Professional Documents
Culture Documents
melingkupi hal-hal yang berhubungan dengan adat, politik, keluarga, agama, masalah
pertanian, maupun masalah-masalah lainnya, tempat-tempat berkumpul itu sekaligus
tempat untuk menanamkan pengetahuan terhadap budaya Batak.
Dalam perkembangan selanjutnya terasa bahwa tempat-tempat berkumpul orang
Batak sudah tidak ideal lagi, serta lingkungan sudah tidak lagi mendukung untuk
memberikan tuak secara garatis kepada masyarakat, maka timbullah istilah lapo yang
berasal dari kata lepau dan yang berarti kedai tempat berjualan dan yang mana kedai ini
lebih terkenal dengan istilah lapo tuak, dilapo inilah orang batak biasanya bertemu
selepas pulang bekerja untuk bersantai sambil bercerita,bernyanyi dan sambil menikmati
tuak dan makanan khas batak lainnnya.
Pada masa lampau, ibu-ibu yang sedang hamil atau baru melahirkan akan
diberikan tuak untuk diminum dengan harapan ASI (Air Susu Ibu) dapat keluar dengan
banyak. Hal ini akan menyebabkan anak yang dilahirkan menjadi kuat karena tidak
kehabisan ASI sebelum waktunya . Selain itu ibu-ibu yang baru melahirkan juga diberi
makanan berupa ayam cincang yang dicampur dengan tuak, makanan tersebut diberi
nama bangun-bangun itu adalah agar ibu-ibu yang baru melahirkan menjadi pulih
kembali kekuatannya
lagi dalam acara adat, maka dalam acara ini akan disediakan tuak tangkasan, ihan
batak,(ikan khusus di batak yang besarnya lebih dari ikan emas tetapi sekarang sudah
jarang di temukan di Danau Toba),dan air sitio-tio yaitu air jernih. Maksud diberikan
semuanya itu sebagai permohonan agar niat dan tujuan manulangi berjalan dengan baik.
Bila sebelum acara manulangi itu orang tua yang akan diupacarakan itu
meninggal maka anak ataupun cucunya tidak mempunyai hak lagi dalam adat karena
anaknya dianggap bersalah, terkecuali bila anak tersebut meminta maaf kepada orang
tuanya melalui pengetua adat dengan cara membayar utang adat sebagai tanda denda dan
perasaan bersalah.setelah itu barulah anak atau cucu itu dimaafkan dan boleh mengikuti
acara adat lagi. Upacara ini dapat dilakukan bila anak-anak ataupun cucu-cucu baru
bertemu dengan orang tua setelah lama tidak berjumpa juga bagi anak perempuan yang
kawin lari, setelah menikah dia bersama suaminya datang dan manulangi sebagi tanda
maaf dan membayar utang adat.
Pada saat seseorang anak baru lahir, saudara laki-laki dari ibu yang disebut tulang
memberikan selendang kepada anak tersebut yang disebut parompa. Parompa asal kata
dari ompa gendong yang adalah alat untuk menggendong (mangompa). Sebagai tanda
terima kasih atas pemberian tulang, orang tua anak tersebut akan memberikan uang
dengan pengertian untuk dapat memperoleh tuak manis. Pemberian ini disebut parsituak
na tonggi. Hal ini tentunya memunculkan pertanyaan bagi kita mengapa bukan langsung
tuak yang diberikan, ini berkenaan dengan pemikiran bahwa orang yang memberikan
parompa bertempat tinggal jauh, sedangkan tuak tidak tahan lama, oleh karena itu maka
akan lebih baik memberikan uang dari pada tuak secara langsung ,karena dengan
memberikan uang tuak dapat di beli di perjalanan.Tukar menukar ini adalah merupakan
tukar-menukar yangt seimbang atau (balance recipority), dimana seorang terhadap yang
lain merasa layak untuk memberi dan diberi.
