Professional Documents
Culture Documents
DISERTASI
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
ABSTRAK DISERTASI
ABSTRAK DISERTASI
Oleh
Promotor :
Prof. Dr. Susanto Imam Rahayu
Dr. Aloysius Rusli
Dr. M. Wono Setya Budhi, M.Si.
ABSTRAK DISERTASI
Telah dilakukan penelitian tentang kontribusi reaksi kimia pada teori kinetik gas
dalam sistem gas rapat bermolekul identik dimana reaksi kimia berlangsung. Studi
dilakukan secara analitik dengan menggunakan tumbukan-tumbukan dari molekul
model bola keras yang mengalami reaksi melalui model Present. Tumbukan
antarmolekul dibatasi pada tumbukan dua benda dengan mengabaikan pengaruh
tumbukan tiga benda atau tumbukan-tumbukan berorde lebih tinggi.
Studi ini berbeda dari studi sebelumnya oleh Prigogine dan Xhrouet, yang
memasukkan faktor reaksi kimia begitu saja ke persamaan Boltzmann dengan cara
menambahkan suku yang mengandung kebolehjadian reaksi. Pekerjaan ini diawali
dengan menurunkan persamaan Boltzmann diperluas dari persamaan Liouville
dengan pendekatan hirarki BBGKY. Pengaruh reaksi kimia dimasukkan melalui
persamaan BBGKY dengan mendefinisikan kebolehjadian reaksi pada hirarki
orde pertama dan kerapatan orde satu. Pemasukan kebolehjadian reaksi ini
memecah operator antaraksi menjadi operator antaraksi elastik ij dan operator
antaraksi reaktif ij* . Operator antaraksi elastik bekerja dalam dua arah, sedangkan
operator antaraksi reaktif berdasarkan asumsi reaksi berlangsung cukup dini hanya
bekerja searah yaitu menuju ke pembentukan hasil reaksi. Berdasarkan hal ini,
persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi kemudian dapat
diturunkan secara sistematis.
Persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi diselesaikan dengan cara
gangguan Chapman dan Enskog untuk memperoleh ungkapan fungsi distribusi
sesuai dengan orde-orde gangguan yang diinginkan. Sampai tahap pendekatan
kedua yang disebut tahap pendekatan Navier-Stokes, hasil penyelesaian
persamaan Boltzmann yang diperoleh kemudian diterapkan untuk mendapatkan
ungkapan bagi koefisien-koefisien transpor gas.
P = pU
1/ 2
1/ 2
q=
1/ 2
5 mkT
1 mkT
S 2
2
8
6
75k kT
64 2 m
27 *
n 3 1 +
U iu
4 kT
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT T
5 mkT
=
16 2
1/ 2
1 mkT
= 2
27 *
n 3 1 +
,
4 kT
1/ 2
75k kT
=
64 2 m
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT .
Dengan demikian, rasio dua koefisien transpor dalam gas rapat bereaksi terhadap
koefisien transpor standar yang diambil dari gas tidak rapat juga dapat ditentukan,
= 1,
0
2
*
= 1 + n 3 1 + 2
,
0
3
kT
Dalam penelitian ini, pengaruh reaksi kimia tidak muncul pada ungkapan
koefisien viskositas geser. Viskositas geser dalam sistem gas rapat bereaksi yang
diperoleh melalui penelitian ini sama seperti viskositas geser dalam gas tidak
rapat. Hasil ini berbeda dari hasil penelitian Snider dan Curtiss dalam gas rapat
yang menunjukkan keberadaan koreksi kerapatan pada ungkapan viskositas geser.
Perbedaan terjadi karena efek reaksi kimia dan koreksi-koreksi kerapatan
menghilang dalam penurunan ungkapan viskositas geser tersebut.
Reaksi kimia juga memberikan koreksi terhadap koefisien hantaran kalor pada
tingkatan kerapatan lebih tinggi. Pengaruh reaksi kimia terhadap koefisien
hantaran kalor ini bervariasi dengan energi pengaktifan, dimana hantaran kalor
yang diperoleh meningkat dengan bertambahnya energi pengaktifan reaksi.
ABSTRACT OF DISSERTATION
The effect of chemical reaction in the kinetic theory of gases was studied for a
dense gas system made up of identical molecules undergoing chemical reactions.
It is deduced analytically, using collisions of hard sphere molecules reacting
through Pressents model of chemical reaction. Molecular interactions are
restricted to binary collisions, by neglecting the effect of triple or higher order
collisions.
The present study differs from that of Prigogine and Xhrouet, where a chemical
reaction factor was inserted into the Boltzmann equation by adding a term
including chemical reaction probability. The study started by deriving a
generalized Boltzmann equation from the Liouville equation, using the BBGKYs
hierarchy approach. The influence of chemical reactions was inserted by
introducing a reaction probability, , to the first order hierarchy and density
term. Inserting this probability separates the interaction operator into an elastic
interaction operator ij and a reactive one ij* . The first operator operates
symmetrically in time. Assuming the reactions has proceeded only for a short time
so that the latter operator only operates in one direction to get reaction products.
The BBGKYs equation inserted by the influence of chemical reactions then used
to derive the generalized Boltzmann equation systematically for dense gas
reacting systems.
The generalized Boltzmann equation for dense gas reacting systems was solved by
the Chapman and Enskog perturbation method, to obtain expressions for the
distribution function to any perturbation order. In the Navier-Stokes
approximation, the solution of this equation is then used to get expressions for the
gas transport coefficients.
P = pU
1/ 2
1/ 2
q=
1/ 2
5 mkT
1 mkT
S 2
2
8
6
75k kT
64 2 m
27 *
n 3 1 +
U iu
4 kT
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT T
the diameter of molecule, S the rate of shear tensor, u the mean velocity of
gases, n the number density, and * the activation energy. From these two
expressions, we obtained expressions for transport properties like the coefficient
of shear viscosity , bulk viscosity , and thermal conductivity , i.e.
1/ 2
5 mkT
=
16 2
1/ 2
1 mkT
= 2
27 *
n 3 1 +
,
4 kT
1/ 2
75k kT
=
64 2 m
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT .
The ratios of two of these transport coefficients to their standard expressions for a
dilute non-reacting gas are
= 1,
0
2
*
= 1 + n 3 1 + 2
.
0
3
kT
where 0 and 0 are the standard coefficient of shear viscosity and thermal
conductivity. The bulk viscosity vanishes for a dilute gas. This result is agrees
with the literature, where the bulk viscosity vanishes for an ideal monoatomic gas.
This study shows that chemical reactions do not affect the shear viscosity
coefficient. The shear viscosity in dense gas reacting system obtained through this
study is the same as the shear viscosity in a dilute gas. The effect of chemical
reactions and the density corrections were neglecting from its derivation.
The influence of chemical reactions gives rise to a new expression for the bulk
viscosity, where the effect of chemical reactions arises as a separate term. This
expression is a new one, because in the research of Snider and Curtiss on dense
gases by using collisions of a hard sphere molecule model, the value of bulk
viscosity coefficient is found to be zero. The bulk viscosity did not arise also in
the research of Alves and Kremer, which uses a chemical equilibrium approach in
a binary mixture of ideal gases.
DISERTASI
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
I Gusti Made Sanjaya
Oleh
I Gusti Made Sanjaya
Menyetujui
Tim Promotor
Tanggal 3 April 2004
Ketua
Anggota
Anggota
Janganlah berorientasi ke masa lampau, selain kilas sekejap agar dapat mengevaluasi diri,
karena secara alami manusia melangkah ke depan walaupun hanya berbekalkan peluangpeluang keberhasilan namun itulah spirit menjadi kreatif.
Semoga Yang Maha Kuasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis.
xvii
DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMA KASIH
xvii
DAFTAR ISI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BAB
I PENDAHULUAN
1. Persamaan Liouville
2. Persamaan BBGKY
10
12
20
20
24
29
42
48
54
56
59
59
60
61
2. Aliran energi
65
65
66
69
1. Kesimpulan
69
71
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
76
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A
76
Lampiran B
78
xix
80
BAB I
PENDAHULUAN
Termodinamika sebagai sains makroskopis telah banyak dipelajari.1,2 Pengkajian
dilakukan secara umum melalui metode termodinamika berlandaskan persamaan
fundamental Gibbs.
Teori kinetik gas yang berbasiskan persamaan Boltzmann telah berhasil memberi
landasan molekuler pada gejala-gejala transpor gas. Di awal-awal penurunan bagi
Gas tidak rapat secara fisik dicirikan oleh tumbukan dua benda. Sistem dianggap
serba sama sehingga di antara dua titik tidak ada beda harga fungsi distribusi
tunggal. Pada gas agak rapat, dengan koreksi kerapatan orde satu, beda harga
fungsi distribusi tunggal pada jarak antarmolekul tidak bisa diabaikan.18,22 Pada
kerapatan lebih tinggi lagi, kebolehjadian tumbukan tiga benda menjadi lebih
besar sehingga antaraksi demikian perlu mendapatkan perhatian. Dengan kata
lain, pada gas rapat secara umum terdapat pengaruh tambahan akibat tumbukan
benda banyak.
Sistem gas bereaksi atau sistem gas dimana reaksi kimia berlangsung juga telah
banyak diteliti23-43 untuk melihat sumbangan reaksi kimia pada teori kinetik gas.
Prigogine dan Xhrouet23 membahas pengaruh reaksi kimia sebagai gangguan
terhadap fungsi distribusi kesetimbangan. Hirschfelder, Curtiss, dan Byron Bird24
mengembangkan teori antaraksi reaksi kimia dengan proses transpor berdasarkan
terjadinya tumbukan reaktif yang mengganggu fungsi distribusi kecepatan
molekul. Pressent25 mengembangkan suatu model reaksi yang secara formal
menghasilkan koreksi terhadap tetapan laju reaksi. Rice26 membahas sifat
viskositas dalam gas encer bereaksi. Ross dan Mazur27 mempelajari beberapa
metoda deduktif teori mekanika statistik pada kinetika kimia yang secara formal
membahas koreksi-koreksi pada tetapan laju reaksi. Pyun dan Ross28 mempelajari
kebergantungan posisi dari efek-efek ketaksetimbangan dalam reaksi-reaksi fasa
gas. Xystris dan Dahler29-32 mempelajari model transpor massa dan momentum
dalam campuran gas encer bereaksi. Popielawski35 mempelajari teori antaraksi
reaksi kimia dengan aliran kental dalam gas encer. Cukrowski dan Popielawski36
mengembangkan teori pengaruh reaksi kimia pada koefisien viskositas dalam gasgas encer. Baradja37 mengembangkan teori pengaruh reaksi kimia terhadap
viskositas gas dengan cara membahas penyelesaian persamaan Boltzmann sampai
pendekatan ketiga, yaitu pendekatan Burnett. Kurniawati38 berdasarkan gagasan
yang dikembangkan Delale34 membahas landasan kinetik bagi pengaruh reaksi
kimia pada koefisien fenomenologi. Gagasan tersebut kemudian diterapkan pada
tumbukan-tumbukan molekul model bola keras oleh Sanjaya dan Imam
Rahayu39,41 untuk mempelajari pengaruh reaksi kimia pada koefisien-koefisien
fenomenologi dalam campuran gas bereaksi. Imam Rahayu40 mempelajari
pengaruh reaksi kimia terhadap proses difusi dalam campuran gas-gas yang
menyimpulkan bahwa pada pendekatan linear proses difusi tak dipengaruhi oleh
reaksi kimia. Gunawan42 membahas kontribusi dinamika reaksi molekular
terhadap persamaan perubahan Navier-Stokes bagi sistem reaksi gas dua
komponen. Alves dan Kremer43 mempelajari pengaruh reaksi kimia pada
koefisien-koefisien transpor gas dari campuran biner menggunakan pendekatan
kesetimbangan kimia. Berbagai usaha penelitian pada permasalahan reaksi kimia
tersebut dilakukan dengan membatasi bahasan pada reaksi antarmolekul yang
diperlakukan sebagai bola keras.
