Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
DISUSUN OLEH:
DEFRIYAN
NIM: 106101003310
BAB I
PENDAHULUAN
bulan. Nyeri punggung berasal dari tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain
pada daerah tersebut (Rakel, 2002). Dengan demikian nyeri punggung bawah
adalah gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan
oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik.
Problematik keluhan nyeri yang paling banyak ditemukan dan sangat
mengganggu
aktifitas
kerja
sehari-hari
meskipun
berbagai
upaya
menyelesaikan kain tapis serta bekerja dalam posisi duduk yang terlalu lama juga
dapat menimbulkan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis. Kain
Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat
dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau
benang emas dengan sistim sulam (Lampung; "Cucuk"). Dengan demikian yang
dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif,
benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung.
Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah
berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif
alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Kain
Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacammacam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi (Artha, 2008).
Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang
digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana
dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dikerjakan oleh wanita, pembuatan
kain tapis di Bandar Lampung merupakan industri rumahan (home industry)
dimana pekerja tidak terikat oleh suatu badan atau perusahaan (Artha, 2008).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan November 2010
pada 10 pengrajin kain tapis di Sanggar Family Art, Bandar Lampung dengan
menggunakan Nordic Body Map, diketahui proses pembuatan kain tapis dari
awal hingga akhir proses didapatkan postur kerja dalam posisi duduk dengan
lama kerja antara 8 sampai 10 jam setiap harinya secara terus menerus dan
dan 34% dari pekerja dilaporkan menderita sakit punggung (European Agency
for Safety and Health at Work, 2000).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Sanggar
Family Art Bandar lampung pada bulan November 2010 terhadap 10 pengrajin
kain tapis di Bandar Lampung, delapan dari sepuluh pekerja mengalami atau
merasakan adanya keluhan nyeri punggung seperti nyeri ataupun pegal-pegal
setelah melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh posisi kerja yang statis dan
dalam waktu yang lama. Gangguan nyeri punggung bawah pada pekerja dapat
menurunkan tingkat produktivitas kerja, menurunkan performance kerja, serta
kualitas kerja, hubungan dalam kerja, kurangnya konsentrasi kerja dan
meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Serta belum pernah ada penelitian
terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung
bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar
Lampung. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja,
kebiasaan merokok, indeks masa tubuh, kebiasaan olahraga dengan keluhan
nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art
Bandar Lampung tahun 2011.
1.5.2. Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk
mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional lingkungan kerja,
serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti
selanjutnya.
10
1.5.4. Pemerintah
Adanya kebijakan atau peraturan yang dibuat untuk menanggulangi
masalah MSDs umumnya dan khususnya
11
faktor pekerja atau individu (usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan
olahraga, dan kebiasaan merokok). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011
sampai Februari 2011 pada pengrajin tapis di Sanggar Family Art Bandar
Lampung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional study serta menggunakan Form RULA. Pengambilan data
dilakukan dengan cara pengambilan data primer. Data primer diperoleh melalui
pengukuran langsung keluhan nyeri punggung bawah pada pengrajin tapis dan
persentase paparan nyeri punggung bawah serta karakteristik pekerja. Data
karakteristik pekerja diperoleh melalui kuesioner, data persentase paparan nyeri
punggung bawah melalui observasi. Data data tersebut dianalisis secara univariat
dan bivariat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
orang-orang
klinis.
LBP
merupakan
salah
satu
jenis
kelainan
muskuloskeletal akibat kerja yang paling sering dan mengakibatkan biaya yang
paling tinggi. Stephen Pheasant (1999) menggambarkan prosentase distribusi
cedera terjadi pada bagian tubuh akibat Lifting dan Handling.
12
13
14
15
16
panjang
tulang
belakang
dapat
mencapai
57-67
cm.
Tulang
17
2.2.1 Fisiologi
Kolumna vertebralis memperlihatkan 4 lengkung anteroposterior yaitu
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan dengan daerah 20
pervil melengkung kebelakang. Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung
badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantara tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi
fleksibilitas dan memungkinkan membomgkok tanpa patah. Cakramnya juga
berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan badan seperti
waktu berlari dan meloncat. Dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang
terlindung terhadap goncangan. Kolumna vertebralis juga memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan membentuk tapal batas posterior
yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Peace
C.Evelin, 1999 : 56)
18
19
pekerja
atau
lingkungan
kerja
yang dapat
meningkatkan
20
21
menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot
skeletal (Tarwaka et al, 2004).
4. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkat
dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi (Tarwaka et al, 2004)
5. Force atau Load
Force atau load adalah massa beban atau berat benda yang diangkat
oleh pekerja dalam satuan Kg. Massa beban atau objek merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Risiko yang
berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan frekuensi
beban yang akan ditangani. Risiko cedera punggung meningkat jika beban
yang diatangani lebih dari 4.5 kg pada posisi duduk atau >16 kg pada posisi
selain duduk. Menurut ILO, berat objek yang direkomendasikan adalah 23-25
kg. Ruas tulang belakang hanya diperbolehkan untuk menanggung beban
kurang dari 20 lb atau 9 kg.
Tangan, siku, bahu dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban
kurang dari 10 lb atau 4,5 kg, sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak
22
boleh melebihi 2 lb atau 0,9 kg dengan durasi tidak melebihi 10 detik dan
durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% perhari (Humantech,
1995).
2.3.2 Karakteristik Lingkungan
1). Vibrasi
Vibrasi terjadi akibat adanya transfer energy mekanik osilasi ke
seluruh tubuh atau sebagian tubuh. Respon organ atau jaringan tubuh terhadap
getaran vertikaldiantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membrane vertebra
cervicalis), 4 Hz (resonansi pada vertebra lumbalis), 4-5 Hz (resonansi pada
tangan), 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu) (Pulat, 1997 dalam
Atmaja, 2007). Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi stasis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancer, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri
otot (Sumamur, 1989). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh
tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang
menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika
berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika
mengoperasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohen et al, 1997).
2). Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi terhambat,
sulit gerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga
dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh
23
yang terlampau besar menyebabkan sebagian energy yang ada dalam tubuh
akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka
akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran
darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan nyeri otot (Tarwaka et al, 2004 dalam Zulaeha, 2008). Pada
temperatur di bawah 39.20F (40C), efek pengupan dingin dapat terjadi dan
memperburuk faktor risiko MSDs lain (DiBerardinis, 1999 dalam Rahayu,
2004).