Parsituak na tonggi juga diberikan kepada pihak pemberi gadis yang disebut
dengan hula-hula dan ini yang dianggap paling penting karena bila memberi parsituak na
tonggi kepada hula-hula maka pihak penerima gadis (boru) menganggapo bahwa selama
tujuh turunannya tidak akan mengalami mara bahaya, oleh karena itu tuak juga dianggap
sebagai minuman hula-hula. Hal ini berkaitan dengan prinsip orang batak bahwa jika
tidak ada hula-hula maka tidak akan ada penerus keturunan, oleh karena itu hula hula
dianggap penting dan mempunyai kedudukan tinggi dibanding dengan boru (anak
perempuan) dan dengan dongan sabutuha (keluarga lainnya)
Dalam hal ini tuak dianggap sebagai minuman kehormatan sehingga hanya
diberikan kepada hula-hula seperti halnya bila diberikan kepada raja-raja adat serta
orang-orang yang dihormati masyarakat .
rahasia pengolahan tuak tersebut. Tapi biasanya, tidak ada paragat perempuan, mungkin
karena kegiatan paragat sehari-hari yang turun ke jurang, menaiki pohon aren dan
membawa tuak yang tertampung ke kampung sangat keras untuk perempuan..Sebagian
paragat membuka kedai tuak sendiri, tetapi pada umumnya sebagian besar paragat
menjual tuak kepada kedai atau agen tuak.
biasanya dimiliki pohon kelapa lokal berumur di atas enam tahun yang daunnya tampak
mengkilap dan turun ke bawah. Di setiap pohon, dalam waktu yang sama sebaiknya
hanya ada dua manggar yang disadap. Sebab, jika terlalu banyak manggar yang disadap,
kualitas dan kuantitas nira yang dihasilkan akan berkurang, Setiap pagi antara pukul
08.00 hingga 10.00, nira yang sudah ditampung itu diambil para peragat dan kemudian
diolah. Sorenya para peragat harus kembali memanjat untuk memotong manggar agar
nira tetap menetes. Dalam sehari para paragat biasanya hanya bisa memanjat menyadap
20 pohon. Lebih dari itu, mereka mengaku tidak kuat
Untuk memaksimalkan nira yang didapat, setiap dua minggu sekali mereka
mencari manggar baru untuk disadap. Jadi, meski pohon yang disadap terbatas, jumlah
tuak yang mereka peroleh relatif stabil, setiap hari antara 25 sampai 30 liter, tuak hasil
sadapan yang berwarna putih seperti susu itu lalu disaring hingga benar-benar bersih.
Penyaringan kadang harus dilakukan sampai tiga kali karena tuak yang diambil dari
pucuk pohon kelapa sering bercampur dengan sisa-sisa potongan manggar atau lebah
pencari tuak
Setelah bersih, di dalam tuak yang rasanya manis itu lalu dimasukkan potongan
kulit pohon (kulit raru). Kulit raru dapat digunakan hingga empat kali. Setelah itu harus
dibuang karena sarinya sudah habis, hal ini bias diketahui dengan melihat bahwa kulit
raru tersebut telah layu dan warnanya berubah dari cokelat segar menjadi keputih-putihan.
Setelah direndam selama enam sampai delapan jam di dalam tuak, kulit raru diambil lagi
dan dicampurkan dengan tuak. Jika kulit pohon raru yang direndam terlalu banyak, tuak
akan berwarna cokelat dan rasanya terlalu pahit. Dan kalau kurang, tuak akan manis dan
berwarna putih. Menurut para paragat dari 30 liter nira hasil sadapan, dapat dibuat 45
botol tuak, biasanya tuak akan bertahan sekitar dua hari. Setelah itu, tuak harus dibuang
karena rasanya sudah masam.
jepang mulai
mempraktekkan budaya menanam padi di sawah. Sejak saat itu sake mempunyai peranan
penting dalam budaya dan sejarah Jepang. Biasanya minuman ini dikaitkan dengan
berbagai matsuri pada masyarakat pertanian. Orang Jepang percaya bahwa sake mewarisi
kesakralan padi sehingga selalu digunakan dalam ritual-ritual Shinto. Hal ini dari
kepercayaan bahwa padi diaanugrahkan bagi masyaakat Jepang oleh dewi Ameterasu
omikami.
Pada jaman dahulu,pembuatan sake pada umumnya hanya dilakukan di istanaistana kaisar atau di kelenteng-kelenteng Budha dan kuil-kuil Shinto. Rakyat jelata di
Jepang mulai dapat membuat sake sejak akhir abad ke-12.hal ini terjadi karena pada saat
itu ada undang-undang yang membatasi penggunaan atau pembuatan sake. Sake menjadi
minuman penting di Jepang sehingga pada akhirnya pemerintah pada tahun 1300
mengijinkan produksi sake secara menyeluruh di seluruh negri. Beberapa tahun
kemudian tempat produksi sake menyebar ke seluruh negeri dengan daerah produksi
terbesar berpusat di prefektur-prefektur Kyoto dan Hyogo.
