinggi pula energi yang dipancarkan dengan
mengikuti persamaan Stefan-Boltzmann sbb :
R = .T4 (3)
Persamaan di atas hanya berlaku bagi benda dengan permukaan hitam
sempurna. Tetapi benda tersebut tidak diketemukan di alam dan hanya mendekati
sifat tersebut. Oleh karena itu disesuaikan dengan memasukkan suatu komponen
baru yang nilainya relative tetap untuk setiap macam benda, yang disebut sifat
memancarkan (emisivitas, ), sehingga persamaan tersebut berubah :
R = ..T4 (4)
Emisivitas permukaan benda-benda dialam bernilai 0.90-0.98, sedangkan
permukaan benda hitam bernilai 1 (satu).
Kualitas pancaran surya, membicarakan mengenai panjang gelombang
dari semua sinar yang dipancarkan oleh permukaan surya, panjang gelombang
adalah 0.2-100 m. Tetapi sekitar 99% panjang gelombang sinar surya berda
pada kisaran 0.3-4.0 m, oleh karena itu pancaran surya digolongkan sebagai
pancaran gelombang pendek (short wave radiation).
Dengan berdasarkan hokum Planck maka energi yang dipancarkan tiap
panjang gelombang sinar adalah berbeda. Akan tetapi panjang gelombang sinar
dengan jumlah energi pacaran maksimum (maks) bergantung pada suhu

Klimatologi

18

permukaan (T) yang memancarkan sinar seperti dinuyatakan oleh Wien (hokum
Wien) :

maks =

(5)

Dimana tetapan Wien 2897 m.oK,. Dengan persamaan tersebut maka surya
dengan dengan suhu permukaan diperkirakan 6000oK, maka maks = 0.48 m.
Bila setiap sinar tersebut dihubungkan dengan efek fisik dan biologinya
maka sinat surya digolongkan atas : (a) sinar ultra violet (UV) dengan = 0.3-0.4
m, (b) sinar tampak (visible light) dengan = 0.4-0.7 m dan (c) snar infra merah
(infra red) atau dekat infra merah (NIR) dengan = 0.7- 4.0 m.
Panjang hari dan lama penyinaran surya, periode sampai mulai terbit
sampai terbenamnya surya, sedangkan lama penyinaran adalah lamanya surya
bersinar cerah (0,2 sampai 0,4 kal. Cm2m-1. selama siang hari. Panjang hari
berbeda menurut lintaqng dan waktu semakin jauh dari equator maka panjang hari
semakin pendek, bergantung pada waktu/musim. Jika surya berada dibelahan
bumi utara (periode musim panas) maka panjang hari semakin panjang, dan
sebaliknya dibelahan bumi selatan. Data lama penyinaran surya digunakan untuk
menduga intensitas pancaran surya melalui persamaan:
Faktor-faktor yang mempengaruhi insolasi
Intensitas pancaran surya pada suatu saat dan tempat tertentu sebelum
mengalami pemantulan di permukaan bumi (albedo) disebut radiasi global (global
radiation) yang terdiri dari radiasi langsung (direct radiation) dan radiasi tidak
langsung (indirect radiation). Kedua macam pancaran radiasi tersebut berkorelasi
negative.
Hukum Stefan-Boltzmann mengasumsikan bahwa jika surya dengan suhu
permukaan 6000oK memancarkan energi radiasi sebanyak 73,5 juta Watt.m-2.
Tetapi jumlah ini akan berkurang setelah tiba di puncak atmosfer dan akan
berkurang lagi setelah tiba dipermukaan bumi. Hal ini disebabkan oleh berbagai
factor yakni intensitas pancaran surya di permukaannya, factor astronomis dan
transparansi atmosfer.

Klimatologi

19

Intensitas Surya Di Permukaannya.

Nilainya bergantung dengan suhu

permukaan, ketika surya permukaan turun, maka intensitas juga menurun.


Demikian sebaliknya, perubahan intensitas akan mengakibatkan pancaran
berfluktuasi sekitar 1,5 % dalam kurun waktu tertentu.
Faktor-faktor Astronomis.

Faktor ini menyangkut tentang perubahan letak

kedudukan bumi terhadap surya, yang menyebabkan perbedaan sudut jatuh sinar
dari Zenith. Perbedaan itu berkaitan dengan rotasi dan revolusi bumi. Perubahan
kedudukan bumi terhadap surya akan mengakibatkan tiga aspek perubahan yaitu:
a. Jarak antara surya dan bumi
b. Panjang hari
c. Sudut jatuh sinar
a. Jarak antara surya dan bumi. Lintasan bumi mengitari dimana matahari
berada di salah satu fokusnya. Dengan demikian setiap tempat dan lintang akan
berbeda jarak antara surya dan bumi akan berbeda jarak setiap waktu. Ada 4 hari
atau tanggal yang dianggap penting dalam setahun, terutama posisi surya terhadap
matahari yaitu tanggal 3 januari, 4 april, 4 Juli, 5 Oktober setiap tahun. Karena
tanggal 3 Januari dan 4 Juli tercapai jarak terdekat dan terjauh antara surya dan
bumi yang disebut secara berturut-turut perihelion dengan jarak 147,3 x 106 km
dan apelion dengan jarak 152,1 x 106 km. Sedangkan tanggal 4 April dan 5
Oktober tercapai jarak rata-rata sekitar 149,7 x 106 km. Intensitas pancaran surya
yang tiba dipuncak atmosfer pada kisaran 1350-1400 Wm-2 (1.94-2.01 kal.cm2

.menit-1) disebut tetapan surya (solar constant). Intensitas surya pada saat terdekat

dan terjauh secara berurutan adalah 2.01 kal.cm-2.menit-1 dan 1.88 kal.cm-2.menit-1
disebut angot radiation atau extra terrestrial radiation.
Bila diketahui jarak (ro ) tercapainya Ra, maka dapat ditentukan melalui
hubungannya dengan jarak rata-rata (ro) dan tetapan surya (Ro) dengan melalui
persamaan :

4ra Ra = 4ro Ro
2

ro 2
Ra =
2
ra

Ro

Klimatologi

20

Ra

Ra

r
= 0
ra

= Ro

Ro

r
/ a
ro

Ra = Ror 2 .. (6)
Dimana ra/ro = r, disebut radius factor (factor jarak). Faktor jarak radiasi angot
juga bervariasi menurut waktu dan tempat atau lintang.
Panjang hari, Jika tidak ada atmosfer maka perbedaan penerimaan pancaran
surya dipermukaan bumi pada suatu waktu tertentu hanya disebabkan oleh
perbedaan sudut datang surya dari zenith (z), yang ditentukan oleh sudut deklinasi
(), letak lintang () dan sudut waktu (h) dengan bentuk hubungan :
Cos z = sin sin + Cos Cos Cos h (7)
Sudut deklinasi ditentukan oleh waktu atau tanggal (No) dengan persamaan sbb:

No + 10
. (8)
365

= 23 .4cos 2

Nilai No dihitung mulai tanggal 1 Januari, sehingga tanggal 1 Januari sebagai hari
pertama sampai dengan tanggal 31 Desember sebagai hari ke 365 untuk tahun non
kabisat. Pada saat surya terbit atau terbenam, maka z = 90o dan sudut h setara
dengan setengah panjang hari (H) yang ditentukan melalui pemecahan persamaan
seperti berikut :
Cos z = sin sin + Cos Cos Cos h
Cos 90 = 0
0 = sin sin + Cos Cos Cos h
Cos H = - tg tg
H = arc. Cos (-tg tg)
Sedangkan panjang hari adalah 2H = N, oleh karena selama satu siklus rotasi
bumi (360o) memerlukan waktu 24 jam, maka :
N = 2H (24/360o)

Klimatologi

21

Sudut jatuh sinar (angle of incidence). Perubahan sudut jatuh sinar terutama
sebagai akibat rotasi bumi, sedangkan jarak antara surya dan bumi dan panjang
hari terutama akibat revolusi bumi. Perubahan ini mengakibatkan variasi insolasi
harian pada suatu tempat di permukaan bumi seperti dikemukakan oleh Lambert
(hukum cosinus Lambert), intensitas pancaran dalam suatu arah dari permukaan
yang memancarkan energi radiasi pada suatu permukaan (horizontal) di bumi
akan bervariasi menurut kosinus sudut antara garis normal pada permukaan
dengan arah pancaran yang dapat dinyatakan dalam persamaan :

I
= cos .. (9)
Io
Dimana I (Intensitas pancaran surya pada saat berada pada posisi sudut jatuh sinar
dari zenith) dan Io (Intensitas pancaran surya pada saat berada di zenith.
Transparansi atmosfer. Sinar surya memasuki atmosfer maka akan
terjadi pengurangan yang tiba dipuncak atmosfer. Pengurangan tersebut akibat
penyerapan secara selektif dari molekul-molekul udara kering (O, O3) dan uap air,
pemencaran oleh aerosol serta pemantulan oleh awan.
Penyerapan (absorption)
Merupakan proses penyampaian energi pancaran pada molekul-molekul
bahan yang bersifat selektif terhadap panjang gelombang sinar. Atom O menyerap
sinar ultraviolet pada = 0.12-0.18 m, Ozon pada = 0.22-0.33 m dan 0.440.76 m, uap air pada = 0.93; 1.13; 1.42; 1.47m dan karbon dioksida pada =
2.7 m.
Pemencaran (scattering)
Pemencaran adalah pembelokan sinar kesegala arah oleh molekul-molekul
udara kering dan partikel-partikel padat yang kecil (disebut aerosol) atau cair di
atmosfer terhadap sinar yang datang padanya. Pemencaran berdasarkan ukuran
partikel maka partikel dengan diameter yang relative kecil oleh partikel Reyleigh
disebut true scattering akan menimbulkan warna biru dilangit sebaliknya partikel
Mie dengan ukuran diameter besar disebut scattering yang dapat menyebabkan
warna merah dilangit.
Penyerapan dan pembauran penyebab terjadinya turbiditas yang dapat
mengurangi sifat tembus atmosfer terhadap energi pancaran, terutama terhadap

Klimatologi

22

sinar tampak yang disebabkan oleh debu, tepungsari, dan uap air. Besar kecilnya
pengurangan atau penyirnaan energi pancaran ditentukan oleh sifat dan jumlah
bahan seperti pada persamaan :

a = ag + S(as) + W (aw). (10)


Dimana a: koefisien penyirnaan nilainya 0.01 km-1 pada keadaan cuaca cerah dan
0.03-0.05 km-1 pada keadaan turbid, ag koefisien penyerapan oleh molekul udara
kering, S dan as, koefisien pembauran oleh aerosol dan kandungan relatifnya, W
dan aw koefisien penyerapan oleh uap air. Turbiditas dapat ditentukan melalui
persamaan Sutton (1953) :

T =
T =1+

a
Ag

S ( as )
W ( aw )
+
Ag
Ag

(11)

Penurunan intensitas di permukaan bumi pada jarak x dari puncak


atmosfer dengan intensitas pancaran Io merupakan fungsi eksponensial menurut
Beer (hukum Beer) dengan persamaan :

Ix
= e
Io

ax

. (12)

Pemantulan (reflektivitas dan albedo)


Sebagian pancaran surya yang mencapai atmosfer dan permukaan bumi
dapat dipantulkan kembali keruang angkasa tanpa mengalami perubahan panjang
gelombang, sehingga tidak memberikan efek lain terhadap permukaan bumi dan
lingkungannya.

Reflektivitas ditujukan bagi pemantulan sinar dari panjang

gelombang tertentu, sedangkan albedo ditujukan bagi pemantulan sinar dari suatu
kisaran panjang gelombang.
Derajat atau koefisien pemantulan (reflektivitas atau albedo, dan ),
nisbah antara intensitas pancaran yang dipantulkan oleh suatu permukaan (Ra)
dengan intensitas pancaran yang tiba pada permukaan tersebut (insolasi dengan
symbol Ri) yang dapat dinyatakan dalam persamaan :

Klimatologi

23

Ra
x 100 % . (13)
Ri

Pada umumnya nilai albedo pada kisaran panjang gelombang yang dapat
dilihat 0.4-0.7 m sekitar 5-10% , panjang gelombang 0.7-1.5 m sekitar 30-50%
dan menurun pada panjang gelombang sekitar 1.5-4.0 m.
Prinsip albedo ini banyak diterapkan pada pemotretan udara untuk
menentukan penggunaan lahan dari suatu daerah dan keadaan pertanaman apakah
terjadi kekeringan atau serangan hama & penyakit, dan luas serangan.
Awan merupakan reflector yang efektif, oleh karena intensitas pancaran
yang sampai ke permukaan bumi pada keadaan cuaca berawan hanya sedikit.
Berdasarkan hasil pengukuran, maka tinggi rendahnya albedo suatu permukaan
ditentukan oleh berbagai factor, yaitu :
a. Kisaran panjang gelombang
b. Tipe/macam permukaan, terutama ditentukan oleh warna dan
kekasaran permukaan. Makin terang warna atau makin kasar
permukaan semakin tinggi albedonya
c. Kandungan air permukaan, makin kering permukaan semakin tinggi
albedonya
d. Sudut jatuh sinar atau elevasi surya, makin besar sudut elevasi
sebaliknya semakin kecil albedonya.
3.3.

Pancaran bumi dan Atmosfer

Berdasarkan hokum Stefan-Boltzmann, maka setiap permukaan dengan


suhu di atas 0oK akan memancarkan energi radiasi.

Hasil pengukuran

menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi (laut) adalah 15oC atau
288oK (disebut suhu normal) dan atmosfer -73oC (200oK). Kira-kira 99% bumi
dan atmosfer ncarkan energi secara berturut-turut dengan panjang gelombang 4.0100 m dan 80-120 m. Sedangkan menurut Wien, bumi dan atmosfer secara
berturut-turut mempunyai maks 10.1 m dan 14.5 m.
Radiasi bumi juga diserap oleh molekul-molekul udara kering (terutama
CO2 dan CH4) dan H2O dalam bentuk uap dan maupun cair dan padat pada
panjang gelombang tertentu, kecuali = 2.2-4.3 m dan = 8.5-11.0 m lolos ke
angkasa disebut radiation window.

Klimatologi

24

Gas-gas tersebut diatas akan menyerap radiasi bumi dan bila jumlahnya
cukup banyak (termasuk awan), maka penyerapannya dapat mencapai sekitar
90%. Penyerapan tersebut akan meningkatkan suhu atmosfer dan kira-kira 50%
akan dipancarkan ke permukaan bumi yang akan meningkatkan suhu di
permukaan bumi. Efek pemanasan yang terjadi disebut green house effect.
Awan merupakan penghalang yang baik terhadap radiasi surya dan bumi,
oleh karena awan merupakan pemantul yang baik terhadap radiasi bumi. Jumlah
yang terserap dan terpantul ditentukan oleh jumlah keawanan (C) dan tipe awan
(a) dari segi tinggi rendahnya awan. Pengaruh awan terhadap radiasi surya seperti
yang dikemukakan oleh Black (1956) merupakan persamaan kuadratik dari
parabola terbalik yaitu :
Qs/Qa = 0.803 0.340 C 0.450 C2 (14)
Sedangkan pengaruh awan terhadap bumi dapat dilihat dari persamaan Brunt
(1934) yang diturunkan dari hokum Stefan-Boltzmann, tekanan uap actual (ea)
serta jumlah (C) dan tipe awan (a), yaitu :

Rb = T 4 (0.56 0.079 ea )(1 aC ).................. (15)


Nilai atmosfer merupakan suatu nilai tetapan yang sangat ditentukan oleh tipe atau
ketinggian awan, secara berturut-turut untuk awan tinggi, menengah dan rendah
adaalah 0.025, 0.06 dan 0.09. Bila data dari nilai C tidak ada, maka komponen (1aC) dapat digantikan dengan komponen (0.1+0.9n/N) berdasarkan data lama
penyinaran (n/N).
3.4.

Neraca Radiasi dan Keefektifan Radiasi

Kesetimbangan pancaran merupakan perimbangan antara pancaran surya


sebagai radiasi gelombang pendek dengan pacaran bumi dan atmosfer sebagai
radiasi gelombang panjang, yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

(Rs

)(

Rs Ri Ri = Rn

Oleh karena Rs adalah radiasi surya ke atas yang dipantulkan oleh permukaan
bumi, yang ditentukan oleh nilai albedo () dari permukaan bumi dan Rs adalah
radiasi yang tiba di permukaan bumi yang disebut insolasi (Ri), sedangkan
komponen ( Ri Ri ) adalah radiasi bumi efektif, maka persamaan di atas dapat
dirubah menjadi :

Klimatologi

25

Ri (1-a) Rb = Rn
Rns + Rnl = Rn
Nisbah radiasi neto (Rn) terhadap insolasi (Rl) merupakan keefektifan
radiasi dari suatu permukaan, yang ditentukan oleh tipe permukaan dan kondisi
ikim lokasi. Misalnya daerah perairan mempunyai keefektifan radiasi yang lebih
tinggi dibandingkan daerah daratan. Perbedaan tersebut tergantung pada nilai
albedo dan suhu permukaan dari masing-masing lokasi. Semakin tinggi nilai
albedo dan suhu permukaan sebaliknya semakin rendah keefektifan radiasi.
3.5.

Neraca Bahang

Pada siang hari, anggaran Rn yang tertahan dan tersedia di permukaan


digunakan untuk memanaskan tanah (S), memanaskan udara di atas permukaan
(A) dan menguapkan air (LE) bila tersedia air sisanya digunakan untuk
fotosintesa, fotorespirasi dan pemanasan tubuh tanaman (Xi)yang nilanya relative
kecil < 5% dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :
Rn = A + S + LE
Anggaran Rn yang tersedia di permukaan sebagai energi radiasi, sebelum
dipergunakan terlebih dahulu dikomversi menjadi energi kalor (bahang). Energi
ini terdiri dari dua yakni panas laten (latent heat) dan panas sensible (sensible
heat). Energi pertama yang digunakan untuk menguapkan air dan tidak
menyebabkan naiknya suhu tanah dan udara di atasnya. Sedang energi kedu
digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di atasnya sehingga suhunya akan
naik. Dengan dasar diatas untuk menciptakan suatu kota yang sejuk, dimana pada
siang hari tidak dirasakan terlalu panas dan sebaliknya pada malam hari tidak
dirasakan terlalu dingin. Dengan memperbanyak tanaman hias sebagai jalur hijau
dan memperbanyka waduk atau kolam penyimpanan air.bila pada siang hari
anggaran Rn bernilai positif berarti permukaan merupakan sumber bahang (heat
source) dan lapisan udara diatas permukaan merupakan penerima bahang (heat
sink). Tetapi pada malam hari sebaliknya Rn akan bernilai negative, berarti
permukaan berubah menjadi penerima bahang. Sehingga arah dari setiap
komponen neraca bahang pada malam hari menuju permukaan (kecuali Rn
menuju ke atas), kecuali komponen LE juga masih ada yang menuju ke atas
karena masih terjadi penguapan. Sesuai dengan penjelasan di muka, maka pada

Klimatologi

26

siang hari akan terjadi penurunan suhu menurut ketinggian (gradient suhu) dan
penguapan.sedangkan pada malam hari akan terjadi kenaikan suhu menurut
ketinggian (inverse suhu) dan pengembunan. Kecuali bila ada perpindahan bahang
dari daerah lain melalui angin (adveksi) yang cukup tinggi atau terjadi efek rumah
kaca, pengembunan biasanya tidak terjadi.