3). Iluminasi
Tingkat
iluminasi
berkaitan
dengan
sifat
pekerjaan
apakah
Karakteristik Individu
1). Usia
Umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu
25-65. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat
24
keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini
terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai
menurun setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka et al, 2004).
Usia berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu
dan mencapai puncaknya pada usia 24 tahun. Pada usia 50-60 tahun kekuatan
otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak
60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berusia 60 tahun
tinggal mencapai 50% dari usia manusia yang berusia 25 tahun.
Bertambahnya usia akan diikuti penurunan; VO2 max, tajam penglihatan,
pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan
kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh usia selalu
dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang
(Tarwaka et al, 2004)
Pada Penelitian Anggraeni (2010) pekerja yang berusia 35 tahun
memiliki risiko 4.018 kali untuk mengalami carpal tunnel syndrome
dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 35 tahun dengan Pvalue sebesar
0.037.
Usia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan
bahu, bahkan ada beberapa penelitian lainnya menyatakan bahwa usia
merupakan penyebab utama terjadinya keluahan. Usia berkaitan dengan
perubahan degenerative fungsi fisiologi tubuh. Pertambahan usia berarti
terjadi perubahan pada jaringan tubuh dan tubuh menjadi semakin rentan
25
26
27
28
gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang
tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus berlanjut maka
akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni menyatakan ada
hubungan yang bermakna keluhan yang dialami dengan indeks masa tubuh
dengan diperolehnya Pvalue sebesar 0.036.
6). Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali
pekerja masuk
Sedangkan menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah satu fakor
yang termasuk kedalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerja fisik yang
dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh
terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot,
syaraf dan pernafasan).
Kejadian musculosksletal disorders dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor individu, salah satunya adalah pengalaman bekerja. Lamanya pekerja
bekerja di suatu industri, mempengaruhi kesakitan musculoskeletal yang
dirasakan. Beberapa hasil studi menyatakan bahwa absen sakit dikarenakan
kesakitan pada upper limbs lebih tinggi pada pekerja yang baru dibandingkan
pekerja yang telah berpengalaman, terutama pada kelompok pekerja dengan
beban kerja tinggi (Hakkanen et al, 2001).
29
Dan penelitian yang dilakukan oleh Hendra & Rahardjo (2009) pekerja
yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun mempunyai risiko 2,755 kali
dibandingkan pekerja dengan masa kerja 4 tahun. Rihiimaki et al (1989)
menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan
keluhan otot.
tiga
tahapan
proses
perhitungan
yang
dilalui
yaitu:
30
b. Leher (neck)
c. Kaki (leg)
d. Lengan bagian atas (upper arm)
e. Lengan bagian bawah (lower arm)
f. Pergelangan tangan (hand wrist)
2. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja
3. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor
akhir dari kegiatan tersebut.
2.4.2 Job Strain Index (JSI)
JSI membagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang diukur atau menilai 6
variabel-variabel tugas berikut yaitu intesitas penggunaan, durasi waktu
penggunaan persiklus, jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan,
kecepatan penggunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk
gerakan-gerakan berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah,
tangan, dan pergelangan tangan.
2.4.3 Quick Exposure Checklist (QEC)
Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode untuk mengukur
risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder (MSDs) dalam hal ini NPB
(Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC mudah diterapkan, berfungsi untuk
mengevaluasi tempat kerja dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk
mendesain ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah bahaya NPB yang ada
di tempat kerja. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja pada beberap perusahaan untuk.
31
32
besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. (McAtamney, 1993
dalam Zulaeha, 2008).
2.4.4.1 Prosedur Penggunaan RULA
Adapun prosedur dalam penggunaan RULA menjelaskan 3 tahapan yaitu:
a. Postur tubuh untuk dilakukan penelian telah diseleksi/ditentukan.
b. Postur tubuh adalh hasil skor dari lembar penilaian, diagram bagian tubuh,
dan tabel
c. Skor tersebut adalah konversi untuk satu dari empat level gerakan/aksi
RULA digunakan untuk intervensi dan penilaian risiko berhubungan
dengan masalah ketegangan dan keseleo pada otot.
2.4.4.2 Langkah- Langkah Penilaian RULA
Dalam rangka melakukan evaluasi mengenai postur tubuh, teknik RULA
membagi menjadi 2 kelompok anggota tubuh, kelompok A yaitu lengan dan
pergelangan tangan, kelompok B yaitu leher, punggung dan kaki. Langkah dan
observasi penilaiannya yaitu:
1). Kelompok A
a) Observasi dan tentukan postur lengan atas sesuai kriteria metode RULA
Posisi lengan atas yang baik yaitu ketika lengan berada pada posisi 20
20 karena pada posos ini memiliki skor terkecil. Posisi yang beresiko
terkena MSDs adalah posisi dengan ektensi, pada sudut 20 45, 45 90,
dan > 90. Skor ini bertambah besar jika bahu terangkat dan lengan atas
abduksi karena terdapat perubahan 1 untuk setiap keadaan tersebut. Tetapi
skor berkurang satu jika terdapat penyangga lengan.
33
b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah sesuai kriteria metode RULA
Posisi yang memiliki skor terkecil adalah posisi lengan bawah yang
berada pada 60 100 sehingga posisi ini dikatakatakan bahwa memiliki
risiko terkecil untuk dapat menderita MSDs. Posisi yang lainnya (0 100
dan >100) memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita MSDs. Skor
akan bertambah besar jika lengan bawah menyilang ke garis tengah tubuh
dan menjauh dari tubuh karena skor bertambah 1 untuk tiap keadaan
tersebut. Semakin besar skor maka semakin besar risiko MSDs. Hal ini
dilihat pada gambar di bawah ini.
c) Observasi postur pergelangan tangan dan tentukan skornya
Posisi pergelangan tangan yang baik adalah posisi normal pada sudut 0
yang mendapat skor 1 (skor terkecil). Jika posisi pergelangan tangan
memiliki risiko MSDs. Posisi pergelangan tangan fleksi >15 dan ekstensi
merupakan posisi yang berisiko. Risiko akan bertambah besar jika pada
pergelangan tangan terjadi deviasi ulnar atau radial karena skor
bertambah 1 untuk keadaan tersebut.
