Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit kronik berulang yang terjadi paling
sering semasa awal bayi dan anak. Walaupun etiologi penyakit tidak sepenuhnya
dipahami, DA dianggap sebagai produk dari interaksi komplek antara lingkungan host,
gen-gen suseptibel, disfungsi fungsi sawar kulit, dan disregulasi system imun lokal dan
sistemik. Elemen utama dalam disregulasi imun adalah sel Langerhans (LC),
inflammatory dendritic epidermal cells (IDEC), monosit, makrofag, limfosit, sel mast,
dan keratinosit, semuanya berinteraksi melalui rangkaian rumit sitokin yang mengarah
ke dominasi sel Th2 terhadap sel Th1, sehingga sitokin Th2 (IL-4, IL-5, IL-10, dan IL13) meningkat dalam kulit dan penurunan sitokin Th1 (IFN- dan IL-2).
Estimasi terbaru mengindikasikan bahwa DA adalah problem kesehatan masyarakat
utama di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak 10-20% di Amerika, Eropa Utara
dan Barat, urban Afrika, Jepang, Australia dan negara industri lain. Prevalensi DA pada
dewasa berkisar 1-3%. Menariknya, prevalensi DA jauh lebih kecil di negara
agrikultural seperti Cina, EropaTimur, rural Afrika, dan Asia. Rasio wanita/pria adalah
1.3 : 1.0. Beberapa faktor risiko potensial yang mendapat perhatian karena disertai
dengan peningkatan DA termasuk keluarga kecil, meningkatnya penghasilan dan
pendidikan baik pada kulit putih maupun hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke
kota, meningkatnya pemakaian antibiotik, semuanya dikenal sebagai Western life-style.
Hal tersebut menghasilkan hygiene hypothesis, yaitu bahwa penyakit alergi mungkin
dapat dicegah dengan infeksi pada awal masa anak yang ditularkan melalui kontak tidak
higienis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis atopic (DA) adalah perdarahan kulit berupa dermatitis yang kronis
residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada
bayi (fase infatil) danbagian fleksural eksrimitas (fase anak)
B. Sinonim
s. prurigo besnier, eczema
C. Epidemiologi
Berbagai penelitian DA telah dilakukan, hasilnya bergantung pada kriteria
diagnosis DA yang ditetapkan pada setiap penelitian serta serta negara dan subyek yang
dteliti. Prevalensi DA bervariasi, sebagai contoh prevalensi DA yang diteliti di
Singapura tahun 2002 menggunakan criteria United Kingdom (UK) Working Party pada
anak sekolah (usia 7-12 tahun) sebesar 20,8% dari 12.323 anak. Penelitian di Hannover
(Jerman) prevalensi DA (menggunakan criteria Hanifin Rajka) pada anak sekolah (5-9
tahun) ditemukan sebesar 10,5% dari 4.219 anak.
Penelitian tentang perjlanan penyakit DA, dari berbagai negara industry
memperlihatkan data yang bervariasi. Di negara berkembang, 10-20% anak menderita
dermatitis atopic dan 60% diantaranya menetap sampai dewasa.
D. Etiologi dan Patogenesis
Timbulnya inflamasi dan rasa gatal merupakan hasil interaksi berbagai faktor
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor predisposisi genetic (melibatkan
banyak gen) yang menghasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan pada system
imun, khususnya hipersensitivitas terhadap berbagai alergen dan antigen mikroba.
Hubungan disfungsi sawar kulit dan pathogenesis DA
Dermatitis atopik erat kaitannya dengan gangguan fungsi sawar kulit akibat
menurunnya fungsi gen yang meregulasi kreatinin (filagrin dan lorikrin), berkurangnya
volume seramid serta meningkatnya enzim proteolitik dan trans-epidermal-water loss
2
(TEWL). TEWL pada psien DA meningkat 2-5 kali orang normal. Sawar kulit dapat
juga menurun akibat terpajan protease eksogen dari tungau debu rumah dan
superantigen Staphylococcus aureus (SA) serta kelembaban udara.
