You are on page 1of 14

Nama Peserta: ANASTASIA TJAN

Nama Wahana: RS HASANAH, MOJOKERTO


Topik: TATALAKSANA OBSTRUKSI USUS
Tanggal (kasus) 8/04/2015
Nama Pasien: Ny. S. R

No. RM: 089126

Tanggal Presentasi:

Nama Pendamping:
dr. Elies

Tempat Presentasi
Objek Presentasi
Keilmuan

Diagnostik

Neonatus

Keterampilan

Penyegara
n

Tinjauan
Pustaka

Manajemen

Masalah

Istimewa

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Kasus

Audit

Email

Pos

Lansia

Bumil

Deskripsi
Tujuan
Bahan Bahasan
Cara Membahas
Data Pasien

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset

Present
asi dan
Diskusi
Nama: Ny. Siti Rukayah
o

Nama Klinik : RSI HASANAH

No. Registrasi: 089126


Telp:

Terdaftar sejak: 8/04/2015

Data Utama untuk bahan diskui:


1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Obstruksi Usus dan HIpertensi Urgensi/ Nyeri perut hebat tiba-tiba, tidak bisa kentut, tekanan
darah tinggi tanpa kerusakan organ target.
2. Riwayat Pengobatan
Captopril
3. Riwayat kesehatan/ penyakit
Belum pernah merasakan nyeri perut serupa sebelumnya, pernah operasi didaerah perut 2x karena
tumor di rahim, menderita tekanan darah tinggi sejak kurang lebih 10 tahun, dan tidak menderita
kencing manis.
4. Riwayat keluarga
Di keluarga tidak ada yang mendertia hal serupa, tidak Ibu meninggal karena kanker, Ayah
1

memiliki hipertensi, Anak dan saudara sehat.


5. Riwayat pekerjaan
Tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik
Tinggal di daerah yang memiliki sanitasi cukup, lingkungan sedikit ramai, dan kondisi sosial baik
pribadi, keluarga, dan sekitar baik.
7. Riwayat imunisasi
Imunisasi hanya waktu kecil, tidak mengingat adanya imunisasi ulang pada saat dewasa
8. Lain-lain (lab, rontgen, dll)
Lab
Hb : 11.8
Hct : 31.8
Trombosit : 186.000
Leukosit : 7500

BOF/LLD:
Bayangan gas dalam usus meningkat namun sepi di distal
Coil spring +
Step ladder sign +
Tak tampak gambaran udara bebas intraabdominal

Kesimpulan : menyokong obstruksi usus letak tinggi

Daftar Pustaka
1.

Munro A. Intestinal Obstruction: general principles in Ellis BW, Brown SP. Hamilton Bailey's
Emergency Surgery. 13th Ed. London. Arnold.2000.p:421-426

2.

Houghton SG, De la Medina AR, Sarr MG Bowel Obstruction, in Zinner MJ, Ashley SW (eds).
Maingot's abdominal Operations. 11th ed. Newyork. Mc GrawHill.2007.p: 479-498

3.

Evers BM. Small Intestine. In Townsend sm, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL(eds). Sabiston
Textbook of Surgery, The Biological Basis of Modern Surgical Practice.18th ed. Philadelphia.

Saunders-elsevier.2008.p: 1289-1295
4.

S.A. Andrew, C. george, W.Mark. Small Intestine. In D.M.Gerard(eds). Current Diagnosis


and Treatment in Surgery. 13th ed. United States. McGraw-Hill. 2010

5. Ashcraft Keith W., Holocom George W. Pediatric Surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005: 416-430
6. Grosfeld Jay L, O'Neill James A. Pediatric Surgery. 6th ed. Chicago: Mosby Elsevier;
2006:1260-1284
7. K. Darmawan. Penyakit Hirschsprung Neonatus. Dalam: R. Soelarto, P. Aryono, S. Rochani,
et al (ed). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang. Binarupa Aksara; 2010: 141-142
8. C.Shobha, K.Olive, J. Jellis, L.Imre. The Acute Abdomen:Intestinal Obstruction. In C.
Michael, and P.Stefan. Primary Surgery. German. Deutsche Gesellschaft fr
9. J.G. Patrick, and R. Manish. Evaluation and Management of Intestinal Obstruction. Am Fam
Physician.2011;83(2):159-165
10. Tavakkolizadeh A, Whang EE, Ashley SW, Zinner MJ. Chapter 28. Small Intestine. In: Brunicardi FC, Andersen
DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE, eds. Schwartz's Principles of Surgery. 9th ed.
New York: McGraw-Hill; 2010. http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5017621. Accessed March 5,
2013

