Professional Documents
Culture Documents
ANAMNESIS
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal
yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit
sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit
sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan
keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit
yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di
luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke
dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis
penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh
karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam
menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut.
Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan
mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan
pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan
bila dikatakan bahwa: Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah
jalan ke ara diagnosa yang tepat.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang
sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis
sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain.
Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:
1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta
kelainan yang dideritanya.
2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tibatiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak,
berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah
rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai
rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging,
berdesis)?
4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda
menurun pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel
(diplopia)?
5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus
(bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?
6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan,
salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan
perasaan di wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara
jadi cadel dan pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng
(disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel
dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?
7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa?
Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia,
afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia
sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah
menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca? Bagaimana
dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk
tulisan berubah?
Normal
: kompos mentis
Somnolen
Koma : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Delirium, Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai
peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi, berteriak, aktifitas motorik meningkat, meronta-ronta. Penyebab
delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur, oleh berbagai obat, dan
gangguan metabolic toksik. Pada manula, delirium kadang didapatkan waktu
malam hari. Penghentian obat anti depresan yang telah lama digunakan dapat
5
Spontan
Terhadap bicara
Kacau (confused)
Tidak tepat
Mengerang
Menurut perintah
Reaksi menghindar
Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka koma = tidak
didapatkan respons membuka mata, bicara dan gerakan dengan jumlah nilai = 3,
nilai 3-5 dapat sesuai dengan keadaan koma, 6-7 soporokoma, 8-9 sopor. Nilai
tertinggi 15 yang berarti sadar.
PEMERIKSAAN UMUM.
Pemeriksaan harus mencakup :
a. Gejala vital, Periksa jalan nafas, keadaan respirasi dan sirkulasi. Pastikan
bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak membutuhkan
pasokan oksigen yang kontinu, demikian juga glukosa. Tanpa oksigen selsel otak akan mati dalam waktu lima menit, karena itu, harus ada sirkulasi
darah untuk menyampailkan oksigen dan glukosa ke otak. Jadi waktu
untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah adalah singkat, dan
keadaan kadar dextrose yang diberikan harus cukup untuk nutrisi otak,
b. Kulit, perhatikan tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas suntikan,
kulit basah karena keringat misalnya pada hipoglikemi dan syok, kulit
kering misalnya pada koma diabetic, perdarahan misalnya pada demam
berdarah dengue dan DIC.
PEMERIKSAAN NEUROLOGI
TANDA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan
atau berat.
Kernig sign
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring
difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat
sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap
paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.
Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
ditempatkan
yang
sedang
Penderita
diberitahu
terlebih
dahulu
bahwa
daya
3.
4.
Terciumnya
bau-bauan
secara
tepat
berarti
fungsi
10
Kelainan penciuman:
Anosmia hilangnya daya penciuman
Hiposmia daya penciuman berkurang
Hiperosmia daya penciuman lebih tajam dari normal
Parosmia rangsangan bau ada tetapi identifikasinya salah
Halusinasi olfactorik mencium bau sesuatu tanpa adanya rangsangan
Terganggunya fungsi nervus VII antara lain dapat disebabkan oleh :
Infeksi, misalnya
serabut olfaktorius
Pada keadaan parosmia, hiperosmia, dan halusinasi olfaktorik biasanya
ditemukan pada keadaan histeria dan epilepsi.
N.II = N. Optikus
Fungsi: untuk penglihatan
Pemeriksaan meliputi:
Ketajaman penglihatan (visual acuity)
Syarat pemeriksaan:
-
Tanyakan apakah penderita buta huruf atau tidak. Jika ya maka dipakai
kartu snellen khusus: yaitu huruf E dengan berbagai ukuran dan posisi
yang berubah-ubah.
11
Mata kanan dan kiri diperiksa bergantian dengan menutup sebelah mata
dengan tangan penderita sendiri.
Snellen chart
diminta
menghitung
jari-jari
tangan
pemeriksa
yang
12
Tes konfrontasi
Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan posisi lutut ketemu
lutut (jarak antara keduanya 60-100 cm) dan mata ketemu mata. Sebagai objek
bisa dipergunakan jam telunjuk pemeriksa. Untuk pemeriksaan kampus mata
kanan, maka mata kiri penderita dan mata kanan pemeriksa harus ditutup,
demikian pula sebaliknya. Objek sebelum digerakkan harus berada dalam
bidang yang sama jaraknya antara mata penderita dan pemeriksa. Pemeriksaan
dimulai dengan menggerakkan objek perlahan dari luar lapangan pandangan ke
arah dalam (lateral ke medial) sarnpai penderita melihat objek dengan
menyebut "ya".