Perubahan sawar kulit mengakibatkan peningkatan absorpsi dan hipersensitivitas
terhadap alergen (misalnya alergen virus hirup tungau debu rumah). Peningkatan TEWL
dan penurunan kapasitas kemampuan menyimpan air (skin capacitance), serta
perubahan komposisi lipid esensial kulit, menyebabkan kulit DA ebih kering dan
sensitivitas gatal terhadap bebaai rangsangan bertambah. Garukan akibat gatal
menimbulkan erosi atau eksoriasi yang mungkin dapat meningkatkan penetrasi mikroba
dan kolonisasi mikroba di kulit.
Perubahan sistem imun (imunopatologi)
Pada kulit pasien DA terjadi perubahan system imum yang erat hubungannya
dengan faktor genetic, sehingga manifestasi fenotif DA bervariasi. Penelitian genetik
terhadap pasien asma memperlihatkan gen yang samam dengan pasien dermatitis atopic,
yaitu gen pada 11q13 sebagai gen pengkode reseptor IgE. Ekspresi reseptor IgE tersebut
pada sel penyaji antigen dapat memicu terjadinya rangkaian peristiwa imunologi pada
DA.
Keratinosit, sel Langerhans, sitokin, IgE, eosinofil dan sel T
Kerusakan sawar kulit menyebabkan produksi sitokin keratinosit (IL-1, IL-6,IL-8,
TNF-a) meningkat dan selanjutnya merangsang molekul adhesi sel endotel kapiler
dermis sehingga terjadi regulasi limfosit dan leukosit.
Pada DA terjadi peningkatan kadar IgE yang menyebabkan reaksi eritema di kulit.
Terjadi stimulasi IL4 terhadap sel T (CD4) dan IL-13 terhadap sel B untuk
memproduksi IgE. Sebaliknya interferon dapat mensupresi sel B. Jumlah dan potensi
IL-4 lebih besar daripada INF . IL-5 berfungsi menginduksi proliferasi sel eosinofil
yang merupakan salah satu parameter DA.
Pada fase akut T-helper 2 melepaskan sitokin (IL-4 dan IL-13) yang menginduksi
pembentukan IgE dan ekpresi molekul adhesi sel endotel, sedangkan IL-5 menginduksi
dan memelihara sel eosinofil pada lesi kronik DA. Sedangkan pada fase kronik sitokin
yang berperan adalah IL-12 dan IL-18 yang dihasilkan oleh sel T-helper1, IL-11 dan
transforming growth factor -1.
Dapat disimpulkan bahwa pada reaksi inflamasi /alergik DA selain faktor alergen
dan IgE, juga berperan berbagai sel inflamasi, mediator (sitokin), sel endotel, serta
molekul adhesi. Alergen yang masuk ke kulit akan ditangkap oleh sel penyaji antigen
(keratinosit) diproses dan disajikan kepada sel T (TH-2), berikatan dengan kompleks sel
T reseptor, sehingga mampu mengeluarkan IL-4 dan membantu sel B memproduksi IgE.
IgE akan menempati reseptor di permukaan sel mast. IgE berikatan dengan alergen
memacu sel mast berdegranulasi dan melepas berbagai mediator serta IL-4 dan IL5.Interleukin tersebut akan menarik eosinofil dan memeliharanya di jaringan.
Faktor lain penyebab pruritus pada DA
Berbagai perubahan abnormal pada pasien DA menyebabkan pruritus dan kelainan
kulit, antara lain perubahan pada respon vascular dan farmakologik. Demikian pula kulit
yang kering pada DA menyebabkan ambang rangsanga gatal lebih rendah. Stimulus
ringan (misalnya mekanis, elektris dan termal) dapat menyebabkan pruritus melalui
jalur reflex akson terminal yang mengeluarkan substansi P, sehingga menyebabkan
vasodilatasi atau rangsangan terhadap sel mast. Kulit yang
kering menyebabkan
tahun. Kisaran 50 dan 80% pasien DA bayi akan mendapat rhinitis alergika atau asma
pada masa anak.