11. H.S.Freda, U.Nurhayat. TINGKAT KEBERHASILAN TERAPI NON OPERATIF PADA


ILEUS OBSTRUKSI KARENA ADHESI PASCAOPERASI. IKABDI. Bandung. 2008
12. Pena Alberto, Levitt Marc A. Imperforate Anus and Cloaca Malformations. In: Ashcraft Keith
W. Pediatric Surgery. Philadeplhia: Elsevier Saunders; 2005: 496
13. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in Manual of Cardiovascular Diagnosis and
Theraphy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60

Hasil Pembelajaran
1. Mengidentifikasi gejala dan menegakkan diagnosis obstruksi usus
2. Tatalaksana Obstruksi Usus surgikal dan non surgikal

Pembahasan Portofolio

Subjektif
Seorang wanita usia 62 tahun, datang ke IGD dengan nyeri di seluruh perut, sejak 5 jam yang
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri perut tidak menjalar dan tidak berawal dari perut
kanan atas ataupun perut kanan bawah, dan perut terasa keras, dan kembung, nyeri pinggang
disangkal. Pasien mengeluhkan tidak bisa kentut kurang lebih 1 hari, muntah lebih 4x tidak
kehijauan/coklat, BAB terakhir kurang lebih 8 jam yang lalu sedikit sekali, riwayat BAB bewarna
pucat seperti dempul tidak pernah dialami ataupun BAB hitam, tidak ada keluhan dalam
berkemih, tidak nyeri saat berkemih, serta tidak ada gangguan saat mengeluarkan kencing. Pasien
3

tidak mengeluhkan adanya demam Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan mengkonsumsi
obat captorpil, dan operasi daerah perut sebanyak 2x sekitar 5-10 tahun yang lalu oleh karena
tumor di derah rahim. Pasien belum pernah mengalami hal serupa

sebelumnya. Riwayat

kolestrol, trigliserid, serta asam urat disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat minum obat untuk
lambung ataupun penghilang nyeri dalam jangka waktu lama. Di keluarga pasien tidak ada yang
pernah mengalami hal serupa. Almarhum Ibu meninggal karena kanker dan Almarhum ayah dulu
memiliki riwayat hipertensi.
Pasien datang dengan keluhan yang disebut kolik abdomen, diagnosis banding kolik abdomen
sangatlah bervariasi. Pada anamnesis diagnosis banding colesistitis akut dan pankreatitis akut
dapat disingkirkan oleh karena tidak adanya nyeri yang berawal dari kanan atas kemudian
penjalaran nyeri ke punggung atau daerah lain, serta tidak adanya demam yang menandakan
adanya inflamasi/infeksi pada biliari dan pankreas dapat disingkirkan. Riwayat BAB pucat seperti
dempul dan riwayat kolestrol tinggi serta trigliserid tinggi dapat menyingkirkan colelitiasis, dan
juga menyingkirkan faktor risiko pankreatitis. Disangkalnya nyeri yang berawal dari perut kanan
bawah serta demam dapat menyingkirkan kolik abdomen akibat appendisitis akut, namun untuk
lebih pasti harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pasien menyangkal adanya keluhan berkemih dan
tidak nyeri di pinggang yang mana dapat menyingkirkan diagnosis colic renal, serta tambahan
informasi mengenai tidak adanya riwayat memiliki asam urat dapat menyingkirkan colic renal
akibat batu. Pasien memang memiliki riwayat keganasan, sehingga diagnosis banding kanker usus
akibat metastasis belum dapat disingkirkan, namun pasien saat ini tidak mengeluhkan adanya
BAB hitam yang dapat menyingkirkan adanya perdarahan dari gastrointestinal. Peritonitis dan
perforasi gaster dapat disingkirkan oleh karena tidak adanya muntah asam lambung yang bewarna
kecoklatan, ataupun riwayat pemakaian obat NSAID.
Pasien mendukung ke arah diagnosis gangguan pasase usus baik obstruksi usus atau ileus paralitik
oleh karena adanya nyeri kolik diseluruh abdomen, disertai tidak adanya pasase gas usus sehingga
pasien tidak bisa kentut. Pasien masih dapat BAB walaupun sedikit, yang adalah pasase usus
sebelum adanya obstruksi, ditambah dengan adanya riwayat operasi di abdomen dapat
mendukung diagnosis obstruksi usus. Muntah yang tidak kehijauan ataupun kecoklatan serta lebih
dari 3x dapat menyingkirkan kemungkinan obstruksi letak rendah dan medium. Pemeriksaan fisik
dan penunjang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan langkah awal terapi
pada pasien.