Penelitian pengaruh reaksi kimia sampai saat ini lebih banyak dilaksanakan pada
sistem gas tidak rapat. Penelitian-penelitian tersebut berbasiskan persamaan
Boltzmann diperluas bagi gas bereaksi yang pertama kali dikembangkan oleh
Prigogine dan Xhrouet, dimana faktor reaksi kimia dimasukkan begitu saja ke
persamaan Boltzmann dengan cara menambahkan suku yang mengandung
kebolehjadian reaksi.23 Pengaruh reaksi kimia yang muncul pada persamaan
Tensor tekanan secara umum melibatkan tekanan hidrostatik, viskositas geser dan
viskositas bulk. Untuk gas monoatomik dalam sistem gas tidak rapat, viskositas
bulk sama dengan nol.6 Viskositas bulk tidak sama dengan nol diperoleh pada
sistem gas rapat.6 Viskositas bulk tak nol juga diperoleh pada gas poliatomik,
walaupun bernilai kecil.24 Dengan demikian, pada penelitian ini, pengaruh reaksi
kimia dari gas bermolekul identik diteliti dalam sistem gas rapat bereaksi atau
sistem gas berkerapatan molekul tinggi dimana reaksi kimia berlangsung.
Dalam penelitian ini, studi pengaruh reaksi kimia dilakukan secara analitik dalam
sistem gas rapat bermolekul identik. Pendekatan dalam penelitian ini berbeda dari
pendekatan Alves dan Kremer43 yang menggunakan sistem mendekati tahap akhir
reaksi sehingga sistem mendekati kesetimbangan kimia.
Persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi yang diperoleh melalui
penelitian ini kemudian diselesaikan dengan cara gangguan Chapman dan Enskog.
Hasilnya diterapkan untuk menentukan koefisien-koefisien transpor dalam sistem
gas rapat bereaksi atau sistem gas rapat dimana reaksi kimia berlangsung.
BAB II
PERSAMAAN BOLTZMANN BAGI GAS RAPAT BEREAKSI
f N = f N ( r N , v N ; t ) f N ( r1 ,..., rN , v1 ,..., v N ; t ) ,
(1)
( r1 ,..., rN , v1..., v N ) ,
dengan
(r
, v N ) ( r1 ,..., rN , v1..., v N )
dan
f (r
Karena
, v N ; t ) dr N dv N = N !
partikel-partikel
bergerak
(2)
pada
lintasan
masing-masing
fN
dalam
dapat
t i =1 ri t v i t
dt
(3a)
df N f N N f N i f N i
=
+
iri +
i vi .
t i =1 ri
v i
dt
(3b)
atau
ri =
1 H
m v i
dan v i =
1 H
,
m ri
(4)
t m i =1 v i ri ri v i
dt
(5)
H =
i =1
mvi2
+
2
j > i =1
ij
(6)
1 N N mvi2
+
m l =1 v l i =1 2
f N
N mvi2
rl rl i =1 2
ij i
j > i =1
f
1
= vi i N
ri m
i =1
N
f N
v l
ij i
j > i =1
ij f N ij f N
i
i
+
r
v
r
v
j > i =1
i
i
j
j
(7)
df N f N N
f
1
=
+ vi i N
dt
t i =1
ri m
ij f N ij f N
+
i
i
.
j > i =1
i v i r j v j
N
(8)
Dengan menggunakan notasi kurung siku Poisson, persamaan (5) dapat ditulis
sebagai
df N f N
=
+ [ H , fN ]
dt
t
(9)
dengan
1
i =1
[ H , ... ] = i
m
r v
i
H
i
v i ri
(10)
waktu.
Karena
itu,
perubahannya
memenuhi
persamaan
f N
+ [H , fN ] = 0 .
t
(11)
LN [ H ,
1 N H H
i i ,
m i =1 ri v i v i ri
(12)
10
+ LN f N = 0 .
t
(13)
Berdasarkan definisi operator Liouville (12) dan definisi Hamiltonian bagi N partikel dari sistem gas bukan gas ideal (6) maka operator Liouville dapat ditulis
ulang ke dalam bentuk berikut,
LN = K N O N .
(14)
K N = xi
(15)
i =1
dengan
xi = v i i
.
ri
(16)
j > i =1
(17)
ij
dengan
ij =
1 ij ij
+
i
i
m ri v i r j v j
(18)
LN = x
i =1
j > i =1
ij
(19)
(20)
2. Persamaan BBGKY
Bagi sistem makroskopis, penjelasan lengkap tentang perilaku seluruh N partikel
berorde 1023 tidak diperlukan.40 Yang dibutuhkan adalah informasi sejumlah
11
kecil,
s , partikel dengan
f s ( x s ; t ) f s ( r1 ,..., rs , v1 ,..., v s ; t ) ,
1
f N ( x N ; t ) dxs +1...dxN .
( N s )!
(21)
N
+ LN f N ( x ; t ) dxs +1...dxN = 0
( N s )! t
(22a)
N
N
x
ij f N ( x N ; t ) dxs +1...dxN = 0 .
( N s )! t i =1
j > i =1
(22b)
atau
f N ( x N ; t ) dxs +1...dxN =
fs ( xs ; t ) .
( N s )! t
t
(23)
x
f
x
t
dx
dx
=
xi f s ( x s ; t ) .
;
...
(
)
i N
s +1
N
( N s)! i =1
i =1
(24)
( N s )! j >i =1
f ( x ;t ) +
s
j >i =1
ij
i =1
i , s +1 s +1
(x
s +1
; t ) dxs +1.
(25)
Hasil akhir dari penyelesaian persamaan (22b) kemudian diperoleh dalam bentuk
suatu persamaan yang disebut sebagai persamaan BBGKY,5,12,24
12
f s ( x s ; t )
t
+ xi f s ( x s ; t )
s
i =1
f ( x ;t ) =
s
j > i =1
ij
i =1
i , s +1 s +1
(x
s +1
; t ) dxs +1
(26a)
atau
s
s
+
=
L
f
x
;
t
i , s +1 f s +1 ( x s +1 ; t ) dxs +1
)
s s(
i =1
(26b)
dengan
s
Ls = xi
i =1
j > i =1
ij
(27)
+ L1 f1 ( x1 ; t ) = 12 f 2 ( x1 , x2 ; t ) dx2 ,
t
(28a)
+ L2 f 2 ( x1 , x2 ; t ) = (13 + 23 ) f 3 ( x1 , x2 , x3 ; t ) dx3 ,
t
(28b)
dan seterusnya. Pada masing-masing tahap dalam hirarki tampak bahwa fungsi
distribusi di ruas kiri berorde satu lebih rendah dibandingkan yang di ruas kanan.
Dengan demikian, untuk memperoleh fungsi distribusi tunggal, f1 , diperlukan
informasi tentang fungsi distribusi pasangan, f 2 , dan seterusnya.
3. Penurunan persamaan Boltzmann bagi gas rapat bereaksi
Seperti dijelaskan di atas, untuk memperoleh harga f1 diperlukan informasi
tentang f 2 . Dengan demikian, sebelum menyelesaikan persamaan BBGKY orde
pertama (28a) maka perlu diperhatikan persamaan BBGKY orde dua (28b) untuk
memperoleh ungkapan bagi f 2 .
Pada kerapatan gas sangat rendah dapat digunakan andaian bahwa kebolehjadian
antaraksi tiga partikel sangat kecil. Sumbangan antaraksi tersebut dapat diabaikan
pada ruas kanan persamaan (28b), sehingga persamaan tersebut menjadi
+ L2 f 2 ( x1 , x2 ; t ) = 0
t
(29)
13
(30)
(31)
(32)
dimana secara eksplisit ditunjukkan pada partikel nomor berapa operator aliran
tersebut bekerja.
Dalam penelitian terhadap pengaruh reaksi kimia ini, dibahas tumbukantumbukan dari model molekul bola keras yang mengalami reaksi melalui model
Present.25 Reaksi kimia yang dipelajari hanya berdasarkan antaraksi reaktif dari
dua buah partikel yang bertumbukan sehingga tumbukan tiga benda maupun
tumbukan yang berorde lebih tinggi dapat diabaikan. Keadaan reaksi dianggap
cukup dini sehingga reaksi balik juga dapat diabaikan.
14
2
*
2
+ L1 f1 ( x1 ; t ) = dx2 (1 ) 12 f 2 ( x ; t ) + dx212 f 2 ( x ; t ).
t
(33)
Suku integral pertama di ruas kanan persamaan ini hanya melibatkan tumbukan
elastik, adapun suku integral kedua melibatkan tumbukan reaktif. Operator
antaraksi elastik ditandai dengan 12 , sedangkan operator antaraksi reaktif
ditunjukkan dengan 12* .
tc .
(34)
(35)
1
dengan St( ) ( i ) adalah suatu operator yang bekerja dengan cara membawa fasa
+ L1 f1 ( x1 ; t ) = dx2 (1 ) 12 S f1 ( x1 ; t ) f1 ( x2 ; t )
t
+ dx2 S f1 ( x1 ; t ) f1 ( x2 ; t ).
*
12
(36)
15
Pada persamaan (36) telah digunakan definisi dari gabungan operator aliran S ,
S lim S ( 2t ) ( i, j ) St(1) ( i ) St(1) ( j ) ,
t
(37)
yang bekerja dengan cara membawa kedua partikel berantaraksi mundur terhadap
waktu ke keadaan pratumbukan melalui lintasan antaraksi, kemudian membawa
partikel-partikel maju ke waktu semula melalui lintasan partikel-partikel bebas.
Kedua fungsi distribusi tunggal di ruas kanan persamaan (36) masih dievaluasi di
dua titik berbeda yaitu r1 dan r2 . Untuk mengevaluasi pada satu titik, operator
aliran S yang bekerja pada fasa kedua partikel saat bertumbukan dapat ditulis
dalam bentuk lain dengan menggunakan fungsi delta Dirac,
S f1 ( x1 ; t ) f1 ( x2 ; t ) = S ( r1 z1 ) ( r2 z 2 ) ( v1 1 ) ( v 2 2 )
f1 ( z1 , 1 ; t ) f1 ( z 2 , 2 ; t ) dz1dz 2 d1d2 .
(38)
1
r1 = R r
2
(39a)
1
r2 = R + r .
2
(39b)
R adalah koordinat pusat massa dan r merupakan koordinat relatif sebagai jarak
antara kedua partikel. Berdasarkan hubungan ini,
S ( r1 z1 ) ( r2 z 2 ) = ( r1 + 12 r 12 r z1 ) ( r1 + 12 r + 12 r z1 ) ,
(40)
mengingat S hanya berpengaruh pada posisi relatif kedua partikel, tidak pada
koordinat pusat massa. Pengaruhnya pada persamaan di atas ditulis dalam bentuk
S r = r . Ruas kanan persamaan (40) dapat diuraikan secara Taylor disekitar r1 .
Hasil uraian, yang dibatasi pada suku-suku linear terhadap turunan fungsi delta,
adalah
16
( r1 + 12 r 12 r z1 ) ( r1 + 12 r + 12 r z 2 )
= ( r1 z1 ) ( r1 z 2 ) + 12 r ' ( r1 z1 ) ( r1 z 2 )
(41)
+ 12 r ( r1 z1 ) ' ( r1 z 2 ) + 12 r ( r1 z1 ) ' ( r1 z 2 )
12 r ' ( r1 z1 ) ( r1 z 2 ) + ....
+ L1 f1 ( r1 , v1 ; t ) = (1 ) g12 i f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2
r
t
+ 12 (1 ) g12 i r i1drdv 2
r
+ 12 (1 ) g12 i r i 2 drdv 2
r
(42a)
+ 12* f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2
+ 12 12* r i1drdv 2
+ 12 12* r i 2 drdv 2 .
dengan g12 merupakan kecepatan relatif dari partikel ke 2 terhadap partikel ke 1.
Karena operator antaraksi reaktif, 12* , hanya bekerja dengan cara mengubah
partikel-partikel reaktan yang bertumbukan untuk menghasilkan produk reaksi
dan tidak bekerja pada jarak relatif antarpartikel maupun pada gradien fungsi
distribusi antarpartikel, maka suku integral kelima dan keenam di ruas kanan
persamaan
(42a)
dapat
diabaikan.