Klimatologi

27

IV. SUHU DAN KESTABILAN ATMOSFER


4.1.

Istilah dan Batasan


Pada siang hari atau selama musim panas, radiasi neto (Rn) yang tersedia

di permukaan bumi sebagian digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di


atasnya, yang akan meningkatkan kandungan bahangnya. Jika jumlah bahang dari
tanah atau udara yang menerima anggaran dari Rn tetap, maka penerimaan bahang
tersebut hanya untuka menigkatkan suhunya dengan persamaan :
Q = m.c. T atau Q = v.C. T . (1)
Dimana c dan C merupakan sifat bahan maing-masing disebut kalor jenis dan
kapasitas kalor (isi) nilainya berbeda menurut jenis bahan. Misalnya air dan
tanah masing-masing mempunyai nilai c = 1 dan 0.20 kal.g-1oC-1 atau dengan
satuan lain c = 4200 dan 800 J.kg-1oK-1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
jumlah penerimaan bahang yang sama dan jumlah massa atau isi yang sama, maka
perubahan (kenaikan/penurunan) suhu dari tanah lebih tinggi daripada air.
Dengan demikian air merupakan penyimpan panas (bahang) yang lebih efektif.
Oleh karena itu suhu udara diatas perairan (terutama laut) pada siang hari lebih
rendah daripada diatas daratan, sebaliknya terjadi malam hari.
Berdasarkan uraian diatas maka anggaran Rn untuk memanaskan tanah
dan udara diatasnya merupakan panas (bahang) yang dapat dirasakan, karena
dapat meningkatkan suhu dari bahan. Pemanasan ini dapat dirasakan pada setiap
orang , meskipun dengan perasaan yang relative berbeda. Dengan demikian suhu
suatu bahan secara kualitatif dapat didefinisikan adalah ukuran atau derajad
panas/dinginnya secara relative dari bhaan tersebut.
Untuk mengetahui suhu suatu benda, prinsipnya pemuaian atau
penyusutan air raksa. Apabila dalam pengukuran suhu tidak ada lagi aliran panas,
sebagai tanda miniskus air rakasa pada thermometer, maka suhu benda itu sama
dengan suhu thermometer yang kemudian dapt langsung dibaca skala derajadnya
seperti pada gambar berikut :

Klimatologi

Celcius
373o

28

Fahrenheit

Kelvin

212o

100o
Titik didih air

273o

32o

0o

Titik beku air

-273o
Gambar 4.1. Temperatur
Berdarsarkan hukum I Termodinamika, bahang yang diberikan pada suatu
system digunakan untuk meningkatkan energi internal sebagai energi kenetik
molekul dan usaha dari system tersebut. Tetapi bila isi system tidak berubah,
maka semua bahang yang diberikan pada system, pada umumnya digunakan untuk
meningkatkan tenaga kenetik dari molekul system.

Berdasarkan hal tersebut

maka secara kuantitatif suhu suatu bahan dapat didefinisikan adalah energi
kenetik rata-rata dari pergerakan molekul bahan.

Panas adalah suatu bentuk

energi, sedangkan suhu adalah ukuran kenetik molekul-molekul, yang dapat


dibuat dalam suatu persamaan yakni :
P = C.M (T2 T1) (2)
P= jumlah panas (cal atau J), M = jumlah massa (kg, g), T1,2= suhu awal & akhir
dan C = Tetapan atau panas jenis.
Bila dalam suatu percobaan (kalorimetri), jumlah bahan yang digunakan
adalah satu satuan (1 g atau 1 cm3) dan kenaikan suhu diusahakan 1oC, maka
dengan melalui persamaan (1), maka c dan C dapat didefinisikan sebagai kalor
jenis c adalah jumlah bahang yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 g bahan
setinggi 1oC.

Sedangkan kapasitas kalor isi C adalah jumlah bahang yang

dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 cm3 bahan setinggi 1oC. maka persaan (1)
dapat dirubah menjadi :
C = .c .. (3)

Klimatologi

29

Kalor jenis dan kapasitas kalor isi dari berbagai jenis bahan dieprlihatkan
pada table 4.1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah massa yang
sama, maka air memerlukan jumlah bahang kira-kira 4 kali daripada udara untuk
menaikkan suhu yang sama.
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa makin besar nilai panas jenis makin baik
menyimpan panas . Tanah tidak baik menyimpan panas, sifatnya mudah menjadi
panas dan mudah pula mengeluarkan panas atau dingin.
Tabel 4.1. Daya Hantar Kalor dan Kalor Jenis Bahan Penghantar
Jenis Bahan

Kalor jenis
(kal.g-1oC-1)

Daya hantar kalor


(kal.cm-1.det-1.oC-1)

1.00
0.24
0.5
0.6
0.8

0.00143
0.000057
0.0004 0.0008
0.0030 0.0080
-

Air
Udara
Uap air
Tanah kering
Tanah basah
Tanah berpasir
Tanah liat

Tetapi bila didasarkan pada isi yang sama, maka air memerlukan jumlah bahang
sekitar 833 kali daripada udara untuk menaikkan suhu yang sama.
4.2.

Perpindahan Panas (Bahang)


Pada siang hari suhu permukaan bumi lebih tinggi daripada suhu udara

sehingga terjadi pemindahan panas dari permukaan bumi ke udara. Bila suatu
bahan (mediuma0 mengandung bahang yang lebih tinggi daripada disekelilingnya,
maka bahang tersebut sebagian akan dipindahkan kesekelilingnya dengan
berbagai cara, yaitu dengan cara konduksi (hantaran), komveksi (olakan), adveksi
dan radiasi (pancaran).
Konduksi (hantaran). Perpindahan bahang ini terutama terjadi pada bendabenda padat seperti tanah. Perpindahan ini terjadi karena meningkatnya tenaga
gerak atau tenaga kenetik dari molekul-molekul bahan, sehingga menumbuk
molekul-molekul didekatnya yang tenaga geraknya lebih kecil. Jumlah bahang
yang dipindahkan persatuan luas persatuan waktu yang disebut kerapatan aliran
bahang (H) yang ditentukan oleh gradient suhu (T/Z) dan sifat bahan atau daya
hantar bahang () atau dengan persamaan :

Klimatologi

30

H =

. (4)

Tanda (-) menunjukkan bahwa arah aliran bahang kebahagian bahan yang
suhunya relative lebih rendah. Berdasarkan daya hantar kalor pada Tabel 1, maka
tanah merupakan konduktur yang terbaik sebaliknya udara. Kecuali pada tanah
kering dimana ruang pori lebih banyak terisi udara.
Komveksi (olakan). Proses ini terjadi pada fluida (cairan atau gas) dalam
keadaan diam, sedangkan proses olakan bahang dipindahkan bersama-sama fluida
yang bergerak dikenal dua proses yaitu olakan paksa (forced comvection) atau
turbulensi (golakan) dan olakan bebas (free comvection).
Pada olakan paksa, udara bergerak melalui lapisan pembatas (boundary
layer) pada permukaan yang kasar

sehingga timbul gerakan edi yang acak.

Pengaruh angin sangat nyata pada proses ini, terutama dekat permukaan.
Sedangkan pada olakan bebas, udara dipanaskan oleh permukaan bumi sebagai
salah satu anggaran Rn, sehingga udara akan mengembang dan kerapatannya lebih
rendah (ringan) sehingga akan naik. Tetapi parsel udara yang naik ini akan naik
terus atau turun kembali tergantung pada kestabilan atmosfer.
Proses perpindahan bahang di udara melalui olakan lebih efektif daripada
hantaran atau pancaran. Jumlah bahang yang dipindahkan persatuan waktu per
satuan luas (H dalam Wm-2), tergantung kerapatan udara kering (, kg.m-3), kalor
jenis (Cp, J.kg-1.oK-1), tahanan aerodinamik (ra, s.m-1), gradien suhu (T/Z, oK.m1

), yang dinyatakan dalam persamaan :

C p
H =
. (5)
r
a
Radiasi (pancaran).

Energi kalor (bahang) dari surya sebelum dipindahkan

pertama kali harus dikomversi dulu menjadi energi radiasi (pancaran), yang terdiri
dari berbagai macam sinar dengan panjang gelombang yang berbeda. Bila tiba
pada suatu medium misalnya permukaan tanah, maka sebagian atau seluruh energi
pancaran tersebut diserap dan oleh permukaan bumi dikomversi kembali menjadi
energi kalor yang akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara di atasnya

Klimatologi

serta menguapkan air di permukaan.

31

Proses pemindahan bahang pada cara

pancaran lebih efektif bila tampa perantara (ruang hampa udara).


Adveksi. Proses ini merupakan modifikasi cara olakan, karena bahang yang
dipindahkan bersama-sama dengan medium yang dipanaskan.

Sebagai per

bedaannya, proses pemindahan bahang bersama dengan parsel udara yang


bergerak ke atas atau ke bawah disebut arus udara. Sedang pemindahan bahang
dengan cara adveksi bersamaan dengan massa udara yang bergerak secara
horizontal yang disebut angin. Adveksi merupakan sumber energi kedua yang
terjadi secara alami selain Rn yang tersedia dipermukaan. Efek panas yang timbul
pada suatu daerah akibat adanya adveksi dari daerah yang lebih panas disebut efek
oase (oases effect).
4.3.

Penyebaran Suhu Udara

Suhu udara bervariasi menurut waktu dan tempat. Berdasarkan waktunya, maka
dikenal penyebaran suhu udara diurnal, bulanan dan tahunan.

Sedangkan

berdasarkan tempat, penyebaran suhu udara menurut lintang, ketinggian dan tipe
permukaan.
1. Penyebaran Suhu Udara Menurut Lintang
Lintang merupakan salah satu pengendali iklim terutama pada daerah
lintang tinggi (misalnya daerah subtropika atau lintang tengah). Perbedaan
lintang akan menyebabkan perbedaan insolasi dan radiasi neto harian atau
tahunan. Pada tanggal 21 Juni insolasi harian maksimum terjadi pada lintang
kira-kira 30oC Utara sebaliknya 22 Desember terjadi pada lintang 30oSelatan.
Sedangkan pada pada tanggal 21 Maret atau 23 September, insolasi harian
maksimum terjadi ekuator. Pencapaian insolasi harian maksimum disebabkan
adanya posisi surya berada di atas masing-masing lintang pada tanggal atau
hari yang bersangkutan.
Hubungan antara suhu udara dengan Rn lebih dekat disbanding dengan
insolasi oleh karena anggaran Rn sebagian digunakan untuk memanaskan
tanah dan udara, sebagian digunakan untuk menguapan air.
Penyebaran radiasi neto menurut waktu dan lintang akan bernilai positif
selama siang hari, namun suhu udara maksimum harian (diurnal) tercapai kirakira 2 jam setelah Ri mencapai nilai maksimum dan pencapaian suhu udara

Klimatologi

32

rata-rata harian (selama setahun) tercapai 1-2 bulan setelah tercapai insolasi
atau radiasi neto maksimum. Perubahan Rn dari nilai positif kenegatif atau
sebaliknya terjadi pada lintang 35o Utara atau Selatan.
Variasi suhu udara diurnal pada daerah tropika lebih besar daripada
daerah subtropika, tetapi sebaliknya variasi suhu udara harian (selama
setahun) pada daerah tropika justru lebih kecil daripada daerah subtropika.
Hal ini disebabkan selain karena variasi insolasi atau radiasi neto harian
selama setahu, tetapi juga karena variasi panjang hari pada daerah subtropika
jauh lebih besar daripada daerah tropika. Sebaliknya variasi insolasi selama
sehari pada daerah tropika justru lebih besar daripada daerah subtropika.
2. Penyebaran Suhu Udara Menurut Altitude
Di daerah tropika seperti Indonesia, ketinggian tempat (altitude)
merupakan pengendali utama terhadap unsure-unsur iklim, terutama
presipitasi dan suhu udara. Pada lapisan troposfer terjadi laju penurunan suhu
normal sebesar 0.65oC setiap naik 100 m ( = - 0.65 oC/100 m). Tetapi
besarnya laju penurunan suhu ini bervariasi menurut waktu dan ruang.
Misalnya hasil penelitian Braak (1928) di Jawa, diperoleh hubungan antara
altitude (h dalam hektometer) dengan suhu udara rata-rata harian (T) dalam
persamaan :
T = 26.3 0.61 h (6)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap naik 100 m akan turun
suhunya sebesar 0.61 oC sehingga disebut laju penurunan suhu lingkungan.
Laju penurunan suhu ini lebih dikenal dengan istilah gradient suhu, yang
disebabkan oleh karena permukaan bumi merupakan pemasok panas terhadap
tanah atau air dan udara di atasnya.
Tetapi bagi parsel udara yang naik, laju penurunan suhunya relative
lebih tinggi atau lebih rendah daripada laju penurunan suhu lingkungan
tergantung pada kondisi kelembaban diatmosfer.

Pada kondisi atmosfer

relative kering atau lembab atau sebelum terjadi kondensasi di atmosfer, laju
penurunan suhunya dapat mencapai ha,pir 1oC tiap naik 100 m disebut laju
penurunan suhu adiabatic kering (dry adiabatic lapse rate of temperature d =

Klimatologi

33

-1 oC/100 m). Sedangkan kondisi atmosfer dalam keadaan basah atau jenuh
yang terjadi setelah kondensasi maka laju penurunan suhunya rata-rata hanya
mencapai 0.5 oC tiap kenaikan 100 m disebut laju penurunan suhu adiabatic
basah atau jenuh (Saturated lapse rate of temperature s = 0.5 oC/100 m),
tetapi nilainya bervariasi menurut ketinggian. Misalnya pada lapisan terbawah
dari troposfer hanya mencapai -0.4 oC/100 m, tetapi ketinggian sekitar
pertengahan troposfer dapat mencapai -0.6 oC/100 m hingga -0.7 oC/100 m.
Istilah adibatik disini merupakan proses penurunan suhu berlangsung secara
adiabatic. Proses adiabatic adalah proses perubahan sifat fisik suatu system
(isi, tekanan atau suhu) tanpa masukan atau keluaran energi kalor (bahang)
ke/dari dalam system dan prosesnya biasa berlangsung relative cepat.
3. Penyebaran Suhu Udara Menurut Tipe Permukaan
Secara makro perubahan suhu udara menurut tipe permukaan
berdasarkan penyebaran daratan dan perairan.

Air merupakan penyimpan

panas (bahang) pada siang hari atau selama musim panas yang paling efektif,
sebaliknya pada tanah dan udara. Tetapi pada malam hari atau selama musim
dingin air merupakan pelepas panas yang paling efektif, sebaliknya tanah dan
udara. Kondisi inilah yang menyebabkan sehingga suhu udara pada siang hari
diatas perairan lebih rendah daripada di atas daratan. Penyebabnya
kemampuan permukaan air menyerap energi pancaran surya dan kapasitas
kalor lebih besar serta anggaran Rn untuk menguapkan air (LE) lebih tinggi,
tetapi didukung daya tembus sinar lebih dalam dan pemindahan bahang lebih
cepat apalagi jika didukung adanya ombak, gelombang dan arus laut.
4.4.

Kestabilan Atmosfer
Proses pemindahan bahang dari permukaan bumi kelapisan udara

diatasnya (sebagai salah satu anggaran Rn), terjadi secara olakan .

Proses

pemindahan bahang dengan cara ini terjadi bersama-sama dengan fluida (parsel
udara) yang bergerak keatas karena lebih ringan atau kerapatannya lebih rendah.
Parsel udara yang bergerak keatas ini apakah cenderung naik terus atau turun
kembali tergantung pada kondisi atmosfer yang disebut kestabilan atmosfer.

Klimatologi

34

Bila parsel uadara yang mula-mula naik, tapi cenderung turun kembali,
maka dikatakan atmosfer dalam keadaan stabil (stable). Tetapi bila parsel udara
tersebut cenderung naik terus sampai mencapai batas ketringgian kondensasi
(kondensasi level) maka atmosfer dikatakan dalam keadaan instabil (unstable).
Namun bila parsel udara tersebut baru akan naik terus

sampai diatas batas

ketinggian kondensasi setelah terjadi pemanasan yang cukup tinggi dipermukaan


(olakan kuat) atau adanya halangan pegunungan atau bukit yang tinggi maka
atmosfer dalam keadaan instabil bersyarat (conditional unstable). Tetapi pagi
dan sore hari nampaknya parsel udara tidak ada kecenderungan untuk naik atau
turun dan atmosfer dalam suasana tenang dan cuaca cerah, maka atmosfer
dikatakan dalam keadaan netral (neutral).
Secara kuantitatif keempat macam kestabilan atmosfer merupakan hasil
hubungan antara dengan d atau s. Jika < s. menyebabkan atmosfer dalam
keadaan stabil dan tapi bila > d menyebabkan atmosfer dalam keadaan instabil
dan bila s < < d menyebakan atmosfer dalam keadaan instabil bersyarat,
sedangkan bila = d yang terjadi pada sore hari dan = sterjadi pagi hari
menyebabkan atmosfer dalam keadaan normal.
Secara grafik kestabilan atmosfer dapat diillustrasikan melalui Gambar.
Pada gambar tersebut diperlihatkan laju penurunan suhu lingkungan pada tiga
kondisi atmosfer dengan posisi garis yang berbeda, yaitu garis AD, AE dan AF,
masing-masing memperlihatkan atmosfer dalam keadaan instabil, stabil dan
instabil bersyarat. Sedangkan garis AB dan BC masing-masing merupakan laju
penurunan suhu adiabatic kering (d) dan adiabatic jenuh ().
Pada kondisi atmosfer dalam keadaan stabil (AE) pada setiap ketinggian di
atmosfer suhu parsel udara selalu lebih rendah daripada suhu udara lingkungan,
sehingga parsel udara yang mula-mula naik akan cenderung turun kembali.
Tetapi bila atmosfer dalam keadaan instabil (AD), suhu parsel udara justru selalu
selalu tinggi daripada suhu udara lingkungan sehingga parsel udara yang mulamula naik akan cenderung naik terus. Sedangkan bila kondisi atmosfer dalam
keadaan instabil bersyarat (AF), suhu parsel udara selalu lebih rendah daripada
suhu lingkungannya sampai batas perpotongan garis AF dengan BC. Selanjutnya
diatas ketinggian tersebut parsel udara baru naik secara bebas. Selain factor

Klimatologi

35

penyebab tersebut, instabil bersyarat juga terjadi akibat adanya halagan


pegunungan atau bukit yang tinggi yang didukung oleh pergerakan udara (angin).
Atmosfer dalam keadaan stabil akan mengakibatkan kondisi cuaca dalam
keadaan cerah, keadaan instabil akan mengakibatkan kondisi cuaca dalam
keadaan berawan, khususnya tipe-tipe awan komvektif, yang menimbulkan hujan
bersifat local. Bila pemanasan cukup tinggi dan kandungan uap air di atmosfer
sebagai hasil penguapan cukup banyak, maka tipe awan kumulus yang mula-mula
terbentuk akan tumbuh menjadi awan yang lebih tinggi dan melebar disebut awan
cumulonimbus. Awan dengan tipe ini pada umumnya diikuti hujan sangat deras
atau sangat lebat dan kadang-kadang diikuti dengan angina kuat.

