Professional Documents
Culture Documents
Ditujukan kepada:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Minyak dan gas bumi saat ini masih menjadi sumber energi utama yang
1.2
Indentifikasi Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada
batuan induk ?
2. Apakah hidrokarbon yang terdapat pada suatu cekungan sedimen sama
tipenya dan berasal dari batuan induk yang sama ?
3. Apakah suatu batuan induk pada cekungan sedimen dapat menghasilkan
tipe hidrokarbon yang berbeda-beda ?
4. Bagaimana jalur migrasi dari hidrokarbon yang terakumulasi ?
1.3
Y yang sekiranya akan dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Maret
hingga bulan Mei dan bertempat di kantor PT Pertamina EP, atau disesuaikan
dengan waktu pelaksanaan tugas akhir yang diberikan oleh perusahaan.
1.5
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Memberikan pengetahuan,pengalaman, serta wawasan dunia industri
dalam menjalankan kegiatan eksplorasi dan produksi migas.
2. Mengetahui penerapan konsep-konsep aplikatif dan integratif yang
dijalankan dalam melakukan eksplorasi maupun produksi.
3. Memberikan kontribusi khususnya bagi perkembangan Ilmu Geologi serta
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
pada saat ini.
4. Mendapatkan pemahaman tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang pada dunia migas Indonesia saat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
yang
menerapkan
terbentuknya,
prinsip-prinsip
migrasi,
akumulasi
dasar
kimia
dan
alterasi
untuk
minyak
mempelajari
bumi.
asal
Dengan
Komposisi kerogen
Komposisi kerogen dipengaruhi oleh proses pematangan termal yang
Tipe kerogen
Kerogen menyusun sebagian besar dari material organik. Berdasarkan
Grup alginit
Didominasi oleh maseral alginit yang merupakan alga air tawar, bersifat
Grup eksinit
Didominasi oleh maseral eksinit (spora, polen), kutinit (kutikula dari
tumbuhan darat), resinit(resin dari tumbuhan darat, getah dammar), dan liptinit
(lemak dari tumbuhan darat dan alga marin), bersifat oil-gas prone
c.
Grup vitrinit
Didominasi oleh maseral vitrinit (material selulosa dari tumbuhan
Grup inertinit
Didominasi oleh arang kayu (charcoal), material organik yang teroksidasi
Kerogen Tipe I
b.
Kerogen Tipe II
Berasal dari sedimen laut dengan kondisi reduksi dengan jenis sumber
yang berbeda, yaitu dari alga laut, polen, spora, lapisan lilin tanaman,
fosil resin dan lemak tanaman
c.
d.
Kerogen Tipe IV
Terdiri dari material teroksidasi yang berasal dari berbagai sumber dan
mengandung sejumlah besar oksigen
Tipe Kerogen
I
II
III
IV
Maseral
Material Organik Asal
Alginit
Alga air tawar
Eksinit
Polen, Spora
Kutinit
Lapisan lilin tanaman
Resinit
Resin tanaman
Liptinit
Lemak tanaman, alga laut
Vitrinit
Material tanaman keras (kayu, selulosa)
Inertinit
Arang, material tersusun ulang yang teroksidasi
Pembagian Tipe Kerogen (Waples, 1985)
cenderung menggenerasikan gas (molekul C1-5) pada suhu berkisar antara 150
2300 C dibawah permukaan bumi.
3.
Kematangan Kerogen
Kematangan kerogen dikontrol oleh dua faktor utama yaitu suhu dan
waktu. Pengaruh suhu tinggi dalam waktu yang singkat atau sebaliknya akan
menyebabkan kerogen terubah dan menghasilkan hidrokarbon. Selain suhu dan
waktu, terdapat faktor umur batuan yang berkaitan dengan proses pemanasan dan
jumlah panas yang diterima batuan induk.
Kematangan material organik pada umumnya ditentukan dengan:
a.
yang berbasis pada adanya pengaruh kematangan termal terhadap perubahan fisik
pada fosil dari kelompok spora dan polen.
c.
yang terjadi selama pirolisis kerogen, sedangkan indeks produksi adalah rasio
antara hidrokarbon dalam batuan dan hidrokarbon yang dihasilkan sebagai akibat
perubahan kerogen menjadi bitumen selama pembentukan hidrokarbon. OPI akan
bertambah seiring meningkatnya material organik.