Selain posisi pergelangan tangan, kelompok A RULA juga mengobservasi
putaran pergelangan tangan (pronasi dan supinasi). Menurut metode
RULA perputaran pergelangan tangan yang berisiko adalah yang
melakukan perputaran keluar (supinasi) karena memiliki skor lebih besar
daripada perputaran ke dalam (pronasi). Selain itu, pada saat gerakan
supinasi terjadi perlawanan terhadap gaya gravitasi sehingga diperlukan
energi lebih besar untuk mempertahankan posisi tangan.
34
4
Pergelangan
Tangan
1
2
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7
7
7
8
8
9
9
9
9
9
35
36
6
Kaki
1
7
7
7
8
8
9
2
7
7
7
8
8
9
37
Pergelangan
Tangan
Forces
Skor A
Skor Tabel A
Perputaran
Pergelangan
Leher
Tabel C Skor
Final/ grand
score RULA
Skor Tabel B
Muscle
use
Kaki
Force
Skor
B
Punggung
38
prioritas pengendaliannya yaitu mulai dari skor 1- 7. Tabel nilai skor fianl RULA
dapat dilihat pada tabel C di bawah ini.
Tabel 2.3 Skor C
Tabel C: Skor Leher, Punggung dan Kaki
1
2
3
4
5
1
2
3
3
4
1
2
2
3
4
4
2
3
3
3
4
4
3
3
3
3
4
5
4
4
4
4
5
6
5
4
4
5
6
6
6
5
5
6
6
7
7
5
5
6
7
7
8+
Sumber : Stanton, 2005
6
5
5
5
6
7
7
7
7
7+
5
5
6
6
7
7
7
7
Skor ini kemudian dikelompokkan menjadi action level. Hal ini dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Action level 1
Action level 1 berarti postur masih dapat diterima (acceptable) jika tidak
dipertahankan dalam waktu yang lama. Berlaku untuk skor 1- 2.
2. Action level 2
Action level 2 berarti dibutuhkan investigasi lebih lanjut (investigate further)
pada pekerjaan ini dan mungkin dibutuhkan perubahan. Kategori ini untuk
skor final 3- 4.
3. Action level 3
Action level 3 berarti pekerjaan ini harus segera diinvestigasikan dengan
segera dalam waktu singkat (investigate further and change soon). Kategori
ini untuk nilai skor 5- 6
39
4. Action level 4
Action level 4 berarti investigasi dan modifikasi dari pekerjaan ini dibutuhkan
secara cepat (investigate and change immediatly) untuk mengurangi beban
yang berlebihan pada sistem musculosceletal dan risiko cedera atau sakit pada
pekerja. Kategori ini berlaku untuk skor 7.
40
41
Tabel 2.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Risiko MSDs
No Metode Penilaian Risiko
Kelebihan
MSDs
1.
2.
Kelemahan
Keterangan
1. Merupakan metode yang cepat untuk 1. Hanya menilai aspek postur dari Untuk pekerjaan
yang menggunakan
menganalisa postur tubuh pada suatu
pekerja.
pekerjaan yang dapat menyebabkan 2. Tidak mempertimbangkan kondisi seluruh tubuh,
pekerjaan
risiko ergonomi.
yang dialami oleh pekerja terutama
mengangkut, seperti
2. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang
berkaitan
dengan
faktor penjahit, kuli
dalam pekerjaan (kombinasi efek dari
psikososial.
otot dan usaha, postur tubuh dalam 3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja
pekerjaan, genggaman atau grip,
terutama yang berkaitan dengan
peralatan kerja, pekerjaan statis atau
vibrasi, temperatur, dan jarak pandang
berulang-ulang).
3. Dapat digunakan untuk postur tubuh
yang stabil maupun yang tidak stabil.
4. Skor akhir dapat digunakan dalam
menyelesaikan
masalah,
untuk
menentukan prioritas penyelidikan
dan perubahan yang perlu dilakukan.
5. Fasilitas kerja dan metode kerja yang
lebih baik dapat dilakukan ditinjau
dari analisa yang telah dilakukan.
Untuk pekerjaan
yang benyak
menggunakan
tangan, pada
operator komputer
42
peregangan dan kekuatan dan efekatau getaran lengan tangan
efek yang bermannfaat untuk masa
4. Metode yang digunakan untuk
pemulihan dan batas pekerjaan
menganalisis karakteristik pekerjaan
3. Metode semi kuantitatif menggunakan
dengan beberapa tugas yang dilakukan
prosedur yang berkaitan dengan waktu
perhari (rotasi pekerjaan) atau
dan studi gerakan.
beberaapa tugas yang dilakukan dalam
4. Dampak yang diahsilkan untuk
suatu siklus pekerjaan (tugas-tugas
klasifikasi dikotomis dari pekerjaan
kompleks) sedang dalam
atau tugas mudah diketahui dan
pengembangan, tetapi ini cenderung
praktis dan memungkinkan untuk
rumit dan tidak valid.
mensimulasi intervensi potensial
5. Memprediksi validitas yang
telahditunjukkan dan model statistik
dalam beberapa pengaturan
3.
QEC
4.
RULA (Rapid Upper Limb 1. menilai sebuah angka perbedaan 1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur
postur selama putaran dalam bekerja
kerja duduk terus- menerus dan berdiri
Assessment)
untuk menyiapkan sebuah profil dari
statis, kurang cocok untuk pekerjaan
beban otot.
dengan gerakan yang dinamis
Baik untuk
pengguna komputer
dan pekerja di
perusahaan
Untuk pekerjaan
yang statis duduk
ataupun berdiri,
seperti pekerja
kerajinan tangan
43
2. dapat dijadikan sebagai pedoman 2. Tidak ada tinjauan rekam medis.
dalam melakukan investigasi lebih 3. Metode ini tidak bisa mengukur
lanjut dan tindakan perbaikan.
gerakan
tangan
menggenggam,
3. Pemberian
skor
pada
RULA
meluruskan, memutar dan memerlukan
terperinci, misalnya penambahan
tekanan pada telapak tangan, dan
sudut derajat pada setiap postur, gaya 4. Metode
ini
tidak
mengukur
dan beban mendapat tambahan nilai 1.
antropometri tempat kerja yang dapat
4. Mudah digunakan, cepat, praktis,
menyebabkan terjadinya postur janggal.
dapat dikombinasikan dengan metode
lainnya, dan
5. dapat digunakan untuk menilai secar
teliti pekerjaan atau postur untuk satu
orang pekerja atau kelompok.
