Professional Documents
Culture Documents
2.
3.
4.
5.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan
sesuatu secara algoritmik saja.
Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang
dilakukan.
Copeland, membedakan dua jenis pemahaman:
Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara rutin/algoritmik.
Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B.
Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus
dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma.
Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang
lebih luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.
Sedangkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (1989 : 223)
dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh
Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep
Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya
Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep
Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep
Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna, tentunya para guru
mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan.
Menurut Ausubel bahwa belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar
dengan memahami.
Kemampuan Komunikasi Matematika
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari
pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun
tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang
disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi,
orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.
Sedangkan kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam
menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan
kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa,
misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa
komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.
1.
2.
3.
1.
2.
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi gagasan matematika bisa berlangsung antara
guru dengan siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Hiebert setiap kali kita
mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara
tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan
berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi.
Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu, komunikasi
hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai sasaran.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika
menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari:
Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual
Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara lisan maupun dalam
bentuk visual lainnya
Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan
ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
Within (1992) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan,
dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan
bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Anak-anak yang
diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka
menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya
bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian
besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut :
Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika.
Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan
aljabar
3.
4.
5.
6.
1.
2.
1.
2.
3.
E.
Sedangkan Shurter dan Pierce penalaran didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta
dan sumber yang relevan.
Ciri-ciri penalaran adalah
adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan
suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut
logika tertentu.
proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan diri pada suatu analitik,
dalam kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Kemampuan penalaran meliputi:
penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah.
kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan dengan
kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi.
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan
antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.
Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif
adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Sedangkan
penalaran induktif adalah proses penalaran dalam memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris.
Penalaran deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif biasa disebut induksi. Perbedaan
antara deduktif dan induktif terletak pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Deduksi didefinisikan sebagai proses
penalaran dari umum ke khusus, sedangkan induksi didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke umum.
Pada dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa deduksi berhubungan dengan kesahihan
argumen, sedangkan induksi berhubungan dengan derajat kemungkinan kebenaran konklusi.
Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya merupakan argumen dari serangkaian
proposisi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi, sedangkan perbedaan
keduanya adalah terdapat pada sifat kesimpulan yang diturunkannya.
Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme; sedangkan penalaran
induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal. Dari pembagian jenis penalaran deduktif
dan induktif tersebut, disini peneliti akan meneliti lebih jauh jenis penalaran induktif yaitu analogi dan generalisasi.
Kemampuan Koneksi Matematik Siswa
Ada dua tipe umum koneksi matematik menurut NCTM (1989), yaitu modeling connections dan
mathematical connections. Modeling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dalam
dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematiknya, sedangkan mathematical connections
adalah hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing
representasi.
Keterangan NCTM tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga aspek
kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek
koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari.
Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, dalam hal ini koneksi matematika dapat
diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan dengan
matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu matematika dengan bidang lain baik bidang studi
lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.
Bruner menyatakan dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Begitupula dengan
yang lainnya, misalnya dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, ataupun antara cabang
matematika dengan cabang matematika lain. Oleh karena itu agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika,
maka harus banyak diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan itu.
Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Artinya dalam memperkenalkan suatu konsep atau bahan
yang masih baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru
selalu dikaitkan dengan bahan yang baru dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.
Menurut Sumarmo (2005 : 7), kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari indikator-indikator
berikut:
1. Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama
2. Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen
3. Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan diluar matematika
4. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
F. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving)
Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengan oleh kita.Namun sesuatu menjadi masalah tergantung
bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuannya.Terkadang dalam pendidikan matematika
SD ada masalah bagi kelas rendah namun bukan masalah bagi kelas tinggi.Masalah merupakan suatu
konflik,hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas belajaraannya di kelas. Namun masalah harus diselesaikan
agar proses berpikir siswa terus berkembang.Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan
matematika,maka siswa akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun
baikyang rutin maupun yang tidak rutin. Jenis masalah dalam pembelajaran SD ada 4 yaitu:
a.
Masalah
Translasi
adalah
masalah
yang
berhubungan
aktivitas
sehari-hari
siswa.
contoh: Ade membeli permen Sugus 12 buah.Bagaimana cara Ade membagikan kepada 24 orang temannya agar
semua kebagian dengan adil?
b. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu konsep,rumus matematika dalam sebuah soal-soal
matematika.