Objektif
Hasil pemeriksaan yang mendukung adalah
Keadaan umum

: Tampak kesakitan
4

Kesadaran

: Composmentis

Tanda-tanda vital
BP

: 230/130 mmHg

Nadi

: 96x/m

Rr

: 18x/m

Suhu

: 36 C

Kepala

: Normosefal

Mata

: Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Thorax

: Cor; s1,s2, regular, tunggal


Pulmo; Suara nafas vesikulat

Abdomen

: Nyeri sentuh dan nyeri tekan pada hampir seluruh regio abdomen. Bising
usus meningkat, dengan suara "high pitch sound/ metalicc sound." Hepar
lien dalam batas normal, nyeri ketok CVA -/-, mcburney -, rovsing -, psoas
dan obturator -

Ekstrimitas

: akral hangat, CRT < 2 seconds

Hasil Pemeriksaan penunjang


Hb

: 11.8 g/dl

PCV

: 31.8 %

Trombosit : 186.000/UL
Leukosit

: 7.500 /UL

Hasil dari pemeriksaan penunjang yang significant adalah pada foto BOF/LLD pasien, terdapat
Bayangan gas dalam usus meningkat namun sepi di distal, Coil spring +, Step ladder sign +,
namun tak tampak gambaran udara bebas intraabdominal. Hasil tersebut menyimpulkan adanya
obstruksi usus letak tinggi.

Pada pemeriksaan fisik diagnosis banding yang dapat disingkirkan adalah kolik renal dengan
tidak adanya nyeri ketok CVA serta tidak adanya gambaran batu ginjal di foto BOF/LLD, dan
appedisitis akut tidak adanya nyeri spesifik pada mcburney point, rovsing, psoas obsturator, serta
tidak ada peningkatan leukosit. Peritonitis dapat disingkirkan karena tidak adanya perut papan,
tidak meningkatnya leukosit, serta tidak adanya gambaran free air under diagprham serta
diagnosis banding ileus paralitik dapat disingkirkan oleh karena bising usus yang positif dengan
karakteristik suara high pitch metallic sound.
Pasien memiliki tekanan darah tinggi 230/130 yang mana tergolong sebagai krisis hipertensi,
namun tidak adanya gangguan di sistem cardiovascular, neruologi dan renal, sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis hipertensi emergency.