Gambar 1.2. Dermatitis atopik pada anak dengan likenifikasi pada fosa antecubiti dan
plakat ekzematosa generalisata.
DA sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa tersebut mempunyai
kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan eksogen. Eksema tangan
kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari banyak orang dewasa dengan DA.
Gambar 1.3. Papul, vesikel, dan eosi tipikal pada dermatitis atopic tangan.
Tes Laboratorium
Level IgE serum meningkat pada 70-80% pasien DA, yang disertai dengan sensitisasi
terhadap alergen inhalan dan makanan. Pada 20-30% pasien DA, tidak terjadi
peningkatan IgE dan pasien ini tidak menunjukkan sensitisasi terhadap alergen makanan
dan inhalan, tetapi beberapa pasien masih mempunyai IgE sensitization terhadap
antigen microbial (toksin S aureus, C albicans atau Malassezia sympodialis) dan
menunjukkan reaksi positif memakai atopy patch test walaupun tes kulit imediatenya
negatif. Sebagian besar pasien menunjukkan peningkatan eosinofil darah tepi,
meningkatnya pelepasan histamine spontan dari sel basofil. Sel T CLA+ secara spontan
melepas IL-5 dan IL-13 yang secara fungsuional memperpanjang hidup eosinofil dan
menginduksi sintesis IgE.
F. Klasifikasi dan manifestasi klinis
Klasifikasi DA umumnya didasarkan atas keterlibatan organ tubuh, DA murni
hanya terdapat di kulit, sedangkan DA dengan kelainan di organ lain misalnya asma
bronchial, rhinitis alergika, serta hipersensitivitas terhadap berbagaian poliven( hirup
dan makanan). DA murni dibagi 2 DA intrinsic adalah DA tanpa bukti hipersensitivitas
terhadap allergen poliven dan tanpa peningkatan kadar ige total dalam serum. Tipe
ekstrinsik bila terbukti pada uji kulit terhadap alergen hirup dan makanan.
Berdasarkan usia kejadian DA dibagi menjadi 3 tipe (Mulyono, 1986), yaitu :
1. Tipe Infantil (usia 2 bulan 2 tahun).
2. Tipe anak-anak (usia 2 10 tahun).
3. Tipe dewasa (17 -25 tahun).
Sedangkan Djuanda dan Sularsito tahun 2002, membagi usia pada tipe DA menjadi :
1. Bentuk Infantil (usia 2 bulan 2 tahun).
2. Bentuk anak ( usia 3 tahun 11 tahun).
3. Bentuk remaja dan dewasa ( 12 tahun 30 tahun).
likenifikasi. Sebagian besar sembuh setelah usia 2 tahun namun dapat juga
berlanjut menjadi bentuk dermatitis atopik pada anak.
2. Fase anak ( 2 10 tahun )
Sebagian besar kasus (86%) muncul sebelum umur 5 tahun, dapat
merupakan lanjutan fase infantile namun dapat juga timbul sendiri. Predileksi
pada lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, leher bagian
lateral dan anterior.
Lesi biasanya lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul,
likenifikasi dan sedikit skuama. Akibat garukan terjadi erosi, ekskoriasi,
likenifikasi dan dapat terjadi infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menjadi
menebal dan terjadi perubahan lain yang memicu gatal sehingga lingkaran setan
siklus gatal garuk
3. Fase remaja dan dewasa
Predileksi biasanya pada lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata dan ekstensor punggung kaki. Akibat garukan berulang dan perjalan
penyakit yang kronis umumnya lesi cenderung kronik ditandai dengan
hiperpigmentasi, hyperkeratosis dan likenifikasi. Lesi dangat gatal terutama di
malam hari atau jika berkeringat dan penyakit biasanya kambuh bila mengalami
stress. Penyakit cenderung menurun atau membaik setelah usia 30 tahun, hanya
sebagian kasus yang berlanjut sampai usia tua. Penderita DA berisiko menderita
dermatitis tangan kira-kira 70%.