Penyebaran tempat produksi, berdampak positif pada perkembangan proses
produksi. Pada mulanya,semua sake berwarna keruh hingga seorang pekerja di salah satu
tempat produksi berhasil memukan jalan keluar untuk menghilangkan keruh. Sake
mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah revolusi industri di Jepang pada abad
ke-19, yang memperkenalkan sistem permesinan sehingga memudahkan produksi sake.
Dalam situs www.wikipedia.com dijabarkan bahwa perkembangan sake mempunyi
peranan tersendiri dalam budaya Jepang, dimana keberadaanya telah mempengaruhi
negeri dalam beberapa jaman pemerintahan berikut.
a. Zaman Yayoi.
Zaman ini merupakan masa permulaan orang Jepang mempraktekkan kegiatan
bercorak tanam. Selain itu pada jaman ini pula dibuat sake pertama yang disebut
Kuchikami no sake yang berarti sake kunyahan mulut. Proses awal ini dilakukan dengan
dengan mengunyah beras, biji-bijian dan kacang-kacangan kemudian meludahnya
kedalam baskom besar.
Selama mengunyah enzim dalam air ludah mengubah zat tepung menjadi zat gula
atau glukosa sehingga mudah difermentasi dengan ragi .cara tersebut merupakan cara
yang paling primitive untuk membuat sake . Pembuatan sake dengan cara ini telah
dihentikan sejak ditemukan bahwa koji dan ragi dapat membantu proses fermentasi.
b. Zaman Nara
Pada zaman ini sake diproduksi dengan menambakan koji dalam proses
pembuatannya. Jamur beras dengan nama latin Aspergillus oryzae ini terbukti mampu
meningkatkan kualitas sake. Sake pada zaman Nara dapat dinikmati ole masyarakat kelas
atas. Dan seiring meningkatnya sistem hukum dan perintahan maka dibentuk suatu
lembaga yang disebut sake no tsukasa. Tugas lembaga ini adalah menjaga dan mengatur
pembuatan sake untuk Kaisar dan aparatur Negara.
c. Zaman Heian
Sake masih merupakan barang mewah yang hanya dapat dinikmati masyarakat
kelas atas. Sake menjadi sangat populer sehingga dibentuklah organisasi khusus yang
beranggotakan toji) atau pembuat sake. Organisasi ini bertekad merintis berbagai teknik
untuk lebih meningkatkan kualitas sake. Ketekunan para toji membuahkan hasil dengan
ditemukanna tehnik dengan mengurangi kandungan alkohol.
d. Zaman Kamakura periode muromachi dan azuci momoyama
Pada zaman ini pihak kuil dan pemujaan Shinto mengambil alih organisasi
pembuatan sake yang dulunya dikususkan untuk pemerintah. Selama masa tersebut sake
menjadi barang dagangan penting sama seperti beras. Oleh karena itu untuk pertama
kalinya diproduksi sake bagi masyarakat biasa.keadaan tersebut membuat daerah Kyoto
menjadi makmur, dan setelah dibentuknya usaha untuk umum produksi sake menjadi
didominasi oleh masyarakat setempat.
e. Zaman Edo
Pada awal zaman Edo sake diproduksi lima kali dalam setahun. Para toji
memperhatikan bahwa diantara lima kali produksi, ternyata yang mempunyai kualitas
sake yang terbaik adalah sake yang dibuat pada musim dingin. Hal ini membuat para
pembuat sake mengerti pentingnya pengaruh faktor cuaca. Selain itu, pada zaman ini
ditemukan tehnik pasteurisasi sebagai upaya untuk memastikan bakteri-bakteri yang
merugikan dalam sake.
f. Zaman Meizi
Pemerintah menetapkan hukum tertulis mengenai sake selama restorasi meiji.
