You are on page 1of 17

1

BAB I
PENDAHULUAN
Pada kehidupan sehari hari, di lingkungan kita terdapat bermacam-macam
agen infeksi, seperti virus, jamur, dan parasit dengan ukuran, bentuk dan sifat yang
berbeda-beda. Banyak dari agen ini yang dapat menyebabkan kerusakan patologis dan
akhirnya membunuh hospes jika penyebarannya tidak dihambat. Pada individu
normal, sebagian besar infeksi berlangsung dalam waktu terbatas dan menyebabkan
sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem imun melawan agen infeksi dan
mengendalikan atau melenyapkannya sebelum mendapatkan tempat berpijak.
Akhir-akhir ini kita juga mendengar bahwa penyakit infeksi semakin tinggi
angka kejadiannya. Baik itu yang disebabkan oleh mikroorganisme asing maupun
terjadi gangguan pada system imun hospes sendiri. Selain penyakit, kasus-kasus alergi
juga semakin banyak, entah itu karena bahan kimia, makanan, ataupun hal yang lain.
Namun, tubuh sendiri sudah dilengkapi oleh sederetan mekanisme pertahanan yang
bekerja sebagai perlindungan untuk mencegah mikroorganisme masuk dan menyebar
di seluruh tubuh. Semua kejadian ini berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh
yaitu sistem imun. Perlu diketahui bahwa fungsi primer sistem imun adalah
melenyapkan agen infeksi dan meminimalkan kerusakan yang terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM IMUN


Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah suatu organ komplek yang
memproduksi sel-sel yang khusus yang dibedakan dengan sistem peredaran darah dari sel
darah merah (erithrocyte), tetapi bekerja sama dalam melawan infeksi penyakit ataupun

masuknya benda asing kedalam tubuh (sebagai antigen). Semua sel imun mempunyai
bentuk dan jenis sangat bervariasi dan bersirkulasi dalam sistem imun dan diproduksi oleh
sumsum tulang (bone marrow). Sedangkan kelenjar limfe adalah kelenjar yang
dihubungkan satu sama lain oleh saluran limfe yang merupakan titik pertemuan dari selsel sistem imun yang mempertahankan diri dari benda asing yang masuk kedalam tubuh.
Limpa adalah organ yang penting tempat dimana sel imun berkonfrontasi dengan mikroba
asing, sedangkan kantung-kantung organ limpoid yang terletak diseluruh bagian tubuh
seperti: sumsum tulang, thimus, tonsil, adenoid dan apendix adalah juga merupakan
jaringan limpoid.
Beberapa macam sel imun yang bersirkulasi dalam sistem imun diproduksi didalam
sumsum tulang. Sumsum tulang adalah merupakan jaringan lemak yang mengisi rongga
tulang dimana sumsum tulang tersebut terdiri dari dua tipe yaitu sumsum kuning dan
merah. Sumsum yang berwarna kuning mengisi rongga yang besar dari tulang yang besar
dan terdiri dari sebagian besar sel lemak dan beberapa sel darah yang muda. Sumsum
yang berwarna merah adalah jaringan haematopoietik tempat dimana sel darah merah dan
leukosit granula diproduksi.

Ada dua jenis limfosit yang penting yaitu sel B yang tumbuh dan matang dalam
sumsum tulang dan sel T yang diproduksi dalam sumsum tulang dan matang dalam
kelenjar thimus. Sel B memproduksi antibodi yang bersirkulasi dalam saluran darah dan
limfe dan antibodi tersebut akan menempel pada antigen asing yang memberi tanda
(mengkodenya) supaya dapat dihancurkan oleh sel imun. Sel B adalah bagian dari jenis
sel yang disebut antibody-mediated atau imunitas humoral, disebut demikian karena
antibodi tersebut bersirkulasi dalam darah dan limfe.
Sel T yang dimatangkan dalam thimus juga bersirkulasi dalam darah dan limfe dan
juga untuk menandai antigen asing, tetapi sel ini juga dapat langsung menghancurkan
antigen asing tersebut. Sel T bertanggung jawab atas Cell mediated immunity atau

