You are on page 1of 47

PAPER

KEBUTUHAN NUTRISI KALKUN


Disusun untuk memenuhi paper mata kuliah Ilmu Nutrisi Ternak Non Ruminansia II
yang diampu oleh Dr.Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc

Oleh :
Kelompok C-7
No
1.
2.
3.
4.
5.

Wachidatul Anisa

NAMA

NIM
1250501001111181

Arif Ridwan

1250501001111182

Diana Sari (C.O)

1250501011111002

Anik Fadlilah

1250501011111005

Riska Alifia R.

1250501011111010

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

NILAI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat Nya, penulis dapat menyelesaikan paper mata kuliah Ilmu Nutrisi Ternak Non
Ruminansia II yang berjudul Kebutuhan Nutrisi Kalkun dengan baik dan lancar.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr.Ir. Osfar Sjofjan, M.Sc
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan paper tentang Kebutuhan
Nutrisi Kalkun, namun bukan mustahil masih terdapat kekurangan dan kelemahan,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, sehingga paper ini
bisa sempurna.

Malang, 25 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 3
1.3. Tujuan .....................................................................................................3
1.4. Manfaat...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1 Ternak Kalkun............................................................................................. 4
2.2 Klasifikasi Kalkun...................................................................................... 5
2.3 Bangsa-bangsa Kalkun............................................................................... 5
2.4 Lingkungan dan Pakan Kalkun Secara Umun............................................ 8
2.5 Ciriciri Fisiologi Kalkun .......................................................................... 9
2.6 Bibit kalkun................................................................................................ 9
2.7 Kebutuhan Nutrisi Kalkun.......................................................................... 11
2.8 Pakan dan Formulasi yang sesuai dengan kebutuhan Kalkun.................... 15
2.9 Pengaruh Nutrisi Pakan terhadap Pertumbuhan Kalkun............................ 19
2.10Pemberian Pakan Kalkun........................................................................... 25
2.11Tanda-tanda Defisiensi Zat Makanan pada Ayam dan Kalkun.................. 27
2.12Umur dan Perbandingan Jantan-Betina..................................................... 28
2.13Fertilitas..................................................................................................... 29
2.14Susut Tetas (Weight Loss) ........................................................................ 31
2.15Daya Tetas ................................................................................................. 32
2.16Bobot Tetas................................................................................................ 35
2.17Manejemen Penetasan............................................................................... 36
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 40
3.1................................................................................................ Kesimpulan
3.2.......................................................................................................... Saran

.......40
.......40

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 41

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kalkun.................................................................. 12


Tabel 2. Laju Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Usia Kalkun........................................................................................ 14
Tabel 3. Susunan Ransum Kalkun.................................................................... 16
Tabel 4. Persentase Bahan Pakan Pemberian untuk Kalkun pada Saat
Fase Starter......................................................................................... 17
Tabel 5. Konsumsi air oleh kalkun pada berbagai umur................................... 25
Tabel 6. Persentase target susut tetas pada berbagai umur induk kalkun......... 32
Tabel 7. Pengaruh kondisi telur terhadap fertilitas dan daya tetas.................... 33
Tabel 8. Hubungan bobot telur dengan bobot tetas kalkun............................... 36

iii

iv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi peternakan kalkun di Indonesia sangat jarang sekali ditemukan,
sebagian besar para peternak di Indonesia lebih memilih jenis unggas lain seperti ayam
dan lain-lain. Budidaya kalkun di Indonesia masih belum popular dikarenakanbelum
disosialisasikan dan masyarakat umumnya masih banyakmengkonsumsi daging ayam
dibandingkan daging kalkun. Daging kalkunmempunyai keunggulan disamping
dagingnya yang sangat lezat juga berproteintinggi, kandungan lemak dan kolesterolnya
sangat rendah. Kandungan asamoleat (minyak zaitun) dan omega 6 yang cukup tinggi
akan bermanfaat bagikesehatan jantung. Minyak zaitun, selain menambah cita rasa juga
memilik
Kalkun adalah ternak yang masih jarang dibudidayakan. Pemeliharaan
kalkun

hanya sebagaikesenangan

bagi

pemeliharanya.

Pakan

yang diberikan

biasanya sama dengan pakan yang dikonsumsi olehunggas pada umumnya. Perlu
adanya ransum khusus untuk kalkun dan komposisinya disesuaikan dengan kebutuhan
kalkun. Pakan kalkun hampir sama dengan pakan unggas lainnya. Pakan yang yang
diberikan harus memenuhi kriteria yaitu a). Ketersediaan bahan pakan harus cukup
dalam waktu lama; b). Tidak bersaing dengan manusia; c). Tidak mengandung zat anti
nutrisi atau racun yang dapat menghambat tujuan produksi.
Penggunaan bahan pakan yang mengandung zat anti nutrisi disesuaikan
dengan batas pengggunaanya.

Agar

tidak mengganggu

proses

pencernaan

danpenyerapan zat zat pakan. Bahan pakan yang biasa digunakan terdiri dari
jagung, gandum, tepung kedelai, tepung ikan, hijauan dan grit. Selain biji bijian
kalkun mampu mengkonsumsi hijauan. Kemampuan mengkonsumsi hijauan disebabkan
sekum kalkun lebih berkembang dibanding dengan unggas lainnya.
Pemeliharaan

kalkun untuk produksi daging sebaiknya

dipisah

antarajantan dan betina, karena jantan lebih banyak makan dan lebih aktif dalam

perebutan pakan dengan betina. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan kalkun betina
serta pertumbuhan kalun jantan lebih cepat daripada betina
Kebutuhan nutrisi terpenting pada kalkun adalah keseimbangan protein
dan energi. Kalkun membutuhkan protein lebih banyak daripada ayam broiler,terutama
pada periode starter dan pertumbuhan. Kalkun betina mencapai dewasakelamin lebih
dini dibanding kalkun jantan. Pemberian ransum dengan kandungan energi tinggi dan
rendah protein pada kalkun betina umur 16 minggu dan kalkun jantan umur 18 minggu
lebih ekonomis dalam meningkatkan pertumbuhan).
Keseimbangan energi dan protein pada kalkun Umur 4 8 minggu
dengan protein 22% & energi 2800,8-12 minggu dengan protein 19% & energi 3000,
12-20 minggu 14-16.5% protein dan 3100-3200. Ransum kalkun mengandung
tambahan lemak 2 8%. Kelebihan lemak dan karbohidrat akan disimpan sebagai
lemak tubuh. Sedangkan konsumen kurang menyukai daging yang berlemak.
Menurut definisi,unggas(poultry) adalah jenis ternak bersayap dari
kelas Aves yang telah didomestikasikan dan cara hidupnya diatur oleh manusiadengan
tujuan untuk memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang(dagingdan telur) dan
jasa(pendapatan). Termasuk kelompok unggas adalah ayam(petelur dan pedaging),
ayam kampung,itik, kalkun, burung puyuh,burungmerpati, dan angsa yang sekarang
sudah diusahakan secara kemersial.Sementara itu, burung mutiara, kasuari, dan burung
unta masih dijajakikemungkinannya untuk diternakkan secara komersial.
Hasil pokok dari unggas adalah daging dan telur, sementara
hasilsampingan berupa bulu dan kotoran serta ornamental hasil khusus. Perananunggas
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat dimengerti karenaunggas mampu
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pembangunanbidang pertanian, khususnya
subbidang peternakan. Sebenarnya,semua makhluk hidup yang tergolong dalam bangsa
unggasdapat menghasilkan telur dan memiliki daging yang dapat dinikmati. Hanyasaja,
hal yang membedakan dari masing-masing unggas adalah ukuran tubuhdan jumlah
daging maupun telur yang dihasilkan.
Pemberian pakan ayam kalkun sesuai kondisi dan umurnya itu sangat
penting, karena untuk jenis ayam kalkun anakan dan ayam kalkun dewasa memiliki

porsi pakan dan menu yang berbeda, karena kemampuan lambung ayam kalkun untuk
menampung makanan dan kemampuan untuk mencerna makanan akan berbeda. Di
masa pertumbuhan, biasanya ayam kalkun membutuhkan gizi dan nutrisi yang lebih
tinggi.
Bagi peternak ayam kalkun yang sudah berpengalaman, tentunya sudah
tahu atau setidaknya tidak perlu bingung untuk memberikan porsi pakan ayam kalkun.
Tetapi bagi peternak ayam kalkun pemula atau yang masih ingin berencana memelihara
ayam kalkun, akan sedikit kebingungan dalam hal ini. Oleh karena itu akan dijelaskan
beberapa informasi mengenai kalkun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Apa saja bangsa-bangsa kalkun?


Apa saja kebutuhan nutrisi kalkun?
Bagaimana formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan kalkun?
Bagaimana cara menyusun ransum?

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui bangsa-bangsa kalkun.


Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi kalkun.
Untuk mengetahui formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan kalkun.
Untuk mengetahui cara menyusun ransum.

1.4 Manfaat
1.
2.
3.
4.

Mengetahui bangsa-bangsa kalkun.


Mengetahui kebutuhan nutrisi kalkun.
Mengetahui formulasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan kalkun.
Mengetahui cara menyusun ransum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternak Kalkun


Kalkun dalam bahasa internasional dikenal dengan turkey dan oleh orang
Indonesia disebut ayam kalkun.Sebenarnya sebutan yang tepat adalah kalkun bukan
ayam kalkun.Dikarenakan ayam dan kalkun mempunyai pengertian tersendiri kalkun
tetap kalkun dan ayam tetap ayam.
Kalkun sebenarnya sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Indian di
benua Amerika jauh sebelum Columbus dating di benua itu.Kemudian di daratan Eropa
mulai di kenal tahun 1523 atau 1524 dan menjadi menu di kalangan masyarakat Inggris
pertama kali tahun 1585.
Di Indonesia sebenarnya nama kalkun telah lama di kenal pada abad ke-16 dan
mulai banyak terlihat di lingkungan masyarakat pada abab ke-18 dengan semakin
mengakarnya kekuasaan penjajah Belanda selain itu juga di Indonesia ada satu dua kota
yang memeliharanya sebagai unggas hias dan ada pula yang mengusahakannya sebagai
peternakan kalkun.Oleh biro Pusat Statistik Jakarta kalkun tidak dicatatnya sebagai data
populasi unggas di Indonesia (juga puyuh dan merpati) dan oleh Direktorat Jendral
peternakan kalkun dimasukkan ke dalam aneka unggas (bersama puyuh dan merpati).
Sampai tahun 1979 memang kalkun puyuh dan merpati tidak menarik perhatian orang
di Indonesia tetapi semenjak tahun 1980 dimana pemerintah benar-benar ingin
membangun bidang peternakan dengan sungguh-sungguh (sedangkan peternakan ayam
sudah memusingkan banyak pihak) dimulailah menggalakkan peternakan dan ternak
aneka unggas dan aneka ternak.Kalakun mulai diperkenalkan dan di galakkan
kembali.Pokoknya yang termasuk dalam aneka ternak dan aneka unggas diperkenalkan
kembali dan di galakkan usaha beternaknya dengan berbagai cara.
Pada saat ini di Indonesia ada beberapa pengusaha yang sudah merintis peternakan
kalkun,walaupun untuk itu harus terseok-seok karena kalkun yang ada di Indonesia

bukan kalkun komerisal dan untuk mencari bibit kalkun komersial pun sulit.Wajarlah
bila permintaan kecil akan membuahkan penawaran yang kecil pula atau bahkan tidak
ada,
Di negara Barat kalkun digunakan waktu acara natal dan di Amerika pada acara
Thanksgiving Day dan juga pada Tahun Baru Masehi. Sehingga wajar kalau kalkun
kurang popular di Indonesia, padahal penyajian kalkun tidak ada kaitannya dengan
unsure religious (walaupun dinegara barat disajikan pada hari-hari besar itu).
2.2 Klasifikasi Kalkun
Kalkun tergolong jenis ungags yang dalam perkembangannya tidak sepesat
ayam. Namun, akhir-akhir ini kalkun mulai diperhitungkan untuk diternakkan dengan
mulai disajikan daging kalkun sebagai salah satu menu pada pesta-pesta (Susilorini, Tri
Eko. 2007). Kalkun adalah hewan unggas (sejenis burung), asli Amerika Utara, yang
sebenarnya telah dikonsumsi sehari-hari suku indian. Nenek moyang kalkun piaraan
adalah Meleagris Galloparo.
Adapun taksonomi zoology kalkun sebagai berikut.
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Aves

Subkelas

: Neornithes

Ordo

: Galliformes

Famili

: Meleagrididae

Genus

: Meleagris

Spesies

: Meleagris galloparo

(Susilorini, Tri Eko. 2007).