Assessment
OBSTRUKSI USUS
Obstruksi usus merupakan gangguan propulsi atau pasase normal isi usus ke arah rektum karena
hambatan ekstrinsik atau intrinsik, baik pada usus kecil maupun pada usus besar. 1,2,3
Obstruksi usus dapat disebabkan oleh adhesi (75% kasus), hernia, tumor/keganasan, dan obstruksi
usus pada anak dapat diakibatkan oleh volvulus, intususepsi, bolus askariasis, hirscprung, dan atresia
ani. 1,2,3,
Diagnosis obstruksi usus dapat ditegakkan atas dasar klinis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi harus dilihat sebagai
konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. 9
Gejala utama dari obstruksi usus antara lain adalah nyeri abdomen kolik, mual, muntah, distensi perut,
dan obstipasi. Bising usus bernada tinggi dapat ditemukan pada obstruksi akut, namun dengan
Kesimpulan pada pasien ini berdasarkan data subjektif dan objektif yang diperoleh, pasien memiliki
nyeri kolik diseluruh abdomen tiba-tiba, tanpa adanya nyeri spesifik di satu regio dan tidak ada
penjalaran, disertai tidak adanya pasase gas usus sehingga pasien tidak bisa kentut. Pasien masih
dapat BAB walaupun sedikit, yang adalah pasase usus sebelum adanya obstruksi, ditambah dengan
6

adanya riwayat operasi di abdomen serta keganasan yang merupakan etiologi obstruksi usus. Muntah
yang tidak kehijauan ataupun kecoklatan serta lebih dari 3x dapat menyingkirkan kemungkinan
obstruksi letak rendah dan medium. Dengan adanya hasil BOF/LLD yang menggambarkan adanya
gambaran gas dalam usus meningkat namun sepi di distal, Coil spring +, Step ladder sign +,
mendukung adanya obstruksi usus letak tinggi. Klasifikasi obstruksi usus pada pasien adalah
obstruksi simpel, dikarenakan pasien tidak memiliki gangguan hemodinamik, tanda-tanda syok, tidak
ada demam ataupun muntah yang kehitaman, pada foto abdomen polos tidak menggambarkan adanya
tanda strangulasi serta pada hasil pemeriksaan lab tidak ada peningkatan leukositosis. Etilogi pasien
cenderung mengarah ke adhesi dimana tidak tampak adanya massa konkrit pada foto polos abdomen,
namun etiologi keganasan masih dapat dicurigai.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan mengkonsumsi captopril 3x1, berdasarkan hasil subjektif
dan objektif pada pasien, pasien memiliki tekanan darah sistolik >220 mmHg dan tekanan diastolik >
120 mmHg. Pasien tidak memiliki tanda-tanda emergensi akibat hipertensi, tidak adanya gangguan
sistem organ cardiovascular, neurologis, dan renal. Sehingga diagnosis pada pasien ini adalah
hipertensi urgensi yang mana menentukan tatalaksana awal pada pasien.

Diagnosis pada pasien ini adalah


"OBSTRUKSI USUS SIMPEL LETAK TINGGI E.C ADHESI DD KEGANASAN DISERTAI
DENGAN HIPERTENSI URGENCY"

Plan
- Diagnosis : Barium enema, CT Scan, elektrolit
Pemeriksaan radiologi dengan kontras (barium enema) dapat menegakkan adanya obstruksi mekanik,
serta dapat menentukan etiologi obstruksi terutama keganasan. CT scan sangat akurat dalam
menegakkan diagnosis dan menentukan tingkat obstruksi usus halus. 4 CT scan memiliki sensitivitas
sebesar 90% bahkan lebih dalam mendeteksi obstruksi usus komplit atau obstruksi usus halus tingkat
tinggi. CT scan juga dapat mengungkapkan etiologi dari obstuksi dan tingkat keparahan dari cedera
usus. Status elektrolit dilakukan untuk monitoring. Pasien dengan obstruksi usus halus sering banyak
kehilangan cairan dan elektrolit khususnya kalium, sehingga pemeriksaan elektrolit dan keseimbangan
cairan diperlukan.5,6,7
- Tatalaksana

Tatalaksana pada obstruksi usus mengarah pada perbaikan keadaan umum yang disebabkan oleh
obstruksi, mengistirahatkan kerja usus, dan mengatasi etiologi obstruksi. 18 Secara garis besar,
tatalaksana obstruksi usus dibagi menjadi dua yaitu terapi surgikal dan non-surgikal.