Dalam hukum disebutkan bahwa pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat
untuk mendirikan dan mengembangkan tempat produksi sake. Namun setiap produksi
sake akan dikenakan wajib pajak. Akibat kebijakan itu, tiga puluh ribu usaha produksi
sake yang tersebar di seluruh negri mengalami kebangkrutan, yang mampu bertahan
adalah para tuan tanah yang sangat kaya yang memiliki hasil panen yang melimpah.
Tahun 1888 produksi sake masih dikemas dalam tong kayu, dan beberapa tahun
kemudian sake mulai dikemas dalam botol standart 1,8 liter yang disebut Isshobin.
Diakhir zaman Meiji teori kimia diakui sangat membantu proses fermentasi. Karena itu
didirikan pusat penelitian untuk mengembangkan dan menguji system cepat produksi
sake.
Selama PD II Negara Jepang mengalami kekurangan pasokan beras, akibatnya
terjadi sedikit perubahan dalam proses produksi. Gula dan Alkohol ditambahkan berhasil
memenuhi kekurangan pasokan sake sehingga masih digunakan sampai sekarang. Saat ini
ada kurang lebih tiga ribu sake di Jepang. Produksi sake terpenting terdapat di prefekturrprefektur Kyoto dan Hyogo.
menjaga sikap demi harmonisnya suatu hubungan, oleh karena itu dengan minum sake
semuanya itu menjadi tidak berlaku lagi.
nama adalah hal yang penting seperti halnya telepon genggam. Sebagian besar
perusahaan Jepang mencetak kartu nama karyawannya dengan kertas dan bentuk yang
menarik. Semakin bagus kartu namanya, semakin bergengsi perusahaannya.
Sake juga selalu dipakai dalam beberapa upacara tradisional Jepang seperti
upacara matsuri yaitu upacara keagamaan untuk mengundang para dewa, atau terjadinya
pertemuan antara manusia dan dewa untuk memohon petunjuk kesejahteraan.
Penyelenggaraan matsuri yang sifatnya besar-besaran diselenggarakan didaerah
perkotaan sedangkan yang sederhana diselenggarakan di daerah pedesaan, sebagian dari
matsuri masih diadakan secara tradisional, namun sebagian lagi sudah disesuaikan
dengan jaman modern. Minum sake saat berlangsungnya matsuri adalah symbol untuk
bersatu dengan dewa (Lawanda, 2004: 23) selain itu pada masyarakat pertanian padi sake
adalah symbol kesakralan yang dipersembahkan untuk menyenangkan dewa penguasa
panen.
pemilik perusahaan sake.walaupu sake yang baru ini sudah enak namun aromanya masih
belum sempurna. Untuk itu sake didiamkan sementara waktu agar aromanya menjadi
lebih lembut. Menurut Gautner (2000:19-25) sake dibuat melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Penggilingan beras (seimaibuai)
Hal pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan sake adalah menggiling
beras atau seimaibuai. Seimaibuai adalah proses menggiling beras untuk mengambil
bagian tengah butir beras yang mengandung zat tepung. Bagian luar butir beras di buang
karena banyak mengandung lemak, protein serta zat lain yang bersifat merugikan ketika
difermentasikan. Dengan menggiling beras semaksimal mungkin maka zat-zat tersebut
dapat dikikis sehingga menghasilkan sake yang berkualitas.
serangkaian proses fermentasi.nasi koji dibuat dengan menebarkan spora koji yang
berbentuk bubuk hijau tua diatas nasi kukus yang telah didinginkan, kemudian
difeermentasikan diruang khusus dengan kelembapan tinggi dengan suhu yang terjaga.
Selama 40-45 jam kemudian perkembangan nasi koji dicek untuk dilakukan pengadukan.
Proses pembuatan nasi Koji dianggap selesai jika butiran nasi terlihat samara seperti
butiran es dan berbau. Dalam sekali produksi sake, pembuatan nasi koji dilakukan
sebanyak 4 kali, dan semuanya difermentasikan dengan cara yang sama,. Setelah proses
fermentasi selesai, nasi koji segera digunakan untuk tahap fermentasi selanjutnya
4.Peragian
Tahap selanjutnya adalah mencampurkan nasi koji yang telah difermentasikan
dengan nasi kukus,air dan sejumlah ragi untuk difermentasikan selama lebih kurang dua
minggu.Takaran satu sedok ragi dapat mencapai lebih dari 100 juta sel ragi. Sel-sel
tersebut akan mengubah glukosa pada nasi menjadi alkohol dan karbondioksida.