2.3 Bangsa-bangsa Kalkun
Amerika terdapat banyak bangsa kalkun diantaranya Broad Breasted Bronze,
Broad Breasted White, American Mammoth Bronze, White Beltsville dan Hybrid
Indonesia memiliki beberapa varietas kalkun yang dikembangkan yaitu jenis Broad
Breasted Bronze, White Holland,dan kalkun cokelat. Varietas Broad Breasted Bronze

merupakan hasil persilangan Broad Breasted Bronze Large dengan Broad Breasted
White Holland
a. Kalkun broad breasted white

Kalkun Broad Breasted White, merupakan bangsa kalkun yang bulunya berwarna
putih. Bobot badan betina antara 6,5-10 kg dan jantan 11-18 kg. Produksi telur 50-60
butir per musim.
b. Kalkun broad breasted bronze

Kalkun Broad Breasted Bronze memiliki warna bulu gelap dan warna perunggu
pada ekor dan sayapnya, pertumbuhan yang baik ditandai dengan bobot tubuh jantan
dicapai pada umur 24 minggu sebesar 4,8-5,0 kg dan pada betina pada umur 17 minggu
sebesar 3,5 kg.
c. Kalkun american mammoth bronze

Kalkun American Mammoth Bronze, karakteristiknya hampir sama dengan 2 bangsa


diatas, tetapi ototnya berwarna putih dengan ukuran badan lebih kecil, bobot betina
sekitar 4,5 kg dan jantan sekitar 6,5 kg. Produksi telur tinggi, yaitu 100-120 butir/tahun.
d. Kalkun Belsville

Kalkun Broad Breasted White, merupakan bangsa kalkun yang bulunya berwarna
putih. Bobot badan betina antara 6,5-10 kg dan jantan 11-18 kg. Dadanya kurang
berkembang.
e. Kalkun Cokelat

Merupakan jenis kalkun yang yang paling banyak peminatnya. Kalkun cokelat
memiliki ciri-ciri warna bulu cokelat.
f. White Holland (Kalkun Putih Atau Kalkun Albino)

Memiliki ciri--ciri warna bulu putih, kalkun jantan memiliki bobot tubuh
mencapai 11--18 kg, sedangkan betina memiliki berat tubuh mencapai 6,5-8,0 kg
(Maspul, 2012).
g. Kalkun white hybrid

Merupakan hibrid dari berbagai bangsa yang disilangkan.


2.4 Lingkungan dan Pakan Kalkun Secara Umun.
Kalkun(Meleagris gallopavo) yang tersebar di Kanada sepanjang pesisir Timur
Amerika sampai ke Mexico dan kalkun Ocellated(Agriocharis ocellato) adalah unggas
tropis sebenarnya, yang banyak di jumpai di bagian utara Amerika Tengah dan
Mexico.Kalkun hidup dalam kelompok-kelompok kecil di hutan dan makanannya
berupa serangga, biji-bijian dan buah-buahan yang jatuh dari pohon.

Kalkun mempunyai lima fase hidup yaitu 0--4 minggu (prestarter), 4--8 minggu
(starter), 8--12 minggu (grower I), 12--16 minggu (grower II), 16--20 minggu (finisher
II), dan 20 minggu keatas (finisher II). Dewasa kelamin kalkun pada umur 33 minggu
dengan bobot dewasa sebesar 15,4 kg untuk jantan dan 8,4 kg untuk kalkun betina tipe
ringan dapat dikawinkan pada umur 30 minggu dan pejantannya dapat mulai
dikawinkan pada umur 34 minggu, sedangkan kalkun tipe berat baru dapat dikawinkan
pada umur umur 36 minggu dan pejantannya pada umur 40 minggu. Kalkun jantan dan
betina yang sudah dewasa kelamin akan menghasilkan telur tetas dan anak kalkun yang
baik dibandingkan dengan kalkun yang belum dewasa kelamin.
2.5 Ciriciri Fisiologi Kalkun
Kalkun mempunyai tubuh yang besar dua kali angsa bahakan bisa
lebih.Wajahnya mirip ayam,kecuali badannya yang jauh lebih besar dari badan ayam
dan bagian kepala mempunyai karakteristik yang khas kalkun karena mirip ayam
itulahorang-orang banyak menyebutnya sebagai ayam kalkun.Kalkun juga memiliki
bentuk khas pada ekornya disamping pada pial dan gelambirnya.Tubuhnya besar dan
tinggi bahkan pada suatu kontes Inggris tampil seekor Kalkun sebagai pemenang yang
besar dan tingginya melebihi tinggi seorang anak umur 4 tahun dan datangnya cukup
untuk di makan 30 orang.
Sedangkan untuk

membedakan kalkun jantan dan betina dapat dilihat dari

ukuran tubuh. Kalkun jantan memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan
kalkun betina.Selain tubuh yang besar, kalkun jantan memiliki bulu yang lebih indah
dan memiliki snood yang lebih panjang di atas kepalanya, sedangkan betina memiliki
snood tetapi kurang muncul dan warna bulu kurang berwarna-warni.Kalkun jantan juga
diciri-cirikan memiliki suara yang lebih keras dibandingkan dengan kalkun
betina.Perbedaan jantan dan betina
2.6 Bibit kalkun
Sebagaimana layaknya pada unggas berbadan besar seperti angsa dan bebek
kalkun juga di pelihara untuk diambil dagingnya.Untuk bibit kalkun betina di pelihara
bersama jantan dan diambil telur tetasnya yang kelak akan menghasilkan anak kalkun.

Sama halnya pada ayam pada bibit kalkun akan kita pelihara dibagi atas 3
golongan yakni:
1.Tipe Barat
Sesuai dengan namanya kalkun ini memiliki badan yang besar sekali melebihi
besar anak berusia 3 tahun.Tipe berat ini mengandung banyak daging dan lemak
bertubuh besar dan pendek.Ada yang berbulu putih dan ada pula yang berbulu
hitam.Kalkun pedaging tipe berat ini dagingnya cukup untuk dimakan oleh 30 orang.
2.Tipe sedang atau tipe medium.
Tipe ini tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan.Tipe ini umumnya banyak di
gemari di negara-negara berkembang.Kalkun tipe medium ini mempunyai badan lebih
padat dan kompak.Lemak yang dikandungnya lebih sedikit daripada tipe berat.Misalnya
kalkun Australia Putih dan Kalkun Norfolk hitam.
3.Tipe ringan
Walaupun namanya tipe ringan tetapi besar tubuhnya tetap lebih besar dari pada
bebek dan orang-orang menyukai tipe ringan ini di karenakan memiliki kadar lemak
yang rendah.
Kalkun jantan tipe berat dapat mencapai berat badan lebih dari 13.6 kg pada
umur 12 migggu.Tetapi biasanya jantan dipelihara sampai mencapai berat 5.4-6.4
kg,dan berat betina antara 3.2-4 kg pada umur 12-24 minggu.Hal ini dilakukan untuk
mencegah merosotnya selerakonsumen dan untuk menghindari kemasan unggas yang
terlalu besar.Pada kisaran berat itu pula karkas kalkun banyak di jual di pasar swalayan
di Indonesia.Selain itu juga kalkun yang memiliki berat badan yang di sebutkan di atas
paling digemari oleh peternak kalkun komersial untuk di pelihara.Dipeternakan kalkun
tradisional di Inggris pernah dicapai kalkun dengan berat 34.93 kg.Di supermarket di
Jakarta kalkun yang bebas bulu dan dan bebas kepala dan ceker(juga jeroan) memiliki
berat sekitar 6 kg saja.Sehingga tidak heran bila kita melihat banyak kalkun di Indonesia
ini tergolong tipe ringan karena yang paling layak untuk peternakan kalkun.

10

Dinegara-negara maju Kalkun ini sudah banyak di gemari dan banyak di


pelihara orang.Sehingga para pembibit kalkun mendirikan usaha pembibitan kalkun
bagaikan pada ayam ras saja.Di Indonesia memang agak sedikir sulit untuk
mendapatkan bibit kalkun komersial tetapi melalui usaha bersama misalnya dalam
wujud koperasi maka bibit kalkun komersial ini mudah diusahakan.Karena di beberapa
tempat secara individual ada juga orang yang memelihara kalkun sampai tingkat suatu
peternakan.
Dalam suatu peternakan Kalkun harus ditetapkan bibit mana yang akan di
pelihara.Setelah ditetapkan bibit mana yang akan dipelihara dan sudah berniat membeli
anak kalkun maka ada hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
a. Bila disentak kesana kemari, aktif menciap-ciap dan banyak bergerak
b. Lihatlah matanya, anak kalkun yang sehat dan baik akan memperlihatkan mata yang
tajam dan sinar matanya memancar
c. Perhatikan paruhnya, jangan ada yang cross-beak atau paruh yang bersilang letak.
Hindari paruh yang cacat, karena akan mengakibatkan sulitnya pada saat mencari
makan
d. Pilih anak kalkun yang besar badannya, bulunya kering rata. Anak kalkun yang
terlalu ringan hendaknya dipisahkan
e. Perhatikan kakinya, kaki harus terlihat normal dan anak kalkun itu harus mampu
berdiri baik diatas kedua kakinya
f. Perhatikan juga duburnya, apakah ada letakan tinja di bagian tersebut
Pada umunya pembibitan yang baik dan penjual anak kalkun yang bertanggung
jawab akan memberikan anak kalkun yang baik dan sudah diseleksi (bahkan di potong
paruhnya) sehingga pembibitan secra komersial dapat tercapai.
2.7 Kebutuhan Nutrisi Kalkun
Kalkun membutuhkan beberapa unsur nutrisi untuk kebutuhan hidupnya.
Unsur- unsur tersebut adalah protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan unsurunsur

tersebut

dapat

mengakibatkan

gangguan

kesehatan

dan

menurunkan

produktifitasnya. Kebutuhan nutrisi kalkun fase pertumbuhan dan akhir sama dengan
kebutuhan broiler pada fase yang sama dan dapat diberikan pakan komplit untuk jenis
unggas pedaging. Umumnya penggunaan pakan dengan perbedaan kandungan Protein

11

kasar berdasarkan pada kalkun umur 4-8 minggu, 8-12 minggu, 12-16 minggu, 16-20
minggu dan diatas 20 minggu (Hooge dan Church 1998).
Perubahan pakan secara berkala dilakukan untuk mengefisienkan pakan dan
meminimalkan biaya. Pertumbuhan lebih cepat dari pada ayam, agar dapat memenuhi
permintaan lebih tinggi dari ayam. Kebutuhan protein menurun seiring bertambahnya
umur, kebutuhan protein pada unggas berkisar mulai 28% pada fase starter sedangkan
pada fase akhir dibutuhkan 18 %.