Gejala ini

disebut badai (tropis) yang berbahaya bagi kehidupan di permukaan bumi.


F

Z2

D
Z1

A
Suhu (C)
Gambar 4.2. Penyebaran Suhu Lingkungan dan Parsel Udara Menurut
Ketinggian pada Berbagai Kondisi Kestabilan Atmosfer

Klimatologi

36

V. KELEMBABAN UDARA DAN KEAWANAN


5.1.

Komponen Kelembaban Udara


Kelembaban adalah kadar uap air diudara/atmosfer yang dapat dinyatakan

dalam berbagai cara :


1. Vapour Pressure (water) e, (mb).
Setiap gas penyusun udara/atmosfer masing-masing punya tekanan parsel
antara lain tekanan parsel uap air, dimana uap air sebagai bagian dari massa udara
disebut tekanan uap air. Bila uap air ditambahkan dalam ruangan sampai udara
tersebut tidak sanggup lagi menerimanya/mengandungnya, maka udara tersebut
sudah jenuh dengan uap air dan tekanan yang dicapai disebut saturated vapour
pressure, es (mb) dan suhu yang dicapai pada saat itu disebut dew point
(temperature), Td (oC) oleh karena uap air mendekati sifat-sifat gas sempurna,
maka tekanan uap jenuh hanya dipengaruhi oleh suhu, yang dapat dibuktikan
melalui persamaan Clausius-Clopeyron :
L12
es
=
( 2 1 )

Dalam proses perubahan fase cair menjadi uap (proses penguapan) atau dari padat
(es) menjadi uap (proses sublimasi) maka 2 (fase uap) >> 1 (fase cair/padat),
sehingga persamaan akan berubah menjadi :

es L12
=
2
Oleh karena persamaan p = RT dan

R*
R=
Mv
P = es

Sehingga akan berubah menjadi :

es MvL 12 es
=

R * 2

Klimatologi

37

es

es

Ln es =

MvL 12
R*

T
T2

MvL 12 1
R * T

Oleh karena keadaan awal T = 0oC (272oK) dan es =6.1078 mb sehingga akan
menjadi :

Ln es
6 . 1078

Ln es
6 . 1078

MvL ev 1
1

R * 273
T

MvL sub . 1
1

R*
T
273

dan

Oleh karena Mv, Lapisan, dan R* masing-masing merupakan nilai tetapan, maka
es hanya merupakan fungsi dari suhu. Setelah memasukkan ketiga nilai konstanta
tersebut akhirnya akan diperoleh :

Ln es = Ln 6 .1078 +

17 .239 T
237 . 3 + T

Dimana :Md = 28.97; Mv = 18.016; Rv = 461 Jkg-1oK-1 ; Rd = 287 Jkg-1oK-1; Lev


(oC) = 2.500x10-16 Jkg-1 ; Lev (100oC) = 2.25x10-16 Jkg-1: R=8314 Jk mol-1oK-1
2. Kelemababan Mutlak, v (g.m-3)
Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan volume udara.
v = mv/v = 1/v
3. Kelemababan Sfesifik Udara, q (g.kg-1)
Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan massa udara.

q=

mv
mv +md
mv

q=

mv +

V
md

Klimatologi

38

oleh karena rd = RT dan r/ = R*.T/M maka :


untu uap air v =

eMv
R *T

d =

untuk udara kering

p (Mv + Md )
R *T

e Mv
=
r Mv + Md
d
e 1
=
p 1 + 1
d

Dimana =

Mv
=0.622
Md


q= e
p 1 +
4. Nisbah Campuran, w (g.kg-1)

Jumlah uap air yang terkandung dalam satu satuan massa udara kering
mv

W = mv/md =

md

= v

oleh karena rd = RT dan r/ = R*.T/M


untu uap air v =

eMv
RT

untuk udara kering

d =

maka
eMv
v
=
Md
d ( p e )

Mv
v
=
d
Md

W =

e
(p e)

e
(p e )

( p e)Md
RT

Klimatologi

39

4. Kelemababan Nisbi Udara,r atau RH (%)

Nisbah dari nisbah campuran actual dari suatu sample udara pada suhu dan
tekanan tertentu terhadap nisbah campuran jenuh yang dapat dinyatakan dalam
persamaan :

RH =
e
RH =

es

w
ws

pe
p es

bila diasumsikan p-e = p-es maka

RH =

e
100 %
es

Di atmosfer butir-butir air biasanya dibawah OoC. Oleh karena itu perlu
dibedakan tekanan uap jenuh diatas air dan diatas es.

Perbedaannya sangat

ditentukan jumlah dan jenis inti-inti kondensasi.


Tekanan uap jenuh diatas air yang super cooled sedikit lebih tinggi daripada diatas
es oleh karena Lsublimasi > Levaporasi.
5. Suhu bola basah (Tw)

Alat pengukur suhu dan kelembaban biasanya digunakan Termometer bola


basah dan Termometer bola kering, jika menunjukkan angka yang sama maka
udara sudah jenuh dengan uap air dan tercapai RH = 100% pada saat itu tidak
terjadi lagi penguapan dari reservoir air dari Tw. Tetapi bila Tw < Td maka
terjadi penguapan dari reservoir. Panas laten untuk penguapan diambil dari udara
sekitarnya sebagai panas sensible yang menyebabkan suhu Tw turun dan lebih
rendah dari Td. Makin banyak penguapan atau makin rendah RH atau makin
kering udara, maka semakin besar penurunan suhu Tw dari Td.
perhitungan komponen-komponen kelembaban udara :

Ln es = Ln 6 .1078 +
Td =

237,3Y
17,239 1.693

17 .239 T
237 .3 + T

e = es* - (TBK-TBB)

e
dimana Y = ln

6,1078

Contoh

Klimatologi

r=

622e
( p e)

5.2.

40

SH =

622e
1.622 p

DTU = e es

Pengembunan dan Kondensasi


Batas ketinggian kondensasi (LCL) adalah batas ketinggian atmosfer,

diamana udara tidak jenuh diangkat melalui ekspansi adiabatic kering untuk
menghasilkan kondensasi.
Pengembunan dan kondensasi merupakan dua proses yang sama, yaitu
proses perubahan fase dari uap air menjadi cair atau langsung berbentuk padat
(kristal-kristal es).

Sebagi perbedaan kondensasi berlangsung di atmosfer

sedangkan pengembunan terjadi pada/dekat permukaan bumi.


Bila kelembaban nisbi udara telah mencapai 100% atau didekatnya
(dibawah 100% bila ada efek larutan dan diatas 100% bila ada efek
kelengkungan) atau bila udara telah mencapai titik jenuh, maka terjadilah
pengembunan atau kondensasi. Hasil pengembunan atau kondensasi tegantung
pada titik embun. Bila titik embun diatas 0oC (titik beku), maka akan terjadi
embun, kabut dan awan, sedangkan bila dibawah titik beku, akan terjadi kristalkristal es dalam bentuk embun beku (ibun putih) ritme (hujan es, salju dan awan
dingin.
Pendinginan dapat terjadi karena : (a) pancaran keluar dari massa udara,
(b) rambatan/sentuhan dengan permukaan yang lebih dingin dan (c) percampuran
dari massa udara dengan suhu dan kelembaban yang berbeda.
Embun dan ibun putih merupakan hasil dari pengembunan dekat
permukaan bumi karena tingginya radiasi bumi efektif oleh karena cuaca dalam
keadaan cerah dan angina sangat lemah. Sedangkan ritme terjadi karena butirbutir air yang kelewat dengin menyentuh benda-benda dingin.
Kabut merupakan hasil pengembunan/kondensasi yang berlangsung dekat
permukaan bumi, yang terdiri atas kabut pancaran dan kabut adveksi. Kabut
pancaran yang terjadi pada daratan juga dikenal sebagai kabut inverse permukaan.
Kabut inverse ini didukung oleh keadaan stabil atmosfer, langit cerah, dan angina
lemah.

Sedangkan kabut adveksi terjadi karena adanya gerakan udara yang

Klimatologi

41

hangat dan lembab secara horizontal kearah permukaan yang dingin. Terjadinya
terutama ditepi pantai atau dipinggir badan berair yang besar didaratan (danau),
dimana terjadi perbedaan suhu yang besar secara horizontal.

5.3.

Bentuk dan Klasifikasi Awan


Awan adalah kumpulan titik-titik air (cair atau padat) yang tampak dan

melayang-layang di atmosfer karena ukurannya masih relative kecil untuk jatuh


sebagai curahan (hujan, hujan es, atau salju).

Berdasarkan bentuknya, maka

dikenal awan tetes (bila partikelnya terdiri dari tetes air) dan awan es (bila
partikelnya terdiri darikristal es). Agar supaya tetes ini bisa berubah menjadi tetes
hujan yang pada umumnya bisa jatuh sampai ke permukaan bumi, maka tetes
awan harus tumbuh menjadi ukuran yang lebih besar dengan melalui proses
tumbukan Findeisen dan Bergeron.
Awan dapat diklasifikasikan menurut genus, jenis, varietas dan bentuk
tambahan.

Berdasarkan genusnya maka awan dapat dikelompokkan atas 10

macam yaitu : Sirus (Ci), Sirocumulus (Ce), Sirostratus (Cs), Altokumulus (Ac),
Altostratus (As), Stratus (St), Nimbostratus (Ns) Stratocumulus (Sc), Cumulus
(Cu) dan Cumulonimbus (Cb). Kesepuluh genus awan tersebut dikelompokkan
kedalam tiga bentuk dasar, yaitu bentuk berserat, lapisan, dan gumpalan. Bentuk
berserat disebabkan oleh kristal es yang jatuh, bentuk lapisan adalah karakteristik
awan yang pertumbuuhannya dalam arah horizontal, dan bentuk gumpalan
disebabkan oleh karakteristik awan yang pertumbuhannya secara vertical akibat
komveksi local.
Secara international telah disetujui untuk penamaan awan digunakan nama
lain. Awan yang berbentuk berserat dinamakan sirus yang berbentuk rambut,
yang berbentuk lapisan dinamakan stratus yang berarti lapisan, dan yang
berbentuk gumpalan dinamakan cumulus. Selain itu, juga digunakan kata latin
nimbus, yang berarti awan hujan yang dapat menimbulkan hujan dan nama alto
yang berasal dari kata latin altum yang berarti tinggi. Namun kata-kata ini, hanya
dipakai dalam kombinasi kata majemuknya. Misalnya Nimbostratus yang berarti
awan lapis yang menyebabkan hujan, Altostratus yang berarti awan lapis yang
tinggi dan Altocumulus yang berarti awan yang berbentuk gumpalan pada
ketinggian yang tinggi. Selain itu penamaan awan juga digunakan gabungan

Klimatologi

42

awan dari tiga bentuk (Sirus, stratus dan kumulus) untuk awan-awan tertentu.
Misalnya Sirokumulus berbentuk gumpalan kecil yang tampak terdiri dari serat
yang lembut. Stratokumulus adalah lapisan awan yang unsure-unsurnya berbentuk
gumpalan dengan ukuran horizontalnya jauh lebih besar dari ukuran vertikalnya.
Tabel 5.1. Klasifikasi Awan Secara International
Jenis Awan

Equator (km)

Kutub (km)

Contoh

Awan tinggi

8 20

3-8

Ci, Cs, Cc

Awan Sedang

2-8

2-4

As, Ac

Awan rendah

0-2

0-2

St, Sc, Ns

Awan dengan

0 - tropopause

- (t <<< )

Cu, Cb

Pertumbuhan vertikal

5.4.

Fungsi Dasar Awan


Awan sebagai penghalang terhadap radiasi surya maupun radiasi bumi.

Awan sebagai pemantul yang baik terhadap radiasi surya, sebaliknya awan
sebagai penyerap yang baik terhadap radiasi bumi.

Intensitas pengaruhnya

tergantung pada ketinggian awan. Makin tinggi awan, sebaliknya semakin kurang
efektif awan menahan radiasi surya maupun radiasi bumi. Oleh karena itu, awan
berpengaruh terhadap neraca radiasi (keseimbangan pancaran) dan efek rumah
kaca di alam.

Klimatologi

43

VI. PRESIPITASI
6.1.

Bentuk-bentuk Presipitasi
Adanya awan tidak selalu dapat terjadi hujan. Terjadinya tetes air dengan

butiran besar dari uap air melalui proses kondensasi menjadi tetes awa (cair atau
padat) yang berlangsung di atmosfer dan kemudian jatuh di atas permukaan bumi
sebagai curahan contoh hujan, hujan es dan salju. Sedangkan dari uap air melalui
proses pengembunan yang terjadi dekat permukaan bumi akan terbentuk embun,
embun beku dan kabut.
Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi yang terpenting pada daerah
tropis seperti di Indonesia. Selain itu juga bentuk-bwntuk lain seperti embun,
embun beku dan kabut, namun jumlahnya relative kecil dan tidak terjadi pada
semua tempat, sehingga dalam perhitungan neraca air biasanya diabaikan.
Sedangkan hujan es, kadang-kadang terjadi di Indonesia namun pada waktu
tempat tertentu.
6.2.

Proses/Teori Terjadinya Presipitasi


Tetes-tetes awan ukurannya masih relative kecil untuk jatuh sebagai

curahan (umumnya < 100m).

Agar supaya jatuh sebagai curahan, perlu

ditumbuhkan menjadi ukuran yang lebih besar ( > 1000 m) melalui 2


teori/proses yaitu Teori Bergeron dan Teori Penyatuan (Tumbukan) Findeisen.
Kedua teori tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Tabel 6.1. Perbedaan Proses Terjadinya Hujan
Uraian

Bergeron

T. Findeisen

Syarat Utama

Campuran antara tetes-

Campuran antara tetes-

tetes cair yang

tetes cair dengan ukuran

supercooled dan kristal-

yang berbeda-beda

kristal es

Klimatologi

44

Uraian

Bergeron

T. Findeisen

T. atmosfer

-20oC (-10oC)

> -12oC

Daerah dominan

Sub tropika/temperate

Tropika

Bentuk Presipitasi

Hujan es/salju

Hujan

6.3.

Tipe Presipitasi
Berdasarkan mekanisme pengangkatan massa udara atau letak/kondisi

terjadinya presipitasi dapat dibagi atas tiga yaitu :


1. Tipe Konvektif.

Hujan tipe ini dihasilkan dari udara lembab yang naik

sehingga mengalami proses pendinginan secara adiabatic.

Udara ini naik

akibat pemanasan oleh permukaan bumi, kemudian membentuk awan kumulus


dan dapat berkembang menjadi awan Cumulonimbus.

Jenis awan ini

termasuk awan yang mampu menghasilkan hujan lebat disertai kilat dan
guntur dan sering terdapat butir-butir es. Ada beberapa hal yang dapat
diperhatikan dari tipe hujan ini yakni :
a. Daerah cakupan tidak luas (20-50 km) sifatnya hujan local terjadi
setelah pemanasan permukaan bumi atau lewat tengah hari.
b. Hujannya singkat tetapi deras berkisar 30-45 menit dan sering disertai
badai dan angin kencang
c. Air hujan kebanyakan melimpas di permukaan tanah dan sedikit yang
meresap dalam tanah, akibatnya kurang efektif untuk pertumbuhan
tanaman, kemudian banyak menghanyutkan butir-butir tanah disebut
erosi.
d. Hujan ini terjadi pada daerah tropis dan subtropics pada musim panas.
2. Tipe Orografik. Dihasilkan dari udara lembab yang naik didorong angin oleh
adanya dataran tinggi atau pegunungan. Udara lembab yang didorong ke atas
ini mengalami penurunan suhu secara cepat. Disamping itu terjadi gerakan
turbulensi udara dan hambatan sehingga mudah terjadinya kondensasi dan
pembentukan awan yang kemudian terjadi hujan. Peristiwa ini sering terjadi
pada lereng gunung yang menghadap arah angin. Kondisi atmosfer biasanya
dalam keadaan instabil bersyarat, dan terbentuk jenis awan-awan stratus atau
stratocumulus yang menghasilkan hujan lebih lama dan jangkauannya relative
lebih luas.

Klimatologi

45

Pada lereng hadap angin makin tinggi tempat semakin tinggi curah hujannya
sampai batas ketinggian tertentu seperti dikemukakan oleh Braak (1928) :
R= 1740 + 2.6.h
Dimana R = curah hujan rata-rata tahunan (mm); h = altitude (m); 1740
constanta curah hujan rata-rata tahunan di permukaan laut (mm).
Batas altitude 1200 m dan penyimpangan 10%, misalnya di Malino dengan
altitude 1000 m akan diperoleh curah hujan rata-rata tahunan 3906-4774 mm.
Sebaliknya pada lereng disebelahnya angin yang turun menelusuri lereng yang
mempunyai ciri kering, panas dan kencang yang bersifat spesifik dan disebut
angina-angin spesifik diberi nama sesuai lokasi kejadian. Misalnya angin
brubu di Sulsel (Maros), angin Bohorok di Deli yang dapat merusak tanaman
tembakau, angin Gending di Pasuruan dan angin Kumbang di Probolinggo.
Tipe presipitasi ini terjadi baik daerah tropika maupun subtropika.
3. Tipe Gangguan. Merupakan tipe presipitasi yang terjadi akibat adanya
gangguan-ganguan atmosfer yang terjadi didaerah front atau siklon. Tipe
presipitasi ini dibagi atas dua jenis yakni
a. Tipe frontal.
Merupakan tipe yang terjadi akibat adanya daerah front atau daerah
pertemuan massa udara yang mempunyai sifat yang berbeda yaitu suhu,
kerapatan dan kerapatan. Daerah ini merupakan pertemuan massa udara
dari daerah beriklim panas (tropika) dan beriklim dingin (kutub) yang
bertemu pada daerah lintang pertengahan atau beriklim sedang
(subtropika).