Tipe Kerogen
Hidrogen Indeks
Jenis Hidrokarbon
S2 / S3
yang Dihasilkan
>600
>15
Minyak
II
300-600
10-15
Minyak
II/III
200-300
5-10
III
50-200
15
IV
<50
<1
Campuran minyak
dan gas
Gas
Tidak ada
hidrokarbon
Tingkat
Kematangan
Rock-Eval Pirolisis
OPI
Ro (%)
TAS
Tmax (0C)
0.2-0.6
<435
<0.10
Awal
0.6-0.65
- 4/5
435-445
0.10 0.15
Puncak
0.65-0.9
- 4/5
445-450
0.25 0.40
Akhir
0.9-1.35
56
450-470
>0.40
>1.35
>6
>470
Termal
Belum matang
Matang
Mikroskopis
Lewat matang
S1/(S1+S2)
2.2
lingkungan
pengendapan
dari
material
organik
dapat
Isoprenoid adalah suatu senyawa yang terdiri dari atom karbon rantai lurus
dengan kelompok metil (CH3) yang terikat pada setiap atom karbon keempat.
Senyawa isopenoid yang umum digunakan adalah pristan dan fitan yang berkaitan
dengan aktifitas bakteri yang hidup saat proses fotosintesa, berasosiasi dengan
porfirin dan menunjukkan lingkungan metasalin sampai hipersalin. Batuan induk
karbonat seringkali memperlihatkan rasio pristan dan fitan < 1 yang menunjukkan
bahwa material organik pada batuan induk tersebut terendapkan dalam lingkungan
anoksik.
2.
Triterpana adalah senyawa yang terdiri dari lima atom karbon segi enam
yang berkaitan dengan kelompok metil. Senyawa triterpana terbentang dari C27
sampai C35, tetapi yang sering digunakan adalah norhopana (C29) dan hopana
(C30).
Untuk
menunjukkan
lingkungan
pengendapan
harus
dilakukan
perbandingan terhadap konsentrasi C29 dan C30. Jika konsentrasi C29 > C30, maka
material organik berasal dari lingkungan karbonat, sebaliknya jika konsentrasi C29
< C30, maka material organik berasal dari serpih yang terendapkan di lingkungan
laut. Menurut Peters dan Moldowan (1991), tingginya konsentrasi C35 secara
spesifik menunjukkan lingkungan laut, sedangkan lingkungan karbonat atau
hipersalin ditandai dengan dominasi C34 dan C35. Dalam hal ini jika C35 >C34,
maka material organik dapat diasumsikan diendapkan di lingkungan karbonat
yang berasosiasi dengan lingkungan yang sangat reduksi (Moldowan et al, 1992).
Apabila dalam fragmentogram massa terdapat hopana panjang (C31-C35) yang
semakin mengecil dengan penambahan jumlah karbon, maka pada umumnya
material organik tersebut berasosiasi dengan kondisi lingkungan yang oksik.
Pada senyawa triterpana terdapat pula parameter kematangan, yaitu
trisnorneohopana (Ts, terdapat pada C27 akibat proses termal) dan trisnorhopana
(Tm, terdapat pada C27 akibat hasil biologis), dimana apabila Ts > Tm maka
diasumsikan batuan sudah matang. Selain pada C27, parameter kematangan juga
didapat pada C31, C32 dan C33, yaitu jika S (sinister) > R (rectus), maka batuan
sudah matang.
3.
Sterana adalah senyawa yang terdiri dari tiga lingkar atom karbon
segienam dan satu lingkar atom karbon segilima yang saling berkaitan. Senyawa
ini terdapat pada C21,C22, C27,C28, dan C29 pada fragmentogram massa.
Lingkungan karbonat atau hipersalin diketahui berdasarkan konsentrasi C21,C22>
C27,C28, dan C29 (Ten Havern et al, 1985 dan Mello et al, 1988). C27 akan
mendominasi pada material organik yang berasal dari alga atau lingkungan laut,
sedangkan kontribusi alga danau ditunjukkan dengan kehadiran C28<C27 dan C29.
Material organik yang berasal dari tanaman keras atau merupakan material darat
ditunjukkan dengan dominasi C29, sementara itu dominasi C30 mengindikasikan
pengaruh kondisi laut (Moldowan et al, 1985). Pada senyawa sterana juga terdapat
suatu parameter kematangan, yaitu pada C29 yang ditunjukkan dengan notasi 20 R
dan 20 S, dimana 20R > 20 S maka batuannya belum matang.