Sedangkan pada kebutuhan energi semakin

bertambahnya umur maka akan mengalami peningkatan. Kebutuhan energi pada unggas
berkisar 2900 kcal/kg- 3300 kcal/kg pada fase grower (Hooge dan Church 1998). .
Pada pemeliharaan unggas sebaiknya diberikan air secara ad libidtum

dan

menggunakan pakan yang lebh berwarna agar meningkatkan konsumsi pakan pada
ternak. Pemberian antibiotik pada kalkun sebaiknya dilakukan sedini mungkin dapat
berupa pakan sebanyak 2.75 3.25 lb / produksi kalkun (Bobot badan) lb. Pada jantan
diberikan pada umur 18-20 minggu dan bobot badan mencapai 23 - 35 lb. Sedangkan
pada betina pada umur 14- 16 minggu dan bobot badan sekitar 14 lb (Hooge dan Church
1998).
Kebutuhan nutrisi kalkun dibagi menjadi 2 bagian yakni kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan dan kebutuhan nutrissi untuk reproduksi. Dua kategori ini perbedaan
proporsi nutrisi sangat luas. Selain itu juga nutrisi dalam pakan dibutuhkan untuk
produksi dan aktivitas hidup pokok. Penetuan kebutuhan nutrisi telah dilakukan para
ilmuan terdahulu kemudian dipatenkan kedalam NRC (National Research Council).
Berikut ini kebutuhan nutrisi untuk aktivias sehari-hari pada kalkun (lihat tabel 2.3.1) :
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kalkun
Nutrisi

Unit

Protein & Asam Amino


Protein
Arginin
Glysin
Histidin
Isoleusine
Leusine
Lysin

%
%
%
%
%
%
%

04
28
1.6
1
0.58
1.1
1.9
1.6

4-8
26
1.4
0.9
0.5
1
1.75
1.5

Umur (minggu)
8-12
12-16
22
1.1
0.8
0.4
0.8
1.5
1.3

19
0.9
0.7
0.3
0.6
1.25
1

16-20
16.5
0.75
0.6
0.25
0.5
1
0.8

20-24
14
0.6
0.5
0.2
0.45
0.8
0.65

12

Metionin
Methionin + cystin
Penilalanin
Penilalanin + tirosin
Treonin
Triptofan
Valin
Fat
Asam Linoleat
Makro mineral
Kalsium
Pospor
Potasium
Sodium
Clorin
Magnesium
Mikro mineral
Mangan
Zinc
Besi
Coper
Iodin
Selenium
Vitamin Larut lemak
A
D
E
K
Vitamin Larut Air
B12
Biotin
Clodin
Folacin
Niacin
Asam Pantoteninc
Pyriudin
Riboflavin
Thiamin
(NRC, 1994)

%
%
%
%
%
%
%

0.55
1.05
1
1.8
1
0.26
1.2

0.45
0.95
0.9
1.6
0.95
0.24
1.1

0.4
0.8
0.8
1.2
0.8
0.2
0.9

0.35
0.65
0.7
1
0.75
0.18
0.8

0.25
0.55
0.6
0.9
0.6
0.15
0.7

0.25
0.45
0.5
0.9
0.5
0.13
0.6

0.8

0.8

0.8

0.8

%
%
%
%
%
mg

1.2
0.6
0.7
0.17
0.15
500

1
0.5
0.6
0.15
0.14
500

0.85
0.42
0.5
0.12
0.12
500

0.75
0.38
0.5
0.12
0.12
500

0.65
0.32
0.4
0.12
0.12
500

0.55
0.28
0.4
0.12
0.12
500

mg
mg
mg
mg
mg
mg

60
70
80
8
0.4
0.2

60
65
60
8
0.4
0.2

60
50
60
6
0.4
0.2

60
40
60
6
0.4
0.2

60
40
50
6
0.4
0.2

60
40
50
6
0.4
0.2

IU
ICU
IU
mg

5000
1100
12
1.75

5000
1100
12
1.5

5000
1100
10
1

5000
1100
10
0.75

5000
1100
10
0.75

5000
1100
10
0.3

mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg

0.003
0.25
1600
1
60
10
4.5
4
2

0.003
0.2
1400
1
60
9
4.5
4
2

0.003
0.125
1100
0.8
30
9
3.5
3.6
2

0.003
0.125
1100
0.8
30
9
3.5
3
2

0.003
0.1
950
0.7
40
9
3
3
2

0.003
0.1
800
0.7
40
9
3
2.5
2

Pada fase pertumbuhan kalkun mengalami peningkatan sangat significant.


Pertambahan bobot badan setiap pertambahan usia dipengaruhi oleh adanya konsumsi
pakan, genetik ternak dan lingkungan pemeliharaan. Berikut ini laju pertambahan bobot
badan berdasarkan jenis kelamin dan usia pada kalkun. :

13

Tabel 2. Laju Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Kalkun.

Pakan dalam bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan, bagaimanapun


hasil utama menunjukkan nutrisi pada pakan dalam bentuk pelet akan mudah tercerna
karena secara fisik (mulut) unggas sangat sesuai apabila digunakan untuk mengambil
pakan dalam bentuk pelet. Uumnya peleting dapat meningkatkan feed intake, net energy
dari produksi metabolisme energi, dan mengurangi sisa atau ceceran pakan (Moran,
1989).
Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kebutuhan hidup pokok yang mana dapat dilihat dari naik tutunnya feed intake. Selama
umur 32 60 hari membutuhkan energi 2.45 2.70 kcal/g bobot badan pada suhu 12
o

C. Kebutuhan ini menurun progresive dari suhu 12 oC ke suhu 24 oC. Kemudian pada

suhu 24oC dan suhu 28 oC akan meningkat kembali kebutuhannya sampai pada suhu
35oC. Dari penelitian ini diketahui bahwa produksi net energy akan meningkat apabila
suhu mengalami peningkatan (Hurwitz et al. 1980).

14

Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan
tenak. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ransum. Dan dalam
mengkonsumsi ransum, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur,
palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan
tingkat produksi (Yuanita, I. 2003).
Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh energi
sehingga jumlah makanan yang dimakan tiap harinya berkecenderungan berhubungan
erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap terdapat dalam semua
ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME tinggi akan menyediakan
protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah makanan yang
dikonsumsi dalam tubuh unggas. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas
akan mengkonsumsi makanan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya
kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Sudjarwo, E. 2001)
2.8 Pakan dan Formulasi yang sesuai dengan kebutuhan Kalkun
Peningkatan produktivitas kalkun dapat dilakukan dengan perbaikan makanan
seperti peningkatan kandungan zat-zat makanan tertentu dalam ransum. Makanan yang
mencukupi untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi bagi ternak yang
baik adalah jika ternak tidak mengalami hambatan pertumbuhan dan defisiensi nutrisi
yang dapat menghambat proses reproduksi baik pada pejantan maupun betina
(Toelihere, 1993). Salah satu vitamin yang berperan dalam reproduksi yaitu vitamin E.
Vitamin ini dikenal sebagai vitamin yang berperan dalam fertilitas dan penting untuk
produksi sperma bagi kalkun jantan pembibit. Salah satu mineral yang penting dalam
reproduksi yaitu mineral Zn. Mineral ini diketahui banyak berperan dalam banyak
proses metabolik penting. Mineral Zn mempengaruhi pemasakan gonad dan stimulasi
pelepasan hormon testosteron dari testis (Abbasi et al., 1980).
Susunan ransum kalkun berdasarkan penelitian S. Suharyati (2006) sebagai
berikut :
Tabel 3. Susunan Ransum Kalkun
Bahan Pakan
Tepung Ikan

Persentase (%)
5

Protein (%)

Energi

3,05

(kkal/kg)
154,00

15

Bungkil Kedelai
Bungkil Kelapa
Jagung
Tepung Rajungan
Premix
Bekatul
Zeolit
Jumlah

8
10
25
8
1
40
3,05
100,5

3,75
2,13
1,78
1,110
4,72
16,53

218,40
254,00
966,25
164,00
144,00
2900,65

Susunan ransum diatas kemudian ditambahkan Vitamin E dan Zn. Vitamin E


diberikan dalam bentuk tablet sebanyak 25 mg/ekor/hari. Mineral Zn diberikan dalam
bentuk kapsul dengan dosis 25 mg/ekor/hari. Vitamin E dan mineral Zn masing-masing
diberikan secara per oral. Berdasarkan hasil penelitian S tersebut dapat diketahui
penambahan vitamin E, mineral Zn, serta vitamin E+mineral Zn secara bersamaan
berpengaruh sangat nyata terhadap motilitas, konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa
serta berbeda nyata terhadap volume dan persentase spermatozoa hidup kalkun lokal.
Penambahan vitamin E dan mineral Zn secara bersamaan memberikan kualitas semen
yang paling baik. Penggunaan sperma dari pejantan yang diberi vitamin E dan mineral
Zn secara bersamaan berbeda sangat nyata terhadap fertilitas dan daya tetas telur kalkun
lokal. Penggunaan sperma dari pejantan yang diberi vitamin E dan mineral Zn secara
bersamaan menghasilkan fertilitas dan daya tetas telur kalkun lokal yang terbaik
Pemberian pakan untuk kalkun pada saat fase starter, dapat diberikan ransum
sebagai berikut :
Tabel 4. Persentase Bahan Pakan Pemberian untuk Kalkun pada Saat Fase Starter.
Bahan Pakan
Jagung Kuing
Tepung Kedelai (47.5 % CP)
Meat Meal (56% CP)
Animal-Vegetable fat
Limestone (or oyster shell)
Dicalcium phosphate
Garam
Sodium bicarbonat
Copper sulfate
Vitamin-mineral premix
DL-methionin
L-lysine HCL (78.4% lysine)
Bacitracin-MD (50g/lb)
Coban (monensin) 30 g/lb

Persentase bahan (%)


47.75
38.83
9.50
0.31
0.81
1.54
0.09
0.20
0.005
0.25
0.24
0.23
0.05
0.10

16

Liquid mold inhibitor


Analisis kandungan ransum
Protein, % (N x 6.25)
ME, (kcal/lb)
Lysine, (%)
Methionine+cystine (%)
Ca (%)
Available P (%)
Na (%)
K (%)
Cl (%)
(Hooge dan Church, 1998)