imunitas seluler. Sel T merancang, mengatur dan mengkoordinasi respon imun secara
keseleruhan. Sel T bergantung pada molekul permukaan yang unik yang disebut major
histocompatibility complex (MHC) yang membantu untuk mengenaili fragmen antigen.
Antibodi
Antibodi yang diproduksi oleh sel B adalah penanda dasar pada daerah khusus yang
spesifik untuk antigen target. Dengan melalui proses kimia atau sel tertentu, sel imun
memilih sasaran antigen yang dapat dihancurkannya. Dalam hal ini antibodi yang berbeda
memilih antigen yang sesuai dengannya untuk dihancurkannya. Bilamana antibodi
berikatan dengan antigen, maka akan mengaktifkan aliran 9 protein yang disebut
complement yang biasanya bersirkulasi secara non-aktif didalam darah. Komplemen
tersebut merupakan partner dari antibodi, dimana sekali mereka bereaksi dengan
antigen, langsung menolong untuk menghancurkan antigen asing tersebut dan
mengeluarkan dari tubuh, disamping itu tipe lain dari antibodi juga dapat mencegah
masuknya virus kedalam sel.
Sel T
Sel T mempunyai dua peranaan penting dalam sistem kekebalan. Regulator sel T
adalah sel yang merancang respon sistem kerja sama diantara beberapa beberapa tipe sel
imun. Helper sel T yang disebut juga CD4 positif T cells (CD4+ T cells)
mempeeringatkan sel B untuk mulai membentuk antibodi. CD4+ sel T juga dapat
mengaktifkan sel T dan sistem imun yang disebut sel makrofag yang mempengaruhi sel B
untuk menentukan antibodi yang diproduksi. Sel T tertentu yang disebut CD8 positif T
cells (CD8+ T cells), dapat menjadi sel pembunuh sel asing dengan menyerang dan
menghancurkan sel yang menginfeksi tersebut. Pembunuh sel T (T cells killer) juga
disebut cytotoxic T cells atau CTLs (Cytotoxic lymphocytes).

Aktivasi helper T sel


Antigen asing yang masuk dalam tubuh dipagosit oleh sel makrofag, kemudian
diproses dan terbentuk fragmen antigen yang akan berkombinasi dengan protein klas
IIMHC pada permukaan sel makrofag. Antigen-protein kombinasi tersebut mempengaruhi
helper sel T untuk menjadi aktif. Reseptor yang bersikulasi dalam darah akan
mempengaruhi sitotoksik sel T mengaktifkan sitotoksik sel T sehingga sitotoksik sel T
menyerang sel yang terinfeksi tersebut dan menghancurkannya.

Sel B digunakan sebagai salah satu reseptor untuk mengikat antigen dengan jalan
memfagositosis dan memprosesnya. Kemudian sel B meperlihatkan fragmen antigen
tersebut yang terikat oleh protein klas II MHC pada permukaannya. Bentuk ikatan tersebut
kemudian mengikat sel T helper yang aktif. Proses pengikatan tersebut menstimuli
terjadinya transformasi dari sel B menjadi sel plasma yang akan mengekskresi antibodi.

Antibodi
Setelah antigen masuk dalam tubuh, maka helper sel T memberi peringatan pada sel B
untuk bertransformasi menjadi plasma sel yang akan mensintesis molekul antibodi atau
imunoglobulin yang dapat bereaksi terhadap antigen. Imunoglobulin adalah kelompok
molekul yang erat hubungannya dengan glikoprotein yang terdiri dari 82-96% protein dan
4-18% karbohidrat. Pada dasarnya molekul imunoglobulin mempunyai bentuk ikatan 4
rantai yang terdiri dari dua rantai kembar yang kuat (H=heavy) dan dua rantai kembar
yang lemah (L=light), dimana kedua bentuk rantai tersebut dihubungkan dengan molekul
disulfida (S2). Didalam rantai ikatan disulfida tersebut bertanggung jawab terhadap
formasi dua jalur ganda yang menguatkan antibodi yang juga merupakan ciri khas dari
molekul antibodi tersebut. Pada ujung terminal amina dan rantai H dan L terciri dengan
sifat yang berubah-ubah (variasi) dari komposisi asam aminonya, sehingga disebut V H
(variasi heavy) dan VL (variasi light). Bagian yang tetap atau konstant dari rantai L
disebut sebagai CL, sedangkan dari rantai H disebut CH, sedangkan CH sendiri dibagi
menjadi sub unit: CH1, CH2, dan CH3. Fungsi dan daerah yang bervariasi tersebut (V)
adalah terlihat dan berperan dalam pengikatan antigen. Sedangkan pada daerah C adalah
berperan untuk menguatkan ikatan dalam molekul dan daerah C ini terlibat dalam proses
sistem biologik sehingga disebut fungsi efektor seperti: complement binding (ikatan
komplemen, pasase plasenta dan berikatan dengan membran sel).
Imunoglobulin dan imunitas humoral
Komponen glikoprotein dari imunoglobulin G (IgG), adalah molekul efektor yang
terbesar dalam respon sistem imun humoral pada orang, jumlahnya sekitar 75% dari total
imunoglobulin dalam plasma darah orang yang sehat. Sedangkan empat imunoglobulin
lainnya yaitu IgM, IgA, IgD dan IgE hanya mengandung sekitar 25% glikoprotein
(Spiegelbert, 1974). Antibodi dari IgG menunjukkan aktifitas yang dominan selama terjadi
respon antibodi sekunder. Hal tersebut menunjukkan bahwa IgG adalah merupakan respon
antibodi yang telah matang yang merupakan kontak antibodi yang kedua dengan antigen.