Contoh: suatu kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran panjang 20 meter dan lebar 10 meter.Berapa luas
kolam tersebut?
c.
Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki pola, keteraturan dalam penyelesainnya.
Contoh: 2 4 6 8 Berapa angka berikutnya?
d. Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada
konsep
dalam
matematika.
contoh:Aku adalah anggota bilangan Asli,aku adalah bilangan perkasa,jika kelipatannku dijumlahkan angkaangkanya hasilnya adalah aku,siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya. Kebenaran, ketepatan, keuletan dan
kecepatan adalah suatu hal yang diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu
strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun
proses yang lebih penting darimana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut.
G. Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
Munandar (1999) mengatakan ciri-ciri kemampuan kreativitas yang berhubungan dengan kognisi dapat
dilihat dari keterampilan berfikir lancar, keterampilan berfikir luwes, keterampilan berfikir orisinil,dan keterampilan
menilai. Keterampilan berfikir lancar memiliki ciri-ciri:
1. Mencetuskan banyak gagasan dalam menyelesaikan masalah
2. Memberikan banyak cara atau saran untul melakukan berbagai hal
3. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada yang lain.
Kemampuan berfikir luwes mempunyai ciri-ciri:
a. Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan yang bervariasi
b. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda
c. Menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda.
Kemampuan berfikir orisinil mempunyai ciri-ciri:
1. memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah
2.
1.
2.
membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Kemampuan keterampilan
memperinci (mengelaborasi) mempunyai ciri-ciri:
mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain
menambah atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut.
Sedangkan kemampuan keterampilan mengevaluasi mempunyai ciri-ciri:
Dapat menentukan kebenaran suatu kebenaran pertanyaan atau kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah
Dapat mencetuskan gagasan-gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat melaksanakannya dengan benar
Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.
Menurut Rothenberg dan Hausmen bahwa beberapa ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai
kreativitas, namun terdapat persamaan diantaranya:
Kreativitas berhubungan dengan sesuatu yang baru dan bernila
Kreativitas meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk dalam keilmuan matematik
Kemampuan kretivitas berbeda dengan kemampuan intelegensi, artinya walaupun intelegensinya tinggi belum tentu
kreatif begitu pun sebaliknya
Setiap orang mempunyai potensi untuk kreatif jika memiliki sifat spontan dan terbuka.
Menurut Stenberg dan Lubart berdasarkan investment theory of creativity yang mereka kembangkan bahwa
terdapat enam atribut dari kreativitas yaitu kecerdasan (intelligence), pengetahuan (knowledge), motivasi
(motivation), dukungan lingkungan (an encouragement environment), ketepatan cara atau gaya berfikir (appropriate
thinking style), dan ketepatan person (an appropriate personality).
Menurut Fisher (1995), kreativitas adalah kemampuan dan sikap seseorang untuk membuat produk yang
baru. Sedangkan menurut Evan (1991), kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan kaitan-kaitan yang baru,
kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang yang baru, dan kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi
dari banyak konsep yang ada pada fikiran. Kreativitas bukanlah mengadakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada,
akan tetapi kretivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dengan cara membuat kombinasi,
membuat perubahan, atau mengaplikasikan ide-ide yang ada pada wilayah yang berbeda (Harris, 1998). Dari
pendapat diatas, dapat diartikan bahwa berfikir kreatif adalah aktivitas berfikir agar muncul kreativitas pada
seseorang, atau berfikir untuk menghasilkan hal yang baru bagi dirinya.
LTSIN (2001) secara khusus mendefinisikan berfikir kreatif adalah creative thinking is the process which
we use when we come up with a new idea. It is the merging of ideas which have not been merged before. LTSIN
menyatakan bahwa berfikir kreatif adalah proses (bukan hasil) untuk menghasilkan ide baru dan ide itu merupakan
gabungan dari ide-ide yang sebelumnya belum disatukan.
