You are on page 1of 18

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi
permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada
sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat
pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea.
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebra
2. Konjungtiva forniks
3. Konjungtiva bulbi
Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis
dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada
lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid
yang disebut caruncula.2
Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial
mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel
ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas
lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung
jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang
menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris
anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe.
Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2
Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air
mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan
di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke
bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan
demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.2,3

Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda


lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat
pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata,
alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan
memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme
patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak
berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya
beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m.
rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabangcabang yang mengelilingi kornea.3
Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang
berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.3
B. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain
memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti
klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika
meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling
ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis.
Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.2,3

Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:2


a. hiperemi;
Merupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis. Terjadi karena pelebaran
pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya
kemerahan pada konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjuntiva.

b. Epifora atau mata berair, nrocos.


Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang
berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat
adalah produksi dari peradangan konjuntiva.
c. Peradangan
pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan
berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang
infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus.
d. Kemosis
Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya
peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar.
e. Follikel,
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis.
Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan,
berwarna pucat atau abu-abu.
f. Granula
Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.
g. Flikten
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak
menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.
h. Membran dan pseudomembran,
Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada
pseudomembran koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran
koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel.Pengelupasan membran akan
menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak menimbulkan

perdarahan
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :4
1. Bakterial:
- Konjungtivitis Blenore
- Konjungtivitis Gonorre
- Konjungtivitis Difteri
- Konjungtivitis Folikuler
- Konjungtivitis kataral
- Blefarokonjungtivitis
2. Viral :
- Keratokonjungtivitis epidemika
- Demam Faringokonjungtivitis
- Keratokonjungtivitis New castle
- Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur
4. Alergi :
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis flikten
C. KONJUNGTIVITIS VERNALIS
1.Definisi
Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang
mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini
juga dikenal sebagai catarrh musim semi.1,2,3,4,5,6
2.Klasifikasi
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :3,6
- Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat
pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.
Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding

bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
- Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.
Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian
epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil
3.Patofisiologi1
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva
tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells.
Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini,
akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh
satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta
pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi
stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.

Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast
dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini
hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam
membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan
eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya
abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan
yang luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari
eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.
4.Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :
- Gejala klinis1,2,4,6
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa
mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini
disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau
keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan
penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble
stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian
berat sehingga timbul pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit
menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak terjadi pada anakanak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan
pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul

perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan
fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam
hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya
sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.
- Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari
gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granulagranula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
5.Diagnosis Banding1
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa
muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis
atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis
disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar
mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dots
juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis
vernalis.
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary
conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya
mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil
raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu
sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak
ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan
dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma
stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
6.Penatalaksanaan1,3,5,6

Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan
untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau
menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua
akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus
dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga
bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga
bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3)
Pembedahan.
1.Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan
tersebut antara lain :
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di
udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi
allergen.
- Kompres dingin di daerah mata
- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen.
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climatotherapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan.
Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila
keadaan memungkinkan
- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena
telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.
2.Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien
tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan

mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan
yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan yang
penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat yang
kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang
sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting
dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik
seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat
serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan
10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan
atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis
vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian
dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak
diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone fosfat
1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis
sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih
parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat
atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu
diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah
mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain
karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila
dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada
kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian
kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah
efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini dapat juga

mengganggu aktivitas sehari- hari.


Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin
yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti
steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi
kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel
masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I,
namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE
dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal
kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan
cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik
terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14
hari.
3. Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva
tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak
efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan
telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa
pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan.
Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama
4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa.
sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/konjungtivitisvernalis.html#ixzz3BPWEV8KF
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Konjungtivitis vernal adalah iritasi bilateral yang terjadi musiman dan berulang pada
konjungtiva (selaput mata). Penyakit ini dikenali dari adanya bintil kecil yang biasanya
terdapat pada konjungtiva tarsal, dan bintil dapat membesar atau berkembang secara terpisah
maupun menyatu pada sekeliling konjungtiva. Bagian yang warnanya putih, tampak berkapur
dan mengeras, dikenal sebagai titik-titik Horner-Trantas yang kadangkala tampak pada satu
atau lebih daerah sekitar limbus. Gejala yang mendasar adalah rasa gatal; manifestasi lain
yang menyertai meliputi: mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan
seolah ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan
sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas
normal.
B. Terjadinya Penyakit
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien
dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia,
Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat,
Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda, jarang terjadi pada
pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang tercatat di literatur,
750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam koleksi kami sendiri
terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14 tahun, ketika penyakit tersebut
berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak anak laki-laki daripada
perempuan yang terinfeksi. Beigelman memaparkan 5000 kasus yang dilaporkan dan
menemukan bahwa penyakit berpeluang dua kali lipat terjadi pada anak laki-laki.
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami menemukan
bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak
keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput, iritasi
kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini
umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39 pasien memiliki
satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama.
Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Akan tetapi penyakit
ini jarang tinggal menetap pada usia 30an, 40an dan 50an, tetapi infeksinya lebih parah
daripada anak-anak.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk
pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan
konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih
menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami

gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti
sepanjang tahun.
C. Gejala Patologis
Penelitian terbaik atas patologi konjungtivitis vernal (berdasarkan jaringan yang diawetkan
dalam formalin dan terdapat campuran hematoxylin dan eosin) ditulis dalam buku yang
komprehensif karya Beigelman.
Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan utamanya
terletak pada lokasi. Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di antara selsel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria
(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma, eosinofil, dan
basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan
kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan yang
timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya
pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen
berlangsung cepat dan menyolok. Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:
perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma,
limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam stroma.
Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan
elektron dapat memungkinkan beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari
penyakit ini, tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria.
Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak
terdapat jaringan epitel konjungtiva normal. Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian
besar sel yang secara rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah
menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada ukuran 1-m sehingga
dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah
rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa
peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi,
untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis vernal, maka
jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis vernal yang
terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung spesimen IgA-,
IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak
ditemukan pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien konjungtivitis vernal

dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air
mata dengan level kandungan serum pada kedua mata (P<0.05). Kandungan IgE pada air
mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml)
dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam
serum (201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara
spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain
itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi
butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya
maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan
menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal,
dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan
negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis
vernal lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada
antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara
signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml,
P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang
diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia
daripada dengan pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel
mastosit hantu ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya banyak eosinofil
dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat
khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi
eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini.
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan trakhom dan
konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua
penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat,
sedangkan pada konjungtivitis vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil
tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis
vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada tarsal,
sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat ditangani.
Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis vernal
adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki karakteristik sedikit eosinofil, tidak ada sel
mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan
tidak terdapat basofil, sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga

serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil pada
jaringan.
D. Patogenesis
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernal telah digambarkan secara luas,
namun patogenesis spesifik masih belum dikenali. Pada contoh hewan, infiltrasi basofil dan
eosinofil pada konjungtiva tarsal bagian atas dapat ditimbulkan dengan menginjeksi antigen ke
dalam jaringan

J. Asuhan keperawatan
Anamnesa
a. Identitas
Nama
: Ny. L
Usia
: 25 thn
Jenis kelamin : wanita
Suku/bangsa : jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: d3
Pekerjaan
: ibu rumah tangga
Alamat
: Tangerang Selatan
b.
1.
2.

3.

4.

5.

c.
1.

2.

Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : yang tiba-tiba
Riwayat kesehatan sekarang :
Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut seluruh
tubuh sudah menggunakan minyak tawon tidak menolang.
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak memiliki alergi terhadap apapun
Tidak pernah mengalami alergi apapun
Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :
Sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga
Pola Aktivitas Sehari-hari :
Pola tidur klien terganggu karena gatal yyang tiba-tiba datang
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital :
Baik
TD 110/70 mmHg, N: 82x/menit, RR: 16x/menit, T:36,5 C.
kelopak mata bengkak, telinga dan seluruh bagian tubuh merah

3. tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi normal


4. bunyi paru vaskuler
5. jantung normal
Data Objektif
Data Subyektif
kelopak mata bengkak
Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam
Telinga dan seluruh bagian tubuh merah
hari gatal-gatal seperti di gigit semut di
Tekanan darah, pernapasan, suhu, dan nadi seluruh tubuh.
normal
Bunyi paru vaskuler
Jantung normal
Data tambahan:
Malaise, lemah, rasa sakit Urtikaria, eritema, pucat, serak, Peningkatan peristaltik, muntah,
disfagia, mual, diare, dan gelisah.
Diagnosa keperawatan
1.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh.
2.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi alergi.
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan reaksi alergi.
4.
Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan peningkatan peristaltik usus.
5.
Risiko defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebih.
6.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.
Problem
Ansietas

Etiologi
b.d perubahan
kesehatan, gatal
tubuh.

Kerusakan integritas kulit

Inflamasi

Symptom
status DS:
pasien
mengatakan
diseluruh pasientiba-tiba terbangun di
malam hari gatal-gatal seperti
di gigit semut
DO: pasien terlihat Gelisah,
pucat

Gangguan pola tidur

b.d reaksi alergi

DS:
Klien
mengeluh
gatal
diseluruh tubuh
Klien mengeluh timbul
bintil-bintil diseluruh tubuh
DO:
Telinga dan seluruh bagian
tubuh merah.
Kelopak
mata
terlihat
bengkak
Terlihat bintil-bintil diseluruh
tubuh
DS: Tiba-tiba terbangun di
malam hari gatal-gatal seperti

di gigit semut.
DO: Urtikaria, gelisah
Risiko Gangguan pemenuhan b.d peningkatan peristaltik DS: muntah, disfagia, mual,
kebutuhan nutrisi.
usus
diare (2x)
DO: Risiko kekurangan volume b.d output cairan yang DS: muntah, diare (2x)
cairan
berlebih
DO:Gangguan citra tubuh
b.d perubahan penampilan
DO: Edema kelopak mata
DS:K. Tindakan keperawatan
Diagnosa
Tujuan/ KH
Ansietas b.d Tujuan:
perubahan Ansietas

status
berkurang setelah
kesehatan,
dilakukan
gatal
intervensi selama
diseluruh
1x24 jam.
tubuh.