0.05
28.00
1280
1.80
1.10
1.45
0.83
0.19
0.94
0.24

Protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan air mutlak harus tersedia dalam
jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu nutrisi tersebut maka mengakibatkan
kesehatan terganggu dan menurunkan produktivitas. Air dianggap sebagai salah satu zat
makanan yang sangat penting bagi ternak unggas. Air digolongkan sebagai unsur
anorganik yang merupakan zat yang penting yang ada di dalam tubuh. Fungsi air
sebagai bahan dasar dalam darah, sel dan cairan antar sel, sebagai alat untuk tansport
zat-zat makanan, membantu kerja enzim dalam proses metabolisme, pengatur suhu
tubuh, membantu keseimbangan dalam tubuh (Anggorodi, 1994)
Tambahan vitamin dan mineral sangat dibutuhkan oleh kalkun. Mineral makro
terdiri atas Kalsium, Phospor, Natrium, Magnesium, Klorida, dan Sulfur. Mineral makro
selalu diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh ternak. Gerakan-gerakan ion mineral
makro melintas membran tidak pernah dipisahkan dari gerakan proton dan anion.
Terdapat hubungan kompeks antara pH, tekanan listrik lintas membran dan perbedaan
kadarnya. Semua jenis ternak, termasuk kalkun sangat memerlukan mineral dalam
ransumnya, baik berupa mineral makro (Ca, P, Na, K dan Cl) atau mineral mikro (Fe,
Cu, I, Co, Zn, Mn, Se, dan Mo). Bahan pakan yang mengandung mineral antara lain
adalah probiotik, tepung tulang, kulit kerang, biji-bijian, dan garam dapur. Bahan pakan
yang umum diberikan pada ternak, yang disusun dalam ransum yaitu jagung, dedak
halus, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil kelapa dan minyak nabati. (Annekov, B. N.
1974)
Protein terkandung dalam bahan pakan nabati dan hewani antara lain bungkil
kedelai, tepung ikan, bungkil kacang tanah, tepung hati dan tepung cacing. Fungsi

17

protein antara lain sebagai materi penyusun dasar semua jaringan tubuh yang dibentuk.
Jaringan tubuh tersebut berupa otot, sel darah, kuku dan tulang. Selain itu, protein
berfungsi untuk pertumbuhan jaringan baru, bahan pembuat telur, dan sperma. Bila
kadar protein dalam pakan tidak cukup, pertumbuhan menjadi tidak normal. Bila
keadaan tersebut dibiarkan berlarut-larut, kalkun dapat mengalami kematian (Orskov, E.
R. 1992).
Karbohidrat dibutuhkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Energi digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, gerak otot, sintesa jaringan-jaringan
baru, aktivitas kerja, serta memelihara temperatur tubuh. Karbohidrat terdapat dalam
bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti jagung, dedak padi, minyak
kelapa, minyak jagung dan minyak wijen. Diantara bahan pakan tersebut, jagung paling
sering digunakan karena selain sebagai sumber karbohidrat, karoten yang terkandung di
dalamnya berfungsi untuk memberi warna kuning pada telur dan bagian kuning lainnya
pada organ tubuh burung kalkun. Ransum berenergi tinggi, biasanya mengandung
minyak ikan, lemak hewan, atau minyak nabati, dapat mengakibatkan naiknya angka
kematian. Namun hal tersebut dapat dihindari dengan meningkatkan kadar kholin,
vitamin B12 dan vitamin E (Linder, M. C. 1992).
Lemak merupakan sumber karbohidrat, yang berarti pula sebagai sumber energi.
Fungsi lemak adalah membantu penyerapan vitamin (A, D, E, dan K), menambah
palatabilitas (rasa), menyediakan asam-asam lemak esensial, mempengaruhi penyerapan
vitamin A dan karoten dalam saluran pencernaan, berpengaruh penting dalam
penyerapan Ca (kalsium), serta menambah efisiensi penggunaan energi. Sumber lemak
terdapat dalam bahan pakan seperti minyak kelapa, minyak kacang kedelai, minyak
jagung, dan minyak biji kapas (Ranjhan, S. K. 1980)
Vitamin merupakan senyawa organik yang harus selalu tersedia walaupun dalam
jumlah yang sangat kecil, untuk metabolisme jaringan normal. Secara langsung maupun
tidak langsung, defisiensi vitamin pada kalkun mengakibatkan kerugian seperti lebih
mudah terserang penyakit sehingga menurunkan produktivitas, bahkan menimbulkan
kematian. Sumber pakan yang mengandung vitamin bermacam-macam, diantaranya
jagung kuning, daundaunan, biji-bijian ( Lieberman, S and N. Bruning. 1990)

18

2.9 Pengaruh Nutrisi Pakan terhadap Pertumbuhan Kalkun


Pakan kalkun mempunyai dua komponen fisik, yaitu pakan bagian yang cair dan
bagian yang padat. Bila bagian yang cair ini dihilangkan atau dikurangi dari bahan
pakan, maka akan ditemukan bahan pakan yang telah kering. Bahan demikian itu bila
dianalisa secara kimia akan ditentukan lagi unsur gizi sebagai berikut : protein, energy,
vitamin, mineral dan unsur gizi tidak diketahui. Keseluruhannya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalkun.
Pakan dan masalah dalam pakan merupakan pengembangan topic dari unsurunsur gizi. Semua masalah tentang pakan yang dihadapi peternak bahkan dalam
masalah produksipun dapat terselesaikan bila pengetahuan tentang unsur gizi diketahu.
Sebagai langkah pertama dalam sub-bab pakan ini akan diuraikan tentang unsur gizi.
1. Protein
Protein merupakan komponen yang kompleks dan merupakan suatu makromolekul
atau polymer dari asam-asam amino yang diikat satu sama lain dalam rangkaian
peptide. Asam-asam amino yang penting bagi ungags (penting karena asam amino
itutidak dapat dibuat sendiri) adalah phenylalanine, isoleucine, lysine, threonine,
histidine, arginine, tryptophan, methionine, valine, leucine, dan glycine. Kemudian
asam-asam amino yang tidak penting bagi ungags adalah (tidak penting karena dapat
dibuat sendiri dengan menggunakan bahan lain) adalah alanine, aspantic acid, cysteine,
cysteine, hydroxyproline, proline, dan glytamic acid (asam glutamate). Kesemua itu,
baik jumlah protein dan komponen-komponennya (asam amino) harus sesuai antara
yang ada di dalam ransum dengan yang dibutuhkan oleh kalkun.
Protein dan asam amino digunakan oleh kalkun untuk :
a. Membangun jaringan-jaringan protein di tubuhnya
b. Membentuk system enzyme (enzyme merupakan bagian yang sangat berperan
c.
d.
e.
f.
g.

dalam pencernaan pakan yang dimakan oleh kalkun)


Dalam keadaan terdesak, protein dapat diubah menjadi energi
Lemak, translokasi lemak dan penyimpanannya
Pembentukan chelat mineral,mendistribusikan dan menyimpanannya
Sebagai buffer dan tekanan osmotic, dalam hal ini protein juga memegang peranan
Pembentukan telur, sperma dan organ-organ reproduksi lainnya.

19

Cukup banyak peranan protein ini bagi hidup kalkun dan juga untuk produksi.
Sehingga wajarlah bila kekurangan protein itu akan terjadi kelainan-kelainan yang
merugikan bagi peternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan protein
adalah
a. Umur. Anak kalkun akan membutuhkan protein yang lebih tinggi dari pada kalkun
yang dewasa. Hal ini disebabkan karena anak kalkun makan lebih sedikit dari
jaringan tubuhnya masih bertumbuh.
b. Pertumbuhan. Kalkun pedaging yang memerlukan pertumbuhan yang cepat,
membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi dari pada kalkun bibit pada umur
yang sama.
c. Reproduksi. Setelah kalkun dewasa kelamin maka kebutuhan akan protein akan
meningkat kembali (pada masa kecil tinggi, lalu masuk remaja menjadi rendah dan
memasuki masa dewasa kelamin yang siap untuk bertelur, kebutuhan akan protein
akan tinggi kembali). Karena protein dibutuhkan untuk pembentukan telur dan
sperma bagi kalkun jantan.
d. Iklim. Cuaca yang terlalu panas akan menyebabkan kalkun enggan untuk makan.
Akibatnya protein yang masuk juga menjadi rendah. Pada cuaca panas, protein
dalam ransum dibutuhkan lebih tinggi dari pada biasanya.
e. Tingkat energy. Energy yang tinggi akan mengurangi konsumsi dan akan
mengurangi protein yang masuk ke dalam tubuh. Bila energy tinggi maka
proteinpun juga harus tinggi dan bagitu masalah sebaliknya
f. Penyakit. Bila kalkun terserang penyakit sudah pasti ia tidak nafsu untuk makan dan
bila penyakit itu pada bagian-bagian yang berperan dalam pencernaan maka
konsumsi protein menjadi tidak efisien dan kurang.
g. Tipe dan bangsa kalkun. Tipe berat akan berbeda kebutuhan proteinnya dari pada
tipe ringan atau medium. Karena semakin berat tipenya akan berbeda pertumbuhan
dan konsumsi ransumnya.
2. Energy
Energy yang pertama itu sebagai energy yang digunakan untuk menjaga temperature
tubuh kalkun dan yang kedua baru sebagai energy bebas yang tersedia untuk produksi
(menghasilkan telur, daging, dan bulu). Keduanya itu dinyatakan dalam satuan calori
(satu calori adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperature dari 1
gram air 1 derajat celcius).

20

Pakan yang dimakan oleh kalkun itu mengandung energy yang disebut dengan
energy total. Kemudian masuk ke dalam alat pencernaan, tetapi tidak semua energy itu
digunakan dan ada yang dibuang dalam feses. Sisanya disebut energy yang dapat
dicerna (Digested energy atau DE). Selain yang terbuang melalui feses tadi ada pula
energy yang dibuang melalui feses dan urine dan sisanya itu disebut dengan metabolis
energy. Bagian inilah yang digunakan oleh para ahli pakan unggas kini sebagai patokan
kebutuhan dan penggunaan energy bagi unggas dan ternak umumnya. Kemudian bila
energy metabolis tadi dikurangi lagi dengan energy yang hilang maka sisanya disebut
dengan net energy (NE) dan net energy itulah yang tersedia untuk keperluan
pembentukan telur, pertumbuhan dan reproduksi.
3. Vitamin dan Mineral
Vitamin merupakan komponen-komponen organic yang dibutuhkan oleh kalkun,
walaupun jumlahnya sangat kecil. Vitamin dibagi atas vitamin yang larut dalam lemak,
yaitu A, D, E, dan Kdan vitamin yang larut dalam air seperti thiamin, riblovlavin, asam
nicotin, folacin, biotin, asam pantho tenat, pyridoxine, vitamin B12 dan choline. Oleh
beberapa ahli dari Negara Barat dikatakan vitamin C tidak dibutuhkan, tetapi untuk
kondisi Indonesia vitamin C diperlukan untuk kalkun untuk mengurangi cekaman akibat
panas.
Perbedaan struktur kimia utama antara vitamin yang larut dalam lemak dengan yang
larut dalam air adalah sebagai berikut, pada vitamin yang larut dalam air vitaminvitaminnya mengandung karbon, oksigen, hydrogen, sulfur, cobalt atau nitrogen.
Sedangkan vitamin yang larut dalam lemak hanya terdiri dari karbon, oksigen, dan
hydrogen. Vitamin-vitamin ini dapat disimpan oleh tubuh kalkun bila di dalam tubuhnya
tersedia cadangan lemak.
a. Vitamin A
Vitamin A atau sumber-sumber vitamin A dibutuhkan oleh semua ternak untuk
menunjang kehidupan dan produksinya. Vitamin ini terkait dengan pembentukan unsurunsur penting dari jaringan-jaringan ephitel tubuh kalkun, beberapa pigmen mata juga
mengandung vitamin ini dan vitamin ini juga berguna untuk mencegah terjadinya kasus
rabun senja. Bibit kalkun yang kekurangan vitamin A akan menghasilkan produksi