Medan penglihatan pemeriksa digunakan sebagai patokan normal. Jika
penderita dan pemeriksa sama-sama dapat melihat jari telunjuk pemeriksa yang
13
bergerak pada jarak yang sama maka lapangan penglihatan penderita dikatakan
normal.
Pada lesi tertentu lapangan penglihatan ini dapat menyempit atau hanya
dapat melihat setengah/seperempat dari lapangan penglihatan atau bahkan
menghilang. Keadaan ini dikenal sebagai hemianopsia, quadrant anopsia, atau
anopsia.
3
4
5
1.
2.
3.
4.
2. Tes kampimetri/perimetri
Jika dengan tes konfrontasi lapangan penglihatan dinilai secara kasar,
maka dengan
kampimetri dan perimetri hasil yang diperoleh akan lebih terperinci dan akurat.
Pemeriksaan ini juga dipakai untuk mencari adanya skotoma.
Biasanya alat ini terdapat di bagian mata dan hasil pemeriksaannya
diproyeksikan dalam
bentuk gambar di sebuah kartu.
14
Yang diperiksa adalah keadaan retina dan diskus optikus atau papila nervi
optici.
Mata penderita diperiksa satu-satu dimana mata kanan penderita diamati oleh
mata kanan pemeriksa dan mata kiri penderita diarnati oleh mata kiri
pemeriksa.
Kelainan refraksi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang ada pada
oftalmoskop
Penilaian:
Gambaran fundus oculi normal:
Retina berwarna merah-oranye
Pembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan
cabang-cabangnya
keseluruh
retina
Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan
sekelilingnya, mempunyai cekungan fisiologis (cupping).
Kelainan papil N.II :
a. Papil edema, ditandai:
15
Papil edema
Papil atrofi sekunder, yang terjadi melalui papil edema lebih dulu
Papil atrofi ditandai:
16
17
18
Paralisis N. VI kiri
7. Nystagmus
19
Bentuk pupil
Normal bentuknya bulat, batas rata, dan licin.
Ukuran pupil
Dapat berubah-ubah setiap saat tergantung pada penerangan ruang periksa.
Umumnya dianggap normal bila diameter 2-6 mm (3,5 mm). Diameter
<2 mm disebut miosis dan bila sangat kecil sekali disebut pin point pupil.
Diameter >6 mm disebut midriasis. Normalnya ukuran kedua pupil kanan
kiri adalah sama, yang disebut isokor. Sedangkan bila tidak sama besar
disebut anisokor.
Refleks pupil
Refleks cahaya langsung
20
Diplopia horizontal
Meningitis
N.V = N. Trigeminus
N. Trigeminus terdiri dari:
1. Saraf motorik, yang mempersarafi otot pengunyah yaitu M. Masseter, M.
Temporalis, M. Pterigoideus.
2. Saraf sensorik, yang mempersarafi wajah dalam 3 cabang yaitu N.
ophtalmicus, N. Maxillaris, N.Mandibularis.
22
Dermatom N V
dengan
kuat.
kemudian
dengan
palpasi
dibandingkan
23
berdeviasi ke salah satu sisi ataukah tetap lurus. Pada lesi LMN rahang
bawah akan berdeviasi ke arah lesi homolateral. Sedangkan pada lesi
UMN ke arah kontralateral, tetapi umumnya jarang terlihat karena dalam
beberapa hari kelemahan otot kontralateral tersebut akan dilayani oleh
serabut kortikobulbaris homolateral sebagai kompensasinya.
Sensorik
Ada 3 cabang sensorik untuk wajah:
- N. Ophtalmicus untuk dahi
- N. Maxillaris untuk pipi
- N. Mandibularis untuk dagu
Pemeriksaan:
- Di sini kita membandingkan sensasi kulit satu sisi dengan sisi lain pada daerah
muka (dahi, pipi, dagu) baik untuk sensasi nyeri (dengan jarum) maupun raba
(dengan kapas). Sebaiknya penderita disuruh menutup mata dulu kemudian
tusukkan jatum tajam atau goreskan dengan kapas kulit muka kiri dan kanan
pada daerah (dahi-pipi-dagu) yang simetris. Lalu tanyakan apakah sensasi rasa
nyeri/rasa raba yang dirasakan pada sebelah kiri sama dengan sebelah kanan.