Udara panas akan mendaki diatas udara dingin yang

beratnya atau tekanannya lebih tinggi daripada udara panas. Pada lereng
pendakian tersebut akan terjadi kondensasi menghasilkan awan tipe
Altostratus, Altocumulus, dan ada kemungkinan awan cirrocumulus,
cirrostratus serta nimbostratus yang menghasilkan hujan relative tidak
tinggi tetapi agak lama dan merata.
b. Tipe siklonik. Terjadi akibat adanya daerah siklon (daerah tekanannya
lebih rendah daripada daerah sekitarnya) pada daerah tropis sebagai akibat
tingginya suhu udara pada daerah tersebut. Sebagai akibatnya massa udara
akan naik keatas karena kerapatannya kecil yang pada akhirnya akan

Klimatologi

46

menimbulkan daerah tekanan rendah di permukaan bumi yang dikenal


sebagai daerah depresi atau daerah siklon.
Dengan demikian terjadilah pergerakan udara (angin) dari daerah
sekitarnya yang akan menentukan gejala cuaca dan iklim yang akan terjadi
pada daerah tersebut. Bila massa udara dari luar sarat dengan uap air
maka kemungkinan gejala cuaca merupakan angin pusaran dengan
kecepatan yang sangat tinggi dapat mencapai dapat mencapai diatas 300
km/jam yang dapat merusak secara fisik bangunan, vegetasi dan
sebagainya.

Dalam waktu yang sama atau bersamaan juga terjadi

pengangkatan massa uap air secara besar-besaran, yang makin keatas


semakin melebar sehingga ruang lingkupnya cukup luas yang akan
menghasilkan awan-awan konvektif yang akan menghasilkan hujan
dengan curah yang sangat tinggi dan berlangsung cukup lama (dapat
mencapai diameter rata-rata 650 km) dan bahkan dapat mencapai diatas
1000 km seperti yang pernah terjadi di Cina pada lautan pasifik. Gejala
cuaca ini biasanya diberi nama Hurricane, Willy-Willy di Australia,
Buigio di Filipina, Taifun di Cina dan Jepang dan badai tropis di
Indonesia.
6.4.

Macam-Macam Presipitasi (Hujan)


Presipitasi

(hujan)

dapat

digolongkan

berdasarkan

intensitasnya,

jumlahnya perhari atau perjam dan ukuran butir.


a. Intensitas hujan (mm.menit-1). Berdasarkan intensitas hujan, maka
hujan digolongkan atas 5 derajad hujan. Intensitas setiap derajad hujan
dan aplikasinya dilapang disajikan pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2.
No.
Urut
1.

Derajad hujan berdasarkan intensitasnya dan aplikasinya di


lapang
Intensitas
Aplikasinya
Di Lapang
-1
Derajad Hujan
(mm.menit )

2.

Hujan Sangat
Lemah
Hujan lemah

< 0.02
0.02 0.05

3.

Hujan normal

0.05 0.25

Tanah agak basah atau sedikit


dibasahi
Tanah sudah dibasahi di
lapisan atas maupun
dibawahnya
Tanah sudah bisa dibuat
melumpur terutama untuk

Klimatologi

47

4.

Hujan deras

0.25 1.00

5.

Hujan sangat
deras

> 1.00

persemaian basah pada padi


dan bunyi hujan kedengaran
Air tergenang dimana-mana
pada permukaan yang rendah
dan bunyi air kedengaran dari
genangan
Hujan seperti ditumpahkan
dari langit dan semua saluran
masuk atau keluar meluap

b. Jumlah per hari(mm.hari-1). Berdasarkan jumlah curah hujan per


hari, maka hujan digolongkan atas 5 keadaan curah hujan seperti
disajikan

pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Keadaan curah hujan berdasarkan jumlahnya per hari


No. Urut

Keadaan curah hujan

Jumlah curah hujan per


hari (mm.hari-1)
<5

1.

Hujan sangat ringan

2.

Hujan ringan

5 20

3.

Hujan normal

20 50

4.

Hujan lebat

50 100

5.

Hujan sangat lebat

> 100

c. Ukuran butir hujan (mm). Berdasarkan ukuran diameter butir hujan,


maka hujan digolongkan atas 5 jenis curah hujan seperti disajikan pada
Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Jenis curah hujan berdasarkan ukuran butirnya.
No. Urut

Jenis curah hujan

Ukuran butir (mm)

1.

Hujan gerimis

2.

Hujan halus

3.

Hujan normal lemah

4.

Hujan normal deras

5.

Hujan sangat deras

0.5

Tempat tempat yang mempunyai curah hujan yang sama di peta disebut
isohit, sedangkan bila awannya sama disebut isineph.

Klimatologi

6.5.

48

Penentuan Curah Hujan Wilayah


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfataan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di
seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam
mm.
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah
hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di
beberapa titik adalah sebagai berikut.
(l) Cara rata-rata aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.

di mana:
R : curah hujan daerah (mm)
n : jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan
R1, R2, . . . . Rn : curah hujan di tjap titik pengamatan (mm)
Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat
dengan cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh
daerah itu. Keuntungan cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda
dengan umpama cara isohiet, di mana faktor subyektif turut menentukan.
(2) Cara Thiessen
Jika titik-titik pengamatafi di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan.

Klimatologi

49

Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

di mana:
,R

: curah hujan daerah

R1 R2 .. .. Rn : curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalahjumlah


titik-titik pengamatan.
A1, A2 . . . . An : bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan.
W1, W2, . Wn : A1/ A, A2/A, ., An/A
Bagian-bagian daerah A1, A2, .. . . An ditentukan dengan cara seperti berikut:
1. Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta
topografi skala 1: 50.000, kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan
dengan sebuah garis lurus (dengan demikian akan terlukis jaringan segi tiga
yang menutupi seluruh daerah).
2. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalan poligon-poligon yang didapat
dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada tiap sisi segitiga tersebut di
atas. Curah hujan dalam tiap poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan
dari titik pengamatan dalam tiap poligon (lihat Gbr. 6-1). Luas tiap polygon
itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain
Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih telitih dari pada cara aljabar ratatata. Akan tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpamakan
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan.

Klimatologi

Gambar 6.1 Cara Thiessen

Gbr. 6.2 Titik-titik pengamatan curah hujan dan curah hujan harian
dalam daerah aliran

50

Klimatologi

51

[Contoh perhitungan]
Diketahui sebuah daerah pengaliran seperti Gbr. 6.2. Demikian pula diketahui
angka-angka curah hujan harian pada tiap titik pengamatan. Curah hujan daerah
dihutung dengan cara rata-rata aljabar.
[Penyelesaian]
Dengan pengaliran itu dibagi dalam poligon-poligon dengan cara Thiessen seperti
pada Gbr. -1-3. Titik-titik pengamatan yang dipergunakan adalah 3 buah titik di
dekat batas diluar daerah pengaliran dan 7 buah titik pengamatan di dalam daerah
pengaliran. Jadi caerah pengaliran ini dibagi dalam 10 poligon. Luas bagianbagian daerah A1, A2, . An diukur dan dimasukkan dalam Tabel

6.5.

Perbandingan (w,) dari bagian daerah poligon (.A,) terhadap luas daerah
pengaliran ( Ai) adalah besarnya curah hujan daerah menurut perhitungan dalam
Tabel 6.5 adalah 177,2 mm. Tanpa menggunakan (Wi), curah hujan daerah dapat
dihitung langsung menurut persamaan:

Gbr. 6.3 Pembagian daerah dengan cara Thiessen

Klimatologi

52

Gbr. 6.4 Cara garis isohiet


Tabel 6.5. Perhitungan curah hujan daerah dengan cara Thiessen

Menurut cara rata-rata aljabar, curah hujan daerah didapat : 180,2 mm (secara
kebetulan cukup baik). Jika banyak titik-titik pengamatan yang dipasang dan
tersebar merata seperti contoh ini, maka cara rata-rata aljabar memberikan juga
hasil yang baik
(3) Cara garis isohiet
Peta isohiet digambar pada peta topografi deagan perbedaan (interval) 10 sampai
20 mm berdasarkan data curah hujan pada trtrk-titik pengamatan di dalam dan
disekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis isohiet yang
berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garisgaris isohiet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah itu dapat
dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai
berikut (lihat Gbr. 6.4).

Klimatologi

53

di mana:
R

: curah hujan daerah

A1, A2, . . . . An

: luas bagian-bagian antara garis-garis isohiet.

R1, R2,.... Rn

: curah hujan rara-ratapada bagian-bagian A1, A.2,... An.

Cara ini adalah cara rasionil yang terbaik jika garis-garis isohiet dapat
digambar
dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak dan variasi curah
hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan
terdapat kesalahan pribadi (individual error) sipembuat peta
Jika tiap pengamatan mencakup beberapa ratus km2 maka penggunaan
petatopografi skala 1/20.000 sampai l/500.000 adalah kira-kira cu.kup.
Peta itu harus mencantumkan antara lain sungai-sungai utamanya dan
garis-garis

kontur yang cukup. Pada pembuatan peta isohiet, maka topografi,

arah angin dan lain-lain di daerah bersangkutan harus turut dipertimbangkan. Jadi
untuk membuat peta isohiet yang baik, diperlukan pengetahuan/keahlian yang
cukup.
(4). Cara garis potongan antara (Intersection line method)
Cara ini adalah cara untuk menyederhanakan cara isohiet. Garis-garis
potong ini (biasanya dengan jarak 2 sampai 5 km) yang merupakan kotak-kotak
digambar pada peta isohiet. Curah hujan pada titik-titik perpotongan dihitung dari
perbandingan jarak titik itu ke garis-garis isohiet yang terdekat (lihat Gbr. 3-5).
Harga rata-rata aljabar dari curah hujan pada titik-titik perpotongan diambil
sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini adalah agak kurang dari ketelitian
cara isohiet.

Klimatologi

54

Gambar 6.5. Cara Garis Potongan (satuan garis isohiet adalah mm)
(5) Cara dalam----eletasi (Depth-elevation method)
Umpamakan curah huian itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi.
Dengan demikian, maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara
elevasi titik pengamatan dan curah hujan. Kurva ini (yang sering berbentuk garis
lurus) dapat dibuat dengan cara kuadrat terkecil (least square method) dan lainlain
(lihat Gbr. 6.6). Pada peta ropogafi skala 1 50.000 atau yang lain, luas bagianbagian antara garis-garis kontur selang 100 m arau 200 m dapat diukur. Curah
hujan untuk setiap elevasi rata-rata dapat diperoleh dari diagram tersebut di atas,
sehingga curah hujan daerah pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung
menurut persamaan sebagai berikut:

Klimatologi

55

Gambar 6.6. Cara dalam Elevasi. Angka-angka dari garis lurus menunjukkan
daerah-daerah yang bersangkutan pada peta terlampir.
Cara ini adalah cocok untuk menentukan curah hujanjangka waktu yang
panjang seperti curah hujan bulanan, curah hujan tahunan dan sebagainya.
Kadang-kadang oleh keadaan pegunungan dan arah angin, hubungan
antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu berbeda-beda dari daerah yang satu
ke daerah yang berikut. Jika terdapat keadaan ini, maka daerah itu harus dibagi
dalam bagian-bagian daerah yang kecil, sehingga hubungan antara dalamnya
curah hujan dan elevasi itu kira-kira dapat diterapkin. Curah hujan pada tiap-tiap
bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata-ratakan.
(6) Cara elevasi daerah rata-rata (Mean areal elevation method)
Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi
daerah bersangkutan dapat di-nyatakan dengan sebuah persamaan linier. curah
hujan Ri pada elevasi hi, di daerah itu kira-kira dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:

Klimatologi

56

Ri : a + b.hi.
dimana a dan b adalah tetapan-tetapan.
Jika elevasi rata-rata uitura garis-garis kontur yang berdekatan (selang 100
m atau 200 m) adalah h, dan luasnya Ai, maka elevasi rata-rata daerah itu adalah
sebagai berikut:

Jadi jika a, b dan E didapat, maka .R dapat dihitung. cara ini adalah cocok untuk
perhitunjan curah hujan jangka waktu yang panjang dan cara dalam elevasi curah
hujan yang dikemukakan pada (5).
Situ Gede adalah nama sebuah danau kecil (Sd., situ atau setu berarti telaga) yang
terletak di Kelurahan Situgede, Bogor Barat, Kota Bogor.
Terletak di tepi Hutan Darmaga, yakni hutan penelitian milik Badan Litbang
Kehutanan, Departemen Kehutanan, telaga yang memiliki luas sekitar 6 hektare
ini merupakan tempat rekreasi harian bagi warga Bogor. Para pengunjung dapat
berperahu, memancing, atau berjalan-jalan di kerimbunan hutan. Danau dan hutan
ini pun kerap digunakan sebagai lokasi pembuatan film dan sinetron.
Lokasi wisata ini berada kurang lebih 10 km dari pusat Kota Bogor, atau sekitar 3
km di utara Terminal Bubulak. Situ Gede sebetulnya berdekatan, atau berada
dalam satu sistem, dengan beberapa situ yang lain di dekatnya. Yakni Situ Leutik
(kini sudah menghilang), Situ Panjang, dan Situ Burung. Yang terakhir ini terletak
di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Klimatologi

57

Tidak berapa jauh dari danau ini terdapat Pusat Penelitian Kehutanan
Internasional (CIFOR, Center for International Forestry Research; dan
ICRAF, The World Agroforestry Center), Stasiun Klimatologi Darmaga
dan Kampus IPB Darmaga.

Klimatologi

58

VII. TEKANAN UDARA DAN ANGIN


7.1. Batasan dan Peranan
Tekanan pada suatu bidang adalah tekanan yang dialami oleh suatu bidang
yang disebabkan oleh gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Makin besar gaya
yang bekerja pada bidang tersebut semakin besar tekanan yang diakibatkan. Bagi
tekanan udara, maka berfungsi sebagai gaya adalah berat udara pada suatu bidang
sampai puncak atmosfer. Tekanan bidang/ketingian adalah tekanan yang dialami
oleh bidang/ketinggian tersebut sebagai akibat berat (kolom) udara diatasnya.
Oleh karena tekanan udara berbeda menurut ketinggian tempat (altitude)
dan lintang, maka sebagai standar digunakan permukaan laut dan lintang 45
derajat BBU dan disebut tekanan udara normal. Berdasarkan hasil pengukuran
menunjukkan bahwa untuk tekanan udara normal adalah sama dengan berat udara
14,7 lb yang bekerja pada bidang seluas satu inci kuadrat atau 760 mm Hg atau
disebut juga satu atmosfer. Satuan lain tekanan udara juga sering digunakan
adalah satuan bar atau millibar, dimana satu bar =10 mb = 106dyne/cm-2. Oleh
karena itu satu atmosfer dalah 1.013 x 106dyne.cm-2 maka satu atmosfer sama
dengan 1.0132 bar.
Pengaruh langsung tekanan udara terhadap kehidupan dipermukaan bumi
adalah kecil. Perubahan tekanan udara lebih berpengaruh terhadap pergerakan
massa udara atau angin. Karena tekanan udara merupakan pengendali terhadap
angin dan selanjutnya angin merupakan pengendali langsung terhadap penguapan,
suhu dan curah hujan yang cukup berperan tehadap kehidupan di permukaan
bumi, maka tekanan udara tidak langsung juga cukup berperan terhadap
kehidupan dipermukaan bumi. Perbedaan tekanan udara yang besar antara dua
tempat yang berjarak berdekatan (3 km) akan menimbulkan angin yang kencang.
7.2 . Tipe dan Sistem Tekanan Udara
Sistem-sistem tekanan udara sangat bervariasi dalam ukuran dan lamanya.
Tipe-tipe sistem tekanan udara yang penting adalah:
(a) Sistem tekanan (udara) rendah atau juga disebut siklon atau depresi atau
low, daerah ini mempunyai tekanan udara yang lebih rendah daripada tekanan

Klimatologi

59

udara daerah sekitarnya. Jika daerah tekanan ini memanjang maka disebut Palung
(throught).
(b) Sistem tekanan (udara) tinggi atau juga disebut antisiklon atau high,
daerah ini mempunyai tekanan udara daerah disekitarnya. Jika daerah tekanan ini
memenjang maka disebut ridge atau weige . Contoh-contoh sistem tekanan udara
yang disebabkan oleh perubahan suhu permukaan bumi adalah akibat perubahan
insolasi yang berbeda menurut lintang dan waktu/musim. Misalnya pada musim
dingin yang terjadi di Asia dan Amerika Utara, Asia Tengah, dan India bagian
Utara akan menyebabkan sistem tekanan udara tinggi di wilayah tersebut.
Tempat-tempat yang mempunyai tekanan udara yang sama biasanya dihubungkan
dengan suatu garis di peta yang disebut isobar.
7.3. Penyebaran Tekanan Udara
Seperti halnya suhu udara, tekanan udara juga bebeda menurut ketinggian
tempat (altitude) dan lintang. Oleh karenanya dikenal penyebaran tekanan udara
secara vertikal dan horizontal.
Penyebarn

secara vertical : bahwa tekanan udara pada suhu

bidang/ketinggian adalah tekanan yang disebabkan oleh berat udara bidang atau
ketinggian tersebut. Makin tinggi tempat sebaliknya semakin ringan udara,
sehingga semakin rendah tekanannya. Bertambah ringannya udara tersebut bukan
hanya disebabkan oleh semakin pendeknya kolom udara sampai puncak atmosfer,
Tetapi juga karena semakin renggangnya udara. Berdasarkan pengukuran
menunjukkan bahwa tiap naik 100 m akan turun tekanan udaranya setinggi 11 mb.
Untuk jelasnya tekanan udara pada pelbagai ketinggian/altitude disajikan pada
tabel 7.1.
Tabel 7.1 Tekanan dan Suhu Udara pada Pelbagai Ketinggian
Ketinggian/altitude
(kaki)
70.000
50.000
35.000
18.000
10.000
5000
Permukaan laut (0)

Tekanan Udara
In Hg
1.3
3.4
7.1
14,9
20,6
24,9
29,92

(mb)
44.0
115,1
137,0
506,0
679,5
843,1
1.013,2

Suhu Udara
(oC)
-55,2
-56,5
-54,0
-20,4
4,8
5,1
15,0

Klimatologi

60

Penyebaran secara Horizontal ; perbedaan/perubahan tekanan udara secara


horizontal disebabkan oleh perbedaan, lintang yang mengakibatkan terjadinya
perbedaan suhu dan selanjutnya akan mengakibatkan perbedaan tekanan
udara. Untuk daerah yang beriklim subtropika atau kutub, variasi tekanan
udara menurut lintang sangat menentukan perubahan cuaca/iklim di daerah
tersebut. Tetapi bagi daerah yang beriklim tropika, variasi tekanan udara
menurut lintang relative kecil, sehingga jarang menimbulkan gejala-gejala
yang berarti bagi pertanian. Mungkin karena itulah sebabnya pengukuran
tekanan udara di Stasiun Klimatologi Pertanian jarang sekali dilakukan.
7.4 . Angin/Pergerakan Udara
Batasan, Peranan dan Prinsip Umum
Adanya perbedaan tekanan udara akan mengakibatkan terjadinya
pergerakan udara yang arahnya secara vertical atau horizontal. Pergerakan udara
secara horizontal atau hampir horizontal disebut angin,sedangkan secara vertical
(keatas atau kebawah) disebut arus udara.
(a) Pemindah kalor : baik dalam bentuk yang dapat dirasakan (sensible
heat) maupun akan membuat seimbang neraca radiasi antara lintang rendah dan
lintang tinggi.
(b) Pemindahan Uap air ; yang dievaporasikan di daerah perairan
(terutama laut) akan dipindahkan ke daratan dengan perantaraan angin. Uap air
yang dipindahkan sebagian besar dikondensasikan dan kemuan terbentuk awan,
selanjutnya bila memenuhi syarat akhir akan turun kembali sebagai hujan, hujan
es, atau salju untuk memenuhi kebutuhan air dari berbagaikeperluan.
Angin mempunyai asal usul yang kompleks atau rumit. Pada umumnya
yang menjadi penyebab langsung adalah terjadinya perbedaan tekanan udara
horizontal. Tetapi, sumber energi utamanya diperoleh dari perbedaan pemanasan
dan pendinginan yang terjadi pada lintang-lintang rendah dan tinggi. Sumber
energi ini digunakan untuk membentuk angin dan mempertahankan kecepatannya
terhadap rintangan yang timbul akibat adanya gesekan dengan permukaan. Oleh
sebab itu, angin mempunyai pola senantiasa berpindah-pindah dengan perubahan
lebih kurang seirama atau sejajar dengan perpindahan termal ekuator.