21

telur lebih sedikit dan daya tetas yang rendah. Pertumbuhan terlambat, keluar exudat
seperti keju pada mata dan bulu kusam merupakan akibat-akibat dari kekurangan
vitamin A.
b. Vitamin D
Vitamin D dibutuhkan oleh kalkun untuk absorbsi dan deposisi calcium. Pengaruh
dari kekurangan vitamin D ini akan menyebabkan pertumbuhan terganggu dan tidak
mau berjalan (untuk kalkun muda). Sedangkan untuk kalkun yang sedang bertelur akan
menyebabkan kerabang telur menjadi tipis,pertumbuhan embrio akan terganggu dan
anak kalkun mati sebelum menetas.
Bila kalkun terkena sinar matahari yang mengandung ultraviolet maka kalkun tidak
akan terkena gejala-gejala kekurangan vitamin D. karena itulah cahaya matahari sangat
penting sekali dalam management kalkun dan unggas umumnya. Vitamin D dibagi
menjadi vitamin D, vitamin D2, vitamin D3 dan vitamin D4. Vitamin D yang digunakan
untuk kalkun adalah vitamin D3. Kebutuhan untuk anak kalkun akan vitamin D3
sebesar 900 ICU , untuk kalkun remaja sebesar 900 ICU dan untuk kalkun bibit sebesar
900 ICU pula. Sumber vitamin D diperoleh dari minyak ikan. Kdang kala vitamin D3
diperoleh melalui sintesa (buatan pabrik yang banyak dijual di took-toko unggas).
Sudah pasti sinar matahari sumber alami yang utama harus dimanfaatkan.
c. Vitamin E
Pertama-tama vitamin yang larut dalam lemak ini diketahui terdapat di tanaman dan
berkaitan erat dengan reproduksi tikus. Dikemudian hari, kelak itu dikenal dengan
vitamin E dan kini sudah dikenal tujuh vitamin E dan vitamin ini dikenal juga sebagai
vitamin yang berperan dalam fertilitas. Jadi amat penting untuk kalkun pembibit.
Ransum yang deficient akan vitamin E ini akan menyebabkan daya tetas dari telur
yang fertile berkurang. Oleh karena itu untuk mencegah hal ini semas remaja dan waktu
bertelur kalkun diberikan vitamin E. vitamin ini dapat berasal dari vitamin E sintesa
atau minyak nabati. Tetapi biji-bijian yang sering digunakan dalam ransum unggas
umumnya, sudah merupakan sumber vitamin E alamiah. Kalkun masa awal (starter)
membutuhkan vitamin E sebanyak 12 IU, untuk masa pertumbuhan 10 IU dan untuk
kalkun bibit sebanyak 25 IU.

22

d. Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan oleh ternak agar hati dapat bekerja untuk menghasilkan
beberapa protein darah yang berperan dalam pembentukan darah. Beberapa vitamin K
yang dikenal adalah vitamin K1 terdapat dalam hijauan, vitamin K2 dalam tepung ikan
(produk hewani) dan vitamin K3 yang merupakan hasil sintetic dengan nama
menadione. Vitamin K3 ini larut dalam air yang panas. Tetapi vitamin K1 dan K2 larut
dalam lemak. Untuk kalkun masa awal dibutuhkan vitamin K sebanyak 1.0 mg
(milligram), masa remaja 0.8 mg dan untuk kalkun pembibit dibutuhkan 1.0 mg.
Sumber vitamin K antara lain adalah tepung ikan, tepung bungkil kedelai dan bahan
litter yang telah bercampur feses. Vitamin K3 yang merupakan buatan pabrik, banyak
pula dijual di toko-toko unggas, bila suatu saat diperlukan tambahan vitamin K dari
yang telah ada pada sumber alamiah itu (vitamin K3 ini dua kali lebih aktif dari pada
vitamin K1 dan K2). Memang agak jarang kasus mengenai kekurangan vitamin K ini
terjadi. Tetapi tetap penting dalam kesuksesan produksi.
Mineral
Tidak beda dengan vitamin, mineral ini dibutuhkan tidak terlalu banyak tetapi
penting sekali untuk kehidupan dan produksi kalkun (daging atau telur tetas). Mineral
yang dibutuhkan itu adalah calcium, iodine, besi, mangan, copper, molypdenum, seng
dan selenium. Di antaranya itu sebagai mineral penting yang selalu harus ada dalam
ransum dan jumlahnya relative lebih bnayak dibutuhkan daripada mineral lainnya. Ini
disebut dengan mineral makro atau mineral utama. Disebut utama karena juga sering
menjadi masalah dalam penyusunan ransum.
Calcium dan phosphor digunakan untuk membentuk kerabang telur bagi kalkun
bibit yang bertelur dan untuk pertumbuhan bagi kalkun remaja dan anak kalkun. Kedua
mineral itu mempunyai peranan yang erat dalam produksi kalkun, bersama-sama
dengan vitamin D. Demikian pula garam dapur (NaCl) juga merupakan bagian yang
penting dalam ransum kalkun, tetapi pemberiannya tidak boleh terlalu banyak dan juga
tidak boleh terlalu sedikit. NaCl ini berperan dalam reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh.

23

4. Air
Tubuh kalkun 60% adalah air. Besarnya kebutuhan minum untuk kalkun dari
berbagai umur tiap 1000 ekor per hari ada pada tabel berikut
Tabel 5. Konsumsi air oleh kalkun pada berbagai umur (NRC, 1977)
Umur (minggu)

1000 ekor/ hari


Liter

37

75

113

151

189

227

283

359

434

10

473

12

567

15
20

Bibit

35
(Rasyaf, Muhammad. 1983)

Jantan

605

Betina

700
450

2.10 Pemberian Pakan Kalkun


Beberapa istilah yang sering dipakai dalam permberian pakan kalkun erat sekali
dengan periode pemeliharaannya dan tujuan akhirnya. Periode menyangkut umur dan
tujuan berkenaan dengan hasil akhir baik daging atau telur dan bibit.
a. Ad libitum
Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti bahwa pakan tersedia setiap saat baik
siang atau malam hari. Biasanya disingkat ad lib.
b. Ransum Starter

24

Adalah ransum yang diberikan pada periode dimana anak kalkun masih
membutuhkan pemanasan asal induk atau pemanasan buatan. Ransum starter diberikan
pada umur hingga 8 minggu
c. Ransum Grower
Ransum ini diberikan setelah kalkun berumur lebih dari 8 minggu hingga di
pasarkan. Kadang-kadang disebut ransum Developers
d. Ransum Finisher
Beberapa minggu terakhir sebelum dipasarkan kalkun digemukkan dengan ransum
finisher baik untuk yang muda atau menjelang dewasa
e. Ransum Holding
Ransum ini diberikan sebelum kalkun memasuki periode bertelur. Gunanya untuk
mencegah agar bibit jantan tidak terlalu besar sedangkan bibit betina telah cukup besar
dan betul betul siap untuk dikawinkan dan berproduksi maksimal
f. Ransum Petelur
Diberikan pada bulan-bulan pertama produksi hingga produksi tak diharapkan lagi
dan siap diafkir. Umunya telur kalkun hanya untuk ditetaskan tetapi bukan dikonsumsi
Begitu menetas anak kalkun langsung ditempatkan pada brooder yaitu kandang
khusus yang dilengkapi alat pemanas. Batas akhir paling lambat penempatannya adalah
48 jam, tetapi sebaiknya diusahakan dalam 24 jam sudah berada pada kandang
brooder. Kemudian air dan pakan segera diberikan. Tempat pakan diisi penuh dan
sebagaian disebarkan di sekitarnya. Untuk memancing agar anak kalkun segera dapat
mengetahui tempat pakan bisa ditempatkan anak kalkun yang berumur lebih tua yaitu 23 hari. Ini akan banyak menolong. Kdang-kadang air minum, susu atau pakan yang telah
betul-betul halus diberikan dengan pipet. Biasanya setelah berumur 48 jam seorang
pekerja yang terampil dapat memberi pakan 300 ekor anak kalkun per jam. Ini untuk
menjaga agar pada periode awal yang kritis semua anak kalkun dijamin memperoleh
pakan yang cukup.
Kekurangan air minum seringkali membuat lambung otot atau rempelanya tidak
bekerja sehingga angka kematian meningkat. Grit sudah dapat diberikan begitu pula
dengan potongan-potongan hijauan telah dapat diletakkan di atas tempat pakan agar
nantinya terbiasa. Hijauan yang diberikan diusahakan dalam bentuk yang segar.

25

Sebagian pakan dapat diberikan dalam bentuk butiran. Setelah umur 10 hari
sebagian bijian dapat diberikan dalam bentuk remahan yaitu digiling agar kasar.
Akhirnya pada periode pertumbuhan bijian utuh telah dapat diberikan. Dengan
memberikan pakan sebagian berupa bijian maka biaya penggilingan dan pencampuran
dapat dikurangi. Kejadian sering patuk bulu (feather picking) juga dapat dicegah.
Jumlah pemberian bijian disesuaikan dengan proporsi bijian tersebut jika dicampur
lengkap.
2.11 Tanda-tanda Defisiensi Zat Makanan pada Ayam dan Kalkun
Kekurangan protein dalam pakan akan mengakibatkan defisiensi asam amino
utamanya di hati dan saluran reproduksi (NRC, 1994). Akibat kekurangan nutrient
tersebut terjadi penurunan produksi telur secara nyata. Beberapa asam amino yang
penting dalam ransum unggas antara lain:
a. Lysine, bila defisien mengakibatkan depigmentasi di bagian bulu sayap
b. Arginin, valin, leucine, tryptopan dan alanin, bila defisien akan mengakibatkan
abnormalitas pertumbuhan bulu
c. Methionin, bila defisien akan mengakibatkan dermatitis di kaki
Sedangkan pengaruh dari defisiensi beberapa vitamin dan mineral akan
mengakibatkan :
a. Vitamin A : keratinisasi pada kulit, gangguan integrasi sistim saraaf,
penurunan kekebalan, gejala hypothyroidism, posporilasi terganggu
b. Vitamin D : terjadi gangguan absorbsi kalsium (hipokalsemia), gangguan
osteocalsin (pembentukan protein tulang), menurunkan aktivitas
pengikatan protein di usus (intestinal protein binding), abnormalitas
pertumbuhan tulang kaki
c. Vitamin E : berperan sebagai antioksidan (dengan Se sebagai kofaktor),
subdermal eksudative, miopati di lambung dan hati, infertile
d. Vitamin K : gangguan pembekuan darah, anemia, osteocalsin
e. Vitamin B1 : aktivitas beberapa enzim dekarboxilasi terhambat
f. Vitamin B2 : proses reduksi-oksidasi terganggu, gangguan sistem saraf
g. Niacin : gangguan enzim untuk glikolisis, dermatitis, rontok bulu
h. Biotin : gangguan kulit, kematian embrio