Bila tidak sama penderita diminta memberitahukan mana yang lebih sakit.
24
Refleks
Ada 3 refleks yang diperiksa, yaitu:
1. Refleks kornea
Refleks kornea langsung
Penderita diminta melirik ke salah satu sisi (lateral kanan kemudian lateral
kiri). Misalnya ke lateral kanan dulu, maka dari sini kontralateralnya (sisi
lateral kiri penderita) kornea mata kiri disentuh dengan kapas yang dipuntir
halus. Di sini yang diperhatikan adalah refleks mata yang korneanya disentuh.
Meskipun respon refleks yang sesungguhnya berupa kedipan kedua mata
(bilateral). Kemudian hasilnya ini dibandingkan dengan hasil pemeriksaan
mats sebelahnya.
Refleks kornea tidak langsung (konsensuil)
Cara periksa sama dengan refleks kornea langsung. Hanya saja yang
diperhatikan di sini adalah respon refleks (kedipan) mats yang korneanya tidak
disentuh/dirangsang. Kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensuil ini
sama dengan refleks cahaya konsensuil, yaitu untuk melihat lintasan mana
yang rusak (aferen N.V atau eferen N.VII). Pada parese N.V perifer dimana
mata tidak dapat dipejamkan, maka pemeriksaan refleks kornea langsung pada
sisi lesi adalah negatif, tetapi refleks kornea konsensuil pada sisi itu positif.
25
3. Refleks bersin
Dengan merangsang mukosa hidung penderita secara mengitik-ngitik
timbullah bersin yang spontan/reflektoris.
N.VII = N. Facialis
Pemeriksaan N. Facialis ini meliputi fungsi:
1. Motorik, yang mempersarafi semua otot wajah kecuali M. Levator palpebra
superior
2. Sensorik khas, pengecap 2/3 anterior lidah
3. Visceromotorik, mengatur sekresi kelenjar lakrimalis, lingualis, dan
submandibularis
4. Somatosensorik, merasakan nyeri pada palatum, meatus akustikus eksternus,
bagian luar gendang telinga
Motorik
1. Otot wajah
- Perhatikan lipatan nasolabialis simetris atau tidak. Pada sisi parese lipatan
tersebut datar atau
hampir datar.
26
- Sudut mulut simetris atau tidak. Hasil pemeriksaan akan tampak lebih jelas pada
saat penderita diajak berbicara.
- Gerakan abnormal: ada tidaknya tic facialis.
2. Otot dahi
- Penderita disuruh MENGERUTKAN DAHINYA, mengangkat
kedua alis mata atau melihat ke
Atas tanpa menggerakkan kepalanya. Kemudian perhatikan
apakah kerutan dahinya simetris
atau tidak.
3. M. Orbicularis oculi
- Perhatikan apakah ada LAGOPHTALMUS atau tidak dengan menyuruh
penderita menutup
matanya pelan-pelan. Adanya lagophtalmus bila celah mata masih tetap terbuka.
Didapat pada lesi N.VII tipe perifer.
- Kemudian penderita disuruh MEMEJAMKAN MATANYA
kuat-kuat dan pemeriksa mencoba membuka kedua mata
tersebut.
Pemeriksa
membandingkan
kekuatan
mata
tersebut. Bila sama kuat kanan dan kiri berarti normal, tapi
bila salah satu lebih mudah dibuka maka berarti M.
Orbicularis oculi mata tersebut parese.
4. M. Orbicularis oris
- Penderita disuruh MENUNJUKKAN GIGINYA/MERINGIS, lalu perhatikan
sudut mulut
27
Kanan dan kiri. Bila salah satu sudut mulut tertinggal pada
pergerakkan tersebut berarti terdapat parese di sisi tersebut.
Sensorik khas
-
Untuk memeriksa pengecapan 2/3 depan lidah ini dapat cligunakan rasa
manis, asin, asam, dll dalam bentuk larutan sebagai objek bahan. Cara
periksa: penderita diminta menjulurkan lidahnya. Lalu pada salah satu sisi
lidah disentuh dengan kapas lidi yang telah dibasahi lebih dulu dengan
larutan (bahan objek).
