You are on page 1of 14

PerbanDIngan Parameter stanDarIsasI eKstraK Daun

KangKung Darat HasIl PertanIan organIK Dan non-organIK


farida Hayati, Pinus jumaryatno, ari Wibowo
Prodi Farmasi, FMIPA, Universitas Islam Indonesia
email: farida_hayati@yahoo.com
abstraK
Tanaman kangkung (Ipomoea reptans, Poir) adalah salah satu obat herbal yang
memiliki aktivitas antihiperglikemik.. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan parameter ekstrak daun kangkung darat hasil budidaya organik dan
non organik dengan acuan. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi
menggunakan 96% etanol. Setelah ekstraksi, ekstrak diukur parameter spesifik dan
nonspesifik. Parameter spesifik terdiri dari uji organoleptik, dan pengukuran karoten
sebagai senyawa marker. Parameter yang diukur terdiri dari parameter bobot jenis,
kadar air, kadar abu, kontaminasi logam berat, pestisida, mikroba, dan sisa uji pelarut
(etanol) . Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan hasil pertanian
organik dan non organik degan nilai a rata-rata kadar -karoten dalam ekstrak adalah
3,9% (b / b); kadar air kurang dari 30%; abu total kurang dari 8,6%; tidak ada
kontaminasi logam timbal (Pb), tidak ada residu pestisida; tidak ada pelarut sisa dalam
ekstrak etanol, dan tingkat kontaminasi mikroba dalam ekstrak berada di bawah
standar maksimum yang ditetapkan oleh BPOM dan BSN (SNI).
Kata kunci : standardisasi ekstrak, kangkung, Ipomoea reptans

abstract
Ipomoea reptans Poir is the one of herbal medicine that has antihyperglycemic
activity. The purpose of this study is to determine the values of specific and
nonspecific standardization parameter and to compare the extract parameters with
the guidence from BPOM and other references. Extraction performed by maceration
method using 96% of ethanol. After extraction, the extract is measured by specific and
nonspecific parameters. The specific parameters consist of organoleptic test, and
measurement of caroten as marker compound. The nonspecific parameters consist
of density test, moisture content test, total ash content test, metal contamination test,
pesticide test, microbial contamination test, mold and yeast contamination test,
estimated the numbers of coliform contamination test, and the remaining solvent test
(ethanol). The result of standardization showed that the average of -carotene content
in extracts was 3.9 %(w/w); moisture content is less than 30%; total ash is less than
8.6%; there is no metal contamination of lead (Pb), there is no residual pesticide;
there is no residual solvent in the ethanol extract, and microbial contamination rates
both total plate count, mold and yeast number, and the number of coliform in the
extract are under the maximum standards set by BPOM and BSN (SNI).
Keywords: standardization of extract, Ipomoea reptans Poir, kangkung.