Persamaan
(42a)
kemudian
dapat
disederhanakan menjadi
+ L1 f1 ( r1 , v1 ; t ) = (1 ) g12 i f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2
r
t
+ 12 (1 ) g12 i r i1drdv 2
r
+ 12 (1 ) g12 i r i 2 drdv 2
r
+ 12* f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2 .
(42b)
17
Suku pertama sampai ketiga di ruas kanan persamaan (42b) mewakili sumbangansumbangan yang berkaitan dengan tumbukan elastik dimana suku kedua dan
ketiga di ruas kanan persamaan (42b) merupakan sumbangan transfer tumbukan.
Sumbangan ini muncul akibat ada gradien fungsi distribusi tunggal di antara
posisi kedua molekul bertumbukan yang ditunjukkan oleh fungsi-fungsi vektor 1
dan 2 , yaitu:
1 =
f1 ( r1 , v1 ; t )
f ( r , v ; t )
f1 ( r1 , v 2 ; t ) + f1 ( r1 , v1 ; t ) 1 1 2
r1
r1
(43)
f ( r , v ; t )
f ( r , v ; t )
2 = 1 1 2
f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) 1 1 1 .
r1
r1
Sekarang perhatikan suku integral pertama dan suku integral terakhir di ruas
kanan persamaan (42b). Kedua jenis antaraksi tersebut dievaluasi dalam koordinat
silindrik yang sumbu silindernya dibuat paralel dengan kecepatan relatif g12 .
Bila laju perginya partikel-partikel melalui tumbukan elastik maju diungkapan
f ( r , v ; t ) f ( r , v ; t )(1 ) g ( ) d dv
dengan
12
f ( r , v ; t ) f ( r , v ; t ) g ( ) d dv
12
, maka
f ( r , v ; t ) f ( r , v ; t )g ( ) d dv
1
12
(44)
f ( r , v ; t ) f ( r , v ; t ) (1 ) g ( ) d dv dv
1
'
1
'
2
12
mewakili
18
f ( r , v ; t ) f ( r , v ; t ) (1 ) g ( ) d dv
1
'
1
'
2
12
(45)
(1 ) g
12
f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2
r
+ 12* f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) drdv 2
= f1 ( r1 , v ; t ) f1 ( r1 , v ; t ) f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) g12 ( ) d dv 2
'
1
(46)
'
2
+ 12 (1 ) g12 i r i1drdv 2
r
+ 12 (1 ) g12 i r i 2 drdv 2 .
r
(47)
Suku kedua di ruas kanan persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi
(47) menunjukkan sumbangan reaksi kimia. Suku ketiga dan keempat
menunjukkan ketakseragaman ruang antaraksi dalam gas rapat yang dirujuk
sebagai sumbangan transfer tumbukan. Pada sumbangan transfer tumbukan
19
terhadap persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat dalam sistem bereaksi
tersebut terlihat ada pengaruh reaksi kimia dalam faktor (1 ) .
BAB III
PENYELESAIAN PERSAMAAN BOLTZMANN DIPERLUAS
A + A produk .
(48)
Keadaan sistem dianggap cukup dini sehingga tumbukan reaktif balik dapat
diabaikan. Berikut adalah persamaan Boltzmann diperluas untuk sistem semacam
ini, setelah mengabaikan tumbukan tiga benda maupun tumbukan berorde lebih
tinggi, yang disusun ulang dari persamaan (47),
W f1 = J e + J1 + J 2 J r .
(49)
( )
(50)
Suku kedua dan ketiga merupakan koreksi kerapatan yang dirujuk sebagai
sumbangan transfer tumbukan akibat keberadaan gradien fungsi distribusi di
antara kedua inti molekul yang bertumbukan sehingga terjadi perpindahan sesaat
momentum maupun energi kinetik dari inti satu molekul ke inti molekul lain pada
saat bertumbukan dimana sumbangan transfer tumbukan ini telah dipengaruhi
oleh reaksi kimia yang diperlihatkan oleh faktor (1 ) ,
J1 =
(1 ) g12 i ri1drdv 2
2
r
(51a)
J2 =
(1 ) g12 i ri 2 drdv 2 .
2
r
(51b)
( )
(52)
21
iW f1 ( v1 ) = i J e + i J1 + i J 2 i J r .
(53)
Disini telah digunakan notasi ... sebagai integral terhadap ruang kecepatan v1 ,
(54)
Substitusi ungkapan (50) ke suku pertama ruas kanan persamaan (53) diikuti
simetrisasi menghasilkan
(55)
yang menyatakan perubahan i akibat tumbukan elastik. Bagi besaran-besaran
yang bersifat kekal dalam tumbukan, persamaan sama dengan nol karena
1 + 2 = 1' + 2' .
(56)
Besaran i semacam itu dikenal sebagai summational invariant. Besaranbesaran tersebut adalah massa, momentum dan energi kinetik
i = m ; mVi ;
1
2
mVi 2 .
(57)
(58)
u=
1
v i f1 ( ri , v i ; t ) dv1 ,
n
(59)
22
Karena definisi (56) bagi besaran-besaran yang kekal terhadap waktu kalau
disubstitusikan ke persamaan (55) menyebabkan persamaan tersebut sama dengan
nol, maka persamaan perubahan (53) kemudian bisa direduksi menjadi lebih
sederhana,
iW f1 ( v1 ) = i J1 + i J 2 i J r .
(60)
Berdasarkan hal ini maka ada tiga macam persamaan perubahan diperoleh untuk
tiga harga i , yaitu:
1.1. Persamaan kontinuitas untuk i = 1 ,
W f1 ( v1 ) = J1 + J 2 J r .
(61)
m V1W f1 ( v1 ) = m V1 J1 + m V1 J 2 m V1 J r .
(62)
1
1
1
1
m V12W f1 ( v1 ) = m V12 J1 + m V12 J 2 m V12 J r .
2
2
2
2
(63)
Persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi (49) yang merupakan
persamaan integrodiferensial disusun ulang dalam bentuk berikut agar dapat
diselesaikan dengan cara gangguan yang dikembangkan oleh Chapman-Enskog,
J e = W f1 + J1 + J 2 J r .
(64)
(65)
m
f1 ( v1 ) = n
2 kT
32
e mV1
2 kT
(66)
23
f dv
e
= n,
mV f dv
1 e
(67a)
= 0,
(67b)
1
3
m V12 f e dv1 = nkT .
2
2
(67c)
(68)
fungsi
distribusi
f1 = f1 ( v i )
yang
diungkapkan
dalam
(69)
Agar normalisasi pada persamaan (67a) sampai (67c) terjaga untuk setiap harga
, maka fungsi-fungsi koreksi f1( r ) ; r = 1, 2,....; pada uraian (69) harus memenuhi
persyaratan
( )
f ( v ) dv
r
=0,
( )
mV f ( v ) dv
r
1 1
= 0,
1
r
m V12 f1( ) ( v1 ) dv1 = 0 .
2
(70a)
(70b)
(70c)
24
( f ( ) + f ( ) +
J e( ) + J e( ) + 2 J e( ) + ... = W
0
f1( ) + ...
2
(1)
( 2)
+ J 2 + J 2 + J 2 + ...
2
(71)
J r( 0) 2 J r(1) 3 J r( 2) ...
Persamaan lebih lanjut dikelompokkan berdasarkan orde parameter gangguan,
0 : J e( 0) = 0 ,
(72a)
(72b)
(72c)
(
)
J ( ) = J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ),
J ( ) = J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ),
J e( 0) = J f1( 0) , f1( 0) ,
1
e
(73)
(
)
J ( ) = J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ),
J ( ) = J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ) + J ( f ( ), f ( ) ),
J r( 0) = J r f1( 0) , f1( 0) ,
1
(74)
dan seterusnya. Berdasarkan hal ini maka persamaan Boltzmann akan diselesaikan
secara bertahap.
m mV12
f1( 0) = f1( 0) ( v1 ) = n
e
2 kT
2 kT
(75)
25
Persamaan
perubahan
pada
pendekatan
orde
nol
diperoleh
dengan
0
mensubstitusikan f1( ) ( v1 ) ke persamaan (60),
iW f1( 0) ( v1 ) = i J1( 0) + i J 2( 0) i J r( 0) .
(76)
0
Ungkapan W f1( ) ( v1 ) di ruas kiri persamaan dapat ditulis dengan notasi lebih
+ n i
iu + in V1 i n
+ V1 i i +
i
Dt
r1
r1
r1 Dt V1
Dt
u
( 0)
( 0)
( 0)
i V1 :
= i J1 + i J 2 i J r .
V1
r1
Persamaan
i = 1 ; mVi ;
lalu
1
2
dievaluasi
dengan
mensubstitusikan
(77)
berturut-turut
Dn
0
= n iu n 2 kr( ) ,
Dt
r1
(78)
Du
1
0
iP ( ) ,
=
r1
Dt
(79)
DE ( )
0
0
= E( ) + p
iu 12 m V12 J r( )
Dt
r1
0
(80)
0)
(81a)
26
Dengan demikian, tetapan laju reaksi k r( 0 ) pada tahap pendekatan Euler berbentuk
kr( ) =
0
1
n2
( )
( )
f ( v ) f ( v ) g ( )d dv dv .
0
'
1
'
2
12
0)
(81b)
orde nol
P (0) = pU
(82)
(83)
dan U merupakan tensor satuan. Notasi B menandai koefisien virial kedua yang
muncul akibat ada koreksi kerapatan pada persamaan keadaan.24 Koefisien virial
ini berkaitan dengan potensial antaraksi melalui2,16
B = B (T ) = 12 e12 / kT 1 dr .
(84)
= nm .
(85)
Pada persamaan neraca energi (80) telah digunakan ungkapan kerapatan energi
yang didefinisikan oleh Susanto Imam Rahayu,16 dimana kerapatan energi pada
tahap Euler E ( ) didefinisikan melalui
0
E (0)
1
1
0
m V12 f1( ) ( v1 ) dv1 + 12 f 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t ) drdv 2 dv1 .
2
2
(86)
0)
terhadap
Dt
T n Dt n T Dt
(87)
27
E( ) =
0
3
dB
nkT n 2 kT 2
.
2
dT
(88)
Sekarang perhatikan suku terakhir persamaan (80) yang ditulis dengan ungkapan
lebih panjang,
( )
1
1
0
0
0
m V12 J r( ) = mV12 f1( ) v 1 f1( ) ( v 2 ) g12 ( ) d dv 2 dv1 ,
2
2
dengan menggunakan f1(
0)
(v ) f ( ) (v ) = f ( ) (v ) f ( ) (v )
'
1
'
2
(89)
Ungkapan (89) dapat ditulis ulang dengan cara lain setelah melakukan simetrisasi,
1
0
m V12 J r( )
2
1 1
1
0
0
= mV12 + mV22 f1( ) v 1 f1( ) ( v 2 ) g12 ( ) d dv 2 dv1.
2 2
2
( )
(90)
Evaluasi terhadap persamaan ini dilakukan dengan mengubah kecepatan partikelpartikel ke kecepatan pusat massa G dan kecepatan relatif g12 ,
1
V1 = G g12 ,
2
1
V2 = G + g12 .
2
(91)
(92)
28
Dengan demikian, persamaan (87) dapat ditulis ulang dalam bentuk sebagai
berikut
DE ( )
1
d ( 0)
3
0
= E( ) + p
iu n 2 kT + n 2 kT 2
kr .
2
Dt
dT
r1
2
0
(93)
E ( 0)
3 4
dB 2 2 d 2 B
=
+ nT
Cv =
nk
1
nT
.
T
2
3
dT
3
dT
(94)
iu
=
E ( 0) + p
Dt
Cv n T Dt Cv
r1
1 3
1
d ( 0)
n 2 kT + n 2 kT 2
kr .
2
Cv 2
dT
(95)
DT
n E ( 0)
1
0
E( ) + p
=
iu
iu
Dt Cv n T r1
Cv
r1
1 E ( 0) 2 ( 0) 1 3 2
1 2 2 d ( 0)
+
n kr n kT + n kT
kr .