Antibodi yang diproduksi pertama kali oleh sel B adalah IgM, sekali diproduksi
konsentrasi IgM meningkat dengan cepat dalam serum darah. Beberapa jam setelah IgM
diproduksi, sel B mulai memproduksi IgG, yang kemudian konsentrasi IgG meningkat
cepat melebihi konsentrasi IgM. Antibodi IgG ini lebih kuat untuk melawan kuman
patogen karena ukurannya yang kecil, sehingga ia dapat berpenetrasi kedalam jaringan
pada tempat yang penting. Sedangkan aktifitas IgM terbatas pada saluran darah, tetapi
IgM merupakan respon antibodi pertama (antibodi primer) dalam mempertahankan tubuh
terhadap antigen sampai cukup terbentuknya IgG (antibodi sekunder).
Kedua bentuk antibodi tersebut secara terus menerus diproduksi selama ada antigen
dalam tubuh. Antibodi yang diproduksi oleh sel B tersebut akan melekat pada antigen dan
dikeluarkan dari tubuh, dimana antibodi lainnya yang tidak digunakan di katabolisme dan
hancur sendiri. Setiap antibodi mempunyai kemampuan hidup yang berbeda yaitu: Waktu
paroh biologi (biological half life) dari antibodi: IgG1, IgG2 dan IgG4 adalah 20 hari, IgM
selama 10 hari, IgA 6 hari dan IgD, IgE selama 2 hari.

2.2 MACAM LEUKOSIT


1. Leukosit Mononuklear (agranulosit (tidak bergranula))
a. Monosit

Monosit adalah jenis sel darah putih dan merupakan bagian dari sistem respon imun.
Fungsi monosit adalah melaksanakan proses fagositosis. Selama proses ini, molekul besar
ditemukan dalam darah yang tertelan dan kemudian dipecah. Dua tujuan utama fagositosis
adalah untuk melindungi organisme dari serangan patogen berbahaya, dan untuk
menghilangkan sel mati, sekarat atau rusak dari darah. Nilai normal monosit dalam apusan
darah tepi adalah 2-8%.
b. Limphosit

Limphosit ini hampir menyerupai monosit, hanya ukuran lebar sitoplasma limphosit
lebih kecil dibandingkan dengan monosit. Selain itu limphosit berinti satu dan berfungsi
untuk kekebalan. Limfosit membentuk 25% dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini
dibentuk di dalam kelenjar limfa dan dalam sumsum tulang. Nilai normal limphosit dalam
apusan darah tepi adalah 20-40%.