1
860

PenDaHuluan
Hasil penelitian di Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan 5,7% dari populasi penduduk
dewasa di Indonesia menderita Diabetes Mellitus (Pramono et al., 2010). Alternatif pengobatan DM
selain terapi menggunakan obat seperti golongan sulfonil urea, biguanida atau insulin lain adalah
pengobatan dengan menggunakan bahan alam (Deng, R, 2012), dan salah satu bahan alam yang
dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah kangkung (Hayati et al., 2010, Hayati et al., 2012).
Malalavidhane et al. melaporkan bahwa ekstrak kangkung air (Ipomoea aquatica) dari
Srilangka memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan efektivitas yang sama dengan tolbutamide
dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus Wistar (Malalavidhane et al., 2000; Malalavidhane
et al., 2001). Selanjutnya, peneliti yang sama juga melaporkan aktivitas antihiperglikemia ekstrak
kangkung air terhadap tikus Wistar yang diinduksi oleh streptozotocin (Malalavidhane et al., 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Hayati et al., menunjukkan bahwa kangkung darat (Ipomoea reptans
Poir.) dari Indonesia mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit dengan dosis 2,23 g/kgBB,
4,464 g/kgBB, dan 8,928 g/kgBB (Hayati et al., 2010), dan hasil uji toksisitas menunjukkan
keamanan ekstrak kangkung darat pada mencit (Hayati et al., 2012). Hal ini menunjukkan
kangkung memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat alternatif untuk mengatasi DM.
Data WHO menyebutkan bahwa 80% populasi di Afrika dan Asia pada tataran pelayanan
kesehatan primer masih bergantung pada penggunaan obat tradisonal (Sahoo et al., 2010).
Penggunaan obat herbal yang tinggi di negara berkembang bukan sekedar karena faktor harga yang
lebih terjangkau, tapi juga karena faktor budaya, dan minimnya efek samping yang ditimbulkan (Pal
and Shukla, 2003). Permasalahan pada penggunaan obat tradisional di beberapa negara berkembang
antara lain adalah tidak terstandarnya bahan baku dan proses pengolahan obat (Sahoo et al., 2010).
Pengembangan produk obat herbal terstandar akan didahului dengan proses standarisasi
ekstrak tumbuhan, yang kemudian dilanjutkan dengan uji keamanan dan keefektifannya pada hewan
coba. Data terkait standardisasi ekstrak daun kangkung darat belum tersedia di BPOM sebab daun
kangkung baru dikenal sebagai tanaman sayur dan belum banyak yang mengetahui khasiat daun
kangkung. Sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk dapat melengkapi data standardisasi
ekstrak herbal khususnya daun kangkung darat (Ipomoea reptans Poir).
Kandungan kimia dari tumbuhan obat sebagai hasil pertanian maupun tumbuh secara liar
tentu tidak menjamin selalu konstan. Hal ini dikarenakan adanya variabel bibit, tempat tumbuh,
iklim, dan kondisi (umur dan cara panen). Menurut hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
kondisi lingkungan tempat tumbuh mempengaruhi hasil nilai parameter spesifik dan parameter non
spesifik (Isnawati dkk, 2006).

2
861

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil ekstraksi daun kangkung darat dari tiga
wilayah budidaya berbeda dengan pertanian organik (wilayah Balangan, Sleman) dan non organik
(Candisari, Sleman, dan Gantiwarno, Klaten).
metoDe PenelItIan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kangkung darat yang diperoleh
dari daerah Balangan (Kab. Sleman), Candisari (Kab. Sleman), dan Gantiwarno (Kab. Klaten).
Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%, akuabidestilata, etanol pa, asam nitrat P, natrium klorida
0,9 %, plat KLT silica gel 60 F254, aseton pa, metanol pa, akuades, plate count agar, czapek dox
agar, brilliant green lactose bile broth, xilen pa, petroleum eter, dan standar betakaroten.
alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan analitik makro (Mettler
Toledo), timbangan analitik semi mikro (Mettler Toledo), pengaduk kaca, pisau, lemari pengering,
toples kaca, Rotary Evaporator (Heidolph- L4000), Erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, labu ukur,
corong, kertas saring, desikator, piknometer, termometer, kruss porselen, pemijar (Vulcan A-550),
pemanas, Alat hitung koloni, inkubator, Laminar Air Flow (Esco airstream), alat destilasi, tabung
reaksi, tabung reaksi tertutup, tabung durham, mikropipet, pipet tetes, pipet volume, instrument
AAS (Perkin-Elmer 5100 PC), instrument GC-MS (Shimadzu QP2010SE), chamber KLT,
microsyiringe (Hamilton), instrumen KLT Densitometri (Camag TLC Scanner 3), furnace (Thermo
Scientific), instrumen spektrofotometer UV-Vis (UV-1800 Shimadzu).
cara penelitian
Tahapan penelitian terdiri atas proses ekstraksi daun kangkung darat, proses standarisasi
spesifik dan non spesifik ekstrak daun kangkung darat. Analisis hasil pengamatan parameter
dibandingkan dengan nilai acuan yang telah ditetapkan oleh BPOM atau referensi terkait lain.
Pengumpulan, sortasi, dan pengeringan daun kangkung
Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan tangan, lalu hasil panen dicuci
dari sisa tanah. Pelaksanaan determinasi tumbuhan kangkung darat dilakukan di Laboratorium
Biologi Farmasi Universitas Islam Indonesia.Tumbuhan yang telah dipanen kemudian dicuci
dengan air bersih dan disortasi antara batang dan daunnya, bagian tumbuhan yang dipakai hanyalah
bagian daunnya saja. Daun yang telah disortasi kemudian dirajang halus dan dikeringkan pada