44
45
Gambar 2.6
Kerangka Teori
Faktor Pekerjaan
Postur
Peregangan Otot yang
Berlebihan
Aktivitas Berulang
Force atau Load
Faktor Lingkungan
Mikroklimat
Vibrasi
Iluminasi
Faktor Personal
Usia
Jenis kelamin
Kebiasaan merokok
Kebiasaan Olahraga
Indeks Masa Tubuh
Masa kerja
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
46
47
Gambar 3.1
Kerangka konsep
Faktor Pekerjaan
(Berdasarkan Postur RULA)
Postur
Aktivitas Berulang
Faktor Personal
Usia
Kebiasaan Merokok
IMT
Masa Kerja
Kebiasaan Olahraga
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Menyebarkan kuesioner
kepada pekerja
Hasil Ukur
Skala
0. Tidak pernah
1. Ada Keluhan
Ordinal
0. Skor 2 yaitu
Ordinal
kelima
dan
sulam
kain
2.
Faktor Pekerjaan
1. Kamera
(RULA)
mengidentifikasi postur
2. Busur
3. Form
menggunakan
diterima, dan
kamera
dengan menggunakan
metode RULA
RULA
4. Timbangan
1. Merekam kegiatan
2. Menilai penjahit
dengan
perubahan.
1. Skor 3 yaitu
menggunakan RULA
investigasi lanjut
serta mengukurnya
dan mungkin
dengan
perlu ada
menggunakan busur
perubahan.
48
3.
Usia
Menyebarkan kuesioner
0. < 35 tahun
hidup
kepada pekerja
1. 35 tahun
dihitung
sejak
Ordinal
(Tarwaka,2004)
penelitian berlangsung
4.
Kebiasaan Merokok
Banyaknya
batang
jumlah Kuesioner
rokok
dikonsumsi
per
yang
Menyebarkan kuesioner
0. Tidak merokok
kepada pekerja
1. Merokok
Ordinal
hari
oleh responden
5.
6.
Masa Kerja
1. Timbangan
2. Microtoise
Kuesioner
1. Melakukan
penimbangan
berat badan
pekerja sulam
kain tapis
2. Melakukan
pengukuran tinggi
badan pekerja
kain tapis
Menyebarkan kuesioner
0. Kurus <18,5
Ordinal
1. Normal 18,5-25
2. Gemuk > 25,0
(Depkes, 1994)
Tahun
Ratio
kepada pekerja
49
7.
Kebiasaan Olahraga
Aktivitas olahraga
yang dilakukan
pekerja sulam kain tapis
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner
kepada pekerja
0. Sering ( 3 kali
Ordinal
seminggu dan 10
menit)
1. Jarang (0-3
kali/bulan 10
menit)
2. Tidak pernah
(Cooper, 1982)
50
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
51
52
Keterangan :
n
: Besar sampel
P1
: Proporsi
bawah
P2
Z2
1-/2
Z1-
53
54
55
ii.
iii.
iv.
56
v.
vi.
57
d) Skor 4 = Ekstensi
e) Skor +1 jika; leher berputar atau miring ke samping.
f. Punggung dengan skor yaitu:
a) Skor 1 = 00-100
b) Skor 2 = 00-200
c) Skor 3 = 200-600
d) Skor 4 = >600
e) Skor +1 jika; punggung berputar atau miring ke samping.
j. Kaki dengan skor yaitu:
a) Skor 1 = kaki yang disangga dan seimbang
b) Skor 2 = Jika kaki tidak disangga dan tidak seimbang
vii.
Skor
Postur
Leher
1
2
3
4
5
6
1
Kaki
1
2
1
3
2
3
3
3
5
5
7
7
8
8
6
Kaki
1
2
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
58
viii.
ix.
x.
xi.
xii.
Menentukan nilai skor final dengan menarik garis mendatar dari kolo A
dengan baris skor B dan tabel c untuk mendapatkan nilai skor final RULA.
59
1
2
3
4
5
6
7
8+
xiii.
6
5
5
5
6
7
7
7
7
7+
5
5
6
6
7
7
7
7
Action level
1
2
5-6
7-8
3
4
Level Perubahan
Dapat diterima
Investigasi lanjut, mungkin butuh
perubahan
Investigasi lanjut, perubahan segera
Investigasi, menerapkan perubahan
60
data
dalam
program
software
computer
berdasarkan klasifikasi.
d. Membersihkan data (data cleaning)
Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian
data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
61
X =
E
Keterangan :
X2
= Chi Square
Pvalue > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue 0,05 maka Ho ditolak
dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.
Untuk mencari hubungan antara variabel masa kerja dengan keluhan
nyeri punggung bawah jika data berdistribusi normal digunakan uji T-test.
Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan jenis uji non-parametrik
seperti uji Mann-Whitney. Setelah dilakukan analisis data didapatkan variabel
masa kerja tidak berdistribusi normal > 0.05 maka uji yang dipakai untuk
mencari hubungan antara keluhan NPB dengan variabel masa kerja
menggunakan uji non-parametrik yaitu Mann-Whitney.
BAB V
HASIL
62
63
Tidak pernah
Sering
Total
14
16
30
46.7%
53.3%
100%
Skor 2
Skor 3
Total
4
26
30
13.3%
86.7%
100%
64
Gambar 5.1
Postur pekerja ketika menyulam kain tapis
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi tingkat risiko NPB pada pekerja
kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung pekerja yang dengan skor 2
yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan sebanyak empat
pekerja (13.3%) dibandingkan dengan pekerja dengan skor 3 sehingga diperlukan
investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan sebanyak 26 pekerja (86.7%).
5.1.2.3 Gambaran Faktor Individu Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family
Art 2011
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Kebiasaan Merokok, IMT dan
Kebiasaan Olahraga Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar
Lampung Tahun 2011
No
1
Variabel
Usia
Kebiasaan merokok
Kategori
Jumlah (30)
Persentase (%)
< 35 tahun
11
36.7
35 tahun
19
63.3
Tidak merokok
23
76.7
Merokok
23.3
65
4.