2. Leukosit polymorphonuclear (Granulosit (mempunyai granula))


a. Basofil

Basofil bersifat fagosit dan mempunyai granula kasar yang menutupi inti dan
sitoplasmanya, yang cenderung berwarna biru. Warna biru ini disebabkan karena sel
basofil menyerap pewarna basa. Keberadaan basofil yang meningkat dalam peredaran
darah menunjukkan bahwa adnya reaksi alergi. Nilai normal basofil dalam apusan darah
tepi adalah 0-1%.
b. Eosinofil

Bersifat fagosit dan cenderung berwarna merah. Sel eosinofil hanya sedikit dijumpai
pada sel darah putih. Sel ini menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan
merah. Mempunyai sepasang inti yang berbentuk ginjal atau kacang merah. Peningkatan
leukosit dalam darah menunjukkan adanya reaksi alergi seperti asma, dan demam. Dapat
pula sebagai indikasi infeksi parasit dalam tubuh. Nilai normal eosinofil dalam apusan
darah tepi adalah 1-2%.

c. Neutrofil Segmen

Neutrofil segmen mempunyai inti yang berlobus, jumlah lobusnya mulai dari 3-5
lobus. jika lobus kurang atau melebihi jumlah normal maka diindikasikan adanya kelainan.

Neutrofil segmen berperan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses
peradangan, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu tempat.
Nilai normal neutrofil segmen dalam apusan darah tepi adalah 50-70%.
d. Neutrofil Stab (Batang)

Neutrofil stab mempunyai inti yang melengkung seperti tapal kuda. Peningkatan
neutrofil stab berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama
terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah. Nilai normal neutrofil stab dalam apusan darah tepi adalah 26%.

2.3 RADIKAL BEBAS


Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan
elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen.
Akibat pemecahan homolitik, suatu molekul akan terpecah menjadi radikal bebas yang
mempunyai

elektron

tak

berpasangan.

Elektron

memerlukan

pasangan

untuk

menyeimbangkan nilai spinnya, sehingga molekul radikal menjadi tidak stabil dan mudah
sekali bereaksi dengan molekul lain, membentuk radikal baru. Radikal bebas yang ada
ditubuh manusia berasal dari 2 sumber Endogen (dari dalam tubuh) dan Eksogen (dari
lkuar tubuh). Eksogen yang berasal dari luar tubuh seperti polusi udara, radiasi UV, sinarX, pestisida dan asap roko. Radikal bebas Endogen adalah radikal bebas yang berasal dari
dalam tubuh sendiri seperti Autoksidasi, Oksidasi enzimatik dan Respiratory burst.

Sumber-sumber radikal bebas semakin sering dijumpai di masyarakat sekarang ini


seiring

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya semakin banyaknya

kendaraan baru yang beredar di pasaran dan digunakan oleh masyarakat yang nantinya
semakin memperbanyak polusi udara akibat penggunaannya, dimana polusi udara
merupakan salah satu sumber radikal bebas. Selain itu, gaya hidup yang semakin
berkembang juga dapat berpengaruh terutama di daerah perkotaan. Banyak masyarakat
yang lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji, banyak mengandung lemak serta zatzat kimia berbahaya dan penggunaan rokok, dimana bahan-bahan tersebut merupakan
sumber radikal bebas juga. Dengan demikian, semakin meningkatnya sumber radikal
bebas yang terpapar pada masyarakat, maka resiko untuk menderita penyakit-penyakit.
Radikal bebas yang ada ditubuh manusia berasal dari 2 sumber :
1. Sumber endogen
Sumber yang berasal dari proses metabolik yang normal dalam tubuh manusia, lebih dari
90% oksigen diproduksi dari proses metabolik tubuh yaitu melalui, proses oksidasi
makanan dalam menghasilkan tenaga di mitokondria yang dikenal sebagai electron
transport chain dan akan memproduksikan radikal bebas superoxide anion (O2 -), sel
darah putih seperti neutrofil secara khusus memproduksi radikal bebas yang digunakan
dalam pertahanan pejamu untuk menghancurkan patogen yang menyerang, sejumlah obat
yang memiliki efek oksidasi pada sel dan menyebabkan produksi radikal bebas, radikal
bebas yang terbentuk sebagai perantara dan diperlukan dalam berbagai reaksi enzim,
proses oksidasi xanthin (senyawa yang ditemukan di sebagian besar jaringan tubuh dan
cairan bertindak sebagai enzim yang terlibat dalam mengkatalis perubahan hypoxanthine
kepada xanthine dan seterusnya kepada uric acid yang menghasilkan hydrogen peroxide),
reaksi yaang melibatkan besi dan logam lain, olahraga yaitu dengan latihan yang lebih
lama dan lebih intensif, oksigen akan lebih banyak dikonsumsi, sementara oksigen adalah
mutlak penting untuk produksi energi, tetapi terdapat juga oksigen yang akhirnya akan
membentuk radikal bebas. Selain sumber endogen yang disebutkan diatas. Terdapat
beberapa sumber edogen radikal bebas lainya yaitu :
a.