G. Diagnosa
Diagnosis DA dapat ditegakkan secara klinis dengan gejala utama gatal, penyebaran
simestris ditempat predileksi(sesuai usia) terdapat dermatitis yang kronik- residif,
riwayat atopi pada pasien atau keluarga. Criteria tersebut disebut criteria mayor hanifinrajka untuk memastikan dibutuhkan 3 tanda m inor lainya. Dalam praktek sehari dapat
digunakan criteria William guna menetapkan diagnosis da yaitu:
1. Harus ada : Rasa gatal ( pada anak-anak dengan bekas garukan).
2. Ditambah 3 atau lebih:
-
Terkena pada daerah lipatan siku, lutut, di depan mata kaki atau sekitar leher
(termasuk pipi pada anak di bawah 10 tahun).
Anamnesis ada riwayat atopi seperti asma atau hay fever (ada riwayat
penyakit atopi pada anak anak).
Ekzema pada lipatan (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak <4
tahun).
Mulai terkena pada usia dibawah 2 tahun (tidak digunakan pada anak <4
tahun).
Criteria mayor
1. Pruritus
2.
Criteria minor
xerosis
ekstensor 1) Infeksi kulit (khusus: S.aureus dan
HSV)
3.
4.
5.
2) Dermatitis
nonspesifik
pada
tangan&kaki
pilaris
4) Pitiriasis alba
5) White
dermographism
dan
delayed
blanch response
6) Keilitis
7) Lipatan infraorbital Dennie-Morgan
8) Konjungtivitis berulang
9) Keratokonus
10) Katarak subkapsular anterior
11) Orbita menjadi gelap
12) Muka pucat atau eritem
13) Gatal bila berkeringat
14) Intoleransi wol atai pelarut lemak
15) Aksentuasi perifolikular
16) Hipersensitif makanan
17) Dipengaruhi faktor lingkungan
dan
emosi
Criteria minor
3 Kriteria Minor:
1.
Pruritus
2.
II.
III.
Luas Lesinya
a. Fase anak/dewasa
i. < 9% luas tubuh (1)
ii. 9-36% luas tubuh (2)
iii. >36% luas tubuh (3)
b. Fase infantil
i. < 18% luas tubuh (1)
ii. 18-54% luas tubuh (2)
iii. >54% luas tubuh (3)
Perjalanan penyakit
a. Remisi > 3bulan/ tahun (1)
b. Remisi < 3 bulan/ tahun (2)
c. Kambuhan (3)
Intensistas penyakit
a. Gatal ringan, gangguan tidur (1)
b. Gatal sedang, gangguan tidur (2)
c. Gatal berat, gangguan tidur (3)
10
Cara lain menilai derajat keparahan penyakit merupakan bagian yang penting
dalam menegakkan diagnosis pada anak dengan eczema. Hal itu penting dilakukan
sebagai evaluasi sebelum memberikan intervensi pengobatan yang tepat. Metode yang
paling banyak digunakan dalam menilai derajat DA yaitu menggunakan skor SCORAD
atauNESS
H. Diagnosis banding
1. Dermatitis kontak (alergik dan iritan)
2. Dermatitis seboroik
3. Skabies
4. Psoriasis
11
5. Iktiosis vulgaris
6. Dermatofitosis
7. Eczema asteatotik
8. Liken simplek kronikus
9. Dermatitis numularis
10. neurodermatitis
Diagnosis banding DA tergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis, serta
lokasi DA. Pada fase bayu dapat mirip dermatitis seboroik, psoriasis dan dermatitis
popok. Sedangkan pada fase anak dapat mirip dengan dermatitis numularis, dermatitis
intertriginosa, dermatitis kontak, dermatitis traumatika. Sedangkan pada fase dewasa
lebih mirip dengan neurodermatitis atau liken simpleks kronikus.
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila ada keraguan klinis. Peningkatan
kadar igE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15% orang sehat, demekian pula
kadar eosinofil sehingga tidak patogmonik. Uji kulit dilakukan bila ada dugaan pasien
alergik terhadap debu atau makanan tertentu bukan untuk diagnostic.