862

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

lemari pengering. Simplisia kering yang didapat kemudian dihaluskan dengan blender, dan diayak
untuk memperoleh serbuk simplisia derajat halus.
ekstraksi simplisia
Simplisia kering diekstraksi menggunakan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96
%. Proses ektraksi dilakukan kurang lebih selama 6 hari. Dilakukan pemekatan ekstrak cair yang
diperoleh menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ektrak kental yang
didapat akan digunakan untuk dilakukan uji parameter spesifik dan non spesifik (Wibowo et al.,
2012).
uji parameter spesifik
a. organoleptik
Uji ini dilakukan sebagai pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin. Uji
dilakukan dengan menggunakan panca indera meliputi pengenalan bentuk, bau, rasa, dan warna dari
ekstrak (Anonim, 2000).
c. Kadar senyawa marker
Uji kromatografi lapis tipis digunakan fase gerak petroleum eter : aseton (7:3). Fase diam
menggunakan silica gel 60 F254. Pengukuran dilakukan dengan mengukur nilai AUC dari spot yang
dihasilkan dengan KLT densitometri (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo et al., 2012).
uji parameter non spesifik
a. bobot jenis
Pengukuran bobot jenis ekstrak dilakukan dengan menggunakan alat piknometer pada suhu
kamar (25oC). Piknometer yang telah dikalibrasi, bersih dan kering digunakan untuk menetapkan
bobot piknometer dan air yang telah dididihkan pada suhu 25oC. Suhu ekstrak cair diatur hingga
suhu dibawah 20oC kemudian dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang telah diisi, diatur
suhunya hingga suhu 25oC, kelebihan ekstrak yang ada dibuang dan ditimbang. Hasil perolehan
bobot jenis ekstrak cair adalah dengan mengurangkan bobot piknometer kosong dari bobot
piknometer yang telah diisi (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo et al., 2012).
b. Kadar air
Untuk pengukuran kadar air dilakukan dengan metode destilasi azeotrop. Pereaksi yang
digunakan xilene jenuh air, xilene dikocok dengan sedikit air, biarkan memisah dan lapisan airnya
dibuang. Tabung penerima dan pendingin dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan dalam
lemari pengering. Ekstrak yang digunakan sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang
kering. Xilene jenuh air sejumlah 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, rangkaian alat
4

863

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

dipasang dan dipanaskan selama 15 menit. Xilene mulai mendidih dan terjadi penyulingan. Setelah
semua tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan xilene jenuh air, penyulingan dilanjutkan
selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan hingga suhu ruang. Diperoleh volume air setelah
terjadi pemisahan antara air dan xilene secara sempurna. Kadar air dihitung dalam % v/b. Proses
diulangi sebanyak 3 kali (Anonim, 2009; Wibowo et al., 2012).
c.

Kadar abu total dan abu yang tidak larut asam


Timbang seksama ekstrak yang telah halus 2,002 g dengan seksama. Dimasukkan pada kurs

silica yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditara, kemudian ratakan. Dipijarkan secara perlahan
dengan suhu 700C hingga arang habis, kemudian dinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Jika
arang tidak habis, maka dapat ditambahkan air panas dan dilakukan penyaringan dengan kertas
saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijakan pada kurs yang sama. Masukkan filtrat
kedalam kurs dan uapkan. Pijarkan kembali hingga bobot tetap, selanjutnya timbang dan hitung
kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
Dari penetapan kadar abu di atas akan diperoleh abu yang kemudian dididihkan
menggunakan asam nitrat 30% sebanyak 25 ml selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan dan disaring melalui kurs kaca masir atau kertas saring bebas abu. Cuci dengan air
panas, pijarkan hingga bobot tetap kemudian lakukan penimbang dan hitung kadar abu yang tidak
larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 2009; Wibowo et al.,
2012).
d. cemaran logam berat
Alat yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah spektrofotometri serapan atom (SSA)
dengan metode kurva kalibrasi. Dibuat kurva baku timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dengan
konsentrasi 1000 ppm. Dilakukan pengenceran bertahap hingga didapatkan konsentrasi 1 ppm.
Dibuat seri kadar kadar 1; 5; 10; 15 ppm untuk timbal (Pb) dan 0,2; 0,4; 0,6; dan 1 ppm untuk
kadmium (Cd). Ditimbang seksama ekstrak sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam kruss
porselen. Dipijarkan hingga arang habis, dinginkan dan ditimbang. Hasil destruksi ditambahkan
asam nitrat 30% sebanyak 5 ml dan dipanaskan jika perlu untuk melarutkan residu. Larutan disaring
menggunakan kertas whatman ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan akuabides hingga tanda
batas. Pengukuran logam Pb, larutan sampel 5 mL dimasukkan kemudian ditambahkan larutan
standar Pb 10 ppm hingga tanda batas. Pengukuran kadar Cd, larutan sampel 5 mL dimasukkan
kedalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan larutan standar Cd 0,6 ppm hingga tanda batas.
Ditetapkan cemaran logam dan dilakukan tiga kali replikasi (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo
et al., 2012).
e. uji pestisida
864