Saat
dilakukan
pemeriksaan
penderita
tidak
diperkenankan
N. VIII = VESTIBULOKOKLEARIS
Untuk memeriksa fingsi pendengaran dan Keseimbangan
Pemeriksaan Pendengaran :
Tes Bisik
Tes bisik adalah melakukan pemeriksaan dengan mengucapkan suara Yng lirih
seperti berbisik-bisik kepada orang yang diperiksa ( orang normal maupun orang
dengan gangguan pendengaran) dengan berbagai penekanan dengan menggunakan
huruf tertentu. Pemeriksa berada dibelakang pasien agar pasien tidak dapat
melihat bibir pemeriksa, kemudian pemeriksa mengucapkan kata yang terdiri dari
huruf-huruf dengan suara halus dan kasar, penekanan dan desisan misalnya
Bakso, kemudian pasien diminta untuk mengulangi kata yang didengarnya.
28
Tes Weber
Normalnya getaran terdengar sama kuat kanan kiri atau tidak ada
laeralisasi. Tetapi bila salah satu telinga ditutup, maka getaran akan
terdegar lebih kuat pada telinga yang ditutup daripada telinga yang
terbuka. Bila getaran terdengar lebih keras pada telinga yang terbuka
berarti ada kelainan pada telinga tersebut (penyakit telinga tengah).
Pada penyakit telinga tengah (tuli konduksi) maka lateralisasi terjadi
ke arah sisi yang sakit. Sebaliknya pada lesi N. Cochlearis (tuli
persepsi) lateralisasi terjadi ke arah sisi yang sehat.
Tes Rinne
Garpu tala yang telah digetarkan segera diletakkan pada tulang mastoid.
Bila suara getaran tidak terdengar lagi oleh penderita segera pindahkan ke depan
liang telinga luar. Normalnya getaran garpu tala tersebut masih bisa didengar. Tapi
pada orang dengan tuli konduksi getaran tidak akan terdengar lagi.
Tes Schwabach
Penderita diminta mendengarkan garpu tala yang digetarkan, kemiudian
bandingkan dengan pemeriksa. Mula-mula dengan konduksi tulang lalu konduksi
udara Caranya: untuk konduksi tulang garpu tala yang digetarkan diletakkan di
processus mastoideus penderita sampai is tidak mendengar lagi segera pindahkan
ke proccessus mastoideus pemeriksa. Untuk konduksi udara garpu tala yang
29
adalah
level
subuah
pendengaran
alat
yang
seseorang.
digunakan
Dengan
untuk
bantuan
30
31
berganti.
jari
Pada
kaki
kelainan
kelainan
serebelum
penderita
akan
cenderung jatuh.
2.
32
33
dengan sisi telinga yang diairi (karena air yang disuntikkan lebih
dingin dari suhu badan). Arah gerak nistagmus dicatat, demikian
juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali per detik) dan lamanya
nistagmus berlangsung dicatat. Lamanya nistagmus berlangsung
berbeda pada tiap penderita, namun biasanya berlangsung antara
1/2-2 menit. Setelah beristirahat selama 5 menit, telinga ke dua
dites. Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan
lamanya nistagmus pada kedua sisi, yang pada keadaan normal
hampir serupa. Pada sekitar 5% orang normal, stimulasi minimal
tidak akan mencetuskan nistagmus. Pada penderita demikian, 5 ml
air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya
injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini
akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2 - 2 1/2 menit. Bila
masih tidak timbul nistagmus, kemudian dapat disuntikkan 20 ml
air es selama 30 detik. Bila telinga kiri didinginkan (diberi air
dingin) timbul nistagmus ke kanan. Bila telinga kiri dipanaskan
( diberi air panas ) timbul nistagmus ke kiri. Nistagmus ini disebut
sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya
nistagmus ke kiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan
keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas
memberikan reaksi.
34
Refleks sinus carotis, Caranya sama dengan refleks oculo cardiac, hanya
saja di sini yang ditekan adalah sinus caroticus di daerah leher setinggi
cervical VI bagian medial M. Sternocleidomastoideus. Normal terjadi
bradikardi.
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan daya pengecap 1/3 posterior lidah secara praktis sukar/tidak dapat
diperiksa.
N.XI = N. Accesorius
35
M. Trapezius
menekan
bahu
tersebut.
Bandingkan
M. Sternocleidomastoideus
dan
sebaliknya).