5. Bubur
Campuran pada tahap peragian kemudian dipindahkan ke tangki yang lebih besar.
Selanjutnya ditambahkan banyak nasi kukus, nasi koji yang telah difermentasikan dengan
air. Penambahan dilakukan 3 kali berturut-turut selama 4 hari hingga kondisinya seperti
bubur. Setelah itu bubur dibiarkan mengalami fermentasi selama 18-32 hari dengan suhu
terjaga.
6.Pengepresan (Joso)
Bubur yang telah difermentasikan akan membentuk kasu yang banyak
mengandung cairan sake. Kasu adalah ampas yang berbentuk padatan putih sisa
fermentasi. Kasu dipres dengan mesin sehingga keluar cairan sake.
7. Filtrasi (roka)
Tahap selanjutnya disebut filtrasi atau tahap penyaringan. Sake yang baru di pres
masih berwarna keruh, karena itu disaring dengan saringan kayu yang disebut fune. Cara
penyaringan menjadi salah satu faktor yang membedakan setiap produksi sake.
8. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses mematikan bakteri-bakteri yang membahayakan
kesehatan sehingga sake aman untuk diminum. Proses ini dilakukan dengan memanaskan
sake dengan cepat melalui pipa yang terendam dengan air panas. Sebelum dipanaskan
biasanya sake akan dipasteurisai sebanyak 2 kali.
9. Aging
Aging adalah tahap penuaan sake yang merupakan tahap akhir dari serangkaian
proses pembuatan sake. Aging pada umumnya berlangsung sekitar 6 bulan. Tujuan utama
Aging adalah untuk menyempurnakan rasa sake. Semakin lama sake mengalami
aging,maka rasanya akan semakin sempurna dan sake tersebut menjadi berharga.
Penambahan alkohol pada semua jenis sake dilakukan pada tahap ini dan pada tahap ini
pula pasteurisasi terhadap sake dilakukan untuk yang kedua kalinya.
2.5 Perbandingan
Bagi masyarkat Batak tuak adalah minuman Khas yang diminati oleh semua
elemen masyarakat. Tuak di ambil dari batang aren dan batang kelapa. Tuak yang ada
hubungannya dengan adat disebut dengan tuak takkasan yang belum di campur dengan
apapun. Tuak tidak dimasukkan kedalam minuman dewata karena berhubungna dengan
cerita masyarakat Batak yang mana pelaku sejarah mengandakan bunuh diri sehingga
hanya digunakan sebagai sajian untuk para arwah-arwah nenek moyang yang sudah
meninggal. Sedangkan sake adalah minuman beralkohol Khas masyarakat Jepang yang
terbuat dari beras. Orang Jepang percaya bahwa sake mewarisi kesakralan padi sehingga
selalu digunakan untuk ritual-ritual agama Shinto. Sake termasuk minuman untuk para
dewata dan untuk para arwah leluhur yang sudah meninggal, dapat dilihat ketika sake
dibuat pada Butsudan dan kamidana.
Proses pembuatan tuak terkesan lebih mudah daripada proses pembuatan sake,
tuak ketika diambil dari pohon aren atau kelapa hanya mengalami proses fermentasi
ketika bercampur dengan raru, sedangkan sake proses pembuatannya terkesan lebih rumit
mulai dari beras sampai mengalami beberapa kali proses fermentasidan proses
penyulingan dan pembuatannya pun sangat lama semakin mengalami proses perbaikan.
Sake cenderung lebih steril daripada tuak ini dapat dilihat ketika sake telah
beberapa kali mengalami proses Fermentasi kemudian mengalami proses penyulingan
dan proses pasteurisasi untuk mematikan bakteri-bakteri yang berbahaya kemudian sake
menglami proses penuaan yang disebut dengan aging untuk penyempurnaan rasa sake.
Sedangkan tuak pada waktu diambil dari batang kelapa atau aren hanya mengalami
pencampuran dengan raru dan ke sterillannya pun tidak dapat di jamin.
Proses pembuatan tuak lebih manual dibanding dengan sake, satu orang sudah
dapat membuat beberapa gentong tuak, sake selain dibuat dengan proses manual juga
digunakan teknologi yang canggih untuk proses pembuatannya.