Klimatologi

61

Sistem Pergerakan Udara


Berdasarkan skalanya, maka sistem pergerakan udara/angin dapat
dibedakan atas:
(a) pergerakan udara secara umum/sirkilasi angin dunia
(b) pergerakan udara secara lokal, dan
(c) pergerakan udara/angin secara khusus/spesifik.
Pergerakan udara secara umum
Pergerakan udara ini disebabkan oleh karena adanya tekanan udara yang
sangat mencolok antara daerah kutub dengan daearah ekuator, seandainya
pergerakan tesebut hanya dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara antara kutub
(high pressure zone) dengan ekuator (low pressure zone), maka pergerakan
tersebut hanya merupakan satu siklus pergerakan. Tetapi kerena pengaruh
berbagai faktor, yaitu fisiografi lahan (terutama altitude),efek Coriolis akibat
rotasi bumu, dan keadaan parallelism (kemiringan sumbu ) bumi, maka
pergerakan udara ini didukung oleh tiga subsistem pergerakan udara. Secara
berturut-turut mulai daerah ekuator sampai kutub adalah Hadley Cell, Ferrel Cell,
Polar Cell.
Tekanan. tinggi kutub
T. rendah subtropis
T. tinggi subtropis

T. rendah equator

T. tinggi subtropis
T. rendah subtropis
Tekanan. tinggi kutub
Gambar 7.1. Peredaran Angin di Permukaan Bumi dan Atmosfer

Klimatologi

62

Angin darat

Angin laut

Malam

siang
laut

Gambar 7.2. Arah dan Periode Terjadinya Angin Laut Dan Angin Darat
Pergerakan udara lokal
1. Angin darat dan angin lokal, merupakan salah satu akibat nyata yang
ditimbulkan oleh sifat pemanasan yang berbeda antara daratan dengan lautan yang
mengakibatkan terjadinya angin darat dan angin laut. Angin ini bertiup pada arah
yang berlawanan dari lautan ke daratan (angin laut) di siang hari dan dari daratan
ke lautan (angin darat) bertiup pada malam hari.

Angin-angin ini terbentuk

dengan baik jika kecepatan angin-angin lainnya masih dalam kategori lemah dan
terdapat insolasi kuat untuk memaksimumkan perbedaan pemanasan antara
daratan dan lautan. Biasanya angin laut yang bertiup di siang hari lebih kuat dan
masih terasa pada jarak 50 km kedarat (pedalaman). Pembentukan angin laut
maksimum 75 hingg 225 meter di atas permukaan laut dan bermula pada jam
10.30 WS, kecepatannya meningkat mencapai > 12 knot (6.2 m.det-1) dan
menurun berakhir pada jam 20.00 WS.
2. Angin gunung dan angin lembah : seperti halnya angin darat dan angin
laut, angin gunung dan angin lembah mempunyai perioditasitas nyata sepanjang
suatu hari.Angin permukaan yang bertiup di siang hari terbagi dalam dua bagian
yaitu angin ternal yang menarik lereng dan angin lembah. Angin ternal yang
menaiki lereng terjadi akibat adanya pemanasan secara langsung karena lebih
terbuka terhadap sinar surya. Udara yang lebih ringan akan naik menelusuri lereng
dan disebut angin ternal. Saat setelah terjadinya angin ternal akan segera disusul
angin dari lembah dan disbut angin lembah. Angin sering menyebabkan
terbentuknya awan cumulus di siang hari di puncak puncak lereng terutama pada
pda lembah-lembah yang luas dan dalam. Angin lembah pada umumnya bertiup

Klimatologi

63

mulai pukul 09.00 WS sampai terbenem surya. Kemudian digantikan oleh angin
daripuncak guung menelusuri lereng menuju lembah dan disebut angin gunung
(C) yang bertiup pada malam hari.

Klimatologi

64

VIII. EVAPOTRANSPIRASI & NERACA AIR


8.1. Batasan dan Pengertian
Evapotranspirasi berasal dari kata evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
adalah laju penguapan, sedangkan penguapan adalah proses perubahan fase dari
cair atau es menjadi uap (uap air). Jadi evaporasi adalah laju hilangnya air dari
permukaan air, tanah, atau tumbuhan dalam bentuk uap air kelapisan atasnya
(atmosfer). Dalam prosesnya dialam, penguapan merupakan resultante jumlah uap
air yang meninggalkan dan kembali kepermukaan bumi. Karenanya sangat
ditentukan oleh perbedaan tekanan uap antara bidang yang menguapkan dan
lapisan udara diatasnya. Sedangkan perbedaan ini sangat ditentukan oleh keadaan
suhu dan kelembaban udara serta kecepatan angin yang dapat memindahkan
akumulasi uap air yang terjadi dilapisan tersebut. Tetapi karena proses penguapan
itu sendiri memerlukan energi, maka energi yang diterima di permukaan yang
menguapkan air sangat menentukan. Energi ini diperoleh dari surya dalam bentuk
radiasi gelombang pendek.
Evaporasi pada permukaan tanah, selain ditentukan oleh faktor-faktor
cuaca/iklim, juga ditentukan oleh faktor tanah (yakni sifat fisik tanah yang sangat
menentukan jumlah air yang dapat diuapkan). Pada saat tanah mencapai nilai
kapasitas lapang atau diatasnya, evaporasi permukaan tanah akan sama atau
hampir sama dengan permukaan air bebas. Tetapi keadaan sebaliknya akan terjadi
bila kandungan air tanah dibawah nilai kapasitas lapang terutama pada lapisan
atas. Karena laju kenaikan air pada lapisan bawah melalui pipa kapiler tidak dapat
mengimbangi laju penguapan yang terjadi sehingga terjadi pergeseran bidang
penguapan ke bawah. Pergeseran ini mengakibatkan lintasan difusi uap
kepermukaan menjadi besar atau aliran uap kepermukaan tanah menjadi
terhambat sehingga tekanan uap pada permukaan tanah menjadi kecil dibanding
dengan tekanan uap jenuh. Tetapi bila air yang diuapkan berasal dari bukan air
murni (misalnya air laut) maka selain ditentukan oleh faktor-faktor diatas juga
ditentukan oleh sifat fisik dan kimia cairan sendiri.
Jika pada suatu permukaan tanah atau air ditumbuhi tumbuhan atau
tanaman dimana hilangnya air melalui proses penguapan (evaporasi) dan
transpirasi oleh tumbuhan atau tanaman berlangsung secara bersama dan serentak

Klimatologi

65

dan sulit dipisahkan antara satu sama lain, maka timbullah pengertian
evapotranspirasi. Jadi evapotranspirasi adalah jumlah kehilangan air sebagai
evaporasi

dari semua permukaan (tanah, air, tanaman atau tumbuhan) dan

transpirasi oleh tumbuhan/tanaman. Jumlahnya selain ditentukan oleh faktor


iklim dan sifat fisik tanah, juga ditentukan oleh tipe dan kedalaman perakaran
tanamandan praktek pengelolaan tanah, khususnya pada pertanian lahan
kering.Tetapi pada lahan sawah, juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia air
sawah.
Bila kandungan air tanah terbatas, maka besarnya evapotranspirasi
bergantung pada tegangan air tanah (lihat Gambar 8.1). Besarnya tegangan ini
dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kadar air tanah. Menurut Thornthwaite
(1948), evapotranpirasi yang berlangsung pada keadaan kandungan air tanah
kurang dari tingkat kapasitas lapang dinamakan evapotranspirasi actual (AE).
Blaney dan Criddle (1962) menyebut sebagai penggunaan air konsumtif.
Sedangkan apabila kandungan air tanah cukup sehingga pertumbuhan tanaman
tidak tertekan, maka evapotranspirasi akan mencapai nilai maksimum dan
merupakan tingkat potensial dari penguapan untuk nilai unsur-unsur iklim pada
saat tersebut. Dalam keadaan demikian laju evapotranspirasi hanya dipengaruhi
oleh faktor cuaca/iklim. Untuk evapotranpirasi dalam keadaan potensial ini
terdapat beberapa definisi : misalnya WMO (1963) disebut evapotranspirasi
potensial (PE), adalah jumlah air yang diuapkan dari permukaan tanah dan
permukaan tumbuh-tumbuhan, bila kandungan air tanah mencapai kapasitas
lapang.
8.2. Lengas Tanah dan Evapotranspirasi
Kandungan air tanah (juga disebut lengas tanah) merupakan faktor fisik
tanah yang paling menentukan nilai evapotranspirasi actual. Dengan menurunnya
tingkat ketersediaan air tanah, maka diharapkan juga terjadi penurunan nilai
evapotranspirasi aktual (AE) dari nilai potensialnya (PE). Bentuk- bentuk pola
penurunan ini pada umumnya berbeda diantara kelompok peneliti seperti
diperlihatkan pada gambar 8.1. Thornthwaite dam Mather berpendapat bahwa
penurunan nilai AE dari PE merupakan fungsi linier dengan menurunnya
kandungan air tanah pada batas air tersedia. Tetapi Veihmeyer dan Hendrikson,

Klimatologi

66

menyatakan penurunan tersebut baru terjadi dekat titik layu permanen dan
penurunannya sangat drastis. Sedangkan pendapat Pierce dan para ahli lainnya
merupakan kombinasi dari kedua pendapat tadi, yakni penurunan secara
eksponensial.
Veihmeyer & Hendrikson
AE/PE
1.0

Pierce

0.8

0.6

Thornthwaite & Mather

0.4

0.2

0.0
TLP
(0%AT)

15

0.6

Tegangan Air Tersedia (bar)

Gambar 8.1.

0.2

0.1
KL
(100%AT)

Pengaruh tegangan air tanah tersedia terhadap nisbah AE terhadap


PE menurut (Thornthwaite & Mather, Veimeyer & Hendrikson,
Pierce)

Klimatologi

67

8.3. Cara Penetapan Evapotranspirasi


Nilai evapotranspirasi permukaan air bebas (Eo) dan evapotranspirasi
actual (AE) serta evapotranspirasi potensial (PE) dapat ditentukan secara langsung
dan tidak langsung. Penetapan secara tidak langsung dapat ditentukan dengan
melalui rumus pendugaan, misalnya cara pendugaan oleh Thornthwaite dan
Blaney & Criddle. Kedua cara tersebut menggunakan pendekatan empirik. Dari
hasil penelitian di Amerika Serikat, maka diperoleh rumus pendugaan PE yang
diduga hanya data suhu udara saja. Selanjutnya dilakukan koreksi terhadap
panjang hari pada setiap tempat berdasarkan letak lintang dan waktu.
Sedangkan penetapan secara langsung dilakukan dengan menggunakan
alat, yaitu dengan alat evaporimeter dan lisimeter.

Gambar 8.2. Alat Pengukur Evapotranspirasi dan Menghitung Neraca Air


8.3. Teori Neraca Air
Jumlah air hujan atau air irigasi dapat diketahui dalam satuan mm, demikian
juga yang merembes (perkolasi) melalui kran di bagian bawah lisimeter. Air yang
tidak terukur ialah air yang hilang melalui evaporasi dari permukaan tanah dan
transpirasi melalui mulut daun.

Melalui perhitungan neraca air jumlah

evapotranspirasi dapat diketahui :


H + I = S + P + ET
Ket :

H = Jumlah curah hujan


I = jumlah air irigasi atau siraman
S = jumlah air yang ditahan oleh tanah
P = jumlah air rembesan atau perkolasi

Klimatologi

68

ET = jumlah air evapotranspirasi


Bila

Suhu

udara

terus-menerus

dalam

kapasitas

lapang

maka

evapotranspirasi yang terjadi maksimum atau evapotranspirasi potensial (ETP).


Bila S tidak pada kapasitas lapang maka evapotranspirasi yang terjadi adalah
evapotranspirasi actual (ETA).
Evaporasi diukur dengan panci klas A dimana tinggi air dalam bejana
diukur dengan micrometer pancing, setelah sehari semalam diukur kembali.
Penyusutan muka air sama dengan jumlah air yang dievaporasikan melalui
persamaan :
Eo = (Po P1) + H
Keterangan :

Eo : jumlah air yang dievaporasikan; Po : tinggi awal muka


air dalam panic; P1 : tinggi akhir muka air dalam panic; H :
curah hujan.

Hubungan antara Eo dan ETP dapat diteliti melalui percobaan panic klas A
dan lisimeter pada suatu lokasi yang sama.

Beberapa hasil penelitian

mendapatkan hubungan : ETP = f Eo (f nilai pembading besarnya antara 0.7-0.8),


melalui hubungan ini dapat diduga jumlah ETP yang terjadi melalui data Eo dari
panic klas A. Nilai Eo umumnya lebih besar dari ETP karena evaporasi terjadi
setiap saat, sedangkan ETP hanya pada siang hari saat terjadi proses fotosintesis
pada waktu mulut daun terbuka.

Klimatologi

69

IX. KLASIFIKASI IKLIM


9.1. Pendahuluan
Umumnya dalam bidang ilmu pengetahuan sering diadakan suatu
pengelompokan dalam group, kelas atau tipe. Proses pengelompokan ini disebut
klasifikasi. Demikian juga dalam bidang klimatologi dikenal adanya klasifikasi
ini, yaitu pengelompokan yang didasarkan pada persamaan sifat dari satu atau
lebih unsur iklim. Dalam hal ini, ditinjau dahulu sifat persamaan yang besar
kemudian yang kecil atau sub divisi
Berdasarkan sifat-sifat dari satu atau lebih unsur iklim atau dari satu atau
lebih pengendali iklim, maka terbentuklah tipe iklim. Klasifikasi iklim yang
,didasarkan pada unsur iklim disebut klasifikasi secara empiric (hasil pengamatan
yang teratur terhadap unsure-unsur iklim)

yang akan menghasilkan areal

jangkauan yang lebih sempit tetapi hasil penetapannya lebih teliti, sedangkan
didasarkan pada faktor-faktor iklim penyebab seperti pengendali iklim (aliran
massa udara, zona-zona angin, benua dan lautan atau perbedaan penerimaan
radiasi surya) disebut klasifikasi secara genetik yang akan menghasilkan area
jangkauan yang lebih luas tetapi hasil penetapannya kurang teliti.
9.2. Klasifikasi Secara Genetik
a. Klasifikasi Iklim berdasarkan penerimaan radiasi surya
Pengendali iklim yang umum digunakan sebagai dasar penetapan dalam
klasifikasi secara genetic adalah lintang dan massa udara. Berdasarkan lintang,
maka dunia dibagi atas 3 daerah iklim,yaitu (1) daerah beriklim tropika (panas)
(23 o L.Us/d 23 0 L.S),(2) 2 daerah beriklim sub tropika (sedang)( 23 o LU
s/d 66o L.U dan 23 o s/d 66 o L.S), dan (3) 2 daerah beriklim kutub (dingin)
(66 o s/d 900 L.U dan 66 o s/d 900 L.S). Lintang merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pancaran surya (insolasi) yang bervariasi dalam setahun.
Variasi insolasi dalam setahun ini akan menyebabkan variasi suhu udara dalam
setahun. Sehingga untuk daerah beriklim subtropika atau daerah lintang tengah,
dikenal adanya musim panas (summer) musim gugur (autum), musim dingin
(Winter), dan musim semi (Spring).

Klimatologi

70

b. Klasifikasi Iklim berdasarkan asal massa udara


Berdasarkan massa udara, maka dikenal ada tiga daerah iklim, yaitu (1)
daerah hujan, yaitu daerah yang hampir sepanjang tahun dipengaruhi oleh massa
udara maritim, (2) daerah hujan musiman, yaitu daerah yang dalam suatu periode
dipengaruhi oleh massa udara maritim dan periode lainnya dipengaruhi oleh
massa udara benua, (3) daerah kering, yaitu daerah hampir sepanjang tahun
dipengaruhi oleh massa udara benua.
c. Klasifikasi Iklim berdasarkan sirkulasi udara
Dasar penentuan system klasifikasi ini adalah pada sirkulasi udara yang
dapat dihubungkan dengan iklim wilayah sesuai dengan regime (zona) angin atau
massa udara.
Pada tahun 1931 Hettner membuat system klasifikasi yang mendasarkan
pada system angin, benua, jumlah dan lamanya huja, posisi relatif terhadap lautan
dan ketinggian tempat di permukaan laut.