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

Uji pestisida dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Fase diamnya
menggunakan plat silika gel 60 F254, fase gerak aseton : n-heksan dengan perbandingan 1:4. Adapun
pembanding pestisida yang digunakan adalah golongan organoklor dan organofosfat.
f. cemaran mikroba
Larutan pengencer dibuat

dengan melarutkan 0,9 gram NaCl ke dalam 100 ml air.

Disiapkan lima buah tabung reaksi untuk masing-masing dituangkan 9 ml NaCl 0,9 %. Tabung
tersebut dihomogenisasi sebanyak 10 ml atau pengenceran 10-1. Semua peralatan yang akan
digunakan termasuk media agar disterilisasi dengan alat autoklaf pada suhu 121C selama 30 menit.
Setelah proses sterilisasi, media agar dituangkan kedalam 11 cawan petri masing-masing sebanyak
20 ml. Segera cawan petri digoyang dan diputar hingga suspensi tersebar secara merata. Dari 11
cawan petri ini satu cawan digunakan sebagai control dan sepuluh lainnya digunakan sebagai
perlakuan yang dituangkan masing-masing 1 ml dari tiap-tiap pengenceran. Semua prosen
penuangan dilakukan diladalam Laminar Air Flow (LAF) dan secara aseptik. (Wibowo et al.,
2012).
g. uji sisa pelarut etanol
Alat yang digunakan untuk menguji sisa pelarut etanol ini menggunakan alat GC-MS.
Dilakukan pengenceran ektrak pekat hingga konsentrasi 0,1% dengan pelarut metanol. Sampel
diinjeksikan kedalam alat GC-MS pada suhu 70C hingga 200C. Analisis adanya gugus etanol
melalui similar index dan pola kromatogram yang dihasilkan (Dirjen POM DepKes, 2000; Wibowo
et al., 2012).
HasIl Dan PembaHasan
Standarisasi simplisia dan ekstrak merupakan langkah awal pengembangan tumbuhan obat
yang akan dikembangkan menjadi sediaan obat tradisional, baik berupa obat herbal terstandar
maupun fitofarmaka. Untuk memperoleh ekstrak yang terstandar, perlu diperhatikan kondisi
wilayah asal tumbuhan, proses pemanenan, sortasi, pasca panen, hingga metode ekstrasi simplisia,
karena semua hal tersebut dapat mempengaruhi keajegan mutu ekstrak yang diperoleh (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
Penelitian ini menggunakan tumbuhan kangkung darat yang telah dibudidayakan oleh petani
pada lahan tersendiri (tidak bercampur dengan tumbuhan lain) dan diperoleh dari 3 (tiga) lokasi
pertanian dengan kondisi topografis yang berbeda.

865

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

Tabel 1. Perbedaan topografis wilayah dan jenis pertanian asal tumbuhan kangkung darat
no
Kondisi
balangan candisari gantiwarno
topografis
dan jenis
pertanian
500 999
220
100 200
1. Ketinggian
wilayah
(meter dpl)
34,66
229,69
2. Curah hujan
(mm per hari)
3,0 6,0
3. Kecepatan
angin (knots)
24 32
22 33
23 32
4. Suhu (derajat
celcius)
97
22 97
5. Kelembaban
udara (%)
Regosol
Regosol
6. Jenis tanah
coklat
kekelabuan
Proses pemanenan dilakukan secara tradisional, tumbuhan hingga akar dicabut
menggunakan tangan. Satu kali proses pemanenan dari ketiga lokasi tersebut dapat menghasilkan
100 150 kg kangkung darat segar. Simplisia segar yang diperoleh dicuci, selanjutnya dilakukan
sortasi daun, perajangan, dan pengeringan lalu dimaserasi.