Selain itu untuk mengetahui tingkat kehadiran karbon dalam material
organik digunakan suatu biomarker berupa n-alkana yang nerupakan seri
hidrokarbon yang paling sederhana karena tidak memiliki cabang yang dapat pula
digunakan sebagai indikator kematangan material organik. Tingkat kehadiran
karbon (Carbon Preferences Index-CPI) didasari pada tingkat konsentrasi karbon
C23, C24, C25, C26, C27, C28, C29, C30, C31 dan dirumuskan sebagai berikut :
CPI = (C23 + C25 + C27 + C29) + (C25 + C27 + C29 + C31)
2 (C24 + C26 + C28 + C30)
Property
Carbonate
Marine Shale
Deltaic Shale
Bulk properties
API gravity
10 30
25 40
35 45
Sulfur, wt%
>0.6
0.2 0.5
<0.2
Sat/Arom
0.3 1.5
12
>2
CPI
<1
1 1.5
>1.5
Biomarker properties
Pr/Ph
<1
1.1 1.8
24
Ph/nC18
>0.3
<0.3
<0.1
Steranes
C27>C29
C27<C29
C27<C29
Steranes/hopanes
Low
High
High
C24Tetra-/C26Tric.Trep Medium-high
Low-medium
Low
C29/C30 hopanes
High (>1)
Low
Low
C35/C30 hopanes
High
Low
Low
Gammacerane
High
Low
Low
Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Karakter Kimia
(Peters & Moldowan, 1994)
2.3
3.
4.
5.
1.
Terpane
a.
dari lipid pada membran bakteri. Senyawa ini meliputi beberapa seri yang
homolog seperti komponen asiklik, bisiklik (drimane), trisiklik, tetrasiklik dan
pentasiklik (mis. hopane).
Komponen terpane (m/z 191) seperti trisiklik, tetrasiklik, hopane biasanya
digunakan untuk mengkorelasikan minyak dengan batuan induk (Seifert et al.,
1980). Terpane trisiklik berkisar dari C19 hingga C45. Trisiklik C28 dan C29
sering digunakan untuk melakukan korelasiminyak dan bitumen. Terpane
trisiklik (<C30) kemungkinan berasal dari isoprenoid C30 reguler yang
merupakan penyusun membran prokariotik. Diterpane trisiklik (C19-C20)
diyakini berasal dari diterpenoid seperti asam abietik yang dihasilkan oleh
tumbuhan vaskuler.
Terpane bisiklik terdapat pada hampir semua sedimen dan minyak mentah
sehingga dianggap berasal dari mikroba. Terpane tetrasiklik C24-C27
nampaknya merupakan hopane yang terdegradasi. Tetrasiklik terpane lebih
resistan terhadap biodegradasi dan maturasi ketimbang hopane.
Hopane merupakan triterpane pentasiklik yang biasanya mengandung 27-35
atom karbon pada struktur naftenik yang tersusun atas empat cincin segi enam
dan satu cincin segi lima. Hopane berasal dari prekursor membran bakteri.
b.
Homohopane
Homohopane (C31-C35) diyakini berasal dari bakteriohopanetetrol dan
Rasio Pristane/Phytane
hipersalin.
g.
h.
tinggi.
i.
terutama konifer.
j.
Sterane
-hopane
Rasio sterane dengan hopane merefleksikan input dari material eukariotik
b.
Sterane C27-C28-C29
Nilai C27-C28-C29 dapat diplot pada suatu diagram segitiga untuk
sterane
C30/
(C27-C28-C29-C30)
jika
diplot
dengan
rasio
Diasterane C27-C28-C29
Aplikasi penting dari plot Diasterane C27-C28-C29 pada diagram segitiga
3.
Steroid Aromatik
Biomarker aromatik dapat memberikan informasi input material organik
yang lebih kuat karena mempresentasikan komponen dari asal yang berbeda,
sehingga dapat memberikan bukti independen dalam korelasi. Selain itu, lokasi
plot dari diagram ini tidak berubah secara signifikan di sepanjang oil window.
b.
Porfirin
Porfirin merupakan komponen organometalik tetrapirolik yang tersusun
atas vanadium dan nikel pada hidrokarbon (Boduszynski, 1987). Komponen ini
cukup resistan terhadap biodegradasi. Rasio V/(V+Ni) porfirin menunjukkan
kondisi pengendapan batuan induk pada kondisi reduksi.
2.4
minyak dengan fasies batuan sumbernya berdasarkan integrasi data geologi dan
geokimia (Jones, 1987). Hubungan kausal ini didasarkan pada kondisi saat batuan
induk
terhadap komposisi batuan induk dan minyak. Jadi, tugas dari seorang ahli
geokimia dalam melakukan oil-source correlation adalah untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi perubahan komposisi yang terjadi baik pada batuan induk
maupun minyak setelah minyak meninggalkan batuan induknya serta membuat
kompensasi dari perubahan tersebut yaitu pada saat belum terjadi perubahan
komposisi (Curiale, 1993).