Kemudian
penderita
36
PEMERIKSAAN MOTORIK
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan
tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
Pengamatan:
Gerakan volunteer
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
Palpasi otot
37
Nyeri tekan
Kontraktur
Konsistensi
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP
Kontraktur otot
Perkusi otot
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja
38
Tonus otot
Flaksid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN)
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai
pada kelumpuhan UMN
Kekuatan otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada
dua cara:
o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini
o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan
39
40
o Spastik
o Hipertonia
o Atrofi (-), fasikulasi (-)
o Klonus/kontraksi & relaksasi otot bergantian dengan cepat (+)
o Refleks patologis (+)
o Hiperreflexia
o Tak ada gangguan sensoris, tropik, autonom
Kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang harus ada pada tiap
gangguan gerak. Pada gangguan gerak oleh kelainan di sistem ekstrapiramidal dan
serebelar, kita tidak mendapatkan kelumpuhan.
41
o Dismetria/gerakan
yang
tidak
mampu
dihentikan
tepat
pada
Hemiplegik gait (Pada penderita hemiplegia, gaya jalan dengan kaki yang
lumpuh digerakkan secara sirkumduksi)
Steppage gait (Jalannya lurus tidak bisa dorsofleksi kaki (ada drop foot)
maka penderita berjalan dengan mengangkat lututnya lebih tinggi, pada
paraparese flaccid/paralisis n. peroneus)
42
Refleks
Refleks fisiologis
1.
Biseps
Stimulus
m. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku
Respons
Afferent
: n. musculucutaneus (C5-6)
Efferenst
: n. musculucutaneus (C5-6)
2.
Triseps
Stimulus
43
Afferent
: n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst
: n. radialis (C 6-7-8)
3.
KPR
Stimulus
Respons
emoris.
Efferent
: n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent
: n. femoralis (L 2-3-4)
4.
APR
Stimulus
Respons
Efferent
Afferent
5.
Periosto-radialis
Stimulus
Respons
Afferent
: n. radialis (C 5-6)
44
6.
Periosto-ulnaris
Stimulus
setengah fleksi
& antara pronasi supinasi.
Respons
Afferent
: n. ulnaris (C8-T1)
Efferent
: n. ulnaris (C8-T1)
Refleks Patologis
Banyak
macam
rangsang
yang
dapat
digunakan
untuk
45
Cara Chaddock
bagian lateral
maleolus
Cara Gordon
Cara Oppenheim
anterior, Arah
mengurut ke bawah (distal).
Cara Gonda
melepaskannya
sekonyong-konyong
Schaefer
Klonus
Kita telah mempelajari bahwa salah satu gejala kerusakan pyramidal ialah
adanya hiperfleksi.Bila hiperfleksi ini hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah
kontraksi ritmik dari otot, yang timbul bils otot diregangkan secara pasif. Klonus
merupakan reflex regang otot
46
kemudian
telapak
kaki
ini
didorong
dengan
cepat
47
fungsional. Akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dari yang kiri, maka
hal ini dapat dianggap sebagai keadaan patologis.
Simetri penting dalam penyakit saraf.Kita mengetanui bahwa simetri
sempurna memang tidak ada pada tubuh manusia. Akan tetapi, banyak
pemeriksaan neurologi didasarkan atas anggapan, bahwa secara kasar kedua
bagian tubuh adalah sama atau simetris. Tiap refleks tendon dapat meninggi
secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi piramidal. Lain
halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris !!!
Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer: Tangan penderita kita
pegang
pada
pergelangan
dan
jari-jarinya
disuruh fleksi-entengkan.
Kemudian jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan jari-tengah
kita.Dengan ibu-jari kita "gores-kuat" (snap) ujung jari tengah penderita.Hal ; ini
mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila refleks
positif. Kadang juga disertai fleksi jari lainnya,Reflex massa, reflex automatisme
spinal. Kita telah mengetahui bahwa bila reflex Babinski cukup hebat, kita
dapatkan dorso fleksi jari-jari, fleksi terdapat juga kontraksi tungkai bawah dan
atas, dan kadang-kadang terdapat juga kontraksi tungkai yang satu lagi. Daerah
pemberian rangsang pun bertambah luas.Hal dernikian dapat kita jurnpai pada iesi
transversal medula spinalis, dan disebut refleks automatisme spinal Hal mi dapat
ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang, misalnya goresan rangsang nyeri dan
lain sebagainya.
Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut,
adanya miksi dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eriterna dan refleks
pilomotor.Keadaan dernikian disebut juga sebagai refleks massa dan Riddoch Hal
dernikian didapatkan pada Iesi transversal yang komplit dan medula spinalis,
setelah fase syoknya lampau.
Refleks genggam {grasp reflex).Refleks genggam mempakan hal normal
pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila telapak tangan
48
49
Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam
keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta
memperlambat waktu reaksi
Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi
perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat
gradasi atau tingkat perbedaannya
50
1. Prinsip umum
spinal,
radix
spinalis
atau
saraf
perifer.
Jadi
untuk
Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit
kering, perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah
kulit
Penilaian fungsi sensorik dimulai dari anamnesis karena gejala
51
dan
propriosepsi.Pertama,
merasakanrangsangan
dan
memahami
periksa
apakah
prosedur
pasien
pemeriksaan
dapat
dengan
Nyeri: sebaiknya diuji dengan lidi yang patah atau neuro-tip yang
dirancang khusus (berujung tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya
dihindari karena mudah menembus kutit dan dapat menimbulkan infeksi.
Sensasi getaran: biasanya berkurang atau hilang pada usia lanjut; namun,
uji Ini bemianfaat pada pasien yang dicurigai mengidap neuropati sensorik
perifer. Uji sensasi getaran terbaik adalah menggunakan garpu tala C128
Hz di ekstrcmitas atas, ekstremitas bawah, dan badan.
52
Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur: koin sangat penting untuk uji ini.
Sebuah koin diletakkan di telapak tangan pasien dengan mata tertutup, dan
pasien diminta untuk menjelaskannya. Berat berbagai koin dapat dibandingkan dengan meletakkan koin yang berbeda bersamaan di kedua
tangan.
Cara pemeriksaan:
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai
hal-hal yang sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak
bisa disuruh menuliskan jawaban atau dengan isyarat.
Syarat pemeriksaan:
Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling
dimengerti.
2. Afasia sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.
-
54
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak
bisa baru diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama
dengan afasia motorik.
Gangguan bahasa lainnya
1. Apraksia
Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor.
Cara: beri perintah untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya
membuka kancing
baju,dll.
2.
Agrafia
Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).
Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang didiktekan.
3.
Alexia
Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.
Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah
dikenalnya.
4.
Astereognosia
Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.
Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan cara
merabanya.
5.
Abarognosia
Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya
(perabaan).
Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.
6.
Agramesthesia
Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.
Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya
dengan mata tertutup.
7.
Asomatognosia
Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau kanan.
55
2.
3.
Cara pemeriksaan :
Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik
lalu seperti mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan.
Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di
bawah ini: (disebut digit span)
3-7
2-4-9
8-5-2-7
2-8-6-9-3
5-7-1-9-4-6
8-1-5-9-3-6-7
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.
2.
Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam,
hari yang lalu.
Cara:
penderita
disuruh
menceritakan
pekerjaan/peristiwa
yang
dikerjakan/dialami beberapa
menit/jam/hari yang lalu.
3.
Remote memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu
(bertahun-tahun).
Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa
kecilnya. (Tentunya pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).
56
No.
Tes
Nilai maks
ORIENTASI
1
REGISTRASI
3
Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 3
detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
setiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan
dengan benar dan catat jumlah pengulangan
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan 5
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata WAHYU (nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2
nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
BAHASA
6
58
10
11
TOTAL
30
Skor
Nilai 24-30
= normal
Nilai 17-23
Nilai 0-16
Tabel skor median pada MMSE berdasarkan usia dan tingkat pendidikan
59
Apakah miksi spontan, disadari, bisa ditahan atau tidak, keluar terusmenerus atau sekali keluar sekali berhenti atau tidak dapat keluar sama
sekali.
Pemeriksaan:
-
Inkontinensia urine
Suatu keadaan dimana urine keluar terus-menerus secara menetes,
60
2.
Retensio urin
Suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar baik secara disadari atau
tidak, sedangkan vesica urinaria penuh.
3.
Automatic bladder
Suatu keadaan diman urine dapat dikeluarkan dengan adanya gaya berat
atau rangsangan pada os pubis dan lipatan inguinal.
4.
Atonic bladder
Suatu keadaan dimana urine dapat dikeluarkan dengan menekan supra
pubis. Residual urine pada keadaan ini lebih banyak dari automatic bladder.
DAFTAR PUSTAKA
61