Terapi
7

nonsurgikal biasanya hanya untuk obstruksis usus yang disebabkan oleh proses adhesi atau bila
penyebab obstruksi tidak jelas. 1,2,3

Terapi non-surgikal
Langkah awal yang paling penting adalah resusitasi cairan yang agresif karena pasien dengan
obstruksi usus halus sering banyak kehilangan cairan dan elektrolit, khususnya kalium.
Resusitasi dilakukan dengan cairan kristaloid seperti Na Cl 0.9% atau Ringer Laktat dan keberhasilan
resusitasi dapat dimonitor dengan produksi urine, minimal 0.5cc/kg/jam. Diharapkan setelah
resusitasi secara klinis hemodinamik pasien stabil dan fungsi renal dapat kembali ke normal.

8,9

Antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk mengatasi dan mencegah pertumbuan bakteri usus
berlebih, pasien dapat diberikan sefalosporin generasi 2 atau 3 dan metronidazol.

Monitoring ketat keadaan umum pasien dan tanda vital, keseimbangan cairan dan elektrolit perlu
dilakukan. Bila dalam perawatan 2x24 jam obstruksi tidak menunjukkan perbaikan atau selama
perawatan didapatkan tanda-tanda adanya strangulasi (peningkatan suhu tubuh, takikardia, nyeri
peruthebat yang terus menerus, gangguan hemodinamik, tanda-tanda peritonistis) maka harus
dilakukan pembedahan.10,11

Dekompresi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT) mutlak harus dilakukan dalam
mengobati obstruksi

usus yang disebabkan adhesi pascaoperasi. NGT juga mencegah distensi

intestinal karena tertelannya udara dan mencegah aspirasi selama pasien muntah. Secara
simptomatis, dekompresi membantu meringankan distensi abdomen dan dapat meningkatkan
ventilasi pada pasien dengan gangguan respirasi.10

Penatalaksanaan non-operatif hanya ditujukan untuk pasien dengan ileus obstruksi usus halus
baik total maupun parsial dengan klinis tanpa tanda-tanda peritonitis dan strangulata. Angka
keberhasilan terapi non-operatif pada kelompok ileus obstruksi total yang disebabkan

adhesi

pascaoperasi dapat mencapai 31-43% sementara pada ileus obstruksi parsial mencapai yaitu
sebesar 65-81%. 11

Terapi Surgikal
Terapi surgikal ditujukan untuk obstruksi yang bukan disebabkan oleh obstruksi seperti hernia
inkarserata, kegnasan, volvulus, dan lainnya. Terapi surgikal dilakukan apabila adanya peritonitis,
keadaan klinis yang tidak stabil, tanda-tanda yang mengarah pada abdominal sepsis, iskemia usus atau
perforasi; pembedahan harus segera dilakukan. Terapi surgikal dapat berbeda-beda tergantung etiologi
dari obstruksi.9

Pada obstruksi akibat adhesi atau band, perlengketan dibebaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali. Gambar 1.

Gambar 1. Algoritma tatalaksana obstruksi usus halus.


(Dikutip dari: Tavakkolizadeh A, Whang EE, Ashley SW, Zinner MJ. Chapter 28. Small Intestine. In:
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE,
eds. Schwartz's Principles of Surgery. 9th ed. New York: McGraw-Hill; 2010.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5017621. Accessed March 5, 2013)

Pada hernia inkarserata perlu dilakukan herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
Pada keganasan, dapat dilakukan reseksi. Operasi karsinoma kolon adalah dengan reseksi luas pada
lesi dan limfaik regional hingga kolostomi, tergantung tingkat keganasan dan obstruksi. 1,2,3
9

Ascariasis yang menyebabkan obstruksi dapat diatasi melalui terapi surgikal laparotomi maupun nonsurgikal. Apabila keadaan umum pasien baik dan tidak ada tanda-tanda iritasi peritoneal, maka
obstruksi akibat askariasis dapat diatasi dengan nasogastric suction secara kontinyu hingga obstruksi
nya membaik. Indikasi laparotomi pada obstruksi akbat askariasis adalah apabila terdapat tanda
perforasi atau jaundice karena cacing telah menyumbat duktus biliaris. Laparotomi juga dapat
dilakukan apabila obstruksi tidak membaik dan cacing tidak dapat teratasi. 48-72 jam pasca
laparotomi, apabila manifestasi obstruksi telah menghilang pasien dapat diberikan piperazine citrate
dosis tunggal 4g atau mebendazole 100mg dua kali sehari selama 3 hari. 8

Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan
melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefekfiksasi terhadap sekum dengan
cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di
qudran bawah bisa dicapai. Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan
reposisi sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus.
Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%pasien. Jika strangulasi
ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan
colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman)
harus dilakukan.7,8

Intusussepsi yang menyebabkan obstruksi harus di eksplorasi. Sebelum dilakukan tindakan operasi,
dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau
perforasi usus halus.enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus. Bila
reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa eksplorai abdomen
melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi
dengan kompressi retrograde dari intusussepsisecara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus
tersebut tidak dapat direduksi atauusus tersebut ganggren. 5,8

Pada atresia ani letak tinggi, pertolongan pertama adalah diversi yang harus dikerjakan dalam waktu
kurang dari 48 jam setelah kelahiran. Diversi dapat berupa kolontransversostomi atau sigmoidostomi.
Tindakan definitif dikerjakan kemudian setelah usia lebih dari 10 minggu. Pada atresia ani letak
rendah harus dilakukan segera posterosagital anorectoplasty terbatas. 12

10

Hirschprung, yang segmen aganglionernya kurang dari satu centimeter, maka terapi konservatif
dengan pencahar secara periodik dapat dilakukan. Apabila segmen aganglionernya lebih dari 1 cm
namun kurang dari 2 cm maka diperlukan miektmi posterior. Apabila lebih dari 2 cm, segera
dilakukan sigmoidostomi sebagai tindakan awal kemudian tindakan definitif yaitu operasi reseksi dan
tarik terobos (pull through). Tindakan definitif dilakukan apabila tidak terdapat enterokolitis dan
sigmoid idak dilatasi serta belum hipertrofi. 6,7
Obstruksi usus
IVFD Kaen MG III : Futrolit ( 2: 2 )
Inj. Ranitidin 25 mg
Inj Ondancentron 4 mg
Inj Ketorolac 30 mg
Pemasangan nasogastric tube no. 18, terbuka untuk dekompresi
Pemasangan Cateter urin, dan monitor produksi urin
Inj Broadced 2x1g IV
Pasien dipuasakan

11

Langkah awal tatalaksana adalah resusitasi cairan yang agresif karena pasien dengan obstruksi
sering banyak kehilangan cairan dan elektrolit khususnya kalium. Pemasangan kateter urin dan
monitor produksi urin adalah tolak ukur resusitasi berhasil dan tidak terjadi gangguan
hemodinamik serta normalnya fungsi renal. 8
-

Antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk mengatasi dan mencegah pertumbuan bakteri

usus berlebih, pasien dapat diberikan sefalosporin generasi 2 atau 3 dan metronidazol.
-

4,8

Dekompresi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT) mutlak harus dilakukan dalam

mengobati obstruksi usus yang disebabkan adhesi pascaoperasi. NGT juga mencegah distensi
intestinal karena tertelannya udara dan mencegah aspirasi selama pasien muntah. Secara
simptomatis, dekompresi membantu meringankan distensi abdomen dan dapat meningkatkan
ventilasi pada pasien dengan gangguan respirasi. Pasien dipuasakan untuk mengurangi beban usus
dan lambung, sehingga tidak terjadi penumpukan cairan atau makanan tambahan pada usus yang
sudah distensi.8
-

Pemberian anti emetik dan obat penghambat gas usus dapat diberikan untuk mengurangi nyeri

dan mual yang disebabkan oleh penumpukan gas, serta mengurangi risiko terjadi stress ulcer.
-

Pemberian analgesic diperlukan untuk meringankan skala nyeri pasien.

