Professional Documents
Culture Documents
BAB III
DASAR TEORI
GEOMETRI PEMBORAN 5)
Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak,
13
terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter lubang
tembak yang kecil.
Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran
yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, di
mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin besar
dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang, sedangkan jika
menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.
3.1.2. Kedalaman lubang tembak
Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang
diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya
kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan
daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.
3.1.3. Kemiringan lubang tembak (Arah pemboran)
Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah
pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk
menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri
peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan
menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai
jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang
bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.
Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang
bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena
gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan
pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 3.1)
Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah :
Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :
Keuntungannya :
Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang ledak miring.
14
Kerugiannya :
Kerugiannya :
Gambar 3.1.
Pengaruh Arah Lubang Tembak 10)
15
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-lubang
tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat
Gambar 3.2). Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan panjang
spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern (Gambar3.3). Sedangkan
pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada
baris yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 3.4), dan untuk pola pemboran selangseling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered
rectangular pattern (Gambar 3.5).
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena
lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu
fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih
efektif.
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
S=B
Gambar 3.2.
16
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 3.3.
Pola Pemboran Segi Empat (Square Rectanguler Pattern)
Bidang Bebas
Baris 1
S=B
Gambar 3.4.
Baris 2
Baris 3
Baris 4
17
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 3.5.
Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Rectanguler Pattern)
3.2.
GEOMETRI PELEDAKAN 3)
Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan dapat
dinyatakan seperti pada (gambar 3.6). Sedangkan geometri peledakan terdiri dari :
3.2.1. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan
arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah yang
terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas. Jarak burden yang baik
adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak keluar dari
kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup
untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran.
Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan
perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak burden yang
terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang
Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang kurang
baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan hancur . Menurut R.L.
Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan diameter lubang bor.
18
Besarnya burden ratio antara 20 40 dengan harga Ks standard adalah 30. Sedangkan
harga Ks standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut :
Densitas batuan
160 lb/cuft
1,20
12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda, maka
harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks perlu dihitung terlebih
dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda
a.
SG.Ve 2
2
SGstd .Vestd
1/ 3
Di mana :
b.
SG
Ve
SGstd
Vestd
Dstd
D
1/ 3
Di mana
Dstd
Di mana :
Kb
Kbstd
meter
39,3
Di mana :
19
= burden
Kb
= burden ratio
De
39,3
B x Ks
Di mana :
S
= spasi, meter.
= burden, meter.
Ks
= spacing ratio
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada interaksi antar
muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendiri-sendiri,
dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi gelombang energi
antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang tembak akan
meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang tembak
diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.
Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :
long interval delay
Ks = 1
Ks = 1 2
normal
Ks = 1,2 1,8
Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai
1,8B
20
Panjang stemming
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas, tapi
mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju atmosfir
dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada
bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang stemming dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus :
T = B x Kt
dimana :
T = stemming, meter
Kt = stemming ratio (0,75 1,00)
21
0,05 Dh
dimana :
Sz
Dh
= B x Kj
di mana :
J
= subdrilling, meter
Kj
= Kh x B
dimana :
H
Kh
=HT
dimana :
22
PC
= stemming, meter
Keterangan :
B = Burden
S
= Spasi
T = Stemming
B
PC = Kolom isian
J
PC
= Sub Drilling
H = Kedalaman
H
lubang tembak
L = Tinggi jenjang
P = Primer
P
Gambar 3.6.
23
Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan dapat dikurangi
sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan syarat lokasi dua bidang
bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang tembak.
Bidang bebas
Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris
Bidang bebas
Gambar 3.7.
Pola Peledakan
3.2.9. Waktu tunda
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara
beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :
- Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik
- Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah
- Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.
24
Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris depan
menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan tersembur
kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama,
maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan besar
akan mengakibatkan flyrock. Hal ini disebabkan karena tidak ada dinding batuan yang
berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di belakangnya.
Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak
lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk
menentukan besarnya interval waktu antar baris.
tr = Tr x B
Di mana :
tr
Tr
= burden, m
Tabel 3.1.
Interval Waktu Antar Baris 7)
Tr Constant (ms / m )
7
7 10
10 20
20 23
23 42
Result
Violent excessive airblast, backbreak, etc.
High pile close to face, moderate airblast, backbreak
Average pile height, average airblast and backbreak.
Scattered pile with minimum backbreak.
Blast casting
25
Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah bahan peledak
yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.
a. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
de = 0,508 De2 (SG)
dimana :
de = loading density, kg/m
De = diameter lubang tembak, inchi.
SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan.
b.
26
dr
Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet
pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan, yang
dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara sangat berguna
untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk membuat lubang
tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Veq
A L
n H
dimana :
Veq
= tinggi jenjang, m
27
untuk memecah batuan akan berkurang sehingga fragmentasi batuan akan menjadi tidak
seragam.
Menurut R.L. Ash arah peledakan yang baik untuk menghasilkan fragmentasi
yang seragam yaitu arah peledakan menuju sudut tumpul yang merupakan perpotongan
antara arah umum, dengan demikian penggunaan energi bahan peledak akan lebih baik
karena tidak terjadi penerobosan energi. (Gambar 3.8)
Apabila arah penerobosan menuju kearah sudut runcing maka akan terjadi
penerobosan energi peledakan dari bahan peledak yang melalui rekahan-rekahan yang
ada. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan energi peledakan untuk
menghancurkan batuan, sebagai akibatnya akan terbentuk fragmentasi yang berbentuk
blok-blok
Arah Peledakan
Free face
Gambar 3.8
Arah peledakan menuju sudut tumpul
3.3.
mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor. Karena apabila
28
dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi tidak menghasilkan ukuran
fragmentasi yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil.
Berdasarkan KUZNETZOV, 1973, ukuran fragmentasi, TNT, dan struktur
geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor. Dalam percobaannya
pada batuan di Kimberlite dengan berbagai ukuran diameter lubang tembak, pola
peledakan dan kecermatan pemboran. Persamaannya sebagai berikut :
V
0 ,8
X = A .
Q
115
0 , 63
Q 0 ,167
Di mana :
X = ukuran rata-rata fragmentasi batuan, cm
A = faktor batuan (lampiran P)
V = volume batuan yang terbongkar, m3
Q = berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg
E
oleh CUNNINGHAM
yang
harus
29
kemampuan untuk memperoleh secara perkiraan kasar suatu kisaran untuk fragmentasi
yang dibutuhkan tanpa menjalankan program analisis pecah. Kurva ROSIN
RAMMLER secara umum telah diakui sebagai rujukan penggambaran tingkat
fragmentasi batuan hasil peledakan. Suatu titik pada kurva tersebut, yaitu ukuran mesh
dengan 50% kelolosan diberikan oleh persamaan KUZNETZOV (1973). Faktor-faktor
yang diperlukan untuk menentukan kurva ROSIN RAMMLER adalah eksponen n
dalam persamaan :
x
(0,693)1 / n
Xc
= e- (x / Xc)n
Di mana :
R
Xc
= x / (0,693)1/ n
= indeks keseragaman
= ( 2,2 14 B / d ) ( 1 W / B ) ( 1 + ((S / b ) 1 ) / 2 ) L / H
dimana :
d
= burden (mm)
= spacing (m)
= tinggi jenjang
30
dimana jumlah bongkah batuan yang dihasilkan harus dibawah 15 %. (Mc. Gregor,
1967).
Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi dilapangan, dapat dilakukan
dengan beberapa metode perhitungan, yang antara lain adalah, sebagai berikut ( Jimeno
C.L 1987) :
1. Metode photography
2. Metode photogrametry
3. Metode photography berkecepatan tinggi
4. Analisa produktifitas alat muat alat angkut
5. Analisa volume material pada pemecahan ulang
6. Analisa visual komputer
7. Analisa kenampakan kuantitatif
8. Analisa ayakan
9. Analisa produktifitas alat peremuk
Untuk pengukuran fragmentasi hasil peledakan, dilakukan dengan analisa
produktivitas alat muat dan alat angkut, dengan cara sebagai berikut :
Wp
Fr
x 100%
Wi
Di mana :
Fr
Wp
= berat batuan yang berukuran < 80 cm dalam satu kali peledakan (ton)
Wi
2.
31
3.
Kemudian
batuan tersebut setelah di breaker dan mempunyai ukuran kurang dari 80 cm,
maka bisa diangkut oleh dump truck menuju ke unit peremuk, kemudian
dilakukan pencatatan berapa kali dump truck tersebut melakukan pengangkutan
terhadap batuan hasil pemecahan ulang.
3.4.
maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang
tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang lemah.
Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan formasi batuan.
Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan akan
dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi oleh
struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang tembak ada
dua macam, yaitu :
a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip)
maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :
Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan
tumpukan material yang lebih rendah.
32
Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan
tumpukan material yang lebih tinggi.
Gambar 3.9.
Arah Lubang Tembak Searah dengan Dip 2)
Gambar 3.10.
Arah Lubang Tembak Berlawanan dengan Dip 2)