26

i. Vitamin B12 : bulu tipis, kematian tinggi (karena luka di lambung),


mengakibatkan konsumsi protein meningkat
j. Mineral Kalsium dan Pospor : abnormalitas penulangan, kerabang lembek
k. Mineral Magnesium : pertumbuhan terhambat, produksi telur turun dan
hiperiritasi otot-saraf
l. Mineral K, Na, Cl : pertumbuhan terhambat, kerabang lembek, kematian
m. Mineral Fe (besi) : anemia
2.12 Umur dan Perbandingan Jantan-Betina
Menurut Kurtini dan Riyanti (2003), umur induk merupakan salah satu faktor
penting dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas. Dengan umur induk yang tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua akan menghasilkan telur tetas dengan fertilitas dan
daya tetas yang tinggi, sehingga semakin tua umur induk maka fertilitas yang dihasilkan
semakin menurun. Fertilitas yang baik diperoleh dari pejantan yang berumur 6 bulan
dan tidak lebih dari 2 tahun.
Menurut Sudaryani dan Santosa (2000), bentuk telur terkait dengan umur induk,
induk kalkun yang berumur 33 minggu umumnya baru pertama kali belajar
memproduksi telur sehingga telur yang dihasilkan kecil dan cenderung lonjong,
sedangkan induk yang berumur lebih dari 33 minggu telur yang dihasilkan besar dan
cenderung bulat telur (oval).
Meningkatnya umur induk menyebabkan kemampuan fungsi fisiologis alat
reproduksi semakin menurun. Semakin tua umur induk maka semakin besar telur yang
dihasilkan semakin berat (Romanoff dan Romanoff, 1975). Menurut Suprijatna (2008),
telur pertama yang dihasilkan oleh induk lebih kecil daripada yang dihasilkan
berikutnya. Ukuran telur tetas secara bertahap meningkat sejalan dengan mulai
teraturnya induk bertelur. Namun, ukuran telur yang dihasilkan tidak merata. Umur
induk memengaruhi besar telur, begitu umur induk bertambah, ukuran telur, bobot
kering, dan persentase yolk meningkat. Sebaliknya, persentase kerabang, albumen, dan
albumen padat berkurang.

27

Menurut Rasyaf dan Amrullah (1983), kalkun jantan dan betina yang telah
dewasa kelamin akan menghasilkan telur tetas dan anak kalkun yang memuaskan.
Dengan pemeliharaan yang sempurna anak kalkun yang diperoleh bobot badan pada
umur 16--24 minggu akan sama seperti yang dihasilkan oleh bibit yang lebih tua. Begitu
juga dengan fertilitas dan daya tetasnya. Pejantan muda sanggup melayani 20 induk.
Untuk tipe berat jumlahnya lebih sedikit yaitu berkisar dari 14--16 ekor, sedangkan
untuk tipe medium dan tipe kecil berturut-turut adalah 18 ekor dan 20 ekor.
Umur induk sangat berpengaruh terhadap fertilitas. Berdasarkan penelitian
dengan meningkatnya umur induk, akan mengakibatkan produksi telur menurun
sehingga fertilitas ikut menurun. Telur tetas yang digunakan berasal dari induk yang
masih produktif antara 26--60 minggu. Telur yang berasal dari induk yang terlalu muda
tidak baik untuk ditetaskan karena akan menghasilkan DOT yang berkualitas rendah,
hal ini disebabkan kondisi telur yang belum stabil pada saat awal bertelur (Suprijatna, et
al., 2008).
2.13 Fertilitas
Fertilitas adalah persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan
embrio dari sejumlah telur yang dieramkan tanpa memperhatikan apakah telur itu dapat
atau tidak dapat menetas (Card dan Neshiem, 1979). Fertilitas adalah persentase telur
yang fertil dari seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan (Suprijatna, et al.,
2008). Fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan dan meningkatkan daya
tetas, walaupun tidak selalu mengakibatkan daya tetas yang tinggi pula (North dan Bell,
1990).
Menurut Nuryati et al. (2000), fertilitas adalah persentase telur yang fertil dari
seluruh telur yang digunakan dalam suatu penetasan. Agar telur dapat menetas jadi
anak, telur tersebut harus dalam keadaan fertil yang disebut dengan telur tetas. Telur
tetas merupakan telur yang telah dibuahi oleh sel kelamin jantan. Menurut Sutrisno
(2012), faktor yang memengaruhi fertilitas yaitu sperma, ransum, hormon, respon
cahaya, umur dan daya tetas :
a. Sperma :

28

Sperma normal gerakannya lincah dan sanggup membuahi dengan fertilitas yang
tinggi. Sperma yang tidak normal, bentuk dan gerakan tidak singkron, biasanya daya
fertilitasnya rendah dan tidak dapat menurunkan genetik yang bagus.
b. Ransum :
Ransum kurang baik kwalitasnya akan memengaruhi mutu sperma. Diperlukan
asupan Vitamin E dalam jumlah besar untuk menjaga kualitas sperma.
c. Hormon :
Kelenjar-kelenjar penghasil hormon endokrin, sangat mempertinggi fertilitas telur.
Jika hormon endokrin tidak bisa diproduksi oleh kelenjar pituitari semaksimal mungkin,
akan menurunkan fertilitas,
d. Respon cahaya :
12 jam waktu yang di butuhkan seekor pejantan untuk mendapatkan cahaya terang/
paparan sinar matahari, agar menghasilkan sperma yang bagus. Induk betina untuk
pembentukan sebutir telur memperlukan cahaya terang/ sinar matahari selama 16 jam.
e. Umur :
Pada periode tahun pertama biasanya waktu terbaik untuk terjadinya perkawinan.
f. Daya bertelur :
Induk betina yang produksi telurnya tinggi akan menghasilkan telur tetas yang
fertilitasnya lebih tinggi, jika dibandingkan dengan induk betina yang produksi telurnya
rendah. Berdasarkan hal ini maka pemuliabiakan untuk mempertinggi telur sekaligus
berarti juga mempertinggi fertilitas telur.
Seperti pendapat Suprijatna, et al. (2008) faktor yang menentukan fertilitas antara
lain yaitu perbandingan sex ratio, umur semakin tua fertilitas semakin rendah, lama
penyimpanan telur, manajemen pemeliharaan, pakan dan musim.
Untuk mengetahui telur yang fertil pada suatu penetasan dilakukan dengan cara
meneropong telur pada suatu alat yang dilengkapi dengan sumber cahaya, alat ini

29

disebut candler (Suprijatna, et al., 2008). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006),
untuk membedakan telur fertil dapat dengan candling setelah 27 jam telur dalam
inkubasi. Telur yang fertil mempunyai spot yang gelap pada yolk dengan beberapa
pembuluh darah yang tersebar dari area spot.
Menurut Jull (1982), fertilitas telur kalkun tipe berat sebesar 74% sedangkan kalkun
tipe medium sebesar 78%. Hasil penelitian Hale (1953) menyatakan bahwa fertilitas
pada kalkun sangat dipengaruhi oleh sex ratio. Pada sex ratio 1:24 dengan kandang yang
berukuran (10 x 16) m menghasilkan fertilitas sebesar 86,8%, sedangkan pada sex ratio
1:24 dengan kandang yang berukuran (20 x 16) m menghasilkan fertilitas sebesar
77,6%. Sex Ratio1:4 menunjukkan fertilitas yang tinggi 83,8% dengan kandang yang
berukuran (10 x 16) m.
Hasil penelitian Nugroho (2003) menunjukkan bahwa fertilitas pada perlakuan
kisaran bobot telur kalkun dengan bobot telur (81,00--83,99 g) adalah sebesar (63,33%),
bobot telur (75,00--77,99 g) fertilitas (60,00%) dan bobot telur (69,00-- 71,99 g)
fertilitas (53,33%). Secara umum fertilitas yang dihasilkan masih sangat rendah bila
dibandingkan dengan hasil penelitian Slamet (2000) sebesar 67,50% dan hasil penelitian
Sugiarsih, et al. (1985) sebesar 66,20%.
Hal ini diduga disebabkan oleh perbandingan jantan dan betina yang digunakan
pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 1:5 dibandingkan dengan hasil penelitian Slamet
(2000) yaitu 1:4, sehingga kesempatan sperma pada 1:4 untuk membuahi sel telur yang
lebih banyak dari pada 1:5 karena kesempatan betina untuk dikawinkan oleh pejantan
lebih tinggi.
2.14 Susut Tetas (Weight Loss)
Susut tetas adalah berat telur yang hilang selama penetasan berlangsung sampai
dengan telur menetas (Rusandih, 2001). Kehilangan berat telur yang terjadi selama
penetasan disebabkan oleh adanya penyusutan telur. Penyusutan berat telur diakibatkan
oleh pengaruh suhu dan kelembapan selama masa pengeraman yang dapat memengaruhi
daya tetas dan kualitas anak ayam yang dihasilkan (Tullet dan Burton, 1982).
Selanjutnya Suarez, et al. (1996) menjelaskan bahwa suhu yang tinggi di dalam mesin
tetas mengakibatkan perbedaan suhu antara embrio dan mesin tetas.

30

Imai, et al. (1986) menyatakan bahwa pada penyimpanan telur itik selama 0, 3,
7, 14, 21, dan 28 hari diperoleh penurunan berat telur berturut-turut 0; 0,94; 1,82; 2,99;
4,34 dan 5,90%. Penurunan berat tersebut adalah berbeda nyata dan dinyatakan juga
terjadinya penurunan berat albumen, meningkatnya ruang udara telur dan menurunnya
haugh unit telur.
Menurut Romanoff dan Romanoff (1975), hilangnya CO2 melalui pori-pori
kerabang telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan
menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur menurun.
Persentase target susut tetas pada berbagai umur induk kalkun dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Persentase target susut tetas pada berbagai umur induk kalkun
Umur Induk
7-8 bulan

% Susut Tetas
9-10

8-11 bulan

11-12

> 11 bulan

13-14

Telur tetas yang berukuran kecil (41,09--50,97g) dan berukuran besar (57,40-69,64 g) akan mendapatkan susut tetas sebesar 11,24% dan 11,57% (Abiola, et al.
2008).
2.15 Daya Tetas
Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur
untuk menetas. Daya tetas dapat diukur dengan dua cara: pertama membandingkan
jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan dinyatakan dalam
persen, dan kedua membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang
fertil. Cara pertama banyak digunakan pada perusahaan penetasan yang besar,
sedangkan cara perhitungan kedua dilakukan terutama pada bidang penelitian
(Suprijatna, et al., 2008).
Daya tetas memiliki beberapa faktor yang memengaruhi daya tetas yaitu
kesalahan-kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas/seleksi telur tetas (bentuk
telur, bobot telur, keadaan kerabang, ruang udara dalam telur, dan lama penyimpanan)