Cv n T
Cv 2
2
dT
(96)
n kr =
n kTkr n kT
Cv n T
Cv 2
dT
(97)
+ n3kT 2
Dt
Cv T n r1
Cv 2
dT
dT
(98)
29
(99)
Suku integral di ruas kanan secara prinsip sama dengan bentuk kedua dari
ungkapan (73),
J e( ) = J f1( ) , f1(
1
0)
) + J ( f ( ), f ( ) ) .
0
(100)
f1 = f1(0) + f1(1)
(101a)
= f1(0)(1 + ).
Ke dalam ungkapan fungsi distribusi ini telah dimasukkan fungsi gangguan orde
pertama melalui penulisan koreksi pertama dalam bentuk
f1( ) = f1( ) ,
1
(101a)
1 (1)
Je
n2
1
= 2 f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) { + 1 ' + 1' } g12 ( )d dv 2 ,
n
I ( ) =
(102)
(103)
30
yang merupakan persamaan integral linier tak homogen dari fungsi gangguan .
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan cara mengkombinasikan penyelesaian
persamaan homogen dengan penyelesaian khususnya.
0)
( v1 )
+ i J1(
0)
+ i J 2(
0)
i J r(
0)
= n 2 i I ( ) .
(104)
(104a)
1
0
0
f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) { + i ' + i' }{ + 1 ' + 1' } g12 ( )d dv 2 dv1.
4
(104b)
Di sisi lain, ungkapan (104b) juga dapat dianggap sebagai hasil simetrisasi dari
integral
(104c)
i I ( ) = I ( i ) ,
(105)
(106)
maka integral di ruas kiri (105) sama dengan nol sehingga integral di ruas kanan
persamaan (104) juga sama dengan nol. Dengan demikian, ruas kiri persamaan
31
(103) sebagai bagian tak homogen harus ortogonal terhadap semua penyelesaian
persamaan (106), yaitu
iW f1(
0)
( v1 )
+ i J1(
0)
+ i J 2(
0)
i J r(
0)
=0
(107)
1
2
mVi 2 ,
W f1( 0) =
f1( 0)
f ( 0)
+ v1 i 1
t
r1
sesuai pendefinisian W
(108)
D ln f1( 0)
ln f1( 0) Du ln f1( 0) ln f1( 0)
u ( 0)
+ V1 i
i
V:
f1 .
Dt
Dt
r
V
V
r
1
1
1
1
W f1( 0) =
0)
(109)
(110)
32
Dt
r1
V1
0
V1 i
0)
5 mV 2
dB
ln T
ln n
= 1 + n B + T
2nBV1 i
.
V1 i
r1
r1
dT
2 2kT
(111)
1
X1X1 = X1X1 X 12U ,
3
(112)
U:
=
iu ,
r1 r1
(113)
ln f1( 0)
u m
u 1 mV12
iu .
V
V
V
=
+
1:
1 1:
V1
r1 kT
r1 3 kT r1
(114)
Dari (110), (111), dan (114) serta dengan mendefinisi variabel tanpa dimensi W1 ,
1/ 2
m
W1 =
2kT
V1 ,
(115)
W f1
1/ 2
dB
ln T
u
2kT 5
2
=
+ 2 W1W1 :
W1 + n B + T
W1 i
r1
r1
dT
m 2
2 3
7 dB 2 2 d 2 B
+ n W12 B + T
T
iu
3 2
3 dT 3 dT 2 r1
1/ 2
8kT
2
nBV1 i
ln n
r1
dB 2 2 d 2 B 3
dkr( )
dB ( 0)
2 4
2 1
2
nT
+
W
nT
n
T
kr
+ 1 + nT
1
dT 3
dT 2 2
dT
dT
3 3
2
3 0 0
nkr( ) f1( ) .
2
(116)
33
merupakan bagian dari J1( 0) dan J 2( 0) . Kedua fungsi vektor tersebut dapat ditulis
dengan cara lain, yaitu:
ln n
m
1 = 2
3
kT
r1
u 0
2 1 2 ln T m
0
G i f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) (117a)
+
G + g
kT
4 r1
r1
ln T
u 0
m
0
+ g i f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) .
( G ig )
r1
r1
kT
2 =
(117b)
V1 + V 2
,
2
(118)
g = V 2 V1 ,
(119)
1 dan 2 dari
J1( 0) = (1 ) g12 i
ln n ( 0)
irf1 ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) drdv 2
r r1
2 1 2 ln T ( 0)
irf1 ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) drdv 2
G + g
4 r1
(120)
1
m
u ( 0)
( 0)
+
(1 ) g12 i Gr ( G ir )U : f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
3
kT
r
r1
1
m
(1 ) g12 i 3
2
r kT
m
3kT
(1 ) g
12
dan
J1( ) =
m
2kT
(1 ) g
12
ln T ( 0)
0
irf1 ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
( G ig )
r
r1
m
2kT
(1 ) g
12
1
u ( 0)
0
f1 ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
gr ( g ir ) U :
r
3
r1
m
3kT
(1 ) g
12
(121)
34
Berikut adalah hasil pensubstitusian (116), (120) dan (121) ke ruas kiri persamaan
(103) yang disertai pengelompokan masing-masing suku sesuai jenis gradien dari
besaran-besaran makroskopis,
K i
ln T
u
L :
M
iu N = n 2 I ( ) .
r1
r1
r1
(122)
5 mV12
( 0)
+
1
nB
(
)
W1 f1 ( v1 )
2 2kT
1
m 2 1 2 ( 0)
( 0)
+ (1 ) g12 i 3
G + g r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
r kT
2
4
1/ 2
2kT
K =
m
2kT
(1 ) g
12
(123a)
L = 2 W1W1 f1( 0) ( v1 )
m
kT
m
2kT
M=
(1 ) g
12
(1 ) g
1
0
0
Gr ( G ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
r
3
12
(123b)
1
0
0
gr ( g ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2 ,
r
3
2 3
7 dB 2 2 d 2 B ( 0)
T
n W12 B + T
f1 ( v1 )
3 2
3 dT 3 dT 2
m
3kT
m
6kT
( 0)
( 0)
(1 ) g12 i r ( gir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2 ,
(1 ) g
12
(123c)
dkr( )
dB 2 2 d 2 B 3
dB ( 0) ( 0)
2 4
2 1
nT
+ n 2T
N = 1 + nT
W
nT
kr f1 ( v1 )
1
2
dT 3
dT 2
dT
dT
3 3
2
nkr( 0) f1( 0) ( v1 ) + J r( 0) .
(123d)
Setara dengan ruas kiri persamaan (122) maka fungsi gangguan juga dihasilkan
sebagai kombinasi lurus gradien besar-besaran makroskopis,
= Ai
ln T
u
B :
C iu H .
r1
r1
r1
(124)
35
Pada persamaan ini, A adalah besaran vektor, B merupakan tensor tak divergen
atau tensor tanpa trace, C dan H adalah skalar.
(125a)
n2 I (B ) = L ,
(125b)
n2 I (C ) = M ,
(125c)
n2 I ( H ) = N .
(125d)
K dv
= 0,
(126a)
L dv
=0,
(126b)
M dv
=0,
(126c)
N dv
= 0.
(126d)
(127a)
B = U (W1 ) W1W1 ,
(127b)
C = C (W1 ) ,
(127c)
H = H (W1 ) .
(127d)
36
Sm
( m + n )!( x ) .
( x) =
p = 0 ( m + p ) !( n 1) ! p !
p
(128)
(128a)
S m( ) ( x ) = m + 1 x ,
(128a)
S m( ) ( x ) =
2
( m + 1)( m + 2 ) x
2
( m + 2) +
x2
2
(128c)
m x
;nq
( m + n + 1)
; n = q.
n!
(129)
Polinom
Sonine
untuk
mengungkapkan
A (W1 )
dipilih
berdasarkan
2kT
K =
1
m
(1 ) g12 i 3
2
r kT
m
2kT
(1 ) g
12
2 1 2 ( 0)
( 0)
( 0)
2
G + g r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) S3/ 2 (W1 ) drdv 2
4
37
(131)
i =0
=0,
( )
mV f ( v ) dv
= 0,
1 1
(132a)
(132b)
1
1
r
m V12 f1( ) ( v1 ) dv1 + 12 f 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t ) drdv 2 dv1 = 0 ,
2
2
(132c)
sebagai perluasan dari persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh fungsifungsi koreksi bagi gas tak rapat,16 dimana kerapatan energi bagi gas-gas rapat
tidak hanya melibatkan energi kinetik juga melibatkan energi potensial.
Syarat (132a) dan (132c) langsung dipenuhi karena merupakan integral fungsi
ganjil terhadap W1 . Untuk memenuhi syarat (132b), maka persyaratan tambahan
tersebut dituliskan kembali dalam bentuk
mV1 i A f1(
0)
( v1 )
0)
( v1 )
=0
(132)
( 2mkT )
1/ 2
a f ( ) ( v ) S ( ) (W )W
0
( v1 )
i =0
0)
i
3/ 2
2
1
2
1
dv1 = 0 .
(133)
f1(
0)
( v1 ) dv1 = n 3/ 2eW
2
1
dW1 ,
(134)
38
n 3/ 2 ( 2mkT )
1/ 2
a e
i =0
W12
(135)
2n 1/ 2 ( 2mkT )
1/ 2
a e
i =0
W12
(136)
2n 1/ 2 ( 2mkT )
1/ 2
5
a0 = 0 .
2
(137)
Dari hasil evaluasi ini tampak bahwa a0 = 0 . Dengan demikian, koefisien pertama
tak nol adalah a1 .
n2 I ( B )
= 2S5/( 02) (W12 ) W1W1 f1( 0) ( v1 )
m
kT
m
2kT
(1 ) g
12
(1 ) g
(138)
Gr ( G ir ) U f1( 0 ) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) S5/( 02) (W12 ) drdv 2
3
r
12
1
0
0
0
gr ( g ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) S5( / 2) (W12 ) drdv 2 ,
3
r
( )
(139)
39
6kT
( 0)
( 0)
( 0)
2
(1 ) g12 i r ( gir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) S1/ 2 (W1 ) drdv 2 .
(1 ) g
12
(140)
(141)
i =0
Sejalan dengan persyaratan tambahan (132a) - (132c) yang harus dipenuhi fungsi
koreksi, maka syarat kedua (132b) yang melibatkan fungsi koreksi orde satu
langsung dipenuhi,
()
( )
mV f ( v ) dv = mV f ( v ) C dv
1
1 1
1 1
= 0,
(142)
karena C adalah skalar. Untuk memenuhi syarat (132a) maka syarat tersebut bagi
fungsi koreksi orde satu dituliskan kembali,
f1(1) ( v1 ) S1/( 02) (W12 ) = ci f1( 0) ( v1 ) S1/( 02) (W12 ) S1/( i )2 (W12 ) = 0 .
i =0
(143)
40
0)
= 0.
(144)
(145)
Sekarang perhatikan syarat (132c). Syarat tersebut bisa ditulis ulang dalam bentuk
c
i =0
1
1
mV12 f1( 0) ( v1 ) + 12 f 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t ) drdv 2 = 0 .
2
2
(146)
1
3
3
3
(147)
c1
1
1
mV12 f1( 0) ( v1 ) = 12 f 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t ) drdv 2 .
2
2
(148)
Pengaruh reaksi kimia yang tercermin pada fungsi gangguan H diperoleh melalui
penyelesaian persamaan (125d) yang secara setara dapat ditulis dengan
menggunakan notasi-notasi suatu polinom Sonine,
41
n2 I ( H )
= nkr( ) f1(
0
0)
( v1 ) + J r( 0) S1/(02) (W12 )
0
dkr( )
2 4
dB 2 2 d 2 B 1
dB ( 0) ( 0)
1
2
+ 1 + nT
nT
nT
+
n
T
kr f1 ( v1 ) S1/( 2) (W12 ) .