Gambar 1. Proses pemanenan (A) dan penglayuan (B) daun kangkung darat
Pengeringan dilakukan pada lemari pengering dengan suhu 25C 30C selama 1 hingga 2
hari. Proses pengeringan menggunakan lemari pengering untuk menghindari kontak daun dengan
sinar matahari langsung yang memiliki suhu tidak stabil dan berpotensi untuk merusak kandungan
senyawa kimia (Anonim, 2013).
Daun kangkung darat yang telah kering selanjutnya diserbuk dengan menggunakan alat
miller untuk memperkecil ukuran simplisia agar dapat meningkatkan luas permukaan saat proses
ekstraksi. Diharapkan dengan semakin besar luas permukaan maka kontak simplisia dengan pelarut
semakin meningkat pula, sehingga senyawa aktif dapat yang dapat ditarik dapat meningkat.

866

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

Tabel 2. Hasil rendemen ekstrak daun kangkung darat


Parameter balangan candisari gantiwarno
pengujian
8,14
9,55
9,36
rendemen
(% b/b)
organoleptis ekstrak
Pengujian dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk mendeskripsikan bentuk
warna, bau, dan rasa. Hal ini bertujuan sebagai pengenalan awal dan pemastian secara kualitatif
untuk ekstrak kental daun kangkung darat.
Tabel 3. Hasil pengamatan uji organoleptik
Parameter
balangan candisari
organoleptik
Hitam
Hitam
Warna
kehijauan kehijauan
Khas
Khas
bau
kangkung kangkung
Asam,
Asam,
rasa
pahit
pahit
Kental
Kental
bentuk

gantiwarno
Hitam
kehijauan
Khas
kangkung
Asam, pahit
Kental

Kadar betakaroten dalam ekstrak


Tabel 5. Kandungan betakaroten ekstrak daun kangkung darat
Parameter
pengujian
betakaroten
(% b/b)
standar
Deviasi (sD)

balangan candisari gantiwarno


2,8

5,7

3,2

0,64

0,70

1,6

Pengukuran parameter non spesifik ekstrak terstandar


bobot jenis
Pengujian ini memberikan informasi tentang kemurnian (ada tidaknya kontaminan) ekstrak
yang diuji. Hasil pengukuran bobot jenis pada Tabel 4 menunjukkan ekstrak kental daun kangkung
darat dari berbagai wilayah budidaya memiliki nilai yang hampir sama.

867

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

Tabel 6. Hasil pengukuran bobot jenis ekstrak kangkung darat


Ekstrak
(replikasi)
1
2
3
Rata-rata ( )
Standar
Deviasi (SD)

Bobot jenis (g/ml)


Balangan Candisari Gantiwarno
0,8210
0,8340
0,8216
0,8232
0,8333
0,8195
0,8220
0,8349
0,8283
0,8221
0,8341
0,8232
0,0011
0,0008
0,0046

Kadar air
Besarnya kandungan air pada ekstrak akan mempengaruhi kualitas ekstrak, yaitu
mempermudah pertumbuhan mikroba jamur yang dapat menurunkan aktivitas biologis ekstrak.
Perbedaan kadar air dapat disebabkan pengaruh kondisi topografis lahan budidaya. Hasil pengujian
kadar air ekstrak dari ketiga wilayah budidaya masih memenuhi persyaratan kadar air yang
diperbolehkan dalam ekstrak kental yaitu 5-30 % (Farmakope Herbal Indonesia).
Tabel 7. Hasil pengujian kadar air ekstrak kangkung darat
Kadar Air (%)
Ekstrak
(replikasi) Balangan Candisari Gantiwarno
1
10,53
20,84
11,13
2
11,75
20,30
10,90
3
11,59
20,66
11,13
Rata-rata ( )
11,29
20,60
11,05
Standar
0,66
0,27
0,13
Deviasi (SD)
Kadar abu total
Kandungan mineral dari ekstrak daun kangkung darat dapat ditunjukkan dari hasil
pengukuran kadar abu total pada ekstrak. Kandungan mineral yang dimaksud dapat berasal dari
internal maupun eksternal (cemaran), termasuk unsur anorganik pada ekstrak (Pertamawati, et al).
Mineral yang terkandung dapat berupa garam organik seperti garam-garam asam malat, oksalat,
asetat, pektat, dan garam angorganik seperti garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat
(Marliani, et al., 2011). Hasil pengujian menunjukkan kadar abu ekstrak daun kangkung darat telah
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih
dari 8,6%.