Kemudian Alissov tahun 1936

membuat klasifikasi dengan Kriteria sirkulasi massa udara secara umum. Pada
tahun 1950 Flohn mengusulkan suatu system klasifikasi yang memadai dengan
menggunakan criteria berdasarkan aliran angin global dan karakteristik hujan
sebagai berikut :
Tabel 9.1. Sistem Klasifikasi dengan Menggunakan Kriteria Berdasarkan Aliran
Angin Global dan Karakteristik Hujan
Tipe Iklim
Zona Ekuatorial
(Equatorial westerly)
Zona Tropika
(Tropikal winter trade)
Zona sub-tropika kering
(sub Tropikal Dry)
Zona hujan winter
Sub-Tropika
(Sub Tropikal Winter Rain)
Zona Ekstra Tropika
(Extra Tropikal Westerly)

Sifat-sifat
Basah terus menerus
Hujan musim panas

Tipe vegetasi
Hutan hujan tropika,
hujan monsoon
Savana, hutan kering

Kering

Stepa, gurun stepa, gurun

Hujan musim dingin

Pohon berdaun keras

Hujan sepanjang tahun

Pohon berdaun lebar dan


hutan campuran

Klimatologi

Tipe Iklim
Zona Sub Polar
Zona Boreal

Zona Kutub

71

Sifat-sifat
Tipe vegetasi
Hujan sepanjang tahun Hutan conifer
terbatas
Hujan musim panas
Tundra
salju musim dingin
terbatas
Gurun es
Hujan musim panas,
salju musim dingin
terbatas

Berdasarkan kedua cara pengklasifikasian iklim diatas, maka Indonesia


temasuk daerah beriklim tropika (6oL.U s/d 110 L.S) dan pada umumnya termasuk
daerah hujan musiman.
9.3. Klasifikasi Secara Empirik
Klasifikasi iklim secara empirik pada umumnya didasarkan pada unsure
iklim suhu dan curah hujan bulanan. Namun kriteria yang digunakan pada setiap
pembuat klasifikasi berbeda. Secara umum digolongkan atas dua macam,yaitu
pertama didasarkan pada pertumbuhan vegetasi dan didasarkan pada anggaran air
secara rasional. Bila didasarkan pada pertumbuhan vegetasi, maka dikenal ada
beberapa sistem klasifikasi, antara lain menurut Kppen (1991), Thornthwaite
(1931), Mohr (1933), Schmidt-Ferguson (1956) dan Oldeman (1975- 1980).
Tetapi bila didasarkan pada anggaran air secara rasional, maka dikenal ada
beberapa sistem klasifikasi, antara lain menurut Thornthwaite II (1948) dan
Budyko.
1. Sistem Klasifikasi (SK) Menurut Mohr
SK ini dibuat berdasarkan hasil penelitian Mohr tentang hubungan antara
curah hujan bulanan (R) dengan evaporasi bulan (V) dalam satuan mm, dengan
bentuk hubungan :
V=C + f.R(9.1)
Dimana C = tetapan yang bernilai 60 dan f = 1/8 untuk Bogor. Berdasarkan
hubungan tersebut diatas, meskipun hasil penelitian Mohr hanya berlangsung
selama setahun, maka macam bulan dibagi atas 3 kriteria berdasarkan basah
keringnya bulan tersebut sebagai berikut:
1.Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan rata-rata < 60 mm
2.Bulan lembab (BL) adalah bulan curah hujan rata-rata 60-100 mm
3.Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan rata-rata >100 mm

Klimatologi

72

Curah hujan rata-rata bulan diperoleh dari data histories curah hujan tiap
bulan dari tiap tahun dan kemudian dirata-ratakan selama periode minimal 10
tahun pengamatan. Dengan berdasarkan jumlah BK dan BB, maka Mohr
menetapkan 5 golongan iklim seperti tertera pada table 9.2
Table 9.2. Golongan /Tipe iklim mernurut SK Mohr
Jumlah bulan

Golongan/tipe
Iklim

Bulan Kering(BK)

Bulan Basah (BB)

Ia

12

Ib

6 - 11

II

1-2

4 - 11

III

2-4

4-9

IV

4-6

4-7

6-8

2-5

2. Sistem Klasifikasi menurut SchmidtFerguson


SK ini sangat dikenal di Indonesia, seperti halnya SK Mohr. Penetapan
tipe iklim menurut SK ini juga didasarkan pada curah hujan bulanan paling sedikit
10 tahun pengamatan. Tetapi dalam penetapan kriteria macam bulan tidak
didasarkan pada nilai curah hujan rata-rata bulanan, namun didasarkan pada curah
hujan tiap bulan dari setiap tahun dengan kriteria sebagai berikut:
1. Bulan Kering (BK), adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm
2. Bulan Lembab (BL), adalah bulan dengan curah hujan 60- 100 mm
3. Bulan Basah (BB), adalah bulan dengan curah hujan > 100mm
Menurut Schmidt-Ferguson, penentuan BK dan BB dengan berdasarkan harga
rata-rata curah hujan dari suatu bulan selama satu periode panjang menurut Mohr,
belum tentu menunjukkan/mencerminkan sifat basah atau keringnya bulan
tersebut. Misalnya suatu tempat mempunyai curah hujan rata-rata dari bulan
Januari setinggi 101 mm dalam periode pengamatan 10 tahun. Dengan kriteria
yang digunakan oleh Mohr, maka dinyatakan bahwa, bulan januari pada tahun
tersebut bulan basah. Tetapi bila diteliti penyebarannya, curah hujan bulan januari
dari tahun ke tahun selama periode tersebut terdapat nilai curah hujan <100 mm
(BL) dan bahkan < 60 mm (BK).

Klimatologi

73

Ditinjau dari kepentingan manusia dalam menggunakan air hujan sebagai


bahan baku yang sangat penting, misalnya untuk pengairan, pertanaman, air
minum dan sebagainya, maka sistem perhitungan demikian diubah oleh SchmidtFerguson.
Setelah ditentukan kriteria macam bulan dari masing-masing bulan selama
satu tahun untuk beberapa tahun (paling sedikit 10 tahun), maka masing-masing
bulan ditentukan jumlah BK dan BB, kemudian ditentukan jumlah rata-rata BK
dan BB beberapa tahun, untuk menentukan nilai Q dengan melalui hubungan :

Q =

Jumlah
Jumlah

BK
100 % (9.2)
BB

Berdasarkan nilai Q tersebut, Schmidt-Ferguson menetapkan 8 tipe iklim (disebut


tipe hujan) dengan kriteria sebagai berikut:
1. Tipe Hujan A :

0 % = Q< 14,3%

2. Tipe Hujan B : 14,3 % = Q< 33,3 %


3. Tipe Hujan C : 33,3 % = Q< 60,0%
4. Tipe Hujan D : 60,0 % = Q< 100,0%
5. Tipe Hujan E : 100,0 %= Q< 167,0%
6. Tipe Hujan F : 167,0 % = Q< 300,0%
7. Tipe Hujan G : 300,0% = Q< 700,0%
8. Tipe Hujan H :

= Q> 700,0%

Tipe-tipe hujan diatas mempunyai ciri vegetasi tertentu seperti berikut :


1. Tipe A ; daerah sangat basah dengan ciri vegetasi hutan hujan
tropika
2. Tipe B ; daerah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika
3. Tipe C ; daerah agak basah dengan ciri vegetasi hutan rimba,
diantara jenis vegetasi yang gugur daunnya pada musim kemarau,
diantaranya jati.
4. Tipe D ; daerah sedang dengan ciri vegetasi hutan sabana
5. Tipe E ; daerah agak kering dengan ciri vegatasi hutan sabana
6. Tipe F ; daerah kering dengan ciri vegetasi hutan sabana
7. Tipe G ; daerah sangat kering dengan ciri vegetasi padang ilalang

Klimatologi

74

8. Tipe H ; daerah ekstrim kering dengan ciri vegetasi padang


ilalang.
Nilai batas tiap tipe hujan dalam segitiga Schmidt-Ferguson, sedangkan nilai batas
dari tiap tipe hujan dalam persen dapat ditentukan berdasarkan angka-angka batas
(a) dari dua tipe hujan dengan melalui persamaan:
Q= (1,5 a/12 1,5a)x 100%................................................. (9.3)
Dimana angka batas tersebut dimulai antara tipe hujan A dan B.
3. Sistem Klasifikasi menurut Oldeman
SK ini juga hanya didasarkan pada data curah hujan rata-rata bulanan
selama periode paling sedikit 10 tahun, seperti yang digunakan Morh. Namun
tinggi curah hujan yang digunakan sebagai kriteria dalam menetapkan macam
bulan (yaitu BK, BL, dan BB) adalah berbeda. Nilai curah hujan yang digunakan
Oldeman didasarkan pada :
a. Kebutuhan air tanaman padi sawah dan palawija, secara berturut-turut 145
mm pada musim hujan dan 50 mm pada musim kemarau masing-masing
untuk satu bulan.
b. Peluang curah hujan melampaui 75 % adalah sama dengan 0,82 kali curah
hujan rata-rata bulanan dikurang 30.
c. Curah hujan efektif secara berturut-turut untuk padi sawah dan palawija
adalah 100% dan 75% pada saat kanopi tanaman menutup tanah secara
sempurna.
Dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas, maka kriteria tinggi curah
hujan rata-rata yang digunakan macam bulan adalah seperti berikut:
1. Bulan Kering (BK); adalah bulan dengan curah hujan rata-rata >
200 mm
2. Bulan Lembab (BB) ; adalah bulan dengan curah hujan rata-rata
100-200 mm
3. Bulan Basah (BB) ; adalah bulan dengan curah huja rata-rata
>200mm
Oldeman dalam menentukan tipe iklimnya didasarkan pada jumlah BB
dan BK secara berturut-turut yang disebut tipe utama dan sub tipe. Tipe utama
dibagi atas 5 macam yang disimbolkan dengan huruf balok (yaitu tipe utama A, B,

Klimatologi

75

C, D, dan E). Sedangkan sub tipe dibagi atas 4 macam, yang disimbolkan dengan
angka 1, 2, 3, dan 4 merupakan angka indeks setiap tipe utama. Namun tiap tipe
utama mempunyai jumlah sub tipe yang berbeda. Untuk tipe utama A, 2 subtipe,
B mempunyai 3 subtipe, sedangkan tipe utama C,D dan E masing-masing
mempunyai 4 subtipe. Dengan demikian diperoleh 17 tipe iklim (Oldeman
menyebutkan tipe iklim pertanian). Adapun jumlah BB dari masing-masing tipe
utama dan jumlah BK dari masing-masimg subtipe seperti pada table 9.2.
Tabel 9.3. Penetapan Tipe Iklim Pertanian menurut Oldeman Berdasarkan jumlah
BB dan BK Berturut-turut
Tipe
Utama
A

Jumlah BB Berturutturut (bulan)


>9

Sub
Tipe
1

Jumlah BK Berturutturut (bulan)


<2

79

23

56

46

34

>6

<3

Implikasi tiap tipe iklim pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut :


Tabel 9.4. Implikasi Tiap Tipe Iklim Pertanian
Tipe Iklim

Kejadian dilapang

A1, A2

Sesuai untuk padi terus menerus tetapi hasil produksi kurang


karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah
sepanjang tahun
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan jadwal
tanam yang baik, peluang hasil produksi tinggi terutama bila
panen pada awal musim kemarau
Pada umumnya bisa ditanami padi dua kali setahun terutama
bila menggunakan varietas umur pendek dan bahkan masih
dapat ditanami palawija satu kali
Pada umumnya bisa ditanami padi satu kali dan palawija dua
kali
Pada umumnya hanya dapat ditanami padi satu kali dan
palawija satu kali, meskipun masih ada peluang menanam
palawija satu kali, tetapi disesuaikan kebutuhan airnya

B1

B2

C1
C2, C3, C4

D1

Pada umumnya dapat ditanami padi satu kali dan hasil produksi
peluangnya dengan menggunakan umur pendek atau dengan
system gogorancah

Klimatologi

D2, D3, D4
E

76

Pada umumnya hanya dapat ditanami padi satu kali dan hasil
produksi peluangnya cukup tinggi dan palawija satu kali
Daerah dengan tipe iklim ini terlalu kering, sehingga bila ingin
menanam padi sawah perlu diusahakan menggunakan varietas
umur pendek yang dibarengi dengan cara bercocok tanam
system gogorancah

Klimatologi

77

X. IKLIM TROPIKA
10.1. Pengertian dan Ciri iklim Tropika
Daerah beriklim tropika adalah daerah yang terletak pada lintang atau
daerah tropika (23 0 L.U s/d 230 L.U). Iklim tropika memiliki pola iklim
tersendiri yang berbeda dengan pola iklim daerah subtropika atau daerah kutub,
terutama radiasi surya, suhu udara dan curah hujan. Dengan demikian tipe
vegetasi, jenis komoditas pertanian, tehnik bercocok tanam, dan aspek-aspek
sosial lainnya yang mempunyai cirri yang khas
Wilayah tropika :
-

Amerika (tengah dan selatan)

Asia ( India, indocina, Semenanjung Malaka, Philipina, dan


Indonesia)

Australia (bagian Utara)

Afrika

Namun tidak semua lokasi/lintang tropika memiliki iklim tropika, yakni oleh
karena adanya perbedaan :
a. Keadaan fisiografi lahan, terutama altitude
b. Penyebaran daratan dan perairan
c. Ada/tidaknya pengaruh sistem/angin monsoon (musim)
iklim tropika dicirikan oleh:
a. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun
b. Curah hujan yang tinggi dan sering
c. Variasi suhu udara diurnal lebih besar daripada suhu udara musiman
atau harian dari tahun
d. Suhu udara rata-rata bulan terdingin > 18.20C
10.2. Intertropikal Comvergence Zone (ITCZ)
ITCZ adalah daerah komvergensi dalam daerah tropika, yaitu merupakan
daerah pertemuan massa udara belahan bumi utara (BBU) dan dari belahan bumi
Selatan (BBS) dalam daerah tropika. Tetapi lokasi/lintang pertemuan berpindahpindah menurut waktu sebagai akibat pergerakan semu surya selama setahun
akibat revolusi bumi. Dengan demikian setiap posisi surya dipermukaan bumi
akan menerima radiasi (pancaran) surya paling banyak (pada tipe permukaan yang

Klimatologi

78

sama), sehingga suhu udaranya juga lebih tinggi daripada lokasi/lintang


sekitarnya. Oleh karena itu, ITCZ dikenal sebagai daerah termal ekuator.
Oleh karena suhu udara lebih tinggi, maka kerapatannya lebih kecil,
sehingga secara alami massa udara atau parsel udara akan naik ke atas, sehingga
akan terjadi kekosongan atau kekurangan massa udara pada lokasi/lintang tersebut
dan merupakan daerah tekanan rendah, yang diistilahkan daerah depresi atau
siklon (bila daerah memusat) atau daerah palung (trhough) (bila daerah
memanjang).
Daerah depresi (siklon) atau daerah palung merupakan lokasi/lintang
bertemunya massa udara dari BBU atau BBS. Bila lokasi/lintang pertemuan ini
merupakan daerah perairan atau daerah basah atau massa udara yang datang sarat
dengan uap air , sehingga dapat menimbulkan awan dan curahan yang cukup
tinggi dan dapat terjadi banjir. Namun sebaliknya juga dapat terjadi kekeringan
bila massa udara yang datang sifatnya kering atau sebagai massa udara benua.
Tetapi pada daerah beriklim tropika, selain curah hujan tinggi sering juga,
evapotranspirasi (penguapan) cukup tinggi, sehingga kelebihan (suplus air) tidak
seluruhnya terjadi pada lintang tropika, tetapi hanya terjadi pada lintang 180 utara
-12o selatan. Namun jumlah dan penyebaran curah hujan pada daerah beriklim
tropika, selain dipengaruhi oleh sistem ITCZ juga sistem monsoon.
10.3. Angin Monsoon (Musim)
Angin monsoon (musim) merupakan angin laut dan angin darat dalam
skala besar (sampai ratusan ribu kilometer persegi) yang bergerak bolak balik
antara daratan dengan lautan, yang periodenya musiman atau tahunan pada daerah
beriklim tropika.
Angin monsoon terdapat dimana-dimana, namun contoh yang paling jelas
adalah angin monsoon Asia Timur yang selalu bertiup dari Jepang dan Cina dan
Asia Selatan yang bertiup dari Samudra Hindia, khususnya pada musim panas di
BBU. Sedangkan di Indonesia dikenal angin monsoon (musim) barat yang bertiup
dari Samudra Hindia disebelah Barat Sumatera dan angin monsoon (musim) timur
Samudra Hindia disebelah timur Australia.

Klimatologi

79

10.4. Siklon Tropika


Siklon tropika merupakan sistem angin pusaran yang melanda pusat
tekanan rendah dilintang tropika dan kadang-kadang melebar sampai 300 U/S.
Siklon tropika merupakan salah satu gangguan cuaca/iklim pada daerah beriklim
tropika yang diberi nama sesuai lokasi/daerah/negara terjadinya, misalnya Taifun
didaerah Pasifik, Hurricane di Amerika, Willy-willy di Australia, Bougio di
Philipina, dan badai atau badai tropis di Indonesia.
Gejala cuaca tadi biasanya mendadak terjadi di lautan tropika

lalu

menjalar kesepanjang pantai sampai ribuan km. Badai topan berdiameter 650
km dan bahkan lebih luas di laut Cina. Tekanan udara dipermukaan laut dapat
mencapai 950 mb dan bahkan 920 mb. Oleh karena demikian rendahnya tekanan
udara dipermukaan laut, maka tidaklah mengherankan bila kecepatan angin dapat
mencapai 89 ms-1 (320 km jam-1) dan puncak awan hanya dapat mencapai 1200
m. Padahal menurut kriteria FAQ, bila kecepatan angin sudah mencapai diatas 8
ms-1 sudah tergolong kriteria sangat kuat.
10.5. El-Nino dan La-Nina
El-Nino dan La Nina merupakan dua gejala cuaca/iklim yang artinya anak
laki-laki dan anak perempuan (Oleh seorang Spanyol), secara berturut-turut
merupakan lambang petaka musim kemarau yang kering dan berkepanjangan
yang dapat menyebabkan kebakaran dan musim hujan dengan curah hujan yang
tinggi dan berkepanjangan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir.
Keduanya dapat terjadi pada daerah tropika, tepatnya dilautan Pasifik
Tengah hingga Timur, Misalnya kekeringan berkepanjangan yang terjadi pada
tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 yang melanda beberapa Negara (Indonesi,
Afrika, Australia, Srilangka, Philipina, Amerika Serikat bagian tengah, Brasil
bagian selatan, Argentina dan Paraguay). Sebaliknya terjadi kebanjiran pada
beberapa Negara (Lousiana bagian tengah, Florida, Kuba, dan terutama Peru dan
Ekuador) terjadi banjir besar.
Terjadinya karena meningkatnya suhu permukaan air laut 4-6 0C diatas
normalnya dipantai Peru dan Ekuador, sehingga merupakan daerah siklon yang
menyebabkan massa udara daerah sekitarnya tersedot ke daerah depresi/siklon ini,

Klimatologi

80

yang pada akhirnya menyebabkan kekeringan berkepanjangan pada Negaranegara tersebut diatas. Tetapi sebaliknya daerah siklon (terutama Peru dan
Ekuador) mengalami banjir besar. Sebaliknya akan terjadi gejala La-Nina karena
menurunnya suhu permukaan air laut di samudra pasifik bagian tengah sehingga
timur di pantai Peru dan ekuador.

