You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang
memerlukan

terapi

medis

secara

berkelanjutan.

Penyakit

ini

semakin berkembang dalam jumlah kasus begitu pula dalam hal


diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat luas, penyakit ini lebih
dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari berbagai
penelitian, terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik
di dunia maupun di Indonesia (Rachmawati dkk, 2007).
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena
penyakit

ini

dapat

mengenai

semua

organ

tubuh

dan

mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang serius pada organ


tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah serta
menimbulkan berbagai macam keluhan. International Diabetes
Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di
dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab
kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka
kejadian diabetes me litus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa
dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes melitus.
Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan
prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya
prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko

yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya
kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar
pinggang dan umur (Harding, 2003).
1.2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan dengan diabetes mellitus?
Bagaimakah anatomo dan fisiologi dari sel Beta pankeas?
Apakah etiologi dari penyakit diabetes mellitus?
Bagaimakah patifisiologi dari diabetes mellitus?
Apa saja klasifikasi dari diabetes mellitus?
Bagaimana tanda dan gejala dari diabetes mellitus?
Apa saja yang dapat diakukan dalam diagnose diabetes

mellitus?
h. Bagaimakah penatalaksanaan diabetes mellitus?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai
penyelesaian tugas mata kuliah farmakoterapi serta membantu
mahasiswa dalam memahami materi kuliah tentang diabetes
mellitus.

BAB II
DIABETES MELITUS

2.1.

Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes melitus berasal dari bahasa Yunani diabainein,

"tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis"
yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang
terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan (Anonim
2007). Menurut Tim FKUI (1999) menyebutkan bahwa

yang

dimaksud dengan diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia


kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
WHO

menyatakan

Diabetes

mellitus

adalah

keadaan

hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan


keturunan

secara

hyperglikemia

kronis

bersama-sama,
tidak

dapat

mempunyai
disembuhkan

karakteristik
tetapi

dapat

dikontrol. Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA)


Diabetes

mellitus

merupakan

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi


insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar pancreas
2.2.1.
Anatomi Kelenjar Pancreas
Menurut Sherwood (2001) pankreas adalah suatu organ yang
terdiri dari

jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin

pankreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim-enzim


pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran
pencernaan. Diantara sel-sel eksokrin pankreas tersebar pulaupulau, salah satunya sel endokrin yang juga dikenal sebagai pulaupulau Langerhans.
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada
duodenum dan terdapat kurang lebih 200000-1800000 pulau
Langerhans (Braunstern 1987). Dalam pulau Langerhans normal
manusia dewasa, jumlah sel beta berkisar antara 75%-80% dari
populasi sel pulau Lagerhans (Pebroot 1979). Pankreas terdiri dari
dua jenis jaringan utama, yakni: asini yang mensekresikan getah
pencernaan ke dalam duodenum, dan pulau Langerhans yang tidak
mengeluarkan getahnya ke luar namun mensekresikan insulin dan
glukagon langsung ke dalam darah (Guyton 1994).

Gambar 1. Anatomi kelenjar


pancreas
2.2.2.

Fisiologi kelenjar pancreas

Pankreas menghasilkan insulin melalui sel beta, kemudian


disalurkan ke pembuluh darah untuk diedarkan menuju sel-sel.
Sewaktu molekul-molekul nutrien memasuki darah selama keadaan
absorbtif, insulin meningkatkan penyerapan karbohidrat, lemak, dan
protein oleh sel dan konversi, masing-masing menjadi glikogen,
trigleserida dan protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam
dengan mengubah transportasi nutrisi yang spesifik dari darah ke
dalam sel atau dengan mengubah aktifitas enzim-enzim yang
terlibat dalam jalur metabolik tertentu ( Sherwood 2001).

Gambar 2. Fisiologi kelenjar


pancreas

2.3.

Etiologi
Secara umum diabetes melitus disebabkan oleh gangguan

metabolisme yang menghambat aktivitas insulin, antara lain pada


kasus peningkatan aktivitas glukagon atau produksi insulin yang
kurang. Kekurangan insulin disebabkan oleh perubahan degeneratif
dari sel-sel beta, penurunan efektifitas hormon dan tumor endokrin
yang

menyebabkan

penurunan

sekresi

hormon.

