You are on page 1of 4

BAB III

ANALISIS KASUS

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I


karena penderita berusia 26 tahun dan kondisi pasien tersebut sehat organik,
fisiologik, psikiatrik, dan biokimia. Rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu
anestesi regional dengan blok spinal.
Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacaine.
Kerja bupivacaine adalah dengan menghambat konduksi saraf yang menghantarkan
impuls dari saraf sensoris. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak memiliki efek
samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi lokal disesuaikan
dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan.
Ondansetron

8mg/4ml

diberikan

sebagai

premedikasi.

Ondansetron

merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan


sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3
ke dalam usus dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen
vagal lewat reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual
dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi
Analgetika yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran juga tidak
menimbulkan ketagihan. Obat yang digunakan ketorolac, merupakan anti inflamasi
non steroid (AINS) bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis
prostaglandin dengan analgesic yang kuat secara perifer atau sentral. Juga memiliki
efek anti inflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat mengatasi rasa nyeri ringan
sampai berat pada kasus emergensi seperti pada pasien ini. Mula kerja efek analgesia
ketorolac mungkin sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih panjang dibanding
opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam pemberian IV/IM, lama efek
analgesiknya adalah 4-6 jam.

31

32

Oksitosin adalah hormon protein yang dibentuk di nucleus paraventrikel


hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan dari hipofisis posterior. Oksitosin
menstimulasi kontraksi otot polos uterus yang menyebabkan peningkatan intensitas
kontraksi uterus saat terjadi kemajuan persalinan dan mendekati pelahira. Tujuan
pemberian oksitosin adalah untuk terjadinya kontraksi uterus setiap 2-3 menit yang
berlangsung kurang lebih 45-60 detik. Oksitosin dapat diberikan melalui intravena,
intramuscular. Oksitosin bekerja dalam waktu satu menit setelah pemberian intravena,
peningkatan kontraksi uterus dimulai hampir bersamaan, kemudian menjadi stabil
selama 15-60 menit.
Methergin 0.125 mg merupakan obat golongan alkaloid ergot semi sintetis yang
mengandung zat aktif methylergonovine maleate. Methergin 0.125mg tersedia dalam
bentuk tablet. Obat ini bekerja pada otot polos rahim secara langsung meningkatkan
tonus, frekuensi, dan amplitudo dari ritme kontraksi rahim. Peningkatan kontraksi ini
berguna untuk mencegah dan mengontrol perdarahan rahim setelah melahirkan (post
partum). Methergin bekerja cepat, yaitu sekitar 5-10 menit setelah diminum. Obat ini
dapat digunakan setelah kelahiran plasenta untuk keadaan sebagai berikut:

Atonia uterus;

Perdarahan uterus karena trauma mekanik seperti luka lecet atau robekan;

Subinvolusi uterus, keadaan di mana uterus gagal untuk kembali ke ukuran


normal sebelum kehamilan yang daat disebabkan oleh sisa plasenta atau
infeksi rahim. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan rahim selama masa
nifas.

Digunakan pada pengontrolan perdarahan kala 2 persalinan setelah lahirnya bahu


depan bayi.
Asam traneksamat merupakan golongan obat anti-fibrinolitik. Obat ini dapat
digunakan untuk menghentikan pendarahan pada sejumlah kondisi, misalnya
pendarahan pascaoperasi, mimisan, pendarahan akibat menstruasi berlebihan, dan
pendarahan pada penderita angio-edema turunan. Asam traneksamat bekerja dengan

33

cara menghambat pecahnya gumpalan darah sehingga pendarahan tidak terjadi lagi.
Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan awal adalah 1000 mg yang
dikonsumsi sebanyak 3 dosis per hari, selama jangka waktu maksimal empat hari.
Untuk kasus menstruasi parah, dosis bisa ditingkatkan namun maksimum adalah
4000 mg per hari.
Pada pengelolaan cairan selama satu jam operasi, pasien diberikan cairan
sebanyak 1000 cc yang terdiri dari 2 RL. Menurut perhitungan teoritis, pemberian
cairan dilakukan berdasarkan perhitungan pengeluaran cairan dan maintanance
cairan. Berikut perincian pada 1 jam pertama :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 60 x 2 cc = 120 cc

2. Pengganti Puasa

= 6 x 120

3. Stress operasi 6 cc/kgBB/jam

= 60 x 6 cc = 360 cc

Jadi kebutuhan cairan jam I :

= x 720 +120 + 360= 840 cc 2 flab RL

= 720 cc

Operasi berlangsung selama 1 jam, sehingga kebutuhan cairan pasien adalah


sebanyak 840 cc. Kemudian setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan
pada kasus ini yaitu sebanyak 100 cc. Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih
dari 20 % Estimated Blood Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian
transfusi darah. Pada pasien ini, perkiraan perdarahan adalah 100 cc, dimana EBVnya adalah 3640 cc.
EBV wanita dewasa = 80 cc/kgBB
= 60 x 80 cc

= 4800 cc

Sehingga didapatkan jumlah perdarahan (% EBV) adalah 2,08 %


% EBV = 100/4800 x 100%
Oleh karena perdarahan pada kasus ini kurang dari 20% EBV maka tidak
diperlukan tranfusi darah. Dengan pemberian cairan rumatan (koloid 1flab) sudah

34

cukup untuk menangani banyaknya perdarahan.


Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 60 x 2 cc

= 120 cc/jam

2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan infuse 1 cc ~ 20 tetes


adalah 120/60 x 20 tetes = 40 tetes/menit
Pasca operasi, pasien dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan
baik. Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti,
pasien kemudian dibawa ke paviliun untuk dirawat dengan lebih baik. Yang harus
diperhatikan adalah:
a. Pasien tidur terlentang dengan bantal tinggi selama minimal 12 jam pasca operasi
b. Jika pasien sadar penuh dan peristaltik (+) boleh minum/makan sedikit-sedikit
setelah operasi
c. Kontrol tekanan darah, nadi, dan respirasi setiap 1 jam
d. O2 2 liter/menit dengan menggunakan kanul O2
e. Cairan infuse RL 30 tetes/menit
f. Jika ada mual muntah diberikan ondansetron 4 mg intravena
g. Jika pasien kesakitan diberikan ketorolac 30 mg intravena
h. Jika nadi < 60 kali/menit diberikan sulfas atropine 0,25 mg intravena
i. Jika tekanan darah sistolik < 90 mmHg diberikan efedrin 10 mg intravena
j. Monitor balance cairan

You might also like