IMT
Kebiasaan Olahraga
Kurus
10.0
Normal
21
70.0
Gemuk
20.0
Tidak
16
53.3
Jarang
23.3
Sering
23.3
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi usia pada pekerja kain tapis di
Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu usia < 35 tahun sebanyak 11 pekerja
(36.7%) dibandingkan dengan usia 35 tahun sebanyak 19 pekerja (63.3%). Untuk
variabel kebiasaan merokok pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar
Lampung yaitu tidak merokok sebanyak 23 pekerja (76.7%), dibandingkan dengan
merokok sebanyak tujuh pekerja (23.3%).
Distribusi indeks massa tubuh pada pada pekerja kain tapis di Sanggar
Family Art Bandar Lampung yaitu kurus < 18.5 sebanyak tiga pekerja (10.0%),
normal 18.5-25 sebanyak 21 pekerja (70.0%), sedangkan gemuk > 25.0 sebanyak
enam pekerja (20.0%) serta untuk kebiasaan olahraga pada pada pekerja kain tapis di
Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu tidak berolahraga sebanyak 16 pekerja
(53.3%), sedangkan pekerja yang jarang berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3)
dan pekerja yang sering berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3%).
66
5.1.2.4 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family
Art 2011
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di
Sanggar Family Art
Bandar Lampung Tahun 2011
Variabel
Nilai Tengah
Masa Kerja
SD
Min-Max
Masa kerja
(dalam tahun)
9.000
5.5704
2-25
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa nilai tengah (median) masa kerja
pekerja adalah 9,000 tahun dengan standar deviasi 5,5704 tahun serta masa kerja
terendah 2 tahun dan masa kerja tertinggi 25 tahun.
1.
2.
Tingkat
Risiko
Faktor
Pekerjaan
Skor 2
Skor 3
Total
Tidak
pernah
1
13
14
Keluhan NPB
%
Sering
25.0%
50.0%
46.7%
3
13
16
Total
N
%
75.0% 4 100%
50.0% 26 100%
53.3% 30 100%
Pvalue
0.602
67
tidak perlu adanya perubahan yang sering mengalami keluhan NPB pada pekerja
kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.
Dari hasil uji statistic chi square di peroleh Pvalue = 0.602 yang berarti tidak
ada hubungan bermakan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB pada pekerja
kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.
Kategori
Tidak
pernah
N
%
Sering
Total (30)
Usia
< 35 tahun
18.2
81.8
11
100
Pekerja
35 tahun
12
63.2
36.8
19
100
11
47.8
12
52.2
23
100
Merokok
42.9
57.1
100
Kurus
100
100
Normal
12
57.1
42.9
21
100
Gemuk
33.3
66.7
100
Tidak
10
62.5
37.5
16
100
Jarang
28.6
71.4
100
Sering
28.6
71.4
Kebiasaan
Merokok
IMT
Kebiasaan
Olahraga
Tidak
merokok
Pvalue
0.046
1.000
0.077
0.171
68
69
Pvalue
14
16
0.032
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang sering mengeluh NPB
sebanyak 16 orang dan pekerja yang tidak mengeluh NPB sebanyak 14 orang.
Berdasarkan hasil uji didapatkan Pvalue sebesar 0.032 yang berarti ada hubungan
bermakna antara keluhan NPB dengan masa kerja pada proses penyulaman kain
tapis.
BAB VI
PEMBAHASAN
70
71
seperti
mengendarai
mobil,
melakukan
pekerjaan
rumah
atau
72
terus menerus, serta sikap paksa sewaktu bekerja sangat mungkin menimbulkan
kelelahan sampai rasa nyeri pada otot bersangkutan. Berdasarkan teori tersebut maka
untuk mengurangi risiko NPB pada pekerja sulam tapis dapat dilakukan sesuai
dengan posisi kerja yang nyaman serta melakukan peregangan otot.
73
di range skor action level berada di 1-2 dan 3-4 maka dapat dikategorikan dalam dua
kategori yakni Skor 1- 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada
perubahan dan Skor 3 4 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan.
Hasil yang didapat dari tabel 5.2 bahwa 86.7% pekerja termasuk dalam risiko
sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya perubahan dan yang
pekerja yang termasuk risiko rendah terdapat sebesar 13.3% diartikan masih dapat
diterima dan tidak perlu adanya perubahan. Sedangkan berdasarkan tabel 5.5
diketahui bahwa pekerja yang sering mengalami keluhan NPB dan termasuk pekerja
dengan risiko sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya
perubahan sebesar 50.0%, sedangkan pekerja yang sering mengalami keluhan NPB
dan yang termasuk pekerja dengan risiko rendah yaitu masih dapat diterima dan
tidak perlu adanya perubahan sebesar 75.0%. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa
tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB
(Pvalue = 0.602). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantana
(2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel
pekerjaan dengan keluhan Low Back Pain. Akan tetapi tidak sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang mengatakan bahwa
ada hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan keluhan muskoloskeletal.
Hal ini dimungkinkan pekerjaan menyulam tidak membutuhkan adanya pengerahan
otot yang berlebihan (over exertion), pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja
dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas
mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat, akan tetapi beban
yang ditanggung pekerja sulam sangat ringan yakni berupa benang dan jarum
74
sehingga force atau load tidak meningkatkan cidera punggung pada pekerja, hal ini
tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh (Humantech, 1995;
Tarwakaet al, 2004).
Berdasarkan obeservasi yang dilakukan terhadap pekerja sulam kain tapis di
Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 postur tubuh pekerja saat bekerja
banyak diantaranya merupakan postur janggal misalnya duduk tanpa sandaran
punggung atau pinggang, posisi kerja duduk dalam waktu kerja yang lama, tangan
bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal seperti saat menarik benang,
posisi punggung membungkuk dan ke depan. Menurut Tarwaka (2004) posisi
tersebut merupakan posisi janggal yang dapat menyebabkan NPB.
Namun tidak semua posisi tersebut dapat diambil gambarnya dengan baik,
karena situasi dan prosedur di tempat kerja yang tidak memungkinkan sehingga hasil
gambar yang didapatkan kurang maksimal. Untuk itu bagi peneliti selanjutnya agar
lebih memastikan pengambilan gambar atau video terkait postur tubuh pekerja di
tempat penelitian dapat dilakukan dari segala arah.