Suatu korelasi batuan induk dengan minyak yang baik harus dapat
memperkirakan volume minyak yang dihasilkan serta menentukan jalur
migrasinya. Apabila peta-peta lokasi dan geokimia minyak baik yang didapat dari
indikasi permukaan (oil seep), sumur, dan akumulasi minyak yang komersial
tersebut dibandingkan dan ternyata memiliki kesamaan, maka dapat disimpulkan
bahwa seluruh minyak yang terdapat di lokasi tersebut berasal dari sumber yang
sama.
Apabila data geokimia mengindikasikan hubungan genetik antara minyak
dengan batuan induk, atau jika hasil korelasinya positif, maka dapat ditentukanlah
petroleum system di suatu tempat. Peta distribusi daripada minyak dan batuan
induk ini menunjukkan lingkup stratigrafi dan geografi dari petroleum system
tersebut.Sedangkan jalur migrasi berada diantara batuan induk dan lingkup
geografi dari sistem tersebut dan volume dari minyak yang dihasilkan dapat
diperkirakan.
Dalam melakukan korelasi minyak dengan batuan induk, fosil geokimia
atau biomarker memiliki peranan yang sangat penting. Data tersebut diperoleh
dari hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Selain itu
informasi penting untuk melakukan korelasi juga didapat dari data rasio isotop
karbon.
BAB III
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan data lapangan berupa sampel tanah atau
batuan yang digunakan sebagai data primer, dan datsa hasil laboratorium yang
merupakan data sekunder.
3.2
Tahap Penelitian
Tahap penelitian merupakan tahap pengerjaan yang meliputi tahap
Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan usulan penelitian. Kemudian
Tahap Analisis
KUALITAS
<0.5
Sangat Buruk
0.5 1
Buruk
12
Cukup
24
Baik
4 12
Sangat Baik
>12
material organik dan untuk mengetahui potensi hidrokarbon. Analisis ini terdiri
dari pemanasan temperatur pada oven pirolisis dengan sedikit sampel yang secara
kuantitatif dan selektif menentukan kandungan hidrokarbon bebas pada sampel
dan kandungan senyawa hidrokarbon dan oksigen (CO2) yang lepas selama
peretakan kandungan organik yang tidak bisa diekstraksi pada sampel.
Selama pemanasan, hidrokarbon yang sudah ada pada batuan (S1) yang
dianggap
setara
dengan
jumlah
bitumen
pada
batuan
tersebut
akan
mengeluarkan
hidrokarbon,
pada
proses
pirolisis
kerogen
juga
Berikut rumus perhitungan Hidrogen Index (HI), Oxygen Index (OI), Oil
Production Index (OPI), dan Potential Yield (PY)
HI = (100 x S2) / TOC
OI = (100 x S3) / TOC
OPI = S1 / (S1+S2)
PY = S1+S2
Hidrogen Indeks
Tipe Kerogen
Jenis Hidrokarbon
S2 / S3
yang Dihasilkan
>600
>15
Minyak
II
300-600
10-15
Minyak
II/III
200-300
5-10
Campuran minyak
dan gas
III
50-200
15
IV
<50
<1
Gas
Tidak ada
hidrokarbon
3.
tersebut
dapat
dianggap
sebagai
indikator
maturasi/
kematangan yang diperoleh dari hasil pengamatan optikal dari kerogen, analisis
fisikokimia dari kerogen serta analisis kimia dari bitumen (oil).
a.
sinar langsung yang kemudian diukur pantulannya oleh sebuah alat fotometer.
Untuk mengetahui tingkat kematangan batuan induk digunakan dua parameter
tingkat suhu pematangan berdasarkan hasil pengukuran refleksitansi vitrinit dan
suhu pematangan (Tmax) dari pirolisis batuan
b.
terapai. Oleh sebab itu temperatur maksimum dapat digunakan sebagai salah satu
indikator kematangan. Nilai Tmax diperoleh bersamaan dengan pencatatan
parameter S1, S2 dan S3 pada Rock-Eval Pyrolisis, dan Tmax adalah puncak S2.