Autoksidasi

Merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang mengalami


autoksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi,

10

dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal
dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal
radikal. Ion ferrous juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat
superoksida dan Fe III melalui proses autoksidasi.
b.

Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang
cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in ischemiareperfusion),
prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim
myeloperoxidase hasil aktifasi netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi
ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor.
c.

Respiratory burst

Merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel


fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama fagositosis. Lebih
kurang 70-90 % penggunaan oksigen tersebut dapat diperhitungkan dalam produksi
superoksida. Fagositik sel tersebut memiliki sistem membran bound flavoprotein
cytochrome-b-245 NADPH oxidase. Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar
dalam bentuk inaktif. Paparan terhadap bakteri yang diselimuti imunoglobulin, kompleks
imun, komplemen 5a, atau leukotrien dapat mengaktifkan enzim NADPH-oxidase.
Aktifasi tersebut mengawali respiratory burst pada membran sel untuk memproduksi
superoksida. Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida dengan cara dismutasi bersama
generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh bakteri.
2.

Sumber eksogen

Pencemaran udara, penipisan lapisan ozon, sumber radiasi, bahan kimia, toksin, asap
rokok, mikroorganisme yang patologik, sinar UV yang akan meningkatkan kadar radikal
bebas secara mendadak, sebagian obat seperti anastesi dan pestisida serta pelarut yang
digunakan untuk industri merupakan sumber eksogen radikal bebas.
a.

Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk
peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia dapat
mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau

11

berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin,


anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan.
Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen
aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam
askorbat dalam jumlah banyak empercepat peroksidasi lemak.
b.

Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal


bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel
elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara
memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat
mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler.
c. Asap rokok
Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang
besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau
menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang
dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok mempunyai
bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan
radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga
menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan
radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang
relatif stabil alam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties
dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang
merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru
perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang
mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami
peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yangmempunyai kontribusi pada
peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas.
Superoksid Dismutase (SOD)
SOD adalah enzim intraseluler. SOD terdapat dalam tiga bentuk: (1) Cu-Zn SOD yang
terdiri dari dua sub unit dan terdapat di dalam sitoplasma (2) Mn-SOD di dalam
mitokondria dan (3) Cu-SOD yang terdapat di ekstraseluler.

12

SOD bereaksi dengan radikal bebas sebagai pereduksi superoksid untuk membentuk
H2O2. Enzim katalase dan glutathione peroksidase mereduksi H2O2 menjadi H2O.
Masing-masing enzim tersebut bekerja dengan sistem umpan balik. Peningkatan
superoksid akan menghambat glutathione peroksidase dan katalase. Peningkatan H2O2
akan menurunkan aktifitas CuZn-SOD. Sementara katalase dan glutathione peroksidase
dengan mereduksi H2O2 akan menghemat SOD. SOD dengan mereduksi superoksid akan
menghemat katalase dan glutathione peroksidase. Melalui sistem umpan balik ini
tercapailah keadaan SOD, katalase, glutathione peroksidase, superoksid dan H2O2 dalam
keadaan seimbang.
SOD mengkatalis reaksi sebagai berikut (setengah reaksi)
M(n+1)+-SOD + O2 Mn+-SOD + O2
Mn+-SOD + O2 + 2H+ M(n+1)+-SOD + H2O2.
Di mana M = Cu (n=1) ; Mn (n=2) ; Fe (n=2) ; Ni (n=2). Tingkat oksidasi dari kation
antara n dan n+1.
Ada tiga bentuk SOD yang terdapat pada manusia yaitu SOD1, SOD2, dan SOD3. SOD1
berlokasi di sitoplasma, SOD2 di mitokondria, dan SOD3 di ekstraseluler. SOD1 adalah
dimer, sedangkan lainnya adalah tetramer. SOD1 dan SOD3 mengandung copper dan
seng, sedangkan SOD memgandung mangan pada pusat reaksi. Gen penyandi berturutturut terletak pada kromosom 21, 6, dan 4 (21q22.1, 6q25.3 dan 4p15.3-p15.1).
Diet antioksidan, seperti vitamin A, C, E, bermain peran sebagai pendukung sekunder.
Mereka bertindak sebagai pengakap radikal bebas dengan menyumbangkan elektron
untuk memberikan keseimbangan kimia. Antioksidan ini menjadi cepat jenuh hanya
sekali mereka dapat menyumbangkan elektron. Idealnya, keseimbangan antara produksi
radikal bebas dan pertahanan antioksidan harus tetap terjaga terus-menerus.