868

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

Tabel 8. Hasil pengujian kadar abu total ekstrak kangkung darat


Kadar abu total (%)
Ekstrak
(replikasi) Balangan Candisari Gantiwarno
1
7,6392
3,2973
7,4542
2
7,7092
3,3671
7,1014
3
7,6142
3,3220
6,7450
Rata-rata ( )
7,6542
3,3288
7,1002
Standar
0,0492
0,0354
0,3546
Deviasi (SD)
Kadar abu tidak larut asam
Pengujian kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk menunjukkan zat anorganik khususnya
kandungan seperti pasir, silika, lumpur, dan lain sebagainya (Marliani, et al., 2011). Selain
dipengaruhi oleh kondisi topografis lahan (tanah) budidaya dengan kandungan senyawa tersebut
cukup tinggi, proses pencucian, pengeringan, maupun penyimpanan juga dapat mempengaruhi
besar kecilnya kadar zat anorganik tersebut. Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam dari ketiga
wilayah menunjukkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan persyaratan yang telah ditetapkan di
Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 1%.
Tabel 9. Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam ekstrak kangkung darat
Kadar abu tidak larut asam (%)
Ekstrak
(replikasi) Balangan Candisari Gantiwarno
1
1,07
2,29
1,34
2
1,28
2,65
1,50
3
1,38
2,41
1,12
Rata-rata ( )
1,25
2,45
1,32
Standar
0,16
0,19
0,19
Deviasi (SD)
uji cemaran logam
Hasil penetapan kadar logam Cd dan Pb ekstrak kangkung darat dari ketiga wilayah
budidaya bernilai lebih kecil dibandingkan nilai Limit of Detection (0,0095 ppm untuk Cd dan
0,0113 ppm untuk Pb), sehingga tidak bisa dikuantitasikan. Adapun kandungan logam Cd ekstrak
kangkung darat yang berasal dari Daerah Candisari tidak memenuhi persyaratan Badan Standarisasi
Nasional SNI 01-7387-2009 mengenai cemaran logam pada pangan yakni Pb <10 mg/kg bahan dan
Cd <0,5 mg/kg bahan (Badan Standarisasi Nasional, 2009).

10

869

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

Cemaran logam Cd dapat berasal tanah maupun dari pemakaian pupuk. Kadmium
terkandung paling banyak pada pupuk kandang dan pupuk fosfat. Adanya logam kadmium dalam
pupuk kandang menurut literatur disebabkan adanya kontaminasi logam berat yang masuk ke dalam
tubuh ternak melalui aditif pakan. Bahan baku batuan fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk
fosfat dapat mengandung logam berat kadmium (Setyorini, dkk., 2003 dan Sofyan, dkk., 2011).
Sedangkan cemaran logam Pb biasanya berasal dari debu yang tercemar oleh Pb atau cemaran asap
kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin (Naria, 2005).
Tabel 10. Hasil pengujian kadar logam Cd ekstrak kangkung darat
Kadar logam Cd (ppm)
Ekstrak
(replikasi) Balangan Candisari Gantiwarno
1
ND
0,8507
0,026
2
ND
0,4980
ND
3
ND
0,3774
ND
Rata-rata ( )
0,5754
Standar
0,246
Deviasi (SD)
Keterangan: ND (not detected), dibawah nilai Limit of Detection.
Nilai LoD untuk Cd = 0,0095 ppm
Tabel 11. Hasil pengujian kadar logam Pb ekstrak kangkung darat
Kadar logam Pb (ppm)
Ekstrak
(replikasi)
Balangan Candisari Gantiwarno
1
ND
0,0933
ND
2
ND
ND
ND
3
ND
ND
ND
Rata-rata ( )
Standar
Deviasi (SD)
Keterangan: ND (not detected), dibawah nilai Limit of Detection.
Nilai LoD untuk Pb = 0,0113 ppm
residu pestisida
Pestisida yang ditetapkan adalah golongan organoklor dan organofosfat. Metode yang digunakan
untuk menganalisis residu pestisida adalah dengan kromatografi lapis tipis yang dibandingkan
dengan standar yang ada. Standar organoklorin yang dibandingkan adalah DDT, lindan, aldrin,
dieldrin, endrin, dan khlordan, sedangkan standar organofosfat yang digunakan adalah diazinon,
regent, curacron, malathion, dan dursban.