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk meminimalisasikan keluhan NPB
apabila merasakan nyeri punggung bawah ketika duduk terdapat beberapa hal yang
harus dilakukan yaitu melakukan relaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk
mencegah ketegangan otot, berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali
juga sangat membantu. Berjalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi
ketegangan otot, serta memperhatikan posisi duduk seperti hindari duduk dengan
mencondongkan kepala ke depan, karena dapat menyebabkan gangguan pada leher
serta duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan
75
leher dan juga hindari duduk tanpa sandaran karena dapat menyebabkan nyeri pada
punggung bawah (Republika, 2006).
76
bermakna antara usia dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.046). Sesuai dengan
Anggraini (2010) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan bermakna antara
usia dengan keluhan carpal tunner syndrom.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia
akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang
berusia 35 tahun. Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah
tulang belakang. Akibat proses tersebut terbentuk jaringan parut di diskus
invertebrata, jumlah cairan diantara sendi berkurang dan ruang diskus mendangkal
secara permanen. Akibatnya segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya.
Pendangkalan di ruang diskus akan mengurangi kemampuan tulang belakang
terutama daerah lumbal untuk menahan beban menjadi berkurang. Seharusnya
vertebra lumbal seharusnya mampu menahan 40-50% berat tubuh. Berkurangnya
kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh menyebabkan keluhan
nyeri punggung (Jatmikawati, 2006).
Variabel usia dalam penelitian ini memiliki hubungan bermakna dengan
keluhan NPB pada pekerja sulam kain tapis, dari hasil uji statistik antara kedua
variabel independen yaitu usia dengan kebiasaan olahraga didapatkan bahwa banyak
pekerja yang berusia 35 tahun ataupun yang berusia < 35 tahun tidak melakukan
olahraga. Hal-hal yang dimungkinkan dapat menyebabkan risiko NPB pada pekerja
yaitu pekerja telah melakukan pekerjaan sebelumnya sehingga pekerja merasakan
adanya keluhan NPB, terakumulasi dan dibawa ke tempat kerja. Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan adalah sebaiknya pekerja tidak membebani dengan pekerjaan
yang bisa menyebabkan otot punggung bawah lelah dan mengalami keluhan NPB
77
78
79
keluhan NPB (Pvalue = 0.077). Hal ini dikarenakan pekerja yang berindeks massa
tubuh normal dilihat dari postur saat mereka bekerja memiliki risiko untuk
terjadinya NPB jika dibandingkan dengan pekerja yang kurus ataupun gemuk, serta
pekerja yang berindeks massa tubuh normal kebanyakan dari mereka adalah pekerja
yang 35
menimbulkan keluhan NPB pada pekerja tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan (Jatmikawati, 2006) yang menyatakan juga tidak ada hubungan
bermakna antara indeks masa tubuh dengan kejadian nyeri punggung bawah.
Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Anggraini (2010) yang
mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan
carpal tunner syndrom, sesuai dengan yang dikemukakan oleh WHO (2005) yang
menyatakan indeks masa tubuh (IMT) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus
(<18.5) normal (18.5-25) dan gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan
berat badan maka orang tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari
depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus
berlanjut maka akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang
yang dapat menyebabkan NPB pada pekerja.
80
Berdasarkan tabel 5.3 pekerja yang tidak berolahraga sebesar 53.3% jika
dibandingkan dengan pekerja yang jarang berolahraga hanya 23.3% atau dengan
pekerja yang sering melakukan olahraga hanya 23.3%, dan berdasarkan tabel 5.6
didapatkan bahwa pekerja yang berolahraga dan sering mengalami keluhan NPB
sebesar 71.4% sedangkan pekerja yang jarang berolahraga dan sering mengalami
keluhan NPB sebesar 71.4% serta pekerja yang tidak berolahraga dan sering
mengalami keluhan NPB sebesar 37.5%, sedangkan hasil uji analisis bivariat antara
hubungan kebiasaan olahraga pada pekerja dengan keluhan NPB didapatkan bahwa
tidak ada hubungan bermakna yakni (Pvalue = 0.171).
Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmat (2007)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian NPB
dengan kebiasaan olahraga dengan Pvalue 0,029, sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Munir (2008) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena
buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang olahraga. Otot yang lemah
terutama perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Semakin
jarang seseorang berolahraga, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan.
Salah satu pilar penanganan NPB adalah dengan exercise atau latihan untuk
otot perut dan punggung. Bila otot abdomen dan otot punggung kita kuat, itu akan
membantu kita untuk menjaga postur tubuh yang baik dan menjaga agar tulang
belakang senantiasa berada pada lokasi yang tepat. Langkah pertama sebelum
melakukan aktivitas menyulam adalah pemanasan dengan aktivitas ringan seperti
81
berjalan santai. Beberapa latihan berikut ini, hanyalah suatu saran dan harus
disesuaikan dengan berbagai kondisi individual (Prodia, 2010).
Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa banyak pekerja yang
berolahraga. Ada beberapa pekerja yang berusia lebih dari 35 tahun berolahraga
seperti berjalan santai meskipun hanya beberapa kali dan setelah dilakukan
pengujian silang antara sesama variabel independen maka rata-rata pekerja yang
melakukan olahraga baik jarang ataupun sering yakni pekerja yang tidak merokok
hal tersebut bisa berdampak dengan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga
dengan keluhan NPB yang terjadi pada pekerja.
82
bahwa pekerja sudah mulai bekerja dari muda sampai berusia 35 tahun masih
bekerja sebagai penyulam kain tapis, sehingga dampak dari keluhan NPB telah
berakumulasi. Serta hal lain yang ikut menyumbangkan dalam terjadinya keluhan
NPB pada pekerja kain tapis yaitu target untuk menyelasaikan sehelai kain yang
diberikan sampai selesai, sehingga pekerja memforsir diri mereka untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka dan pekerja mengabaikan istirahat atau relaksasi.
Hal ini sesuai dengan Rihiimaki et al (1989) menjelaskan bahwa masa kerja
mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan juga penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2010) juga menyebutkan ada hubungan bermakna antara
masa kerja dengan keluhan carpal tunner syndrom.