J. Komplikasi
a.Problem mata
Dermatitis palpebra dan blefaritis kronik dapat menyebabkan gangguan visus dan
skar kornea. Keratokonjungtivitis atopic biasanya bilateral dan menimbulkan gejala
gatal, terbakar, keluar air mata dan sekresi mukoid. Keratokonus adalah deformitas
konikal kornea akibat gosokan kronik. Katarak dilaporkan terjadi pada 21% pasien DA
berat. Belum jelas apakah ini akibat manifestasi primer DA atau sebagai akibat
pemakaian ekstensif steroid topical dan sistemik.
b.Infeksi
DA dapat mengalami komplikasi infeksi virus berulang yang merupakan refleksi
dari defek local fungsi sel T. Infeksi virus yang paling serius adalah akibat infeksi
12
13
14
15
Terapi topical
Hidrasi kulit. Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang
berkontribusi untuk terjadinya fissure mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk pathogen,
iritan dan alergen. Problem tersebut akan diperparah selama winter dan lingkungan kerja
tertentu. Lukewarm soaking baths minimal 20 menit dilanjutkan dengan occlusive emollient
(untuk menahan kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi hidrasi bersama dengan
emolien menolong mngembalikan dan memperbaiki sawar lapisan tanduk, dan dapat
mengurangi kebutuhan steroid topical.
16
Steroid topical. Karena efek samping potensial, pemakaian steroid topikal hanya untuk
mengontrol DA eksaserbasi akut. Setelah control DA dicapai dengan pemakaian steroid setiap
hari, control jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian
fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh tetapi mudah mengalami
eksema. Steroid poten harus dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid
dioleskan pada lesi dan emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultrapoten hanya boleh dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak
pada wajah atau lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik
pada badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis
perioral, dan akne rosasea.
Inhibitor kalsineurin topical. Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan
sebagai imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disetujui sebagai terapi
intermiten DA sedang-berat pada anak 2 tahun dan takrolimus 0.1% untuk dewasa.
Krim pimekrolinus 1% untuk anak 2 tahun dengan DA ringan-sedang. Kedua obat
efektif dan dengan profil keamanan yang baik untuk terapi 4 tahun bagi takrolimus dan 2
tahun untuk pimekrolimus. Kedua bahan tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga
aman untuk wajah dan lipatan; dan tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan
mendapat superinfeksi virus.
17
untuk eczema
herpetikum diseminata.
Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi
dengan anti-jamur topical atau sistemik.
Pruritus. Steroid topikal dan hidrasi kulit untuk mengurangi radang dan kulit kering, sering
mengurangi keluhan gatal. Alergen hirup dan makanan yang terbukti menyebabkan rash pada
controlled challenges, harus disingkirkan. Antihistamin sistemik bekerja terutama memblok
reseptor H1 dalam dermis, karenanya dapat menghilangkan pruritus akibat histamine.
Karena histamine hanya merupakan satu mediator penyebab gatal, beberapa pasien
hanya mendapat keutungan minimal terhadap terapi antihistamin. Keuntungan beberapa
antihistamin adalah mempunyai efek anxiolytic ringan sehingga dapat lebih menolong
melalui efek sedatif. Antihistamin non-sedatif baru menunjukkan hasil yang bervariasi,
dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.
Karena pruritus biasanya lebih parah pada malam hari, antihistamin sedatif, hidroksizin
atau difenhidramin, mempunyai kelebihan (oleh efek samping mengantuk) bila diberikan
pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan dan efek blok terhadap reseptor H1
dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 10-75 mg oral malam hari atau sampai 2
x 75 mg pada pasien dewasa. Pemberian doksepin 5% topikal jangka pendek (1
minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa menimbulkan sensitisasi. Walaupun demikian,
dapat terjadi efek sedasi pada pemberian topical area yang luas dan dermatitis kontak
alergik.