Hipertensi urgensi

Captopril 25 mg SL 1x

Valesco 160 mg 1-0-0 PO

Adalat oros 30 mg 0-1-0 PO

Pada pasien dengan hipertensi urgensi tekanan darah diturunkan tidak dengan segera, target

penurunan tekanan darah adalah sebanyak 20% dari MAP. Pemberian obat oral seperti nifedipine,
captopril, dan clonidine dapat digunakan pada pasien hipertensi urgensi. Adalat oros merupakan
nifedipine slow release, penggunaanya lebih disarankan dibanding menggunakan nifedipin biasa,
mengingat penurunan tekanan darah yang sangat cepat dapat meningkatkan risiko stroke.
Pemberian obat sublingual dapat diberikan sebagai tatalaksana awal baik untuk menurunkan
tekanan darah dengan target 20% MAP. Obat rumatan untuk hipertensi perlu diberikan sesuai
dengan tingkat keparahan hipertensi yang diderita. Pasien dapat diberikan 2 kombinasi obat untuk
mencegah berulangnya krisis hipertensi dan menstabilkan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi grade 2.13

- Edukasi
-

Pasien dipuasakan untuk mengurangi distensi-dilatasi usus oleh karena pemasukan makanan

atau minuman.10.11
-

Pemasangan NG Tube merupakan hal yang tidak menyenangkan namun sangat penting

sebagai tatalaksana awal pasien obstruksi akibat perleketan, NG Tube merupakan tindakan untuk
dekompresi yaitu mengurangi dilatasi usus, pengosongan isi usus, dan mengeluarkan udara yang
tertelan. Selain meringankan distensi perut dapat mencegah aspirasi muntah pasien ke paru-paru,
yaitu tertelannya kembali sisa muntah bukan ke saluran pencernaan namun ke paru-paru, karena
dapat menyebabkan gangguan pernafasan serta meningkatkan risiko infeksi di paru-paru. Harapan
dengan pemasangan NG Tube, perleketan dapat terbuka pelan-pelan sehingga tidak memerlukan
terapi pembedahan. Angka keberhasilan hanya menggunakan NG tube pada pasien obstruksi akibat
adhesi adalah 65-81%. 10,11
-

Pemasangan selang kencing atau yang disebut cateter urin pada pasien adalah untuk

monitoring keseimbangan cairan. Pada pasien obstruksi usus halus terdapat kehilangan cairan dan
elektrolit yang banyak, terutama kalium. Sehingga selain di pasang infus pasien juga harus
dipasang kateter urin untuk monitor produksi kencing minimal 0.5cc/kg/jam. 8,9
-

Angka mortalitas pada pasien obstruksi simpel hanya 2%, dan biasanya terjadi pada pasien

yang tidak ditangani segera kurang dari 36 jam. Penggunaan NG Tube pada pasien sebagai
tatalaksana awal dapat membuka perleketan pada usus pasien dengan tingkat keberhasilan 6581%.5 Pasien memiliki prognosis baik oleh karena belum adanya gangguan hemodinamik serta
penanganan segera kurang dari 36 jam.9
-

Edukasi pasien mengenai tekanan darah tinggi yang diamlami pasien, baik dari segi diet

rendah garam, msg, serta olahraga ringan yang tidak membebani lutut seperti jalan santai, kurang
lebih 45 menit 3xseminggu dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi serta menurunkan
risiko stroke yang timbul akibat darah tinggi pasien. 13
-

Penyampaian informasi bahwa obstruksi dapat terulang kembali sangat penting, agar pasien

dan keluarga pasien dapat mencegahnya dengan melakukan skrining faktor risiko yang dapat
menyebabkan obstruksi usus. Pasien memiliki riwayat keganasan, sehingga perlu dilakukan
skrining untuk keganasan agar keganasan tersebut dapat ditangani serta tidak menimbulkan
penyakit lainnya seperti obstruksi usus.

Hipertensi krisis dapat kambuh apabila pasien tidak melakukan kontrol rutin dan meminum

obat rutin dengan baik. Risiko terjadi krisis hipertensi kembali dapat menyebabkan stroke,
gangguan ginjal, gangguan koroner jantung, dan juga gangguan paru-paru. Pemeriksaan tekanan
darah rutin, dan meminum obat hipertensi sesuai anjuran dokter adalah penting untuk mencegah
risiko kambuh dan risiko komplikasi hipertensi.13
-

You might also like