Upaya yang bisa diberikan untuk meminimalisasi dengan terjadinya keluhan
NPB terkait dengan masa kerja pada pekerja kain tapis adalah sebaiknya pekerja
khususnya pekerja yang telah bekerja lama sebagai penyulam kain tapis lebih
banyak melakukan peregangan otot atau relaksasi agar dampak NPB yang telah
terakumulasi dapat dicegah (Republika, 2006).
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis di
Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 pekerja yang yaitu yang
sering mengalami keluhan NPB (53.3%) jika dibandingkan dengan pekerja
yang tidak mengalami keluhan NPB (46.7%)
2. Dengan menggunakan analisis univariat diketahui bahwa:
a. Faktor Pekerjaan
Gambaran faktor pekerjaan diukur dengan RULA didapatkan distribusi
tingkat risiko NPB pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art
Bandar Lampung skor 2 yaitu risiko masih dapat diterima dan tidak
perlu ada perubahan (13.3%) dibandingkan dengan skor 3 yaitu
investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan (86.7%).
b. Faktor Individu
1) Pekerja dengan usia 35 tahun lebih banyak jika dibandingkan
dengan pekerja yang berusia < 35
2) Kebiasaan merokok pada pekerja lebih banyak yang tidak merokok
jika dibandingkan dengan pekerja yang merokok ringan.
83
84
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Pekerja Sulam Kain Tapis
a. Pekerja melakukan relaksasi dengan berdiri setiap 30 menit sekali agar
meringankan kerja otot pinggang.
b. Apabila ada keluhan nyeri punggung bawah segera berobat ke puskesmas
setempat atau dokter.
85
DAFTAR PUSTAKA
Anderson GBJ. Epidemiological Features of Chronic Low Back Pain. Lancet 1999;
354:581-5.
Airiza, 2006. Menghindari Nyeri Pinggang Bawah. Republika 11 Juni 2006
Aryanto, Pongki Dwi. 2008. Gambaran Risiko Ergonomi dan keluhan
Musculoskeletal pada Penjahit Sektor Informal. Skripsi. Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Amalia, Dina. Tinjauan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Unit Produksi
Industri Garment PT. INTI GRAMINDO PERSADA Tahun 2007. Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
Anggraini, Dwi Ranti. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Carpal
Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pengguna Komputer di Head Office PT.
Bukaka Teknik Utama Cileungsi Bogor Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. 1998.
Bernard, Bruce, et all, Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors, A Critical
Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal
Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back, US Department of
Health and Human Services, Public Health Service, Centers for Disease
Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health,
1997.
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: mcGraww Hill, Inc.
Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and muculoskeletal disorders: overview.
Occupational Medicine. Oxford University Press
Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based
on Workplace Evaluation of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S
Department of Health and Human Services. NIOSH.
Ergonomi. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Available at :
http://www.depkes.go.id ((diakses pada tanggal 04 September 2010)
86
87
Ernawati, DR. 2002. Nyeri Pinggang Bawah pada Pekerja Bagian Produksi Bumbu
Makanan di Pabrik X Purwakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia.
Grandjean, E. 1990. Fitting the task to the Human. London : Taylor & Francis Inc.
Hartiyah. 2009. Hubungan Berdiri Lama dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah
Miogenik Pada Pekerja Kasir. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
Humantech Inc. 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia
: Protector and Gamble Inc.
International Labour Organitation. 1998. Work Organitation and Ergonomics, ILO.
Jatmikawati. 2006. Analisis Risiko Ergonomi yang Berhubungan dengan Kejadian
Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Taksi X. Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia
Musculoskeletal disorders (MSDs) in HORECA European Agency for Safety and
Health at Work, 2000. Available at : http://osha.europa.eu/en/publications/efacts/efact24
NIOSH. 1997. A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related
Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back.
Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama.
Jakarta : Guna Widya.
Oborne. David J. 1995. Ergonomics at work 3rd Edition : Human Factors in Design
and Development, University of Wales Swansea, John Wiley & Sons Ltd.
England :xiv + 442
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publisher Inc, USA.
Prodia. Nyeri Punggung Bawah. Available at : http://prodiaohi.co.id/en/articles/8nyeri-punggung-bawah.html (diakses pada tanggal 29 November 2010)
Pulat, B. 1997. Fundamental of Industrial Ergonomics
Rahayu, Sri. 2004. Analisis Risiko Ergonomi Pada Perawat Terhadap Kemungkinan
Timbulnya MSDs Akibat Postur Janggal di RSU Serang, Banten. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
http://athaliwa.wordpress.com/2008/12/14/kain-tapis-lampung (diakses pada tanggal
08 Agustus 2010)
88
Analisis Univariat
Frequencies
Statistics
Valid
keluhannpb
30
pekerjaanklp
30
usiakelompok
30
merokok
kelompok
30
Missing
Frequency Table
keluhannpb
Valid
tidak pernah
Frequency
14
Percent
46.7
Valid Percent
46.7
Cumulative
Percent
46.7
100.0
sering
16
53.3
53.3
Total
30
100.0
100.0
pekerjaanklp
Valid
Skor 1-2
Frequency
4
Percent
13.3
Valid Percent
13.3
Cumulative
Percent
13.3
Skor 3-4
26
86.7
86.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
usiakelompok
Frequency
Valid
<35
11
>=35
19
Total
30
Percent
Valid Percent
36.7
Cumulative
Percent
36.7
36.7
63.3
63.3
100.0
100.0
100.0
merokok kelompok
Valid
tidak merokok
merokok
Total
30
kebiasaanol
ahraga
30
IMT
Frequency
23
Percent
76.7
Valid Percent
76.7
Cumulative
Percent
76.7
23.3
23.3
100.0
30
100.0
100.0
IMT
Valid
Cumulative
Percent
10.0
Frequency
3
Percent
10.0
Valid Percent
10.0
normal
21
70.0
70.0
80.0
gemuk
20.0
20.0
100.0
30
100.0
100.0
kurus
Total
kebiasaanolahraga
Valid
jarang
Frequency
7
Percent
23.3
Valid Percent
23.3
Cumulative
Percent
23.3
16
53.3
53.3
76.7
100.0
tidak
ya
Total
23.3
23.3
30
100.0
100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
Total
Percent
Percent
pekerjaanklp *
keluhannpb
30
100.0%
.0%
30
100.0%
usiakelompok *
keluhannpb
30
100.0%
.0%
30
100.0%
merokok kelompok *
keluhannpb
30
100.0%
.0%
30
100.0%
IMT * keluhannpb
30
100.0%
.0%
30
100.0%
kebiasaanolahraga *
keluhannpb
30
100.0%
.0%
30
100.0%
pekerjaanklp * keluhannpb
Crosstab
keluhannpb
tidak
pernah
pekerjaanklp
Skor 1-2
Count
% within
pekerjaanklp
Skor 3-4
Total
sering
25.0%
75.0%
100.0%
13
13
26
50.0%
50.0%
100.0%
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
Count
% within
pekerjaanklp
Total
Count
% within pekerjaanklp
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
.871(b)
.351
.156
.693
.913
.339
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.602
Linear-by-Linear
Association
.842
N of Valid Cases
30
.359
Lower
Upper
.333
.031
3.638
.500
.088
2.850
1.500
.757
2.973
N of Valid Cases
30
.352
usiakelompok * keluhannpb
Crosstab
keluhannpb
tidak pernah
usiakelompok
<35
Count
>=35
% within
usiakelompok
Count
% within
usiakelompok
Count
Total
% within usiakelompok
Total
sering
11
18.2%
81.8%
100.0%
12
19
63.2%
36.8%
100.0%
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
.017
3.999
.046
6.016
.014
Value
5.662(b)
df
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.026
5.473
.019
N of Valid Cases
30
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13.