31

dan kesalahan-kesalahan teknis operasional dari petugas yang menjalankan mesin tetas
(suhu, kelembapan, sirkulasi udara, dan pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada
ayam sebagai sumber bibit (Djanah, 1984 yang disitasi Iskandar 2003).
Menurut North dan Bell (1990), daya tetas dipengaruhi oleh penyimpanan telur,
suhu dan kelembapan mesin, umur induk, dan kebersihan telur :
a. umur induk, karena semakin tua umur semakin rendah daya tetas dari telur;
b. penyimpanan telur hendaknya tidak melebihi 1 minggu setelah telur dikeluarkan dari
kloaka (Karnama,1996). Telur disimpan 3 hingga 4 hari untuk mendapatkan hasil
penetasan yang baik. Makin lama disimpan, kesempatan pertukaran gas dan udara
makin besar dan penguapan makin cepat sehingga terjadi penyusutan berat telur dan
kantong udara makin besar;
c. kebersihan telur : telur yang kotor dapat menyebabkan rendahnya daya tetas karena
mikroorganisme dapat menyebabkan daya tetas jelek dan banyak telur busuk (Lyons,
1998). Menurut Setiadi, et al., (1992), tingginya tingkat kematian embrio salah satunya
diduga karena faktor kebersihan telur selama proses penetasan. Selanjutnya menurut
Setioko (1992), telur yang akan ditetaskan harus bersih dari berbagai kotoran yang
melekat pada kerabang. Telur yang kotor akan mudah terkontaminasi oleh bakteri yang
masuk melalui pori-pori kerabang yang menyebabkan kematian embrio;
d. suhu yang berfluktuasi dapat menyebabkan kegagalan dalam penetasan. Suhu
penetasan yang terlalu rendah akan menyebabkan telur terlambat menetas, sedangkan
suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kematian pada embrio. Pengaruh kondisi
telur terhadap fertilitas dan daya tetas dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Pengaruh kondisi telur terhadap fertilitas dan daya tetas
Kondisi Telur

Fertilitas (%)

Daya Tetas dari telur yang


fertile (%)

Telur normal
Telur abnormal
Kerabang buruk
Tidak ada rongga udara
Rongga udara tidak normal

82,3
69,1
72,5
72,3
81,1

87,2
48,9
47,3
32,4
68,1

32

Sumber : North dan Bell (1990)


Pattison (1993) menyatakan bahwa nutrisi induk sangat memengaruhi daya tetas
telur yang dihasilkan. Pakan induk yang kurang sempurna akan menyebabkan kematian
embrio yang cukup tinggi (Nuryati, et al., 2000). Menurut Srigandono (1997), telur
yang kotor banyak mengandung mikroorganisme sehingga akan mengurangi daya tetas.
Penurunan daya tetas dapat disebabkan oleh tingginya kematian embrio dini.
Kematian embrio tidak terjadi secara merata selama masa pengeraman telur. Sekitar
65% kematian embrio terjadi pada dua fase masa pengeraman pada fase awal,
puncaknya terjadi pada hari ke-4, fase akhir, puncaknya terjadi pada hari ke- 19 (Jassim,
et al., 1996). Lebih lanjut Christensen (2001) melaporkan bahwa kematian embrio dini
meningkat antara hari ke-2 dan ke-4 masa pengeraman.
Menurut Sudaryani dan Santoso (1999), pertumbuhan embrio dapat digolongkan
menjadi tiga periode. Periode pertama yaitu umur 1-5 hari untuk pertumbuhan organorgan dalam, periode kedua yaitu umur 6-14 hari untuk pertumbuhan jaringan luar, dan
periode ketiga yaitu umur 15 sampai dengan menetas untuk pembesaran embrio. Telur
tetas yang dimasukkan langsung ke dalam mesin tetas memungkinkan terjadi kegagalan
dalam penetasan. Selanjutnya, pengaruh suhu dan kelembapan yang tidak tepat, serta
pemutaran telur yang tidak benar pada mesin tetas khususnya pada umur 1--10 hari
menyebabkan kematian embrio.
Gunawan (2001) menyatakan bahwa ukuran telur ada hubungannya dengan daya
tetas. Telur yang terlalu besar atau terlalu kecil tidak baik untuk ditetaskan karena daya
tetasnya rendah (Sainsbury, 1984). Telur yang terlalu kecil mempunyai luas permukaan
telur per unit yang lebih besar dibandingkan dengan telur yang besar, akibatnya
penguapan air di dalam telur akan lebih cepat sehingga telur cepat kering (North dan
Bell, 1990). Menurut Nuryati, et al. (2000), telur yang terlalu besar mempunyai rongga
udara yang terlalu kecil untuk ukuran embrio yang dihasilkan sehingga embrio
kekurangan oksigen.
Daya tetas dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan
jumlah seluruh telur yang fertil. Semakin tinggi jumlah telur yang fertil dari jumlah
telur yang ditetaskan akan dihasilkan persentase daya tetas yang tinggi pula. Menurut

33

North dan Bell (1990), fertilitas yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan daya tetas
yang tinggi, salah satu faktor yang memengaruhi fertilitas telur ialah sex ratio pejantan
dan induk betina, daya tetas dihitung dengan membandingkan jumlah telur yang
menetas dengan jumlah seluruh telur yang fertil. Semakin tinggi jumlah telur yang fertil
dari jumlah telur yang ditetaskan akan dihasilkan persentase daya tetas yang tinggi pula.
Rumus daya tetas telur adalah persentase daya tetas (%) dihitung dengan cara
jumlah telur tetas yang menetas (butir) dibagi dengan jumlah telur yang fertil (butir)
kemudian dikali dengan 100% (Jull, 1982).
Rendahnya daya tetas telur kalkun di Kabupaten Dati II Banyumas yang berkisar
antara 10--93% dengan rata-rata 43,44 +6.8% (36,6 sampai dengan 50,2%) disebabkan
oleh umur telur, tekstur telur, penyimpanan, pengaruh dari induknya, dan perbandingan
jantan dan betina (Rosidi, et al., 1999). Aboleda (1975) berpendapat bahwa daya tetas
akan menurun seiring dengan meningkatnya umur induk. Hal ini disebabkan oleh
semakin tua umur induk maka kemampuan untuk berproduksi dan melakukan
perkawinan semakin menurun.
2.16 Bobot Tetas
Menurut Kaharudin (1989), salah satu faktor yang memengaruhi bobot tetas
adalah bobot telur tetas. Sudaryani dan Santoso (1994) menyatakan bobot telur tetas
merupakan faktor utama yang memengaruhi bobot tetas, selanjutnya dikatakan bobot
tetas yang normal adalah dua per tiga dari bobot telur dan apabila bobot tetas kurang
dari hasil perhitungan tersebut maka proses penetasan bisa dikatakan belum berhasil.
Ukuran telur yang dihasilkan oleh satu induk berbeda dari induk yang lain dari
jenis dan perkembangbiakan yang sama, bahkan dari satu individu dapat menghasilkan
telur yang berbeda-beda ukurannya (Romanoff dan Romanoff, 1975). Menurut
Srigandono (1997), bobot telur antara jenis unggas yang satu dengan yang lain berbeda,
karena bobot telur dipengaruhi oleh jenis ternak, semakin besar ukuran ternak tersebut
biasanya akan menghasilkan telur yang sangat besar, demikian pula sebaliknya.
Hasil dari penelitian Sugiarsih, et al. (1985) menyatakan bahwa bobot tetas
kalkun sangat dipengaruhi oleh bobot telurnya, karena ada pengaruh penguapan air dari

34

telur yang ditetaskan oleh . Hal ini dimaksudkan agar anak kalkun yang dihasilkan
setelah menetas nanti akan mempunyai bobot tetas yang hampir seragam besarnya.
Hubungan antara bobot telur dengan bobot tetas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hubungan bobot telur dengan bobot tetas kalkun
Bobot telur (g per butir)

Bobot tetas (g per DOT)

80,0-84,9

54,80

75,0-79,9

50,90

70,0-74,9

47,27

65,0-69,9

44,15

60,0-64,9

41,50

Hasil penelitian Hermawan (2000) menunjukkan bahwa ada hubungan yang


sangat nyata antara bobot telur dan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang
ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Menurut Rasyaf dan
Amrullah (1983), penguapan air yang terjadi dalam telur kalkun pada waktu
pengeraman kurang lebih 66 %. Bobot telur yang berbeda dengan penguapan sekitar 66
% akan menghasilkan bobot anak kalkun yang berbeda pula. Bobot telur yang dianggap
baik untuk menghasilkan anak kalkun yaitu antara 80,0--85,0 g.
2.17 Manejemen Penetasan
Menurut Kholis dan Sitanggang (2002), ada dua cara penetasan telur yaitu
dengan cara alami dan penetasan dengan menggunakan mesin tetas. Penetasan telur
secara alami adalah penetasan dengan menggunakan bantuan induk ayam atau dengan
mentok yang sedang mengeram (Nurcahyo dan Widyastuti, 2001). Salah satu
keuntungan penetasan secara alami adalah proses penetasan berlangsung sederhana dan
tidak membutuhkan perlakuan yang rumit.
Menurut Nurcahyo dan Widyastuti (2001), prinsip utama dalam menggunakan
mesin tetas adalah memberikan panas dan kelembapan tertentu di dalam waktu yang
terbatas. Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan keberhasilan dalam
menggunakan

mesin

tetas

ditentukan

oleh

pengetahuan

dan

keterampilan

mengoperasikannya. Keuntungan menggunakan mesin tetas yaitu lebih praktis dan


efisien karena pengaturan suhu dapat dibuat secara otomatis. Mesin tetas terdiri dari dua

35

bagian yaitu mesin setter untuk proses pengeraman dan hatcher untuk proses penetasan.
Telur tetas masuk ke dalam mesin setter mulai hari ke-1 sampai hari ke-24 dan
dipindahkan ke mesin hatcher pada hari ke-25 sampai hari ke-28 atau sampai menetas
(Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Blakely dan Bade (1994), telur kalkun akan
menetas pada hari ke-28.
Sebelum mesin tetas digunakan peralatan-peralatan yang berada di dalam mesin
tetas terlebih dahulu dicuci dan dijemur sampai kering, kemudian peralatan tersebut
difumigasi untuk mencegah penularan penyakit, karena melalui mesin tetas penyakit
mudah tersebar yang akan menyebar luas oleh anak ayam yang menetas (Srigandono,
1997). Menurut Hybro (2000), ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan
penetasan di dalam mesin tetas yaitu suhu, kelembapan, sirkulasi udara, turning atau
pemutaran telur, dan candling atau peneropongan telur tetas.
1. Suhu
Suhu setter selama telur berumur 1--24 hari yaitu 37,50C (Blakely dan Bade, 1994).
Menurut Paimin (2003), suhu ideal pada setter berbeda-beda tergantung dari besar atau
kecilnya telur yang akan ditetaskan. Suhu di dalam setter dan hatcher harus konstan dan
dicek setiap jam. Suhu yang berfluktuasi dapat menyebabkan kegagalan dalam
penetasan. Suhu penetasan yang terlalu rendah akan menyebabkan telur terlambat
menetas, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kematian pada
embrio. Suhu selama penetasan harus dipertahankan mulai hari pertama hingga hari
terakhir. Pengawasan suhu pada ruang mesin tetas sangat penting, karena pertumbuhan
embrio di dalam mesin tetas itu sangat sensitif terhadap suhu lingkungannya. Suhu yang
optimum yang dibutuhkan untuk telur kalkun pada minggu ke-1 berkisar antara 99,4-101,9OF, minggu ke-2 100--102 OF, minggu ke-3 101,9--102,9 OF, dan minggu ke-4
102--103,5OF (Kurtini, et al., 2010). Untuk menjaga pengaruh suhu luar maka mesin
tetas harus dalam keadaan tertutup rapat (Paimin, 2003).
2. Kelembapan
Selama penetasan berlangsung diperlukan kelembapan yang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan embrio. Kelembapan nisbi yang umum untuk
penetasan telur ayam sekitar 60--70% (Paimin, 2003). Telur itik pada 24 jam pertama