2
3 3
dT 3
dT 2
dT
dT
(149)
(150)
i =0
Sejalan dengan syarat yang harus dipenuhi oleh fungsi koreksi f1( r ) ; r = 1, 2,....;
sampai fungsi koreksi orde satu, maka H harus memenuhi persyaratan tambahan,
yaitu:
f1( ) ( v1 ) = f1(
1
0)
( v1 ) H
0)
= 0,
( v1 ) H
(151a)
=0,
1
1
mV12 f1(1) ( v1 ) = mV12 f1( 0) ( v1 ) H = 0 .
2
2
(151b)
(151c)
Syarat (151b) bisa dipenuhi langsung karena fungsi H adalah skalar. Untuk
memenuhi syarat (151a) maka perlu dilakukan penulisan ulang terhadap
persamaan tersebut,
f1(1) ( v1 ) S1/( 02) (W12 ) = hi f1( 0) ( v1 ) S1/( 02) (W12 ) S1/(12) (W12 ) = 0
(152)
i =0
Akibat keortogonalan polinom Sonine, suku-suku integral ruas tengah menjadi nol
bila kedua orde polinom berbeda. Persamaan berikut diperoleh bagi i = 0 ,
h0 f1(
0)
=0.
(153)
42
Sekarang perhatikan syarat (151c) yang juga dapat dituliskan kembali dalam
bentuk berikut setelah disubstitusi (150),
1
mV12 f1( 0) ( v1 ) S1/( i )2 (W12 ) = 0 .
2
h
i =0
(154)
1
3
3
3
(155)
kTh1
1
mV12 f1( 0) ( v1 ) S1/(1)2 (W12 ) S1/(1)2 (W12 ) = 0 .
2
(156)
Karena k , T dan integral tidak nol maka agar syarat (151c) dipenuhi haruslah
h1 = 0 . Karenanya, H (W1 ) dimulai oleh suku h2 .
(157a)
( W1 ) = b0 ,
(157b)
(157c)
(157d)
43
A( j ) = S3( /j )2 (W12 ) W1 ,
(158)
(159)
[F , G] =
1
4n 2
( )
( )
f (v ) f (v )(F + F
0
F1' F2' )
( G1 + G2 G G ) g12 ( ) d dv 2 dv1 ,
'
1
(160)
'
2
maka ruas kiri (159) bisa ditulis dalam notasi kurung siku tersebut,
j
j
n 2 A ( ) iI ( A ) dv1 = n 2 A ( ) , A .
(161)
(162)
(163)
Hasil ini kalau disubstitusikan ke ruas kiri persamaan (159) maka persamaan
menjadi
2,2 )
2,2 )
1/ 2 + +
4kt
=
(164)
e
0
y 2 q + 3 (1 cos ) bdbdy .
(165)
( 2,2 )
kT
= 2
1/ 2
(166)
44
4n 2 (
2,2 )
a1
2kT 1/ 2
5 mV12 ( 0)
nB
= W1 i
+
1
(
)
f1 W1
2 2kT
m
m 2 1 2 ( 0)
1
( 0)
+ (1 ) g12 i 3
G + g r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
2
4
r kT
m
2kT
(1 ) g
12
(167)
Lebih lanjut persamaan dievaluasi persuku integral. Berikut adalah hasil evaluasi
suku integral pertama,
1/ 2
2kT
5 mV12 ( 0)
(1)
2
(1 + nB )
1/ 2
15 2kT
= n
4 m
(168)
(1 + nB ) .
fungsi
distribusi
terkorelasi
dengan
fungsi
distribusi
yang
0)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) = e
12
f1(
0)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) .
(169)
Suku kedua tersebut kemudian dapat dipecah menjadi dua suku integral,
1
W 2 (1 ) g
1
12
f1(
0)
m
3
r kT
2 1 2
G + g r
4
12
m 2 1 2
1
3
r
= W1 i
G + g (1 ) g12 i
4
r
2kT kT
( 0)
1
e 12 f
( v1 ) f ( v 2 ) drdv 2 } S
m
1
+ W1 i 3
2 kT
e 12 f1(
0)
( 0)
1
(1)
3/ 2
(W ) dv
2
1
(170)
2 1 2
G + g (1 ) g12
4
45
dr = r 2 dk dr
kk dk =
(171)
4
U.
3
(172)
12
m 2 1 2
1
r
3
W1 i
G + g (1 ) g12 i
4
r
2kT kT
(173)
m 2 1 2
(1)
2
= B f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) dv 2 dv1.
4
kT
1
1
mg 2 = mg122 + 12 ,
4
4
(174)
G=
(175)
dan definisi S3/( )2 (W12 ) pada ungkapan (128a) maka hasil persamaan (174) dapat
1
m
B f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
kT
m
=n
2kT
7/2
3 B e
2
/ kT
m G 2 + 14 g12
2 1 2
(1)
2
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) dv 2 dv1
4
(1 )
15 2 7m 2 2
m 4
g12 +
G g12 +
g12
2kT
2kT
4
3 m 4 2 1 m 2 4 1 m 6 5 12 2
g12
G g12
G g12
g12 +
4 kT
4 kT
64 kT
4 kT
3 m 12 2 2 1 m 12 4
G g12
g12 dGdg12
4 kT kT
16 kT kT
(176)
dv 2 dv1 = dGdg12 .
46
=0
=1
; bila < *
*
; bila > *,
(177)
(178)
B f1(
0)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
1/ 2
2kT
=
m
kT
2 1 2
(1)
2
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) dv 2 dv1
4
1 dB 2 *
7
.
B+ T
n
2 dT kT
2
(179)
Evaluasi suku integral kedua ruas kanan persamaan (170) dilakukan dengan
menggunakan definisi koefisien virial kedua dari persamaan (84). Persamaan
tersebut (170) lalu bisa ditulis sebagai berikut,
W i 2 3 kT G
1
1 2
g (1 ) g12
4
m
= B f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
kT
+
2 1 2
(1)
2
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) dv 2 dv1
4
m 2 1 2
1
(1)
2
f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) drdv 2 dv1.
2
4
kT
(180)
Seperti pada persamaan (179), suku pertama ruas kanan persamaan (180) ini
menghasilkan
47
B f1(
0)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 )(1 ) 3
1/ 2
2kT
=
m
kT
2 1 2
(1)
2
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) dv 2 dv1
4
1 dB 2 *
7
.
B+ T
n
2 dT kT
2
(181)
m
0
0
f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 )(1 ) 3
2
kT
1/ 2
2kT
=
2n 2
2 1 2
(1)
2
G + g W1 ig12 S3/ 2 (W1 ) drdv 2 dv1
4
3 *
(182)
kT
Hasil ini diperoleh kalau evaluasi dilakukan pada titik = r dimana untuk model
tumbukan bola keras 12 = 0
Berdasarkan persamaan (179), (181) dan (182) maka hasil evaluasi suku kedua
persamaan (167) menjadi
W 2 (1 ) g
1
12
m 2 1 2
3
G + g r
r kT
4
2kT
=
2n 2 3
*
kT
(183)
(184)
48
dimana merupakan vektor posisi bagi titik sembarang pada lintasan tumbukan
dan gs0 menjadi sangat sederhana,
R = dan gs0 = 0 .
(185)
r =r.
(186)
Pada titik ini kecepatan relatif sesaat sebelum tumbukan g sama dengan
kecepatan relatif awal g12 ,
g = g12 ,
(187)
karena harga 12 = 0 .
W 2kT (1 ) g
1
12
1/ 2
2kT
=
3n 2
3 *
kT
(188)
Substitusi hasil (168), (183) dan (188) ke ruas kanan persamaan (167)
menghasilkan ungkapan bagi a1 ,
1/ 2
1 2kT
a1 =
4n( 2,2) m
15 15
3 *
+ nB + 5n
.
kT
4 4
(189)
1 2kT
A=
4n( 2,2) m
15 15
3 * (1)
2
+ nB + 5n
S3/ 2 (W1 ) W1 .
kT
4
4
(190)
(191)
49
(192)
(193)
( 2,2)
W1W1 , W1W1 = 4 .
(194)
2,2 )
b0 = W1W1 : L dv1 .
(195)
4n 2 ( 2,2)b0
= W1W1 : 2 f1(
m
kT
m
2kT
0)
(1 ) g
12
(1 ) g
( v1 ) W1W1
1
0
0
Gr ( G ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
r
3
12
(196)
1
0
0
gr ( g ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2 dv1
r
3
0)
(197)
50
W W : kT (1 ) g
1
12
Gr ( G ir ) U
r
3
1
1 m
Gr ( G ir ) U (1 ) g12 i 12
= W1W1 :
3
r
kT kT
0
0
e 12 f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2 dv1
m
+ W1W1 :
kT
(1 ) g
12
Gr ( G ir ) U
3
r
(198)
0
0
e 12 f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2 dv1.
1
1
(199)
Penggunaan sifat ini menyebabkan suku tersebut dengan mudah dapat dievaluasi
dengan hasil berikut diperoleh setelah mengabaikan bentuk-bentuk fungsi
ganjilnya,
1 m
W W : kT kT Gr 3 ( G ir )U (1 ) g
1
12
12
r
m
1
(200)
*
kT
g12 i
1
1
Gr ( G ir ) U = Gg12 ( G ig12 ) U .
r
3
3
(201)
Berdasarkan sifat perkalian tensor ini maka suku kedua persamaan (198) dapat
dipecah menjadi dua suku integral,
51
W W : kT (1 ) g
1
12
Gr ( G ir ) U
3
r
m
1
(202)
m
kT
(1 ) W W : Gg
1
12
1
( G ig12 )U
3
1
m
= 4 n 2 B
*
kT
(203)
m
kT
(1 ) W W : Gg
1
12
1
( G ig12 )U
3
(204)
8
*
.
= n 2 3
3
kT
Berdasarkan hasil-hasil pada persamaan (200), (203), dan (204) maka sumbangan
suku integral kedua persamaan (196) menjadi
W W : kT (1 ) g
1
12
Gr ( G ir ) U
3
r
f1(
= 8n 2 B
0)
(205)
* 8
*
.
+ n 2 3
kT 3
kT
Evaluasi terhadap sumbangan suku integral ketiga di ruas kanan persamaan (196)
dilakukan pada r = r = ; R = dengan 12 = 0 sehingga g = g12 . Dengan
demikian suku integral ini bisa ditulis ulang,
52
W W : 2kT (1 ) g
1
12
gr ( gir ) U
r
3
(1 ) g12 i r gr 3 ( gir )U
f1(
0)
(206)
Seperti bahasan terdahulu maka suku integral ini bisa dipecah menjadi dua suku
integral,
W W : 2kT (1 ) g
1
12
gr ( g ir ) U
r
3
12
e
m
+ W1W1 :
2kT
(1 ) gr 3 ( gir )U g
12
(1 ) g
12
12
r
( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2 } dv1
( 0)
(207)
( 0)
f1
i
gr ( g ir ) U
r
3
e 12 f1(
0)
W W : kT 2kT (1 ) gr 3 ( gir )U g
1
12
e 12 f1(
= 12n 2 B
*
kT
0)
12
r
(208)
Adapun evaluasi suku kedua dilakukan dengan cara memecah persamaan menjadi
dua bagian,
53
W W : 2kT (1 ) g
1
12
gr
g
r
i
U
(
)
3
r
e 12 f1(
0)
m
2 2 2 1 4
( 0)
( 0)
= 2
B f1 ( v1 ) f1 ( v 2 )(1 ) G g12 g12 dv 2 dv1
6
2kT
3
m
2kT
2
( )
( )
f ( v ) f ( v )(1 ) 3 G
0
(209)
1
g122 g124 drdv 2 dv1.
6
m
2 2 2 1 4
( 0)
( 0)
2
B f1 ( v1 ) f1 ( v 2 )(1 ) G g12 g12 dv 2 dv1
6
2kT
3
*
= 4n 2 B .
kT
(210)
m
2 2 2 1 4
( 0)
( 0)
(211)
Berdasarkan persamaan (208), (210), dan (211) maka sumbangan suku ketiga
pada persamaan (196) menjadi
W W : 2kT (1 ) g
1
12
gr ( gir ) U
r
3
f1(
= 8n 2
0)
(212)
* 8
*
n 2 3
.
kT 3
kT
Hasil ini bersama hasil evaluasi suku pertama (197) dan hasil evaluasi suku kedua
(205) kalau disubstitusikan ke persamaan (196) maka diperoleh ungkapan bagi b0 ,
b0 =
5
.