Perubahan

degenerative dari sel beta pankreas sering merupakan akibat


sekunder

adanya

degeneratif

seperti

peradangan

pada

vakuolisasi

bagian

sitoplasma

eksokrin.
akibat

Lesio

akumulasi

glikogen dalam sel, sering ditemukan pada kasus resistensi insulin.


Misnadiarty (2006) berpendapat bahwa dengan meningkatnya
umur,

maka

intoleransi

terhadap

glukosa

juga

meningkat.

Intoleransi glukosa pada usia lanjut berkaitan dengan obesitas,


aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit
penyerta dan penggunaan obat-obatan sehingga terjadi penurunan
sekresi insulin dan resistensi insulin.

Penyebab diabetes lainnya adalah: kadar kortikosteroid yang


tinggi, kehamilan (diabetes gestasional) yang akan hilang setelah
melahirkan, obat-obatan yang dapat merusak pankreas dan racun
yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (Anonim
2007).

2.3.1.

Faktor resiko

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM


tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang
tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain.
Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM berkaitan
dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi :
a. Genetik (Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus)
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai
gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen
resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen
resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
b. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes
Mellitus adalah > 45 tahun.
c. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat
badan bayi >4000gram (Bennett, 2008).
Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
a. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar
glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23
dapat

menyebabkan

peningkatan

kadar

glukosa

darah

menjadi 200mg%. 1,2


b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat
dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau
meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi
pembuluh darah perifer.
c. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak


darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara
kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl)
sering didapat pada pasien Diabetes.
d. Alcohol dan rokok
Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama
pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula
darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan
meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol
lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski,
240 ml wine atau 720 ml.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah
penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom
metabolic memiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki
riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral
rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, kebiasaan
merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein (Hakim, 2010).

2.4.

Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi

etiologis

DM

menurut

American

Diabetes

Association (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:


a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/IDDM

DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta


pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini
terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Manifestasi

klinik

pertama

dari

penyakit

ini

adalah

ketoasidosis.
b.

Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent


Diabetes Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia
tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam
jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan
turunnya

kemampuan

insulin

untuk

merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk


menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak
aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada
adanya

glukosa

bersama

bahan

sekresi

insulin

lain

sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi


terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya
resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini
sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada
defek genetik fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin


lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan
kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya DM tipe lain
dapat dilihat pada tabel 1.
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional

berhubungan

dengan

meningkatnya

komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki


risiko lebih

besar untuk menderita DM yang menetap

dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

2.5. Patofisiologi
2.6. Gejala Klinis
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik
Gejala akut diabetes melitus yaitu :

a. Poliphagia (banyak makan)

b. Polidipsia (banyak minum)


c. Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
d. Nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan
cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu)
e. Mudah lelah.
Gejala kronik diabetes melitus yaitu :

a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa kebas di kulit
d. Kram
e. Kelelahan dan mudah mengantuk,
f. Pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
g. Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi
impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4kg.
2.7. Diagnosis
Diagnosis DM tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar
adanya glukosuria, melainkan harus memenuhi criteria diagnosis :
a. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL (hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperhatikan saat
makan terakhir) ATAU
b. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL
(pasien puasa/tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam) ATAU
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL
Bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria Normal atau
DM maka dapat digolongkan ke dalam kelompok:

a. TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) bila pada TTGO kadar


glukosa plasma 140-199 mg/dL
b. GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) bila kadar glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dL

Langkah diagnostik diabetes mellitus (DM) dan


gannguan toleransi glukosa (GTG)
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Edukasi
Tim

kesehatan

mendampingi

pasien

dalam

perubahan

perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan


keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif

dan berupaya

meningkatkan motivasi

pasien untuk

memiliki

perilaku sehat.1,8
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien
penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi
yang mungkin timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan
perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi
pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri,
perawatan

kaki,

ketaatan

pengunaan

obat-obatan,

berhenti

merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan


kalori dan diet tinggi lemak.8
2.8.2.

Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu


makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masingmasing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar
25g/hari.1
2.8.3.

Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masingmasing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan
yang bersifat aerobic seperti berjalan santai, jogging, bersepeda
dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas
insulin.1
2.8.4.

Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan


pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.1 Obat yang
saat ini ada antara lain:
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pancreas
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau

kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada
orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta

malnutrisi
b. Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih

ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.


Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia

postprandial
2. Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid9
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan
adalah Metformin.

Metformin menurunkan glukosa

darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin


pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan

menurunkan produksi glukosa hati.