Klimatologi

81

XI. IKLIM INDONESIA DAN SULAWESI SELATAN


11.1. Keragaman dan Variasi Iklim di Indonesia
1) Letak geografis
Lintang

: 6o utara 11oSelatan (daerah/lintang tropika)

Bujur : 95o 141o timur


2) Penyebaran daratan dan perairan, selain diantarai oleh dua samudera besar
( Hindia dan Pasifik), sehingga Indonesia beriklim panas yang sifatnya
lembab sampai basah. Tetapi di Indonesia juga diantarai oleh dua benua
(Asia dan Australia), sehingga Indonesia pada umumnya mengalami
musim kemarau dalam suatu periode, yaitu pada saat terjadi angin passat
yang sifatnya kering dari benua Australia sebagai massa udara benua.
3) Keadaan topografi (terutama altitude), makin tinggi tempat sebaliknya
suhu udara semakin rendah (gradient suhu), tetapi curah hujan semakin
tinggi (khususnya pada lereng hadap angin) seperti yang dijelaskan oleh
Braak (1928).
4) ITCZ : yang menyebabkan terjadinya variasi penyebaran curah hujan
dalam satu tahun dari suatu tempat atau lokasi.
5) Angin monsoon (musim), variasi penyebaran hujan, akibat pengaruh ITCZ
didukung oleh adanya pengaruh atau diperkuat oleh pengaruh angin
monsoon. Misalnya angin musim barat dan angin musim timur dari
samudra hindia seperti yang telah dijelaskan.
6) Pergerakan udara secara umum (global) : PUSU ini mungkin ada
kaitannya dengan pengaruh ITCZ dan pengaruh monsoon. Karena
terjadinya berkaitan dengan variasi penyebaran curah hujan menurut
waktu.
KESIMPULAN

1) Faktor letak geografis dan keadaan topografi (terutama altitude) serta


penyebaran daratan dan perairan merupakan faktor-faktor dominan yang
mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia menurut tempat atau lokasi.
2) Faktor ITCZ, angin monsoon dan pergerakan udara secara umum
merupakan faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi variasi
penyebaran curah hujan menurut waktu dari suatu lokasi

Klimatologi

82

Dimuka telah dijelaskan bahwa pengaruh system ITCZ dan system muson
tropika, termasuk Indonesia. Pengaruhnya bisa secara bersamaan atau
berurutan.
11.2. Penyebaran Curah Hujan Menurut Waktu
Selama musim panas di BBU (yaitu pada bulan Juni, Juli dan Agustus),
daerah tekanan rendah berada di sebelah utara equator, sebaliknya daerah tekanan
tinggi berada di sebelah selatan equator. Dengan demikian terjadilah pergerakan
udara dari BBS menuju equator sebagai angin passat tenggara yang sifatnya
kering karena pada umumnya sebagai massa udara benua dari Australia. Sehingga
Indonesia pada umumnya musim kemarau, kecuali beberapa daerah di Indonesia
bagian timur, terutama daerah Sulawesi Selatan bagian timur justru mendapat
hujan, yang diduga akibat pengaruh angin monsoon (musim) timur sebagi massa
udara maritim dari samudra Hindia di sebelah timur benua Australia.
Selama misim dingin di BBU yaitu pada bulan Desember , Januari, dan
Februari) daerah tekanan rendah berada disebelah selatan ekuator, sebaliknya
tekanan tinggi berada sebelah utara ekuator. Dengan demikian terjadilah
pergerakan massa udara BBU menuju ekuator sebagai angin passat timur laut dan
setelah melewati ekuator akan berubah/membelok ke kiri menjadi angin barat laut
(sesuai dengan hukum Buys Ballot). Angin ini sifatnya basah atau sarat dengan
uap air karena berasal dari laut Cina Selatan atau lautan Pasifik sebagai massa
udara maritim. Bersamaan atau hampir bersamaan angin ini, juga terjadi angin
monsoon dari Samudra Hindiadisebelah barat Sumatera yang juga sarat dengan
uap air, sehingga pada periode tersebut Indonesia pada umumnya mengalami
musim hujan. Oleh karena anginnya cukup kencang disamping massa udaranya
sarat dengan uap air, sehingga lereng kelangkang angin masih memungkinkan
mendapat hujan sebagai hujan kiriman dari barat, namun tidak setinggi yang
terjadi di wilayah barat. Tetapi pengaruh ini menyebabkan terjadinya peak curah
hujan yang terjadi pada bulan Desember/November di wilayah PCHP dan pada
bulab November/Oktober di wilayah PCHP dari Sulawesi Selatan, sehingga pada
penyebaran curah hujan bulanan berbentuk bimodal, sedangkan di wilayah
PCHPB hanya mempunyai 1 peak ( monomodal atau unimodal).

Klimatologi

83

Pada saat surya berada diatas ekuator dan sekitarnya, (terutama pada bulan
September/Oktober dan Maret /April), merupakan peak curah hujan bulanan pada
daerah ekuator dan sekitarnya, sehingga pola penyebaran curah hujan bulanan
pada umumnya berbentuk bimodal dengan peak curah hujan terjadi pada bulan
Oktober dan April. Makin jauh dari ekuator, peak semakin lambat terjadi tetapi
semakin tinggi curah hujannya hingga mencapai puncaknya pada bulan
November/Desember pada umumnya dikabupaten Polewali dan kabupaten
Pinrang sebagai batas wilayah PCHP, sedangkan untuk wilayah PCHPB puncak
curah hujannya baru tercapai pada bulan Januari/Desember dan curah hujannya
semakin menurun tanpa terjadi kenaikan lagi pada bulan-bulan berikutnya,
sehingga pola curah hujannya hanya berbentuk unimodal. Tetapi pada wilayah
lain seperti Sulawesi Selatan bagian timur sebagai wilayah PCHPT seperti juga
terjadi di daerah lain seperti Sulawesi Tenggara, peak II yang terjadi pada bulan
April di wilayah utara dari Sulawesi Selatan (dekat ekuator) bergeser ke bulan
Mei dan merupakan puncak tertinggi dari wilayah curah hujan ini.
11.3. Iklim Sulawesi Selatan dan Aplikasinya
Adanya barisan pegunungan Lompobatang yang seakan-akan membagi
Sulawesi Selatan bagian selatan atas dua wilayah iklim dengan model pola curah
hujan yang berbeda. Wilayah barat dengan pola curah hujan pantai barat (PCHPB)
dicirikan pada satu peak (puncak) curah hujan bulanan (Unimodal), yang terjadi
pada bulan Januari/Desember. Sedangkan wilayah timur dengan pola curah hujan
pantai timur (PCHPT) dicirikan oleh dua peak (Bimodal), yang tejadi pada bulan
Desember/November dan Mei.
Jumlah dan penyebaran curah hujan dari wilayah PCHPB dipengaruhi oleh
angin passat timur laut yang kemudian berubah menjadi angin barat laut sebagai
akibat adanya system ITCZ dan angin musim barat akibat adanya sistem
monsoon, sehingga musim hujannya relatif panjang dan curah hujannya cukup
tinggi, sehingga secara alami panjang periode tumbuh tersedia untuk padi sawah
lebih panjang daripada wilayah timur. Tetapi panjang musim kemarau juga
relative lebih panjang daripada wilayah timur, oleh karena hanya satu peak curah
hujan bulanan. Sehingga wilayah ini pada umumnya bertipe hujan C dan D atau

Klimatologi

84

bertipe iklim pertanian C3 atau D3 (kecuali daerah/lokasi kearah timur dekat


perbatasan bertipe hujan C atau B dan bertipe iklim pertanian C2 dan Bahkan B2).
Sedangkan untuk wilayah timur dengan PCHPT, musim hujannya selain
dipengaruhi oleh kedua macam angin yang mempengaruhi musim hujan wilayah
barat, tetapi juga dipengaruhi oleh angin monsoon (musim) timur yang sarat
dengan uap air dari Samudra Hindia di sebelah timur Australia, bahkan
sumbangannya lebih besar sehingga wilayah timur dengan PCHPT menyebabkan
musim hujan diwilyah ini dimana peak hujan terjadi pada bulan Mei. Namun,
jumlah curah hujan yang disebabkan oleh pengaruh angin ini masih relatif lebih
kecil atau panjang musim hujan relatif lebih pendek daripada wilayah barat yang
disebabkan oleh pengaruh angin barat laut dan angin musim barat.Angin musim
timur ini pada umumnya tidak memberika sumbangan hujan dan malah sebaliknya
memberi pengaruh jelek karena timbulnya angin brubu yang sifatnya kering,
kencan, dan panas. Tidak seperti angin barat laut dan angin musim barat masih
memberika sumbangan kewilayah timur sebagai huja kiriman, yang merupakan
periode lembab sampai basah di wilayah PCHPT. Dengan demikian panjang
musim kemarau di wiyah ini relative lebih pendek meskipun panjang musim
hujannya juga relatif lebih pendek daripada wilayah PCHPB.
Kondisi diatas memberikan petunjuk bahwa panjang perode tumbuh
tersedia untuk pertaian lahan kering secara relatif lebih panjang daripada wilayah
PCHPB, tetapi sebaliknya panjang periode tumbuh tersedia bagi tanaman padi
sawah secara alami relatif lebih pendek. Petunjuk ini juga didukung oleh tipe
iklimnya, yaitu untuk wilayah PCHPT pada umumnya bertipe hujan B dan C dan
bertipe iklim pertanian D2 dan E2 (kecuali kearah barat dekat perbatasan pada
daerah ketinggian bertipe iklim pertanian C2 dan bahkan B2)
Sedangkan wilayah utara dekat ekuator yang pada umumnya didominasi
oleh wilayah barisan pegunungan Latimojong, juga mempunyai pola curah hujan
bulanan berbentuk bimodal dengan peak curah hujan terjadi pada bulan
November/oktober dan pada bulan April. Bila dibandingkan model PCHPT nyata
berbeda tingginya antara kedua peak. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh angin
laut dan angin musim barat hampir sama dari pengaruh angin musim timur
terhadap sumbangan tinggi rendahnya curah hujan dalam musim hujan.

Klimatologi

85

Berdasarkan penjelasan diatas, maka wilayah ini merupakan peralihan dari


kedua wilayah pola curah hujan yang telah dijelaskan dimika atau mewakili dari
kedua model pola curah hujan tersebut. Oleh karena itu, model pola curah hujan
diistilahkan pola curah hujan peralihan (PCHP), yang mempunyai panjang period
tumbuhan tersedia, baik untuk padi sawah maupun palawija, relatif lebih panjang
daripada kedua wilayah pola curah hujan yang telah dijelaskan.
Panjangnya periode tumbuhan dari wilayah PCHP, juga ditunjukkan oleh
tipe iklimnya, yaitu pada umumnya bertipe hujan B dan Atmosfer bertipe iklim
pertanian B2 dan C2, kecuali beberapa lokasi terlindung atau terhalang oleh
pengaruh angin barat laut atau angin musim timur dari timur seperti yang terdapat
di kabupaten Majene, Polewali, Pinrang, Enrekang dan Tator bertipe hujan C atau
D dan bertipe iklim E2 atau D2.

Klimatologi

86

XII. MODEL PERUBAHAN LINGKUNGAN/IKLIM


Pembangunan

merupakan

suatu

keharusan

sebagai

bangsa

yang

berkembang dan maju, sehingga tatanan hidup dan kehidupan dari penduduk atau
masyarakatnya bisa lebih baik daripada sebelum pembangunan tersebut
dilaksanakan.

Namun tidak semua gejala/dampak yang ditimbulkan bersifat

positif, tapi sebagian juga akan berdampak negatif misalnya dampak pada iklim.
12.1. Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca di alam/atmosfer adalah efek kalor yang timbul sebagai
akibat adanya dan naiknya konsentrasi gas-gas rumah kaca di alam/atmosfer. Gasgas tersebut adalah karbon dioksida (CO2), methan (CH4), kholo flouro carbon
(CFC), Nitro oksida (NO2),dan Ozone (O3) di lapisan troposfer. Gas-gas ini dapat
menyerap radiasi bumi sebagai radiasi gelombang panjang (atau disebut juga
radiasi infra merah) yang berfungsi untuk menjaga agar bumi menjadi lebih panas
dibanding bila gas-gas tersebut tidak ada. Disebut efek rumah kaca, oleh karena
yang terjadi disini adalah sama halnya terjadi dalam rumah kaca buatan, yaitu
sebagai efek kalor.
Seperti halnya radiasi surya, radiasi bumi juga diserap oleh molekulmolekul udara kering secara relatif pada panjang gelmbang tertentu . Kecuali pada
=2.2-4.3 m dan 8.5-11.0m akan lolos ke angkasa dan radiasi bumi dengan
panjang gelombang tersebut disebut radiation window seperti pada gambar 1.
Makin tinggi konsentrasi gas-gas tersebut diatmosfer, semakin tinggi pula
efek kalor yang timbul pada/dekat permukaan bumi, namun pengaruhnya berbeda
menurut jenis dan jumlah gas tersebut. Sebagai contoh, misalnya penambahan
sebuah molekul metan akan menyebabkan penyerapan kalor 21-30 kali lebih
banyak dibanding penambahan satu molekul CO2. Sedangkan penambahan satu
molekul CFC mampu menyerap kalor hingga 12.400 15.800 kali lebih banyak
bila dibanding satu molekul CO2.

Klimatologi

87

Large atmospheric
(window unabsorbed) absorbed by
H2O or CO2

H2O absorption spectrum

CO2 absorption spectrum

Wave length (m)


4000
8000
12000
16000
20000
24000
Gambar 12.1. Model Penyerapan Radiasi Gelombang Panjang Oleh H2O dan CO2
Gambar tersebut menunjukkan bahwa dengan hanya dua molekul (uap air
dan karbon dioksida) hampir tertutup lapisan atmosfer kecuali dengan dua kisaran
panjang gelombang (jendela radiasi).
Konsentrasi CO2 di atmosfer dalam jumlah yang normal adalah 0.03% dari
udara kering (table 2.1). Tetapi jumlah ini peranannya terhadap pemanasan
permukaan bumi dan lapisan udara diatasnya adalah kecil sekali.namun, ada
bukti-bukti bahwa selama dasawarsa terakhir ini, pelepasan CO2 ke atmosfer
sebagai akibat pembakaran bahan baker fosil telah bertambah 0.2% tiap tahun.
Meskipun tumbuhan hijau yang fotosintetik di permukaan bumi dan system
karbonat dari lautan cenderung untuk mempertahankan CO2 di atmosfer dalam
keadaan stabil. Tetapi peningkatan secara terus menerus dari pembakaran bahan
bakar fosil yang disertai dengan penurunan kapasitas peningkatan CO2 dari
tumbuhan hijau adalah awal dari dilampauinya pengendalian (secara alami)

Klimatologi

88

pengatur keseimbangan (cybeRnetic), sehingga konsentrasi CO2 lambat laun


meningkat.
Pada permulaan revolusi industri (yaitu sekitar tahun 1800), kandungan
CO2 diatmosfer sekitar 280 ppmv. Dalam tahun 1992, kandungan CO2 diatmosfer
meningkat menjadi 356 ppmv, sehingga terjadi peningkatan sebanyak 1,4 ppmv
(0,4%) pertahun. Jika laju peningkatan CO2 yang terjadi sekarang berlangsung
terus, maka dapat diperkirakan bahwa pada pertengahan abad yang akan datang,
kandungan CO2 akan meningkat menjadi dua kali lipat sehingga keadaan iklim
akan menjadi lebih panas dengan kenaikan suhu udara rata-rata setinggi 0.2 0,5
pertahun. Kenaikan suhu ini akan diikuti dengan naiknya permukaan air laut
(karena pencairan es didaerah kutub) dan perubahan pola curah hujan yang dapat
mengganggu produksi pertanian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tinggi
muka air laut telah mulai meningkat setinggi 12 cm dalam abad ini. Ancamanancaman seperti ini harus dipertimbangkan dalam perencanaan nasional dan
kebijaksanaan internasional.
Selain meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer, juga terjadi peningkatan gas-gas rumah kaca lainnya. Sebagai contoh, konsentrasi metan di atmosfer
meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan pada saat pra indusri, rata-rata
sekitar 14 ppbv (0,9%) pertahun. Kecenderungan perubahan terjadi pada metan
mendekati apa yang terjadi pada CO2 selama kurun waktu 160.000 tahun terakhir.
Konsentrasi gas- gas rumah kaca lainnya, yaitu nitrooksida dan CFC juga
meningkat. Konsentrasi CFC meningkat sekitar 5% pertahun.untuk lebih jelasnya
peningkatan berbagai gas rumah kaca disajikan pada Tabel 12.1 dan 12.2 serta
Gambar 12.1 dan 12.2.
12.2. Efek Perusakan Lapisan Ozon
Perkembangan iptek yang pesat membawa dampak didalam kehidupan
mahluk hidup dan lingkungannya. Penggunaan bahan-bahan olahan industri yang
terutama

dari

berbagai

zat

kimia

ternyata

telah

membawa

dampak

menghawatirkan. Bahan-bahan tersebut diantaranya Clorofluorocarbon (CFC),


halon, karbontetraklorida (CCl4), Metil-kloroform (CH3CCl3) dan metibromida
(CH3Br) akan menyebabkan lapisan ozon menipis. Dampak menipisnya lapisan
ozon dicirikan dengan meningkatnya jenis penyakit kanker kulit dan katarak,

Klimatologi

89

menurunnya daya tahan tubuh, terganggunya hasil panen, organisme laut dan
ekosistemnya. Selain itu berdampak pada pemanasan global. Dengan demikian
bahan kimia tersebut termasuk kedalam kelompok bahan kimia yang terhalogenasi
dan disebut sebagai ozone depleting substance (ODS). Dengan melihat dampak
yang diakibatkan oleh penipisan ozon maka dikeluarkan suatu aturan international
bertujuan setiap Negara melakukan pengawasan bahan-bahan yang dapat
menyebabkan lapisan ozon menipis.
Penpisan lapisan ozon dapat diartikan sebagai gambaran turunnya kadar
ozon secara drastis yang terdapat pada lapisan stratosfer. Dampak foto yang
ditangkap oleh satelit menunjukkan bahwa kadar ozon yang berkurang tersebut
mirrip dengan sebuah lubang sehingga tempat-tempat dimana kadar ozon menipis
disebut sebagai lubang ozon.