Tingkat
Kematangan
Rock-Eval Pirolisis
OPI
Ro (%)
TAS
Tmax (0C)
0.2-0.6
<435
<0.10
Awal
0.6-0.65
- 4/5
435-445
0.10 0.15
Puncak
0.65-0.9
- 4/5
445-450
0.25 0.40
Akhir
0.9-1.35
56
450-470
>0.40
>1.35
>6
>470
Termal
Belum matang
Matang
Mikroskopis
Lewat matang
S1/(S1+S2)
metode utama yaitu bulk methods dan molecular methods. Bulk methods meliputi
karakteristik fisik, fraksinasi komposisi, konsentrasi elemen dan rasio isotop.
Sedangkan molecular method melibatkan paramater fosil geokimia atau yang
sering disebut biomarker.
a.
Bulk Methods
Karakteristik fisik meliputi warna, nilai API gravity dan viskositas.
pada
minyak
maupun
pada
batuan
sumber
yang
diperkirakan
Molecular Methods
Molecular methods yang merupakan metode yang cukup terpercaya dalam
Spectrometry
(GCMS).
Pada
dasarnya
parameter
3. Ionisasi
4. Analisis massa
5. Deteksi ion oleh electron multiplier
6. Akuisisi, pemrosesan, dan penyajian data oleh computer
GCMS dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
komponen berdasarkan waktu retensi, pola elusi dan pola fragmentasi spektrum
massa yang mencirikan strukturnya. Data GCMS diperoleh dengan menggunakan
kolom kapiler beresolusi tinggi (sekitar 50 m), spektrometer massa dan rapid
scanning (Peters dan Moldowan, 1993)
Pada kromatografi gas, fraksi aromatik atau jenuh disuntikan melalui suatu
syringe. Molekul yang lebih besar akan terperangkap pada fase stasioner pada
kepala GC, proses ini disebut cold trapping. Suhu dinaikkan secara bertahap
oleh oven sehingga komponen yang terperangkap akan bergerak maju. Pada GC,
setiap sampel yang diinjeksi akan diuapkan dan dicampur dengan gas pembawa
yang inert seperti He. Gas ini (fase mobile) dan sampel bergerak melewati kolom
kapiler tipis yang panjang yang bagian dalamnya dilapisi film tipis dari cairan
nonvolatil (fase stasioner). Komponen-komponen akan diseparasikan saat sampel
ditangkap oleh fase stasioner dan dilepaskan ke fase mobile.
Setelah komponen dipisahkan oleh GC, maka selanjutnya akan ditransfer
ke spektrometer massa (MS) untuk dianalisis. Molekul yang masuk akan
diionisasi dengan cara ditembak oleh elektron sehingga akan membentuk ion
molekuler. Ion ini akan dianalisis berdasarkan rasio massa dengan muatannya
(m/z). Hasilnya adalah pola fragmentasi atau spektrum massa dari molekul
tersebut. Setelah dilakukan korelasi terhadap parameter seperti pada, dilakukanlah
integrasi dengan data seismik dan data log geokimia atau data log geofisika untuk
merekonstruksi peta distribusi source rock (geochemical map).
Log geokimia biasanya berisi data Rock-Eval Pyrolisis, Total Organic
Carbon (TOC), Vitrinite Reflectance (Ro), serta litologi yang berguna dalam
dari awal hingga akhir penulis membuat Tugas akhir ini yang secara sistematis
disusun dalam sebuah laporan yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka,
metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan serta saran.
PENUTUP
Demikian proposal tugas akhir ini saya ajukan dengan harapan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam pengajuan Program Tugas Akhir yang
ditujukan kepada PT Pertamina EP. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
berkah dan kelancaran pada kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar
dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Atas perhatian yang telah diberikan,
saya ucapkan terima kasih.
REKOMENDASI :
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang
KM.21 Jatinangor 45363 Telp./Fax. : (022) 7796-545 email : ftg@unpad.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Koesoemadinata, R. P., 1980, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Penerbit ITB,
Bandung
Lewan, 1986, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas dan
kematangan
material
organik
pada
batuan
induk.
Universitas
Padjajaran, Bandung.
Peters, KennethE., and J. Michael Moldowan, 1993, The Biomarker Guide,
Prentice-Hall Inc, New Jersey
Tissot and Welte, 1984, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas
dan kematangan material organik pada batuan induk. Universitas
Padjajaran, Bandung.
Tearpock dan Biscke, 1991, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas,
kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk.
Universitas Padjajaran, Bandung.
Waples.1985, dalam Heru Tanjung, 2007,Skripsi kualitas, kuantitas dan
kematangan
material
Padjajaran, Bandung.
organik
pada
batuan
induk,
Universitas
CONTACT PERSON:
VERA CHRISTANTI AGUSTA
NPM 270100100068
No.HP : 085692058508
Email : vera.christanti@yahoo.com