13

BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1

PROSEDUR PENGAMATAN
Sampel : Cairan sel hasil isolasi sel inflamatory (praktikum imun)
Cara Kerja :
1. Teteskan sampel di atas cover glass yang ditaruh di dalam well, inkubasi 15 detik.
2. Tambahkan HBSS 600 mikroliter, inkubasi 30 detik.
3. Tambahkan antigen 300 mikroliter dan NBT 1000 mikroliter, inkubasi kurang
4.
5.
6.
7.

lebih 1 jam atau sampai terbentuk warna ungu pada sampel.


Fiksasi Metanol.
Teteskan Safranin 2 3 tetes, biarkan selama 2 detik.
Cuci dengan aquadest.
Amati sampel di mikroskop.

14

3.2

HASIL PENGAMATAN

PREPARAT K1 (MONONUKLEAR
TANPA ANTIGEN)

PREPARAT K2
(POLIMORFONUKLEAR TANPA
ANTIGEN)

PREPARAT M (MONONUKLEAR
DENGAN ANTIGEN)

15

PREPARAT P
(POLIMORFONUKLEAR DENGAN
ANTIGEN)

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada preparat pertama yaitu K1 terlihat bahwa sel mononuklear yang masih belum di
beri dengan anntigen yang bercirikan warna merah pada setiap selnya. Pada preparat kedua
yaitu K2 terlihat bahwa sel polimorfonuklear yang masih belum di beri dengan antigen yang
bercirikan warna merah pada setiap selnya pada preparat yang tersedia. Pada preparat
selanjutnya yaitu P, dimana disana terlihat sel polimorfonuklear yang telah terkontaminasi
oleh antigen sehingga berubah warna dan kompisisi. Pada preparat keempat yaitu M, terlihat
bahwa sel mononuklear yang telah diberi dengan antigen yang pada dasarnya berubah warna
menjadi lebih ungu dari sebelumnya. Hal itu disebabkan karena antigen terkontaminasi oleh
enzim superoxide dismutase yang kemudian berubah menjadi superoxide. Kemudian preparat
tersebut apabila diberi dengan cairan giemza akan berubah menjadi warna ungu. Dalam
prosesnya antigen tersebut terkontaminasi oleh udara yang kemudian bercampur dengan
enzim tersebut dan berubah menjadi superoxide. Antigen tersebut menyebabkan oksigen
menjadi oksigen radikal yang akhirnya apabila terkena cairan giemza maka jaringan tersebut
berwarna ungu. Dimana SOD adalah enzim intraseluler. SOD terdapat dalam tiga bentuk: (1)
Cu-Zn SOD yang terdiri dari dua sub unit dan terdapat di dalam sitoplasma (2) Mn-SOD di
dalam mitokondria dan (3) Cu-SOD yang terdapat di ekstraseluler.

16

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan kesimpulan :
1. Apabila sel mononuklear dan polimorfonuklear terkontaminasi oleh udara akan
berubah menjadi oksigen radikal. Dimana antigen tersebut juga bereaksi dengan enzim
sehingga berubah menjadi superoxide. Yang kemudian akan bereaksi dengan cairan
giemza yang berubah warnanya menjadi keunguan pada sel tersebut. Antigen tadi akan
terkontaminasi oleh udara bebas.
2. Terjadi perbedaan yang signifikan dari preparat yang belum diberi antigen dan yang
sudah diberi oleh antigen tersebut.

17

DAFTAR PUSTAKA

Dawn B. Marks, Allan D. Marks dan Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar.
Jakarta: EGC.
Price, Wilson. 2005. Pathophysiology Edisi 6. Jakarta: EGC.

You might also like