Hingga saat ini beberapa lubang ozon telah

ditemukan oleh para ahli antara lain terdapat di Kutub Selatan (Antartika),
Australia, Selandia Baru dan daerah khatulistiwa.
Dampak pada perubahan iklim, emisi CFC dapat menghalangi keluarnya
bahang sehingga terjadi peningkatan suhu rata-rata dan perubahan klim global.
Perubahan ini akan menimbulkan suhu yang ekstrim, musim kemarau menjadi
lebih kering terutama daerah marginal sementara daerah lain menerima hujan
lebih banyak yang dapat mengakibatkan banjir.
12.3. Efek Pulau Panas (Heat Island Effect)
Efek pulau panas adalah efek kalor yang timbul pada kota-kota besar yang
sudah jauh berkembang, yang disebakan oleh pelbagai faktor antara lain, yaitu:
1. Kalor yang dibuat oleh manusia itu sendiri, yang dihasilkan oleh
industri, kendaarn bermotor, keperluan rumah tangga, hasil
respirasi manusia dan binatang, dan sumber lainnya.
2. Kalor yang timbul dari bahan-bahan konstruksi untuk bangunan
dan prasarana jalan, misalnya batu kerikil, batu bara, aspal, dan
sebagainya
3. Terhalangnya pendinginan karena kurangnya penguapan, yang
disebabkan karena semakin sempitnya bidang penguapan karena
tertutup oleh bangunan-bangunan, jalan dan sebagainya

Klimatologi

90

4. Perubahan nilai albedo karena semakin kurangnya salju yang


terbentuk (daerah subtropis), permukaan yang semakin gelap
karena penguapan aspal, dan pemukaan cekung dari suatu profil
kota.
Karena begitu banyaknya faktor penyebab di samping karena ruang
lingkupnya lebih sempit, maka efek kalor yang timbul dari efek pulau panas lebih
tinggi daripada efek rumah kaca.
12.4. Efek Radiasi Ultra Violet
Efek radiasi ultra violet adalah efek radiasi dengan energi yang cukup
tinggi oleh sinar ultra violet yang lolos kepermukaan bumi karena rusaknya
lapisan ozon (O3), di atmosfer.

Ozone di atmosfer merupakan salah satu

komponen udara kering (table 2.1), yang secara normal dialam/atmosfer memang
kandungannya sudah sangat rendah (hanya 0,000005 0,000012% dari udara
kering), kendati dengan jumlah tersebut masih dapat menetralisir pengaruh buruk
dari sinar tersebut yang sangat berbahaya bagi kehidupan dipermukaan bumi dan
atmosfer (yang disebut aerobiologi).
Kandungan O3 di atmosfer yang jumlahnya serba kritis persediaannya akan
lebih kritis lagi akibat terjadinya kerusakan oleh semakin banyaknya nitrat dan
sulfat memasuki atmosfer, selain karena penyebab secara alami akibat adanya
letusan gunung berapi. Tetapi juga terutama karena kemajuan ilmu dan teknologi
itu sendiri, misalnya penggunaan pesawat supersonic. Makin rendahnya
kandungan O3 juga berkaitan dengan adanya dan bertambahnya konsentrasi CFC
di atmosfer, yang disebabkan karena penggunaan insektisida secara otomatis dan
juga karena penggunaan mesin penyejuk ruangan.
12.5. Perubahan Pola Keawanan dan Presipitasi
Perubahan pola keawanan dan presipitasi di sebabkan karena menigkatnya
aerosol di atmosfer dan perubahan penutupan vegetasi dari kawasan hutan
(terutama hutan lindung) menjadi lahan pertanian, perkebunan, peternakan,
pemukiman dan sebagainya.
Aerosol adalah partikel-partikel padat di atmosfer berupa garam-garam
laut, debu (terutama silikat), bahan organik dan asap. Partikel-partikel ini masuk

Klimatologi

91

ke atmosfer karena pencemaran udara atau praktek-praktek pertanian, misalnya


pembakaran hutan dan alang-alang, semprotan laut, aktivitas vulkanik

dan

kenaikan debu oleh angin. Aerosol selain berperan sebagai penghalang terhadap
radiasi surya menuju kepermukaan bumi, tetapi yang lebih penting adalah peranan
sebagai inti-inti kondensasi dalam pembentukan awan. Sebagai contoh adalah
meningkatnya awan cumulus sepanjang jalan lalu lintas dibelaha bumi utara.
Penyebab kedua adalah penjarangan penutupan areal bervegetasi( terutama
hutan), yang menyebabkan sumbangan uap air ke atmosfer dapat berkurang.
Padahal uap air ini merupakan bahan baku terbentuknya awan,khususnya awanawan konvektif yang memungkinkan terjadinya presipitasi/hujan konvektif
(disebut juga hujan lokal). Hasil penelitian yang telah pernah dilakukan oleh Tim
UNHAS dalam pengembangan wilayah terpadu DAS SADANG tahu 1984-1985,
menunjukkan adanya kecenderungan perubahan/pergeseran pola curah hujan dan
tipe iklim kearah yang lebih besar dari beberapa lokasi stasiun yang sifatnya
lembab sampai basah. Tetapi pada umumnya perubahan/pergeseran tersebut
kearah yang lebih kering dari loksai stasiun yang sifatnya lembab sampai kering
(table 12.3). nampaknya perubahan/pergeseran suhu udara dari pola curah hujan
(meskipun dinyatakan dalam curah hujan tahunan) juga terjadi dibeberapa kota
besar di aindonesia.
Meskipun di muka telah dijelaskan bahwa iklim secara makro tidak dapat
dirubah oleh manusia. Namun adanya fenomena-fenomena alam yang
kelihatannya ikut pula berubah akibat adanya perubahan kepentingan manusia,
yang disebut pembangunan (fisik). Perubahan-perubahan ini bukan hanya bersifat
lokal, tetapi juga regional dan bahkan secara internasional seperti dijelaskan pada
dampak pembangunan pada iklim. Tetapi perubahan iklim secatra makro atau
global tersebut sebenarnya terutama akibat penterapan ilmu dan teknologi diluar
bidang study meteorology/klimatologi pertanian, terutama bidang study yang
berkaitan dengan bidang industri, baik yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya alam(eksploitasi), maupun untuk menghasilkan bahan produksi.
Tetapi, bila setiap ilmuan dan teknologi menyadari masing-masing fungsi dan
tujuan ilmu teknologi itu ditancapkan dan dikembangkan, maka dampak negatif

Klimatologi

92

yang timbul akibat pembangunan tersebut seharusnya tidak terjadi atau dapat
ditekan sekecil mungkin di bawah batas toleransi.
12.6. Kunci Strategis Pengendalian
Untuk mengurangi pelepasan gas-gas rumah kaca atau memperlambat
peningkatannya, diperlukan konsensus politik yang khusus ditingkat internasional.
Tidak ada satu negara atau wilayah pun yang dapat berjalan sendiri dalam upaya
mencegah peningkatan gas-gas rumah kaca,meskipun kepemimpinan negara itu
memegang peranan penting untuk mencapai kesepakatan. Agar diterima secara
luas, kebijakan pencegahan secara ideal perlu memberikan keuntungan bagi
daerah sekitarnya.Ada lima unsur kunci yang perlu tercakup dalam strategi
pengendalian, yaitu:
1. Meningkatkan efesiensi produksi dan penggunaan energi
2. Sejauh mungkin mengganti bahan bakar yang padat karbon seperti
batu bara, dengan bahan bakar yang padat hydrogen seperti gas alam.
3. Mendorong pengembangan dan penggunaan energi surya serta energi
non karbon lainnya.
4. Menekan produksi bebagai CFC dan mengembangkan upaya untuk
mencabutnya dari peredaran.
5. Mengurangi laju pembukaan hutan.

10
12
0.02

1
1

11

3
2

0.00

5
4
4

-0.02

-0.04

6
-0.06

Gambar12.2. Perubahan Suhu Udara Tahunan dari Berbagai Lokasi di


Indonesia

Klimatologi

93

Dimana :
1=

Medan

7= Makassar

2=

Jakarta

8= Manado

3=

Surabaya

9= Kupang

4=

Denpasar

10= Ambon

5=

Pontianak

11= Ternate

6=

Samarinda

12= Biak

12

11

-1

10
1

-2

Gambar12.3. Perubahan Curah Hujan Tahunan dari Berbagai Lokasi di


Indonesia

Klimatologi

94

Tabel 12.1. Kontribusi Gas Rumah Kaca Terhadap Pemanasan Global

NO2

CFC

Pemanasan (%)

49

10

14

Pertanian

13

Industri

20

24

(%) Pemanasan

50

16

20

100

SEKTOR

CO2

CH4

35

Pembukaan Hutan

O3

Energi :
Langsung
Tidak Langsung

Sumber : Word Resources (1990-1991)


Tabel 12.2. Peningkatan Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer
Konsentrasi di Atmosfer
GRK

Laju Kenaikan tahunan saat


ini (%)

Pra Industri

1986

CO2

2.75 ppm

346 ppm

1.4 ppm (0.4)

CH4

0.75 ppm

1.65 ppm

17 ppb (1.0)

CFC 12

430 ppt

19 ppt (5.0)

CFC 11

230 ppt

11 ppt (5.0)

280 ppb

305 ppb

0.6 ppb (0.2)

Tidak dik

35 ppb

Tidak dik

N2 O
O3 troposfer

Klimatologi

95

XIII. IKLIM MIKRO HUTAN


13.1. Peran Radiasi Matahari Terhadap Hutan
Radiasi matahari merupakan sumber kehidupan, dan berpengaruh terhadap physiologi
hutan, morphologi, sifat-sifat lingkungan hutan dan terhadap hampir semua organisme dalam
hutan. Meskipun peran utama radiasi matahari adalah sebagai sumber utama dari energi
untuk kehidupan, tapi ini bukan hanya terhadap hutan bahkan terhadap lingkungan lainnya.
Dengan adanya perbedaan lokasi maka muncul variasi intensitas cahaya yang
menimbulkan persaingan dalam hutan. Kondisi ini dapat menyebabkan kehidupan atau
kematian jenis-jenis tertentu atau organisme tertentu. Jenis-jenis pohon tertentu dan
organisme tertentu dalam hutan mengalami persaingan ketat dalam perebutan sinar matahari
dan cahaya.

Dengan perbedaan (variasi) intensitas sinar/cahaya matahari maka hutan

dimanej dengan mempertimbangkan hal tersebut, terkait dengan jenis dan lokasi serta arah
tanaman hutan.
13.2. Pengaruh Suhu Terhadap Hutan
Suhu merupakan alat ukur untuk mengetahui intensitas 95nergy panas yang masuk ke
dalam hutan. Ini diukur dari jumlah 95nergy panas dan kapasitas panas yang menerpa hutan.
Musim panas dapat menyebabkan tajuk di hutan terbakar dan menyebabkan banyak kematian
pohon dalam tegakan hutan. Kekeringan dalam hutan biasanya diikuti oleh kebakaran hutan,
sehingga iklim mikro mengalami perubahan.
Iklim mikro berpengaruh terhadap kondisi tanah dalam areal hutan yang tergantung
pada kemiringan lereng, naungan, kelembaban tanah dan warna tanah. Pengetahuan terhadap
factor suhu dalam manajemen hutan terutama cuaca, merupakan hal yang harus menjadi
pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan hutan, seperti waktu-waktu
melakukan penebangan, penanaman, dan lain-lain.

Klimatologi

96

13.3. Pengaruh Angin Terhadap Hutan


Perpindahan udara (atmosfer) dikenal sebagai angin. Angin berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan morfologi hutan melalui keseimbangan antara air, gas, dan perbedaan dari
bagian pohon dan daun. Angin merupakan hal yang harus dipertimbangkan karena angin
dapat merusak hutan bahkan dapat merusak fisiologi pohon.
13.4. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Kehidupan Manusia
Efek dari lingkungan fisik terhadap sifat dan kehidupan yang merupakan bagian dari
pengalaman sehari-hari kita, sangat perlu untuk dipelajari.

Panas, dingin, angin dan

kelembaban merupakan istilah yang telah lama kita kenal, namun masih merupakan hal yang
perlu dicermati tentang kaitannya dengan kehidupan kita.
Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro merupakan bagian yang penting terhadap kehidupan sehari-hari kita, tapi
kita jarang memikirkan hal ini. Sebagai contoh rumah kita, kamar tidur kita, kasur kita,
dinding rumah kita, di bawah naungan pohon, sarang burung, kandang ternak, yang
semuanya itu merupakan lingkungan mikro.

Tapi data keadaan yang terdapat pada

lingkungan seperti tersebut, tidak bisa digunakan sebagai data laporan cuaca. Misalnya suhu
udara mungkin sekitar 10C dan kecepatan angin 5 m/detik, tapi dalam sebuah sarang burung
yang berada di tempat ternak yang terlindung dari angin dan sinar matahari mungkin suhunya
akan sekitar 25C.
Dalam hal ini iklim mikro sangat bervariasi tergantung pada tempat dan kondisinya. Disini
dibutuhkan instrument (alat-alat) khusus untuk mengukur hubungan antara variable-variabel
lingkungan yaitu variabel-variabel yang terkait dengan temperatur (suhu), kelembaban
atmosfer, dan tekanan udara.

Klimatologi

97

Pertukaran Energi
Konsep dasar yang melatarbelakangi semua lingkungan biofisik adalah pertukaran energi.
Energi bisa tersimpan sebagai energy kimiawi, energi panas, atau energi mekanik. Kajian kita
akan berfokus pada perpindahan energy panas (transport of heat energy). Ada empat macam
perpindahan energy panas yang dikenal yaitu: convection: pemindahan panas melalui
pergerakan molekul zat cair. Pada awalnya panas dipindahkan ke zat cair dengan daya
konduksi, tetapi dengan pergerakan zat cair itu membawa panas tersebut kemana-mana.
Bila dua benda yang berbeda suhunya bersentuhan satu sama lain maka panas ditransfer dari
benda yang memiliki suhu lebih tinggi ke benda yang mempunyai suhu lebih rendah melalui
proses konduksi. Proses konduksi adalah merupakan proses interaksi molekul. Bila tangan
anda menyentuh panci panas maka panas panci akan pindah ke tangan anda melalui proses
konduksi.
Berbeda dengan konveksi dan konduksi, pertukaran radiasi tanpa intervensi molekul untuk
memindahkan panas dari sebuah permukaan ke permukaan lain. Sebuah permukaan yang
memancarkan energy pada ke empat macam proses ini semuanya disertai dengan suhu.
Matahari dan bumi, keduanya mengeluarkan pancaran radiasi tetapi karena suhu matahari
lebih tinggi maka kerapatan (kepadatan) flux radiasinya jauh lebih tinggi pada permukaan
matahari dibanding pada permukaan bumi.
Suhu pada sebuah kamar tidur lebih banyak berasal dari dinding daripada dari udara bebas.
Untuk mengubah zat cair menjadi gas pada suhu 20C, air akan mengabsorbsi panas latent
sebesar 2450 Joules per gram. Hampir 600 kali lipat energy yang dibutuhkan untuk
meningkatkan suhu satu derajat celcius dari satu gram air.

Klimatologi

98

Temperatur (Suhu)
Tingkat reaksi biokimia antar organisme sangat tergantung pada suhunya. Tingkat reaksi
bisa dua kali lipat atau tiga kali lipat untuk peningkatan suhu tiap 10C. Temperature di
atas atau di bawah nilai kritis dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan alam dari
enzim dan menyebabkan kematian organisme.

Suatu organisme jarang mencapai

keseimbangan dengan alam, jadi suhu lingkungan hanya salah satu faktor untuk
menentukan suhu organisme. Faktor lain yang mempengaruhi adalah flux (kerapatan) dari
radiasi dan panas latent yang masuk dan keluar dari organisme, penyimpanan panas, dan
pemindahan panas antara organisme dan lingkungan.
13.4. Kelembaban Lingkungan Hutan
Kelembaban lingkungan terkait dengan dua pertimbangan :
Pertama :
Reaksi biokimia yang berlangsung dalam sistem biologi yang berproses dalam air. Organisme
jarang berada dalam kelembaban yang seimbang dengan lingkungannya. Selama
keseimbangan air dalam organisme dapat dipelihara dengan lingkungan sekitarnya, maka
kehidupan oraganisme dapat dipertimbangkan
Kedua :
Kelembaban lingkungan sangat panting dalam transfer energi. Bila ada perubahan fase yang
melibatkan transfer air, maka banyak energi yang bisa di transfer ke atau dari permukaan.
Dalam hal ini kelembaban berperan sangat penting dalam hal transfer energi.
Kondisi Saturasi
Bila sebuah wadah air terbuka pada sebuah ruang tertutup, maka air akan menguap ke ruang
tersebut. Sebagai air yang menguap maka konsentrasi molekul air dalam udara akan

Klimatologi

99

meningkat akhirnya keseimbangan menjadi tetap ketika jumlah molekul air yang
meninggalkan air sama dengan jumlah molekul yang ditangkap oleh air.
Angin
Kecepatan aliran angin dibawah tajuk akan berbeda menurut jenis dan tinggi tajuk.
Dibawah tajuk akan tercipta iklim mikro yang suhunya lebih dipengaruhi oleh tanaman
dibanding dengan suhu di atas tajuk.
Bila dalam sebuah kota akan diciptakan iklim mikro, maka diperlukan tanaman-tanaman
yang diharapkan memberi pengaruh terhadap suhu dan angin
Perpindahan massa udara merupakan mekanisme perubahan energi pada Daerah
Aliran Sungai (DAS). Hal yang sangat perlu diketahui bahwa pertukaran panas antara
permukaan DAS dengan atmosfer dilakukan oleh gaya convection (perpindahan udara secara
horisontal). Gaya convektion inilah yang memindahkan panas dari permukaan DAS ke
atmosfer dibantu oleh gaya konduksi.
Ada tiga sifat sebagai faktor dominan dalam tranfer panas konfektif pada DAS
1. Kecepatan angin yang berlangsung di atas permukaan
2. Suhu dan tekanan udara antara permukaan dan udara bebas
3. Kekasaran permukaan
Hubungan antara angin, suhu dan tekanan uap ke atas pada permukaan halus dan kasar
ditujukan pada gambar berikut.

Klimatologi

100

Peningkatan suhu angin dan tekanan uap dipengaruhi oleh kehalusan dan kekasaran
permukaan tanah. Di sini dapat dilihat bagaimana pergerakan kurva peningkatan suhu, angin
dan tekanan uap pada permukaan lahan gundul dan pada permukaan lahan yang berhutan
(Gambar a lahan gundul, Gambar b lahan berhutan)
Pada lahan gundul suhu, kecepatan angin dan tekanan uap sangat cepat meningkat dan
mulus sedangkan dibanding areal yang berhutan suhu, kecepatan angin dan tekanan uap
terjadi sangat lambat.

You might also like