870

11

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

Hasil pengujian menunjukkan ekstrak daun kangkung darat tidak mengandung pestisida
golongan tersebut. Hasil ini memenuhi persyaratan batas minimal residu pestisida menurut SNI
7313:2008 bahwa residu pestisida setiap golongan antara 0,01-1 ppm.
Tabel 12. Hasil pengujian residu pestisida ekstrak kangkung darat
Hasil Uji
Senyawa
pestisida
Balangan Candisari Gantiwarno
Organofosfat
Dursban
Negatif
Negatif
Negatif
Regent
Negatif
Negatif
Negatif
Curacron
Negatif
Negatif
Negatif
Diazinon
Negatif
Negatif
Negatif
Malathion
Negatif
Negatif
Negatif
Fenitrotion
Negatif
Negatif
Negatif
Fenthion
Negatif
Negatif
Negatif
Organoklorin
DDT
Negatif
Negatif
Negatif
Endrin
Negatif
Negatif
Negatif
Dieldrin
Negatif
Negatif
Negatif
Chlordane
Negatif
Negatif
Negatif
Aldrin
Negatif
Negatif
Negatif
Lindan
Negatif
Negatif
Negatif
Diklorvos
Negatif
Negatif
Negatif
Keterangan: digunakan pereaksi semprot bromfenol blue dan asam asetat 5% (untuk organofosfat)
dan perak nitrat 0,5% dalam etanol 96% (untuk organoklor).
cemaran mikroba
uji angka lempeng total
Hasil penetapan angka lempeng total pada ekstrak etanol kangkung darat memenuhi persyaratan
batasan maksimum mikroba menurut SNI 7388:2009, yaitu dengan batas maksimum mikroba
sebesar 105 koloni/gram.
Tabel 13. Hasil pengujian angka lempeng total, cemaran kapang khamir, dan angka koliform
ekstrak kangkung darat
Hasil Uji
Hasil
pengamatan Balangan Candisari Gantiwarno
Angka
< 105
< 105
< 105
Lempeng
koloni/g koloni/g
koloni/g
Total
KesImPulan

12

871

Template makalah Seminar Nasional UII 2014

Hasil uji pemeriksaan menunjukkan tidak adanya perbedaan antara pertanian organik dan
non organik yang ditunjukkan melalui persamaan parameter spesifik : bentuk, warna, bau, rasa
ekstrak adalah khas, serta parameter non-spesifik yang meliputi bobot jenis ekstrak, kadar air, kadar
abu total, cemaran logam timbal, cemaran pestisida, cemaran mikroba menunjukkan ekstrak daun
kangkung darat memenuhi persyaratan sebagai bahan baku obat herbal terstandar.
ucaPan terImaKasIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang
melalui Program Hibah Penelitian Unggulan telah membiayai penelitian ini.
Daftar PustaKa
Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, hlm 257,262.
Anonim , 2009, Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2013, Teknologi Pasca Panen Tanaman Obat, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pasca Panen Pertanian, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Balitbangkes DepKes RI), 2008, Riset Kesehatan Dasar 2007, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia , Jakarta : Halaman 15-18
Badan Standarisasi Nasional, 2008, SNI 7313-2008, Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Hasil
Pertanian, Badan Standardisasi Nasional Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 01-7387-2009, Batas Maksimum Cemaran Logam berat
dalam Pangan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 7388-2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam
Pangan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
Deng, R., 2012, A Review of the Hypoglycemic Effects of Five Commonly Used Herbal Food
Supplements, Recent Pat Food Nutr Agric. 2012 April 1; 4(1): 5060
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
(Dirjen POM DepKes RI), 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Cetakan Pertama,
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta: Halaman 1, 3-5, 10-12.
Hayati, F; Widyarini, S, Helminawati, 2010, Efek Antihiperglikemik Infusa Kangkung Darat
(Ipomoea reptans Poir.) pada mencit jantan galur Swiss yang diinduksi Streptozotocin,
Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol 7 No1 th. 2010, 13-22
Hayati, F., Murwanti, R., Ningrum, L. S., 2012, Acute Toxicity Test Of Ipomoea Reptans, Poir.
Ethanolic Extract In DDY Male Mouse, Proceeding 1st International Pharmacy Conference
on Research and Practice Toward Excellent In Natural Products: Preserving Traditions,
Embracing Innovations, Yogyakarta
Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Jansz, E. R., 2001, An Aqueous Extract of The
Green Leafy Vegetable Ipomoea aquatic is as Effective as The Oral Hypoglycemic Drug
Tolbutamide in Reducing The Blood Sugar Levels of Rats, Phytother., 15, 635-637.
Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Jansz, E. R., 2000, Oral Hypoglycemic Activity of
Ipomoea aquatic, J. Ethnopharmacol. 72, 293-298.
872