18
Preparat ter. Preparat ter batubara mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi
pada kulit tetapi tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi
steroid topikal yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Produk ter
batubara baru telah dikembangkan sehingga lebih dapat diterima pasien berkaitan
dengan bau dan mengotori pakaian. Sampo mengandung ter dapat menolong untuk
dermatitis kepala. Preparat ter tidak boleh diberikan pada lesi kulit radang akut, karena
dapat terjadi iritasi kulit. Efek samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.
Terapi foto. UVB broadband, UVA broadband, UVB narrowband (311 nm), UVA-1
(340-400nm), dan kombinasi UVA-B dapat berguna sebagai terapi penyerta DA. Target
UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB berfungsi
imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan merubah
produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek terapi foto di antaranya
eritema, nyeri kulit, garal, dan pigmentasi; sedangkan efek samping jangka panjang
adalah penuaan kulit premature dan keganasan kulit.
Rawat inap
Pasien DA yang tampak eritrodermik atau dengan penyakit kulit berat dan luas yang
resisten terhadap terapi outpatient, harus dirawat inap sebelum mempertimbangkan terapi
sistemik alternatif, dengan maksud menjauhkan pasien dari alergen lingkungan atau
stress emosional. Bersihnya lesi kulit selama dirawat, memberikan kesempatan untuk
dilakukan uji kulit dan controlled challenge.
Terapi sistemik
Steroid sistemik. Pemakaian prednison oral jarang pada DA kronik. Beberapa pasien
dan dokter lebih menyukai pemberian steroid sistemik karena terapi topical dan hidrasi
kulit memberikan hasil yang lambat. Perlu diingat, bahwa hasil yang dramatis oleh
steroid sistemik sering disertai rebound flare berat DA setelah steroid dihentikan. Untuk DA
eksaserbasi akut dapat diberikan steroid oral jangka pendek. Bila ini diberikan, perlu
dilakukan tapering dosis dan memulai skin care, terutama dengan steroid topical dan
frequent bathing, dilanjutkan dengan pemberian emolien untuk cegah rebound flare DA.
19
20
pelembab,
kortikosteroid
dan
obat-obat
penghambat
kalsineurin(mis
Kortikosteroid topikal
Pada bayi digunakan KS potensi rendah seperti hidrokortison 1,5-2,5%. Pada
dewasa dipakai KS potensi menengah seperti triamsinolon kecuali untuk daerah kulit
wajah, genitalia dan intertriginosa. Bila penyakit telah dapat dikontrol, KS dipakai
secara intermitten misalnya 2x seminggu potensi rendah mencegah penyakit tidak
kambuh.
Imunomodulator topikal
Terdiri dari takrolimus dan pimekrolimus. Preparat ini aman digunakan jangka
panjang dan pada area kulit wajah dan intertriginosa, tidak menyebabkan atrofi kulit.
21
Takrolimus 0,03% untuk usia 2-15 tahun dan 0,03% atau 0,1% untuk dewasa.
Pimekrolimus tersedia dalam konsentrasi 1%. Pemakaian diberikan 2 kali sehari. Obat
ini tidak dianjurkan untuk usia < 5 tahun.
Pengobatan sistemik
Kadang diperlukan terapi sistemik pada DA anak. Antihistamin sistemik mampu
mengurangi rasa gatal sehingga mengurangi frekuensi garukan yang dapat
memperburuk penyakit. Rasa gatal hanya tidak disebabkan histamine, namun masih
disebabkan oleh mediator lain. Anti histamis yang bersifat sedative lebih efektif dalam
mengurangi rasa gatal dibandingkan dengan antihistamin nonsedatif(misalnya loratadin,
ceterizin, terfenadin, feksofenadin). Meskipun demikian, antihistamin nonsedatif
memiliki keungulan, yaitu dapat mencegah migrasi sel inflamasi. Pemberian seterizin
pada bayi atopic selama 18 bulan mampu mencegah bayi dengan DA berkembang jadi
pengidap asma.