KH:
Klien
merasa
nyaman
Ansietas
berkurang

Rasa gatal dan


nyeri
diseluruh
tubuh berkurang
Klien mengetahui
bagaimana
cara

mengurangi rasa
cemas

Intervensi
Mandiri:
Bantu
klien

mengekspresikan
perasan
marah,
kehilangan
dan
ketakutan.

Kaji tanda verbal dan


nonverbal didampingi
klien
dan
lakukan
tindakan
bila
menunjukkan perilaku
merusak.

Lakukan tindakan untuk


mengurangi kecemasan
dan beri lingkungan
yang
tenang
serta
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan
kontrol
sensasi klien.

Orientasikan
klien
terhadap prosedur rutin
dan
aktivitas
yang
diharapkan.

Beri kesempatan pada


klien
untuk
mengungkapkan
kecemasannya.
Kerusakan
Tujuan:
Mandiri:

integritas
Setelah dilakukan
Observasi kulit setiap
kulit
b.d tindakan
hari
catat
turgor
inflamasi
keperawatan
sirkulasi dan sensori
ditandai
1x24jam,gangguan serta perubahan lainnya

Rasional
Ansietas
berkelanjutan
memberikan
dampak
serangan jantung.
Reaksi
verbal/nonverbal
dapat menunjukkan rasa
agitasi, marah.

Mengurangi
rangsangan
eksternal yang tidak perlu.

Memberikan
informasi
tentang keadaan klien.
Orientasi dapat menurunkan
ansietas.

Mengurangi
ketegangan
terhadap kekhawatiran yang
tidak diekspresikan.

Menentukan garis dasar


dimana perubahan pada status
dapat
dibandingkan
dan
melakukan intervensi yang
tepat.

dengan
telinga dan
seluruh
bagian tubuh
merah.

integritas
pada
kulit
mulai

berkurang
KH:
Mempertahankan
integritas kulit.
Mengidentifikasi
factor resiko dan

menunjukan
perilaku/
teknik
untuk mencegah
kerusakan kulit.

Gangguan
pola
tidur
b.d
reaksi
alergi.
Ditandai
dengan:Tibatiba
terbangun di
malam hari
gatal-gatal
seperti
di
gigit semut.
Urtikaria,
gelisah

yang terjadi.

Pertahankan personal
hygiene
kulit,
mis;
membasuh
kemudian
keringkan dengan hatihati lakukan penggunaan
lotion/ krim.

Gunting kuku secara


teratur.

Ajari klien menghindari


atau
menurunkan
paparan
terhadap
alergen
yang
telah
diketahui.

Gunakan pakaian tipis


dan alat tenun yang
lembut.

mempertahankan kebersihan
karena kulit yang kering
dapat menjadi barier infeksi.
Pembasuhan kulit sebagai
ganti
menggaruk
u/
menurunkan resiko trauma
dermal pada kulit.
Kuku yang panjang/ kasar
dapat meningkatkan resiko
kerusakan dermal.
menghindari alergen akan
menurunkan respon alergi

Menurunkan iritasi garis


jahitan dan tekanan dari baju,
membiarkan kulit terbuka
terhadap udara menurunkan
resiko infeksi.

Kolaborasi:
Mengurangi rasa gatal dan
Rencanakan pemberian membuat nyaman.
obat anti histamine
Tujuan:
Mandiri
Setelah dilakukan
Bantu klien Ciptakan
tindakan selama lingkungan
Lingkungan yang tenang
yang
1x24 jam maka nyaman dan tenang
dapat
memberikan
gangguan
pola
ketenangan untuk tidur
tidur teratasi
Atur
posisi
tidur
KH:
Membantu menginduksikan
senyaman mungkin
pasien cukup tidur
tidur

Kaji pola
tidur klien

kebiasaan

Instruksikan
relaksasi

tindakan

Hindari
terhadap
mungkin

Mengidentifikasi
yang tepat

Membantu
tidur klien

intervensi

menginduksi

gangguan
Tidur tanpa gangguan dapat
pasien bila menimbulkan rasa segar, dan
pasien mungkin tidak bisa

tidur kembali bila telah


Kolaborasi
terbangun.
Penatalaksanaan
Membantu/memudahkan
pemberian obat sedative,
hipnotik sesuai indikasi. pasien
untuk
memenuhi
istirahat/tidurnya.

You might also like