36

membutuhkan kelembapan 70% dan kemudian 69% (Suharno dan Amri, 2002).
Kelembapan yang ideal dapat dijaga dengan meletakkan nampan yang berisi air pada
lantai dasar mesin tetas. Nampan yang berisi air diletakan sehelai kain atau kapas yang
mampu menahan dan menyimpan air, fungsinya agar suhu maupun 32 kelembapan
tersebar merata dan isi air nampan terkontrol tidak sampai kering (Sarwono, 2002).
Menurut Blakely dan Bade (1994), kelembapan yang baik untuk menetaskan telur
kalkun adalah 62% selama 24 hari dan kemudian naik menjadi 75% selama 4 hari
terakhir penetasan. Pernyataan ini didukung oleh Rasyaf dan Amrullah (1983) yang
menyatakan kelembapan yang baik untuk menetaskan telur kalkun adalah 60% pada 24
hari pertama dan 70% pada 4 hari terakhir agar embrio mudah untuk keluar dari
kerabang telur.
3. Sirkulasi udara
Menurut Sudaryani dan Santosa (1994), fungsi ventilasi pada mesin tetas adalah
mengirim O2 ke dalam mesin tetas kemudian membuang CO2 ke luar mesin tetas
sehingga kadarnya di dalam mesin tetas tidak lebih dari 0,5 % dan mendisribusikan
panas secara merata. Lubang ventilasi yang baik akan menjamin suplai O2 yang cukup
dan membuang CO2 yang dihasilkan embrio. Gas CO2 ini muncul akibat metabolisme
telur selama pengeraman sehingga untuk memperoleh imbangan yang sesuai perlu
adanya pemasukkan gas O2 agar tidak terjadi akumulasi gas CO2 yang membahayakan
embrio selama penetasan (Paimin, 2003). Nuryati, et al., (2000) menyatakan dalam
mesin tetas dibutuhkan sekitar 21% O2, setiap penurunan 1% O2 dapat menurunkan
hingga 5% daya tetas. Paimin (2003) menyatakan bahwa setiap 50 g telur membutuhkan
5 liter O2 untuk penetasan dan akan menghasikan 3 liter CO2. Penurunan O2 hingga
17,5 % akan 3 menurunkan daya tetas sebanyak 15 %. Kebutuhan CO2 tidak boleh
kurang dari 21 %.
4. Pemutaran telur
Pemutaran telur ayam dilakukan 3 kali setelah peletakan telur tetas dan berakhir 3
hari sebelum telur menetas. Pemutaran telur dilakukan untuk menyeragamkan suhu di
permukaan telur tetas dan untuk mencegah melekatnya embrio pada kulit telur
(Nurcahyo dan Widyastuti, 2001).

37

Paimin (2003) menyatakan tujuan dilakukan pemutaran telur adalah untuk


menyeragamkan temperatur pada permukaan telur, mencegah pelekatan embrio pada
kulit telur, mencegah melekatnya yolk dan allantois pada akhir penetasan agar
memudahkan pemutaran, pada telur perlu diberikan tanda atau kode, misalnya pada
salah satu sisi diberi tanda A, sisi yang lain adalah B.
Pemutaran telur dilakukan secara horizontal dengan ujung tumpul tetap berada di
bagian atas. Pada telur kalkun pemutaran telur tetas dilakukan hingga hari ke-22 sampai
hari ke-24, tetapi jangan kurang dari 18 hari pertama. Pemutaran dilakukan mulai hari
ke-4 sampai hari ke-24 masa penetasan (Rasyaf dan Amrullah, 1983).
5. Peneropongan telur tetas
Selama masa penetasan berlangsung, peneropongan harus dilakukan. Peneropongan
dilakukan untuk mengetahui fertilitas embrio, perbandingan putih dan kuning telur, luas
kantung udara, dan perkembangan selama penetasan (Paimin, 2003). Menurut Nurcahyo
dan Widyastuti (2001), peneropongan telur tetas dapat dilakukan secara sederhana
dengan menggunakan gulungan kertas dan telur didekatkan ke sinar yang terang.
Peneropongan dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-14 dan hari ke-21 selama masa
pengeraman untuk mengetahui perkembangan embrio (Wasito dan Rohaeni, 2003).
Menurut Paimin (2003), telur yang kosong akan kelihatan jernih, telur yang mati akan
terlihat ada lingkaran darah, telur yang hidup akan terlihat satu titik dengan beberapa
cabang.

38

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kalkun adalah hewan unggas (sejenis burung), asli Amerika Utara, yang
sebenarnya telah dikonsumsi sehari-hari suku indian. Nenek moyang kalkun
piaraan adalah Meleagris Galloparo.
Di negara Barat kalkun digunakan waktu acara natal dan di Amerika pada acara
Thanksgiving Day dan juga pada Tahun Baru Masehi
Amerika terdapat banyak bangsa kalkun diantaranya Broad Breasted Bronze,
Broad Breasted White, American Mammoth Bronze, White Beltsville dan
Hybrid
Indonesia memiliki beberapa varietas kalkun yang dikembangkan yaitu jenis
Broad Breasted Bronze, White Holland,dan kalkun cokelat. Varietas Broad
Breasted Bronze merupakan hasil persilangan Broad Breasted Bronze Large
dengan Broad Breasted White Holland
Anak kalkun akan membutuhkan protein yang lebih tinggi dari pada kalkun
yang dewasa.
Pada periode tahun pertama biasanya waktu terbaik untuk terjadinya
perkawinan.
Bila kalkun terserang penyakit sudah pasti ia tidak nafsu untuk makan dan bila
penyakit itu pada bagian-bagian yang berperan dalam pencernaan maka
konsumsi protein menjadi tidak efisien dan kurang.
3.2 Saran
Perlu adanya pengembangan ternak kalkun mulai dari skala kecil hingga skala
besar sehingga ternak kalkun dapat di produksi secara besar mengingat hasil dari
produktivitasnya yang tinggi, selain itu perlu adanya pengolahan daging kalkun menjadi
suatu produk makanan sehingga secara tidak langsung dapat mengubah kebiasaan
masyarakat untuk beralih mengkonsumsi daging kalkun sehingga ternak kalkun dapat
meningkat di Indonesia.

39

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, A.A., Y.S. Clarkson And H. Gebner. 1980. Experimental Zinc Deficiency, Effect
On Testicular Function. J. Of Lab. Clin. Med. 96 : 544-550
Anggorodi, 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Annekov, B. N. 1974. Mineral Feeding Of Sheep In Mineral Nutrition Of Animal
Studies In The Agric. And Food Sci. Butterworths, London - Toronto. P. 321354.
DMello, J.P.F. 2003. Adverse Effects Of Amino Acids. In: DMello, J.P.F. (Ed) Amino
Acids In Farm Animal Nutrition. CAB International, Wallingford, UK, Pp: 125142.
Desmayanti.2008. Strategi Pemanfaatan Pakan Sumberdaya Lokal Dan Perbaikan
Manajemen

Ayam

Lokal.

Lokakarya

Nasional

Inovasi

Teknologi

Pengembangan Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak.


Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Jombang. 2012. Data Statistik Dinas
Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Jombang. Jombang.
Hooge Dan Church.1998. Dietary Nutrient Allowances For Chickens And Turkeys.
Feedstuffs 73(29):56-65
Hurwitz Et Al. 1980. Hurwitz, S., M. Weiselberg, U. Eisner, I. Bartov, G. Riesenfeld, M.
Sharvit, A. Niv, And S. Bornstein. 1980. The Energy Requirements And
Performance Of Growing Chickens And Turkeys As Affected By Environmental
Temperature. Poult. Sci. 59:2290.
Iskandar, S. Dan D. Zainuddin. 2004. Pengaruh Pola Ransum Terhadap Pertumbuhan
Ayam Kampung Yang Diseleksi Untuk Mengurangi Sifat Mengeram. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Penelitian Dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

40

Julian,Dkk. 2008. Nilai Energi Metabolis Ransum Ayam Broiler Periode Finisher Yang
Disuplementasi Dengan Dl-Metionin. IPB.
Ketaren, P.P. 2001. Peranan Peternakan Bebek Dalam Pemberdayaaan Masyarakat
Pedesaan. Bebek Mania, Edisi 09. September 2001.
Lieberman, S And N. Bruning. 1990. The Real Vitamin And Mineral Book. A Very
Publishing Group Inc. Garden City Park, New York.
Linder, M. C. 1992. Nutrisi Dan Metabolisme Karbohidrat (Terjemahan). Linder (Ed)
Biokimia Nutrisi Dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press.
Moran.1989. Moran, E. T., Jr. 1989b. Effect Of Pellet Quality On The Performance Of
Meat Birds. P. 87 In Recent Advances In Animal Nutrition--1989, W. Haresign
And D. J. A. Cole, Eds. London: Butterworth.
Mulyantini. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
NRC National Research Council). 1994. Nutrient Requirements Of Poultry: Ninth
Revised Edition. ISBN: 0-309-59632-7, 176 Pages, 8.5 X 11, (1994)
Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition In Ruminant. 2nd Ed. Academic Press, Harcout
Brace Jovanovich Publisher, London.
Ranjhan, S. K. 1980. Animal Nutrition In Tropics. 2nd Ed. Vikas Publishing House PVT
Ltd., New Delhi.
Rasyaf, Muhammad. 1983. Beternak Kalkun. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rasyid. 2013. Evaluasi Pertambahan Bobot Badan Dan Efisiensi Penggunaan Pakan
Pada Itik Pedaging Yang Diberi Level Ampas Tahu Yang Berbeda. Jurnal
Galung Tropika
S. Suharyati .2006. Telur Kalkun Lokal Pengaruh Penambahan Vitamin E Dan Mineral
Zn

Terhadap

Kualitas

Semen

Serta

Fertilitas

Dan

Daya

Tetas.

J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [3]. 179:183

41

Sudjarwo, E. 2001. Diktat Dasar Unggas. Fakultas Peternakan UB. Malang


Susilorini, Tri Eko. 2007. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Toelihere, M. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta.
Yuanita, I. 2003. Pengaruh Phase Feeding Menjelang Dewasa Dan Puncak Produksi
Terhadap Kualitas Telur. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Zainuddin, D Dan E. Wakradihardja. 2002. Racikan Ramuan Tanaman Obat Dalam
Bentuk Larutan Jamu Dapat Mempertahankan Dan Meningkatkan Kesehatan
Serta Produktivitas Ternak Ayam Buras. Prosiding Seminar Nasional XIX
Tumbuhan Obat Indonesia. Kerjasama Kelompok Kerja Nasional Dengan
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Zainuddin, D., B. Gunawan, S. Iskandar Dan E. Juarini. 2004. Pengujian Efisiensi
Penggunaan Gizi Ransum Ayam Kampung (F-6) Periode Produksi Telur
Secara Biologis Dan Ekonomis. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan Dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan.
Bogor.

42

You might also like