13

Farida Hayati, Pinus Jumaryatno, Ari Wibowo

Malalavidhane, T. S., Wickramasinghe, S. M., Perera, M. S., Jansz, E. R., 2003,. Oral
Hypoglycemic Activity of Ipomoea aquatic in Streptozotocin-Induced, Diabetic Wistar Rats
and Type II Diabetes, Phytother. 17, 1098-1100.
Marliani, L., Nawawi, Asari., Faizal, F., 2011, Pemanfaatan Ekstrak Pegagan Sebagai Minuman
Kesehatan Dalam Bentuk Jelly, Prosiding Snu PP Sains, Teknologi dan Kesehatan, hlm
201-206.
Naria, E., 2005, Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) Di Lingkungan Terhadap
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara, Jurnal Komunikasi
Penelitian, 17 (4), hlm 66-72.
Pal, S. K., Shukla, Y., 2003, Herbal Medicine: Current Status and The future, Asian Pacific J.
Cancer Prev., 4, 281-288
Pertamawati, Ningsih, S., Wibowo, A. E., Nuralih, Rosidah, I., Marwoto, B., Chaidir,
Pengembangan Formula Obat Herbal Terstandar (OHT) Untuk Indikasi Hiperurisemia,
Laporan Penelitian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Banten,
hlm 8-26.
Pramono, L.A., Setiati, S., Soewondo, P., Subekti, I., Adisasmita, A., Kodim, N., Sutrisna, B., 2010,
Prevalence and Predictors of Undiagnosed Diabetes Mellitus in Indonesia, Acta Med
Indones-Indones J Intern Med, 216-223
Prasad, K. N., Shivamurthy, G. R., Aradhya, S. M., 2008, Ipomoea aquatica, An Underutilized
Green Leafy Vegetable: A Review. Int. J. Bot., 4, 123-129
Saha, P., Selvan, V. T., Mondal, S. K., Mazumder, U. K., Gupta, M., 2008, Antidiabetic dan
Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ipomoea reptans Poir. Aerial Parts in
Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Pharmacologyonline, 1, 409-421
Sahoo, N., Manchikanti, P., Dey, S., 2010, Herbal Drugs: Standards and Regulation, Fitoterapia,
81, 462471
Setyorini, D., Soeparto., Sulaeman, 2003, Kadar logam berat dalam pupuk. Prosiding Seminar
Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Sofyan, A., Ramli, N., Titisari., Supriadin, J., Manaf, A, 2011, Taraf Toleransi Logam Berat (Pb,
Cd) dalam Aditif Pakan Terhadap Performan dan Kualitas Karkas Ayam Broiler, Institut
Pertanian Bogor.
Wibowo, J.T., Djuwarno E.N., Hayati, F., Prabowo, H., 2012, Standardization of kangkong
(Ipomoea reptans Poir..) Ethanolic Extract., proceeding in The 1st International Pharmacy
Conference on Research and Practice Toward Excellent In Natural Products: Preserving
Traditions, Embracing Innovations, 13-14 November 2012, Yogyakarta

14

873

You might also like