2,2
4n( )
(213)
B=
5
W1W1
2,2
4n( )
(214)
54
(215)
(216)
(217)
2
2
2
n 2 c2 S1/( 2) (W12 ) , S1/( 2) (W12 ) = M S1/( 2) (W12 ) dv1 .
(218)
2
7 dB 2 2 d 2 B ( 0)
3
n B + T
f ( v1 ) W12 S1/(12) (W12 ) dv1
T
2 1
3
3 dT 3 dT
2
m
3kT
m
6kT
( 0)
( 0)
(1)
2
(1 ) g12 i r ( gir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) S1/ 2 (W1 ) drdv 2 dv1.
(1 ) g12 i
(219)
(220)
2
7 dB 2 2 d 2 B ( 0)
3
n B + T
f ( v1 ) W12 S1/(12) (W12 ) dv1
T
2 1
3
3 dT 3 dT
2
7 dB 2 2 d 2 B
= n B+ T
T
.
3 dT 3 dT 2
(221)
55
r
3kT
4
*
.
= n 2 3
3
kT
(222)
Dari hasil-hasil evaluasi masing-masing suku ini maka ungkapan bagi c1 dapat
ditentukan,
c1 =
1
7 dB 2 2 d 2 B 4 3 *
+
T
B
T
.
2,2
3 dT 3 dT 2 3
kT
2 ( )
(223)
(224)
dan substitusi M dari persamaan (125c) ke ruas kanan persamaan (218) tersebut
diperoleh persamaan sebagai berikut,
2n 2 ( 2,2) c2
=
2
7 dB 2 2 d 2 B ( 0)
3
n B + T
f ( v1 ) W12 S1/( 22) (W12 ) dv1
T
2 1
3
3 dT 3 dT
2
3kT
m
6kT
( 0)
( 0)
( 2)
2
(1 ) g12 i r ( G ir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) S1/ 2 (W1 ) drdv 2 dv1
( 0)
( 0)
( 2)
2
(1 ) g12 i r ( gir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) S1/ 2 (W1 ) drdv 2 dv1.
(225)
r
3kT
2
*
.
= n 2 3
3
kT
(226)
56
r
6kT
*
2
= n 2 3
.
3
kT
(227)
2
*
3 .
( 2,2 )
kT
3
(228)
Berdasarkan bentuk c1 dan c2 pada persamaan (223) dan (228) maka diperoleh
bentuk ungkapan bagi fungsi skalar C,
C=
1
7 dB 2 2 d 2 B 4 3 * (1)
2
B
T
+
T
S1/ 2 (W1 )
2
( 2,2 )
3 dT 3 dT
3
kT
2
* ( 2) 2
2
( 2,2) 3
S1/ 2 (W1 ) .
kT
3
(229)
(230)
(231a)
S1/( 2) (W12 ) N = 0 ,
(231b)
(232)
2,2 )
h2 = S1/( 2) (W12 ) N .
2
(233)
57
dkr( 0)
2 4
dB 2 2 d 2 B 1
dB ( 0)
2
1
nT
nT
nT
n
T
kr
+
2
3 3
dT 3
dT 2
dT
dT
(234)
1
0
0
2
2
= f1( ) ( v1' ) f1( ) ( v '2 ) S1/( 2) (W12 ) + S1/( 2) (W22 ) g12 ( ) d dv 2 dv1.
2
(235)
Menggunakan hubungan berikut yang ditulis dalam koordinat pusat massa dan
koordinat relatif,
1 ( 2)
S1/ 2 (W12 ) + S1/( 22) (W22 )
2
15 5m 2 1 2 1 m 2 1 2
=
G + g12 +
G + g12 + g12g12 : GG ,
8 4kT
4 8 kT
4
(236)
2 kT
1 2
m G 2 + g12
/ kT
4
15 5m 2 1 2
G + g12
4
8 4kT
1 m 2 1 2
+
G + g12 + g12g12 : GG g12 ( ) d dGdg12
8 kT
4
2
1
d
= n 2T 2 2 kr( 0) .
8
dT
2
(237)
(238)
58
H=
(239)
BAB IV
FENOMENA TRANSPOR DALAM GAS RAPAT BEREAKSI
1. Aliran momentum
Aliran momentum berwujud tensor tekanan pada gas rapat mempunyai ungkapan
berbeda dari gas tidak rapat. Tensor tekanan pada gas rapat disamping mendapat
sumbangan dari gerak kinetik juga mendapat sumbangan dari potensial antaraksi
antarpartikel, baik dari potensial elastik maupun potensial reaktif,16
P = PK + P .
(240)
PK = V1V1 f1 ( r1 , v1 ; t ) dv1 ,
P =
1 1 12
rrf 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t ) drdv 2 dv1 .
2 r r
(241)
(242)
Adapun ungkapan yang dibutuhkan dalam mengevaluasi tensor tekanan bagi gas
rapat bereaksi adalah
f1 = f1( 0 ) [1 + B : u + C iu ] .
(243)
60
PK = m V1V1 f1( 0) 1
5
W1W1 : u
4n( 2,2)
7 dB 2 2 d 2 B 4 3 * (1)
1
2
+ ( 2,2) B + T
+ T
S1/ 2 (W1 )
2
3 dT 3 dT
3
kT
2
(244)
* ( 2) 2
2
3
S1/ 2 (W1 ) iu dv1.
( 2,2 )
kT
3
(245)
5m
4n( 2,2)
( 0)
W1W1 : u V1V1dv1 =
4( 2,2) u .
(246)
Sedangkan suku ketiga dalam evaluasi dapat dipecah menjadi dua bagian,
1
7 dB 2 2 d 2 B 4 3 * (1)
2
+ T
m V1V1 f1( 0) ( 2,2) B + T
S1/ 2 (W1 )
2
kT
3 dT 3 dT
3
2
2
* ( 2) 2
S1/ 2 (W1 ) iu dv1
3
( 2,2 )
kT
3
m
7 dB 2 2 d B 4 3 *
( 0 ) (1)
2
+ T
B+ T
V1V1 f1 S1/ 2 (W1 ) iu dv1
2
( 2,2 )
kT
3 dT 3 dT
3
2
(247)
2
*
V1V1 f1( 0) S1/( 22) (W12 ) iu dv1
3
( 2,2 )
kT
3
7 dB 2 2 d 2 B 4 3 *
nkT
=
+
+ T
B
T
U iu
2,2
kT
3 dT 3 dT 2 3
2 ( )
(248)
2
*
35nkT
*
0
2
3
3 U iu .
V1V1 f1( ) S1/( 2) (W12 ) iu dv1 =
( 2,2 )
( 2,2 )
kT
kT
3
12
(249)
61
5
4( 2,2) u
7 dB 2 2 d 2 B 9 3 *
nkT
+
+ T
+
B
T
U iu.
3 dT 3 dT 2 2
kT
2( 2,2)
PK = nkTU
(250)
P =
1
1
dx 2 12 rrf 2 ( r1 + ( x 1) r, r1 + xr, v1 , v 2 ; t ) drdv 2 dv1 .
2 0 r r
1
(251)
f 2 ( r1 + ( x 1) r, r1 + xr, v1 , v 2 ; t )
= f 2 ( r1 , r1 , v1 , v 2 ; t ) + ( 2 x 1) r i
f 2 ( r1 , r1 , v1 , v 2 ; t )
+ ....
dr1
(252)
Dalam evaluasi juga digunakan bentuk ungkapan berikut bagi fungsi distribusi
terkorelasi,
f 2 ( r1 , r1 , v1 , v 2 ; t ) = f1 ( r1 , v1 ; t ) f1 ( r1 , v 2 ; t ) = f1 ( v1 ) f1 ( v 2 )
(253)
f1 ( v i ) = f1( 0) ( v i ) [1 + ] = f1( 0) ( v i ) [1 + B : u + C iu ] ,
(254)
62
f1(
0)
( v1 ) f1(0) ( v 2 ) + ...
(255)
0)
dr1
dr1
+2 ( C iu )
f1(
0)
(256)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) + ....
dr1
P =
1 1 12
rre12
2 r r
{ f ( ) ( v ) f ( ) ( v ) + 2 ( B : u ) f ( ) ( v ) f ( ) ( v ) (257)
+2 ( C iu ) f ( ) ( v ) f ( ) ( v )} drdv dv .
0
kT
Berikut adalah hasil evaluasi terhadap suku integral pertama ruas kanan
persamaan (257),
1 1 12
rre12
2 r r
kT
f1(
0)
(258)
Suku kedua diabaikan karena melibatkan suku-suku tak diagonal yang pada
dasarnya merupakan fungsi ganjil. Sedangkan suku ketiga diabaikan berdasarkan
sifat keortogonalan polinom Sonine.
P = n 2 kTBU .
(259)
63
5
4( 2,2) u
nkT
7 dB 2 2 d 2 B 9 3 *
+
+ T
+
B
T
U iu
kT
3 dT 3 dT 2 2
2( 2,2)
P = pU
(260)
Harga koefisien virial kedua pada model tumbukan bola keras yang ditentukan
dengan mengevaluasi persamaan ( 84) atau (85) adalah
2
B = 3 .
3
(261)
Dengan demikian turunan suhu dari koefisien virial kedua bisa diabaikan.
Ungkapan tensor tekanan (260) kemudian dapat disederhanakan,
n mkT 2 3 9 3 *
2
u 4 3 + 2 kT Uiu,
1/ 2
1/ 2
5 mkT
P = pU 2
2,2 )
(262)
P = pU 2 S U iu
(263)
dengan S adalah laju tensor geser, menandai koefisien viskositas geser dan
menadai koefisien viskositas bulk. Berdasarkan hal ini dan kesesuaian dengan
persamaan (262), dimana S =
5 mkT
=
16 2
n mkT
27 *
3
= 2
1 +
.
6
4 kT
(264)
1/ 2
(265)
64
Pengaruh reaksi kimia tidak muncul dalam ungkapan viskositas geser. Viskositas
geser dalam sistem gas rapat bereaksi sama seperti viskositas geser dalam gas
tidak rapat. Penjelasan tersebut tampak dari rasio koefisien viskositas geser dalam
gas rapat bereaksi, , terhadap koefisien viskositas geser standar, 0 ,
= 1.
0
(266)
Viskositas geser yang dihasilkan di sini berbeda dari hasil penelitian Snider dan
Curtiss dalam gas rapat yang menunjukkan ungkapan viskositas geser
mengandung suku-suku koreksi kerapatan.13,14 Perbedaan ini terjadi karena efek
reaksi dan koreksi-koreksi kerapatan menghilang dalam evaluasi fungsi gangguan
B.
Berdasarkan persamaan (265), viskositas bulk dalam gas tidak rapat sama dengan
nol. Hasil ini sesuai dengan literatur dimana viskositas bulk bagi gas tidak rapat
monoatomik sama dengan nol, viskositas bulk tak nol terjadi dalam gas rapat atau
pada gas poliatomik. 6,24
bulk. Padahal viskositas bulk yang diperoleh melalui penelitian Snider dan Curtiss
terhadap gas rapat dengan menggunakan model tumbukan bola keras sama dengan
nol.13,14 Viskositas bulk juga tidak muncul pada hasil penelitian Alves dan Kremer
yang menggunakan pendekatan kesetimbangan Kimia dalam campuraan dua
komponen gas bereaksi.43
Pada penelitian ini, reaksi kimia muncul sebagai suku sendiri di samping suku
koreksi kerapatan dalam ungkapan viskositas bulk. Sesuai dengan persamaan
(265), pengaruh reaksi kimia pada viskositas bulk berhubungan erat dengan
kerapatan dan bervariasi terhadap jenis gas penyusun sistem sesuai harga energi
pengaktifan, * , yang bersifat khas bagi masing-masing pereaksi.
65
2. Aliran energi
Aliran energi diwakili oleh vektor aliran kalor. Bentuknya berbeda dari vektor
aliran kalor pada gas sederhana karena harus memperhitungkan sumbangan
antaraksi antarpartikel,
q = q K + q .