Metformin merupakan pilihan

utama

untuk

penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan


disertai resistensi insulin.
b. Tiazolidindion1,9

Menurunkan

resistensi

meningkatkan

jumlah

insulin
protein

dengan
pengangkut

glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa

perifer.
Tiazolidindion

dikontraindikasikan

pada

gagal

jantung karena meningkatkan retensi cairan.


3. Penghambat glukoneogenesis:
a. Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga

mengurangi produksi glukosa hati.


Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi
ginjal dengan kreatinin
gangguan

fungsi

hati,

serum
serta

> 1,5 mg/


pasien

dL,

dengan

kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis


Metformin
tidak
mempunyai
efek
samping

hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea.


Metformin mempunyai efek samping pada saluran
cerna (mual) namun bisa diatasi dengan pemberian

sesudah makan.
4. Penghambat glukosidase alfa :
a. Acarbose
Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus.
Acarbose juga tidak mempunyai efek samping
b. hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea.
Acarbose mempunyai efek samping pada saluran

cerna yaitu kembung dan flatulens.


Penghambat
dipeptidyl
peptidase-4

(DPP-4)

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu


hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di
mukosa usus. Peptida ini disekresi bila ada makanan
yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat bagi

insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1


secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak
aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat
meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat
penglepasan glukagon.
b. OBAT SUNTIKAN
1. Insulin
Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal
(saat puasa/sebelum makan) dan insulin prandial (setelah
makan). Terapi insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non Ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi Obat Hipoglikemia Oral

(OHO) dosis hampir maksimal


Kendali kadar glukosa darah buruk (Hb A1c > 7,5%

atau kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL


Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,

stroke)
Kehamilan

terkendali dengan diet.


Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO
Riwayat pankreatektomi/disfungsi pankreas, riwayat

dengan

DM

gestasional

yang

tidak

fl uktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat


ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5
tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

Penggunaan insulin lebih dini dan lebih agresif memberi


hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan
masalah glukotoksisitas, ditunjukkan dari perbaikan fungsi sel
beta pankreas. Insulin juga dapat mencegah kerusakan
endotel, menekan proses infl amasi, mengurangi kejadian
kombinasi OHO dan insulin. Sesuai dengan keadaan fisiologis
tubuh, idealnya insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal
dan tiga kali insulin prandial setelah makan (1 unit insulin
untuk setiap 15 gram karbohidrat/ 60 kalori); dapat dimodifi
kasi untuk kenyamanan pasien. 4-7
Bagi pasien kritis di ruang intensif, terapi insulin
mengacu pada protocol van den Berghe; dimulai dengan
infuse D5%100 ml/jam, bila terdapat syringe pump siapkan 50
unit insulin regular diencerkan dengan NaCl 0,9% hingga 50ml
(1ml NaCl=1unit insulin); bila diperlukan 5 unit perjam,
kecepatan 5 ml/jam. Bila tidak ada syringe pump dapat
dengan infus, misal 12 unit insulin dalam 500 mL larutan NaCl
0,9%; 1 unit/jam = 1 botol/12 jam; 2 unit/jam = 1 botol/ 6 jam
(1ml cairan infus = 20 tetes makro = 60 tetes mikro).8
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin
tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat

penglepasan glucagon
Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan

sulfonylurea
Efek samping antara lain gangguan saluran cerna
seperti mual muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM ini, maka dapat


dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup
sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS
yang terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk
pengaturan

makan

secara

konsisten,

dan

melakukan

latihan

jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat


terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini.
Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka
diberikan monoterapi OHO. Pemberian OHO dimulai dengan dosis
kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda tergantung
jenisnya, misalnya :
a.
b.
c.
d.
e.

Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan.


Glinid diberikan sesaat sebelum makan.
Metformin bias diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan.
Acarbose diberikan bersama makan suapan pertama.
Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4
inhibitor dapat diberikan saat makan atau sebelum makan.
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum

terkendali maka diberikan kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi


harus dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda, misalnya golongan
sulfonilurea dan metformin. Bila dengan GHS dan kombinasi terapi 2
OHO glukosa darah belum terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang
pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO atau GHS dan kombinasi
terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin
basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yangn
diberikan malam hari menjelang tidur.

Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali


maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin
intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal
untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat
atau kerja pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial.
Kombinasi insulin basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang
terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial. Algoritma tata laksana
selengkapnya dapat dilihat pada bagan berikut ini :

You might also like