Diet makanan pada anak dengan dermatitis atopik
Khususnya pada bayi atau anak kurang dari 1 tahun, allergen makanan lebih
berpengaruh daripada allergen debu rumah. Perlu bukti korelasi riwayat alergi makanan
dengan kekambuhan lesi. Uji kulit diantaranya soft allergen fast test (saft), pricked test
(uji tusuk) atau double blind allergen placebo controlled food challenge test(DBPFCT)
sebelum memberikan diet makanan.
Allergen makanan yang sering dilaporkan berupa telur, susu sapi , ikan. Kacangkacangan, gandum, soya, tomat,dan jeruk bahan pewarna bahan penyedap dan
aditiflainya. Maka apabila terbukti alergi makanan dapat dilakukana penaggulangan.
Pemberian makan tersebut ditunda, dihentikan, dilakukan diet terpimpin, atau ditukar
denagn makanan pengganti. Asi eklusif dan ketelambatanpemberian makanan padat
pada bayi DA dapat mencegah alergi terhadap makanan.
L. Prognosis
Penyakit cenderung lebih berat dan persisten pada anak, dan periode remisi lebih sering
bila anak bertambah usia. Resolusi spontan dilaporkan terjadi setelah usia 5 tahun pada 4060% pasien yang menderita sejak bayi. Walaupun penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
kisaran 84% anak akan terus menderita DA sampai dewasa, tetapi studi yang lebih baru
melaporkan bahwa DA sembuh pada kisaran 20% anak, dan menjadi kurang parah pada 65%.
Faktor prediktif berikut berkorelasi dengan prognosis jelek DA : DA luas pada masa anak,
22
disertai rhinitis alergik dan asma, riwayat DA pada orang tua atau saudara, awitan DA pada
usia lebih dini, anak tunggal, dan level IgE sangat tinggi.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. A
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Status
: Menikah
Suku
: Minang
23
Rekam Medik
: 374766
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Bercak kemerahan gatal pada leher bagian kanan, kedua lipat siku, dan kedua punggung
kaki sejak 3 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit sekarang:
-
Bercak kemerahan gatal pada leher bagian kanan, kedua lipat siku, dan kedua
Timbul bercak berwarna merah-kehitaman dan gatal pada kedua kaki sejak
pasien kecil
Sering diobati dan hilang timbul
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Status gizi
: -
Pemeriksaan torak
Status Dermatologikus
lokasi
: pada leher bagian kanan, kedua lipat siku, dan kedua punggung kaki
24
distribusi
: regional
bentuk
: tidak khas
susunan
: tidak khas
ukuran
: miliar - plakat
efloresiansi
25
26
27
D. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis atopi pada dewasa
E. DIAGNOSIS BANDING
- Neurodermatitis
- Dermatitis kontak alergi
F. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan kadar IgE
G. PENATALAKSANAAN
28
Terapi umum
Penjelasan / penyuluhan kepada pasien:
kulit.
Melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak memperparah
penyakitnya
Selain obat perlu dilakukan usaha lain untuk mencegah kekambuhan :
o Pakaian sebaiknya tipis, ringan mudah menyerap keringat
o Udara dan lingkungan cukup berventilasi dan sejuk.
o Hindari faktor-faktor pencetus, misalnya: iritan, debu,makanan dsb
o Hindari faktor yang memperberat dan memicu siklus gatal-garuk
o Mandi menggunakan sabun bayi
Terapi khusus
Topikal
Sistemik
Metilprednisolon tablet 4 mg, 2x sehari
Citirizine Hcl tablet 10 mg, 1x sehari
H. PROGNOSIS
Quo ad sanam
: bonam
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad kosmetikum
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: bonam
Resep
RSUD DR. Achmad Mochtar
Poliklinik Kulit dan Kelamin
dr. AK
SIP : 21/01/1012
Telp. (0752) 12632
Bukittinggi, 8 Oktober 2015
R/ Lanolin 10%
ad Vaseline album 10 gr tube no.I
sue
29
: ny.A
: 55th
30