(267)
qK =
q =
1
m V1V12 f1 ( r1 , v1 ; t ) dv1 ,
2
(268)
1 1 12
2 r r
(269)
Ungkapan yang dibutuhkan untuk mengevaluasi vektor aliran kalor bagi gas rapat
bereaksi adalah
f1 = f1( ) [1 + Ai ln T ] .
0
(270)
Evaluasi masing-masing sumbangan pada vektor aliran kalor dapat dilihat pada
penjelasan di bawah ini.
qK =
1
0
m f1( ) [1 + Ai ln T ] V1V12 dv1 .
2
(271)
Suku integral pertama ruas kanan persamaan diabaikan karena merupakan fungsi
ganjil terhadap V1 . Dengan demikian. sumbangan energi kinetik dapat direduksi
untuk menghasilkan bentuk berikut setelah disubstitusi ungkapan vektor A ,
66
15 15
3 *
+ nB + 5n
kT
4 4
f1( 0)V12 V1 S3/(1)2 (W12 ) W1 i ln T dv1
5k 2T 15 15
*
=
+ nB + 5n 3
T .
( 2,2 )
kT
8m
4 4
1/ 2
qK =
m 2kT
2,2
8n( ) m
(272)
q = q + q2 .
(273)
q =
1 1 12
rrf 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t )iGdrdv 2 dv1 ,
2 r r
(274)
q =
1
12 f 2 ( r1 , r1 , v1 , v 2 ; t ) U iGdrdv 2 dv1 .
2
(275)
q = q
1 1 12
rrf 2 ( r1 , r2 , v1 , v 2 ; t )iGdrdv 2 dv1
2 r r
(276)
1
1
q = dx 2 12 rrf 2 ( r1 + ( x 1) r, r2 + xr, v1 , v 2 ; t )iGdrdv 2 dv1 .
2 0 r r
1
(277)
67
f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) = f1(
f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )
f ( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 )
=
+ 2 ( Ai ln T ) 1
dr1
dr1
dr1
(278)
(279)
+ ....
Persamaan (277) setelah disubstitusi ungkapan (278) dan (279) serta penghilangan
bentuk-bentuk kwadrat dari fungsi gangguan menjadi
1
1
0
0
q = dx 2 12 rr f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 )
2 0 r r
+2 ( Ai ln T ) f1(
+ ( x 1)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 )
0
0
f ( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 )
ri 1
iGdrdv
0)
r1
(280)
2
dv1.
Suku integral pertama ruas kanan persamaan diabaikan karena merupakan fungsi
ganjil terhadap V1 . Demikian pula dilakukan terhadap suku integral ketiga.
Persamaan kemudian bisa disederhanakan,
q =
1 12
0
0
rr ( Ai ln T ) f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 )iGdrdv 2 dv1.
r r
(281)
( 2,2 )
kT
4n
m 4 4
1 12
1
0
0
rr S3/( )2 (W12 ) W1 i ln T f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 )iGdrdv 2 dv1.
r r
1/ 2
q =
(282)
75k kT
q=
64 2 m
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT T .
(283)
q = T .
(284)
68
75k kT
=
64 2 m
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT .
(285)
2
*
= 1 + n 3 1 + 2
.
0
3
kT
(287)
Koreksi reaksi kimia muncul pada tingkat kerapatan lebih tinggi dan bervariasi
terhadap energi pengaktifan sesuai dengan jenis gas penyusun sistem. Walaupun
demikian, variasi sumbangan reaksi kimia terhadap energi pengaktifan dalam
penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Alves dan Kremer yang menunjukkan
efek reaksi kimia memperkecil harga hantaran kalor bila energi pengaktifan reaksi
maju mengecil.43 Perbedaan ini terjadi karena perbedaan pendekatan yang
digunakan dalam penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN ALUR PENELITIAN BARU
1. Kesimpulan
Persamaan Boltzmann diperluas untuk gas rapat bereaksi atau gas rapat dimana
reaksi kimia berlangsung dapat diturunkan secara analitik dari persamaan
Liouville yang berkaitan dengan mekanika benda banyak melalui pendekatan
persamaan BBGKY. Pengaruh reaksi kimia diturunkan dengan menggunakan
model molekul bola keras yang mengalami reaksi melalui model Present.
Penurunan ini sekaligus memberikan landasan mekanik dari persamaan
Boltzmann diperluas tersebut yang diteliti menggunakan tumbukan dua benda
dengan mengabaikan pengaruh tumbukan tiga benda maupun tumbukantumbukan berorde lebih tinggi.
Persamaan Boltzmann diperluas bagi gas rapat bereaksi yang dihasilkan melalui
penelitian ini melibatkan laju perubahan akibat tumbukan elastik, koreksi-koreksi
kerapatan yang dirujuk sebagai transfer tumbukan, dan koreksi reaksi kimia.
Koreksi reaksi kimia ternyata tidak hanya muncul sebagai suku tersendiri
melainkan juga menghasilkan koreksi pada transfer tumbukan yang terlihat dalam
faktor (1 ) .
70
tidak memperlihatkan pengaruh reaksi, bahkan tampak seperti pada sistem gas
sederhana tanpa reaksi. Adapun fungsi gangguan H diperoleh seperti yang
dihasilkan pada sistem gas tidak rapat bereaksi.
5 mkT
=
16 2
1/ 2
27 *
n 3 1 +
,
4 kT
1/ 2
2
*
3
1 + 3 n 1 + 2 kT ,
1 mkT
= 2
75k kT
=
64 2 m
= 1,
0
2
*
= 1 + n 3 1 + 2
.
0
3
kT
Viskositas bulk, , yang dihasilkan dalam penelitian ini akan sama dengan nol
bila kerapatan sama dengan nol. Hasil ini sesuai dengan ungkapan viskositas bulk
bagi gas tidak rapat monoatomik dari literatur.
Pengaruh reaksi kimia tidak muncul pada ungkapan koefisien viskositas geser.
Viskositas geser pada sistem gas rapat bereaksi sama seperti viskositas geser
dalam gas tidak rapat. Hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Snider dan
Curtiss dalam gas rapat yang menunjukkan keberadaan koreksi kerapatan pada
ungkapan viskositas geser. Perbedaan ini terjadi karena efek reaksi dan koreksikoreksi
kerapatan
menghilang
dalam
evaluasi
fungsi
gangguan
B.
Menghilangnya koreksi kerapatan dan efek reaksi pada fungsi gangguan B inilah
71
yang membuat viskositas geser bagi gas rapat bereaksi mempunyai bentuk yang
sama dengan yang dihasilkan bagi gas tidak rapat.
Pengaruh reaksi kimia ternyata memberikan koreksi juga pada hantaran kalor
dalam gas rapat bereaksi. Koreksi reaksi kimia muncul pada tingkat kerapatan
lebih tinggi. Pengaruh reaksi kimia terhadap koefisien hantaran kalor ini
bervariasi terhadap energi pengaktifan sesuai dengan jenis gas penyusun sistem.
Penelitian terhadap kontribusi reaksi kimia pada teori kinetika gas dalam sistem
gas rapat dimana reaksi kimia berlangsung merupakan penelitian tahap awal.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan model tumbukan bola keras dan
72
pendekatan mekanika klasik bagi sistem gas serba sama. Hal ini memungkinkan
pengembangan
penelitian
ke
arah
penggunaan
potensial
lunak
yang
PUSTAKA
1. S.R. de Groot and P. Mazur, Non-Equilibrium Thermodynamics, (NorthHolland Publishing Company, Amsterdam, 1962).
2. Donald A. McQuarrie, Statistical Mechanics, (HarperCollins Publishers
Inc., New York, 1976).
3. J. Kestin and J. R. Dorfman, A Course in Statistical Thermodynamics,
(Academic, New York, 1971).
4. Harold L. Friedman, A Course in Statistical Mechanics, (Prentice-Hall,
Inc., New Jersey, 1985).
5. Richard L. Liboff, Kinetic Theory Classical, Quantum, and Relativistic
Descriptions, (Prentice Hall, New Jersey, 1990).
6. John W. Bond, Jr., Kenneth M. Watson, and Jasper A. Welch, Jr.,
Atomic Theory of Gas Dynamics, (Addison-Wesley Publishing
Company, Inc., Massachusetts, 1965).
7. M.A. Alaison and J.O. Hirschfelder, J. Chem. Phys., 30(6), 1426(1965).
8. H.B. Hollinger and C.F. Curtiss, J. Chem. Phys., 33(5), 1386(1960).
9. C.Y. Cha and B. J. MCCoy, J. Chem. Phys., 54(10), 4369(1971).
10. Soesanto Imam Rahaju, Collisional Transfer Contributioans in The
Quantum Theory of Transport Phenomena, Disertasi (university of
Winconsin, 1967).
11. S. Imam Rahaju and C.F. Curtiss, J. Chem. Phys., 47(12), 5269(1967).
12. S. Chapman and T.G. Cowling, Mathematical Theory of Non-Uniform
Gases, 3rd. Ed., (Cambridge University, Cambridge, 1970).
13. R.F. Snider and C.F. Curtiss, The Physics of Fluids, 1(2), 122(1958).
14. R.F. Snider and C.F. Curtiss, The Physics of Fluids., 3(6), 122(1958).
15. R. F. Snider and F.R. McCourt, The Physics of Fluids, 6(7), 1020(1963).
16. S. Imam Rahayu, Teori Kinetik Gas, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001).
17. D. Enskog, Kgl. Svenska Vetenskapsakad. Handl. 63, No. 4 (1962).
18. Richard L. Liboff, Phys. Rev.A., 31(3), 747(1959).
74
75
39. I Gusti Made Sanjaya, Pendekatan Model Tumbukan Bola Keras Pada
Pengaruh Reaksi Kimia Terhadap Koefisien Fenomenologi Dalam
Campuran Gas Bereaksi, Tesis (Pasca Sarjana ITB, 1994).
40. Susanto Imam Rahayu, Teori Antaraksi Antara Reaksi Kimia dan Proses
Difusi Dalam Suatu Campuran Gas-Gas, (Laporan Penelitian No.
11213191, ITB, 1995).
41. I Gusti Made Sanjaya dan Susanto Imam Rahayu, Jurnal Matematika &
Sains, 4(edisi khusus no. 4), 364(2000).
42. Rahmat Gunawan, Teori Tumbukan Klasik Antara Reaksi Kimia dan
Fenomena Transport Dalam Suatu Campuran Gas-Gas Biner, Tesis
(Pasca Sarjana ITB, 2001).
43. Giselle M. Alves and Gilberto M. Kremer, J. Chem. Phys., 117(5),
2205(2002).
44. Symon, Mechanics, 3rd Edition, (Adison-Wesley Publishing Company
Inc, Massachusets, 1980).
45. Vernon D. Barger and Martin G. Olsson, Classical Mechanics A Modern
Perspective, (McGrow-Hill International Editions, Singappore, 1995).
46. Keith J. Laidler, Chemical Kinetics, 3rd Edition, (Harper Collins
Publisher Inc., New York, 1987).
Lampiran A
W f1 =
f1 ( v1 )
f ( v )
+ v1 i 1 1 .
t
r1
(A1)
f1 ( v1 ) f1 ( v1 ) u f1 ( v1 )
=
i
,
t
t
t V1
f1 ( v1 ) f1 ( v1 ) u f1 ( v1 )
=
i
.
r1
r1
r1 V1
(A2)
W f1 =
f1 ( v1 )
f ( v )
f ( v ) u
u f ( v ) f ( v )
u
+ ui 1 1 + V1 i 1 1 + ui i 1 1 1 1 V :
t
r1
r1
r1 V1
V1
r1
t
(A3)
(A4)
W f1 =
Df1 ( v1 )
f ( v ) Du f1 ( v1 ) f1 ( v1 )
u
V:
+ V1 i 1 1
i
.
r1
V1
r1
Dt
Dt V1
(A5)
77
f ( v ) Du f1 ( v1 ) f1 ( v1 )
Df1 ( v1 )
u
+ V1 i 1 1
V : dv1
i
r1
Dt V1
V1
r1
Dt
= i J1 + i J 2 i J r
(A6)
Df1 ( v1 )
Dn i
D i
,
dv1 =
n
Dt
Dt
Dt
V i
i
f1 ( v1 )
dv1 =
inV1 i n V1 i i ,
r1
r1
r1
f1 ( v1 )
dv1 = n i ,
V1
V1
f1 ( v1 )
V1
V1dv1 = n iU - n
(A7)
(A8)
(A9)
i
V1 .