Risk Estimate
Lower
Upper
.130
.022
.779
.288
.078
1.056
2.221
1.158
4.260
N of Valid Cases
30
.021
merokok kelompok
tidak merokok
tidak pernah
11
Count
% within merokok
kelompok
merokok
Count
% within merokok
kelompok
Total
Count
% within merokok kelompok
Total
sering
12
23
47.8%
52.2%
100.0
%
42.9%
57.1%
100.0
%
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0
%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity
Correction(a)
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
.818
.000
1.000
.053
.817
Value
.053(b)
df
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
1.000
.051
.821
N of Valid Cases
30
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27.
Risk Estimate
Lower
Upper
1.222
.222
6.730
1.116
.429
2.903
.913
.431
1.936
N of Valid Cases
30
.581
IMT * keluhannpb
Crosstab
keluhannpb
IMT
kurus
tidak pernah
0
Count
.0%
100.0%
100.0%
12
21
57.1%
42.9%
100.0%
33.3%
66.7%
100.0%
Count
% within IMT
gemuk
Count
% within IMT
Total
Count
% within IMT
sering
3
% within IMT
normal
Total
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
3.980(a)
5.135
2
2
.137
.077
.161
.688
30
a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for IMT
(kurus / normal)
(a)
a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
kebiasaanolahraga * keluhannpb
Crosstab
keluhannpb
kebiasaanolahraga
jarang
tidak pernah
2
Count
% within
kebiasaanolahraga
tidak
ya
28.6%
71.4%
100.0%
10
16
62.5%
37.5%
100.0%
28.6%
71.4%
100.0%
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
Count
% within
kebiasaanolahraga
Total
Count
% within kebiasaanolahraga
sering
5
Count
% within
kebiasaanolahraga
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
3.453(a)
3.534
30
Likelihood Ratio
N of Valid Cases
2
2
.178
.171
a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
kebiasaanolahraga
(jarang / tidak )
(a)
a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
masakerja
30
Missing
Percent
100.0%
N
0
Percent
.0%
Total
N
30
Percent
100.0%
Descriptives
Statistic
masakerja
Mean
Std. Error
10.267
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound
1.0170
8.187
Upper Bound
12.347
5% Trimmed Mean
10.000
Median
9.000
Variance
31.030
Std. Deviation
5.5704
Minimum
Maximum
25
Range
23.0
Interquartile Range
8.3
Skewness
.816
.427
Kurtosis
.245
.833
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic
df
masakerja
.188
a Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig.
30
.008
masakerja
masakerja Stem-and-Leaf Plot
Frequency
Stem &
2.00
13.00
7.00
6.00
1.00
1.00
Stem width:
Each leaf:
0
0
1
1
2
2
.
.
.
.
.
.
Leaf
22
5556677777778
0000133
555689
0
5
10
1 case(s)
Statistic
.930
df
Sig.
30
.049
Expected Normal
-1
-2
0
10
15
Observed Value
20
25
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
0
10
15
Observed Value
20
25
25
20
15
10
masakerja
NPar Tests
Descriptive Statistics
massakerjaklp
N
30
Mean
.37
Std. Deviation
.490
Minimum
0
Maximum
1
keluhannpb
30
1.07
1.015
Mann-Whitney Test
Ranks
keluhannpb
massakerjaklp
Mean Rank
Sum of Ranks
tidak pernah
14
18.57
260.00
sering
16
12.81
205.00
Total
30
Test Statistics(b)
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
massakerj
aklp
69.000
205.000
-2.140
.032
.077(a)
No Kuisioner :
KUISIONER
No
A. Karakteristik Pekerja
Jawaban
Diisi Oleh
Peneliti
1.
Nama Responden
2.
Tanggal Lahir
3.
Berat Badan........ Kg
A2 [
A3[
C4 [
Tinggi Badan....... cm
B. Masa Kerja
1.
Mulai
kapan
anda
bekerja
sebagai
penyulam
2.
3.
Apakah
sebelumnya
Anda
pernah
Ya
Tidak
C. Kebiasaan Merokok
1.
Ya
Tidak
3.
4.
Filter
Kretek
tiap harinya
5.
Ya
Jika
Tidak
tidak
selesai
di
pertanyaan
8.
Sejak
kapan
merokok.
anda
mulai
berhenti
Filter
Kretek
D. Kebiasaan Olahraga
1.
Apakah
olahraga
anda
memiliki
kebiasaan Ya
Tidak
Dilanjutkan ke pertanyaan
keluhan nyeri punggung bawah
2.
D2 [
E3 [
E4 [
E5 [
E6 [
3.
4.
Tidak pernah
a. Lari
b. Jalan pagi
c. Senam
d. Lainnya.....
Berapa lama anda butuhkan untuk 10 menit
berolahraga
< 10 menit
Jenis olahraga yang anda lakukan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Lembar Observasi
No
Langkah
Beban
Frekuensi
Durasi