V1
(A10)
iu + in V1 i n
i
+ n i
+ V1 i i +
r1
r1
r1 Dt V1
Dt
Dt
u
- i V1 :
= i J1 + i J 2 i J r .
V1
r1
(A11)
Lampiran B
PEMBUKTIAN DIPEROLEHNYA
FUNGSI DISTRIBUSI MAXWELL-BOLTZMANN PADA TAHAP EULER
f1(
0)
( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) =
f1(
0)
(v ) f ( ) (v )
(B1)
( )
(B2)
'
'
2
f1
( 0)
= f1
m
( v1 ) = n
2 kT
32
e mV1
2 kT
(B3)
Bukti didapatkan ungkapan (B3) bisa ditelusuri berdasarkan yang kekal pada
tumbukan elastik hanyalah massa, momentum dan energi. Harga ln f1(
0)
harus
m. m
= m +
2
2
mv12
2
2
v1 .
(B4)
Dengan mendefinisikan
ln C = m +
m.
,
2
(B5)
79
ln f1
m
= ln C
2
v1
(B6)
atau
f1( 0) = Ce
m
v1
(B7)
n = f1( ) dv1
0
= C e
v1
2
=C
dv1
(B8)
3/ 2
kT = 32 1
(B9)
f1
m
= n
2 kT
32
e mV1
2 kT
Lampiran C
BUKTI KEORTOGONALAN PERSAMAAN (126a) (126d)
( 0)
2
d
=
K
v
i 1 m 2 W1 + n B + T dT W1 f1 ( v1 )
1
m 2 1 2 ( 0)
( 0)
+ (1 ) g12 i 3
G + g r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
2
4
r kT
m
2kT
(1 ) g
12
(C1)
K dv
i
2kT 1/ 2
5
( 0)
2
=
(1 + nB ) W1 W1 f1 ( v1 )
2
m
(C2)
m 2 1 2 ( 0)
1
( 0)
r
v
v
r
v
+ (1 ) g12 i 3
G
+
g
f
f
d
d
( 1) 1 ( 2 )
1
2
r kT
2
4
m
2kT
(1 ) g
12
Bila i = 1 atau i =
1
mV12 maka hasil integrasi sama dengan nol karena
2
81
m K iV1dv1
2kT 1/ 2
5
( 0)
2
=
(1 + nB ) W1 W1 f1 ( v1 )
2
m
(C3)
m 2 1 2 ( 0)
1
( 0)
+ (1 ) g12 i 3
G + g r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
r kT
2
4
m
2kT
(1 ) g
12
Dengan memanipulasi suku kedua dan suku ketiga dalam kurung siku di ruas
kanan persamaan (C3) diperoleh bentuk
m K iV1dv1
2kT 1/ 2
5
( 0)
2
=
(1 + nB ) W1 W1 f1 ( v1 )
2
m
3
0
0
+ (1 ) g12 i W12 r f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2 mV1dv1.
r 2
2
(C4)
Hasil evaluasi formal terhadap suku integral pertama dalam kurung di ruas kanan
persamaan (C4) sama dengan nol. Adapun suku kedua dievaluasi dengan cara
berikut,
2 (1 ) g
12
3
( 0)
( 0)
2
W1 r f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2 imV1dv1
r 2
2
3
0
0
= r 3 (1 ) W12 g12 f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) dv 2 imV1dv1
2
*
kT 3
4
( 0)
( 0)
2
= r3
W1 f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) dv 2 dv1.
m kT 2
3
(C5)
Melalui integrasi formal dapat ditunjukkan bahwa hasil evalusi persamaan (C5)
juga sama dengan nol.
82
L dv
i
= {2 f1(
m
kT
m
2kT
0)
( v1 ) W1W1
(1 ) g
12
(1 ) g
1
0
0
Gr ( G ir ) U f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
r
3
12
(C6)
3
r
Bila i = 1 atau i =
1
mV12 maka hasil integrasi sama dengan nol karena
2
melibatkan integrasi terhadap tensor tanpa trace yang pada dasarnya merupakan
integrasi fungsi ganjil. Bila i = mV1 maka hasil integrasi juga sama dengan nol
karena merupakan fungsi ganjil terhadap V1 , g12 dan G .
M dv
i
7 dB 2 2 d 2 B ( 0)
2 3
= n W12 B + T
T
f1 ( v1 )
3 dT 3 dT 2
3 2
3kT
r
m
6kT
r
(C7)
Bila i = mV1 maka secara langsung hasil integrasi sama dengan nol karena
merupakan integral fungsi ganjil terhadap V1 , g12 dan G .
Bila i = 1 maka diperoleh persamaan
M dv
7 dB 2 2 d 2 B 3
2
0
= n B + T
T
W12 f1( ) ( v1 )
2
3 dT 3 dT 2
3
r
3kT
r
6kT
(C8)
83
yang juga dapat ditulis dalam bentuk berikut, kalau dievaluasi menggunakan
model tumbukan bola keras dan mengingat hubungan-hubungan pada persamaan
(118) dan (119),
Mdv
7 dB 2 2 d 2 B 3
2
0
= n B + T
T
W12 f1( ) ( v1 )
2
3 dT 3 dT 2
3
m
3kT
(1 ) g
12
(C9)
Hasil integrasi formal terhadap suku pertama di ruas kanan persamaan (C9) sama
dengan nol. Hasil integrasi suku kedua sama dengan nol melalui asumsi molekul
terlokalisasi setelah mengubah persamaan integral tersebut menjadi persamaan
integral permukaan.13
Bila i =
1
mV12 maka diperoleh persamaan
2
1
m MV12 dv1
2
7 dB 2 2 d 2 B 3
2
0
= n B + T
T
W12 f1( ) ( v1 )
2
3 dT 3 dT 2
3
3kT
m
6kT
( 0)
( 0)
(1 ) g12 i r ( G ir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2
1
( 0)
( 0)
2
(1 ) g12 i r ( gir ) f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) drdv 2 2 mV1 dv1
(C10)
yang dengan cara memisahkan bagian tidak bereaksi dari bagian bereaksi juga
dapat ditulis dalam bentuk
1
m MV12 dv1
2
7 dB 2 2 d 2 B 3
2
0
= n B + T
T
W12 f1( ) ( v1 )
2
3 dT 3 dT 2
3
0
0
g12 i ( G ir ) f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
3kT
r
m
0
0
g12 i ( g ir ) f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) drdv 2
6kT
r
2m
1
g12 i ( V2 ir ) f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) drdv 2 mV12 dv1.
+
3kT
r
2
(C11)
84
Dalam hal ini, pada bagian yang bereaksi dilakukan manipulasi menggunakan
hubungan-hubungan seperti ditunjukkan persamaan (118) dan (119).
1
7 dB 2 2 d 2 B 2 3
0
T
W12 f1( ) ( v1 )dv1
nm B + T
V
2 1
3
3 dT 3 dT
2
7 dB 2 2 d 2 B
= n kT B + T
T
3 dT 3 dT 2
2
= r 3 n 2 kT .
3
2
(C12)
3kT g
12
1
( G ir ) f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) drdv 2 mV12 dv1
r
2
m
1
1
4
= r 3
( G ig12 ) f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) dv 2 m G 2 G ig12 + g122 dv1
kT
4
9
2
m
2
G 2 g122 f1( 0) ( v1 ) f1( 0 ) ( v 2 ) dv 2 dv1
= r 3m
kT
9
3 2
= 2 r n kT .
(C13)
Adapun evaluasi terhadap suku ketiga adalah sebagai berikut,
6kT g
12
1
( gir ) f1( 0) ( v1 ) f1( 0) ( v 2 ) drdv 2 mV12 dv1
r
2
m
1
2
1
0
0
g122 f1( ) ( v1 ) f1( ) ( v 2 ) dv 2 m G 2 G ig12 + g122 dv1
= r 3
kT
4
9
2
m 2 1 2 ( 0)
2
( 0)
= r 3m
G + g12 f1 ( v1 ) f1 ( v 2 ) dv 2 dv1
9
2kT
4
8
= r 3 n 2 kT .
3
(C14)
Berdasarkan uraian di atas maka hasil penjumlahan suku pertama, kedua dan
ketiga di ruas kanan persamaan (C11) yang mewakili keadaan tanpa reaksi kimia
sama dengan nol. Adapun hasil integrasi suku keempat sama dengan nol melalui
asumsi molekul terlokalisasi setelah mengubah persamaan integral tersebut
menjadi persamaan integral permukaan.13
85
N dv
0
dB 2 2 d 2 B 1
dkr( )
dB ( 0) ( 0)
2 4
1
nT
kr f1 ( v1 ) S1/( 2) (W12 )
= 1 + nT
nT
+ n 2T
2
dT 3
dT 2
dT
dT
3 3
nkr( ) f1(
0
0)
( v1 ) + J r( 0) } i dv1.
(C15)
Bila i = 1 maka diperoleh bahwa
Ndv
0
dB 2 2 d 2 B 1
dkr( )
dB ( 0) ( 0)
2 4
1
nT
kr f1 ( v1 ) S1/( 2) (W12 )
= 1 + nT
nT
+ n 2T
2
dT 3
dT 2
dT
dT
3 3
nkr( ) f1(
0
0)
( v1 ) + J r( 0) } dv1.
(C16)
Integrasi formal terhadap suku pertama memberikan hasil nol. Suku integral
kedua dapat ditulis dalam bentuk
nkr( ) f1(
0
0)
( v1 ) dv1
f1( 0) ( v1 )
0
0
=
dv1 f1( ) ( v1' ) f1( ) ( v '2 ) g12 ( )d dv 2 dv1.
n
(C17)
f1(
0)
( v1 ) dv
=1
(C18)
(C19)
( 0)
r
(C20)
maka penjumlahan suku ini dengan suku kedua sama dengan nol.
Bila i = mV1 maka secara langsung hasil integrasi sama dengan nol karena
merupakan integral fungsi ganjil terhadap V1 .
86
Bila i =
1
mV12 maka diperoleh
2
1
m NV12 dv1
2
0
dkr( )
dB 2 2 d 2 B 1
dB ( 0) ( 0)
2 4
= 1 + nT
nT
nT
+ n 2T
kr f1 ( v1 ) S1/(12) (W12 )
2
3
3
3
2
dT
dT
dT
dT
nkr( ) f1(
0
0)
( v1 ) + J r( 0) }
1
mV12 dv1.
2
(C21)
+ n 2T
2
dT 3
dT 2
dT
dT
3 3
2
dk ( )
1
= n 2 kT 2 r .
2
dT
0
(C22)
Hasil integrasi suku kedua adalah
1
0
0
m V12 nkr( ) f1( ) ( v1 ) dv1
2
0
f1( ) ( v1 ) 1
0
0
=
mV12 dv1 f1( ) ( v1' ) f1( ) ( v '2 ) g12 ( )d dv 2 dv1
2
n
= 4 1/ 2 kT e W1 W14 dW1 f1(
2
0)
( v ) f ( ) ( v ) g ( )d dv dv
'
1
'
2
12
(C23)
3
0
0
= kT f1( ) ( v1' ) f1( ) ( v '2 ) g12 ( )d dv 2 dv1
2
3
0
= kTkr( ) .
2
Sedangkan hasil evaluasi terhadap suku ketiga seperti ditunjukkan melalui
persamaan (92) adalah
1
3
1
dk ( )
0
0
m V12 J (r ) dv1 = n 2 kTkr( ) + n 2 kT 2 r .
2
2
2
dT
0
(C24)
Dengan demikian, penjumlahan suku pertama, kedua dan ketiga sama dengan nol.