Lebih detail lagi LTSIN (2001) menyatakan bahwa ide seseorang berfikir kretif minimal mempunyai salah
satu karakteristik dari:
ide itu belum ada sebelumnya
sudah ada di tempat lain hanya saja ia tidak tahu
ia menemukan proses baru untuk melakukan sesuatu
ia menerapkan proses yang sudah ada pada area yang berbeda
ia mengembangkan sebuah cara untuk melihat sesuatu pada perspektif yang berbeda. Dari lima karakteristik diatas,
kita dapat menyimpulkan bahwa berfikir kreatif dapat berupa ide baru yang belum ada sebelumnya dan dapat berupa
ide baru sebagai penyempurnaan dari yang sudah ada sebelumnya.
Kepekaan berfikir kreatif dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah ditentukan para ahli, salah
satunya menurut Torrance. Menurut Torrance kemampuan berfikir kreatif terbagi menjadi tiga hal, yaitu :
Fluency (kelamcaran), yaitu menghasilkan banyak ide dalam berbagai kategori/ bidang.
Originality (Keaslian), yaitu memiliki ide-ide baru untuk memecahkan persoalan.
3.
a.
b.
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
a.
b.
c.
d.
e.
1.
2.
3.
Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan
terhadap masalah;
4.
keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagsan dengan cara-cara yang asli, tidak klise, dan
jarang diberikan kebanyakan orang;
5.
Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan
merincinya secara detail, yang didalamnya terdapat berupa tabel, grafik, gambar, model dan kata-kata.
H. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk memproses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi untuk
mencari solusi yang logis. Sayangnya tidak semua orang dilahirkan memiliki kemampuan ini dan jarang pula
diajarkan di sekolah-sekolah.
Berpikir kritis mempunyai beberapa ciri atau karakteristik, diantaranya: disposisi, argumen, alasan, sudut
pandang, kriteria, dan prosedur untuk mengaplikasikan kriteria. Apabila seseorang memiliki ciri atau kriteria tersebut,
bisa jadi dia mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis. Di bawah ini beberapa latihan yang bisa anda pergunakan
untuk membantu mengajarkan berpikir kritis kepada peserta didik:
Mengenali dan mengelompokkan
Cobalah untuk membuat kegiatan mengenali dan mengelompokkan dengan peserta didik sehingga akan membantu
mereka untuk menggunakan kriteria ketika berpikir. Misalnya: anda bisa memberi mereka daftar nama binatang dan
mintalah mereka untuk mengelompokkan berdasarkan karakteristik biologis, seperti vertebrata dan invertebrata, dan
I.
sebagainya. Ini akan membantu peserta didik untuk mengenali informasi penting yang relevan dengan subyek. Ini
juga akan membantu mereka untuk mengelompokkan benda-benda berdasarkan bentuk dan kriteria yang logis.
Permainan Puzzles
Puzzle merupakan salah satu cara yang baik untuk mengajarkan berpikir kritis kepada peserta didik. Materi pelajaran
disampaikan dalam bentuk puzzle, berupa informasi yang terpisah-pisah. Kemudian peserta didik diminta untuk
menyusunnya menjadi sebuah informasi yang utuh. Atau bisa juga peserta didik diminta untuk melengkapi informasi
yang hilang. Guru bisa melengkapi kegiatan ini dengan mind map. Kegiatan menyusun dan melengkapi informasi ini
akan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan bagi peserta didik. Tentu saja kegiatan ini sangat membantu
peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menggunakan analisis yang logis dan melatih mereka berpikir
berpikir out of the box.
Mengingat Informasi
Kegiatan bisa dilakukan dalam bentuk permainan juga. Materi pelajaran yang disampaikan, dalam bentuk bagan atau
peta pikiran, anda perlihatkan kepada peserta didik untuk beberapa waktu lamanya. Setelah itu, mintalah mereka
untuk membuat bagan atau peta pikiran itu tanpa melihat lagi.
Berpikir reflektif
Berpikir reflektif adalah kemampuan individu di dalam menyeleksi pengetahuan yang pernah diperolehnya,
yang relevan dengan tujuan pemecahan masalah, serta memanfaatkannya secara efektif di dalam memecahkan
masalahnya.
Apabila seseorang individu ingin mencapai sesuatu tujuan, ia harus dapat memecahkan masalah-masalah
yang menghambatnya. Apabila individu dapat menemukan cara-cara untuk mengatasi hambatan yang ada, dan
akhirnya dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka berarti individu sudah melakukan berpikir reflektif.
Di dalam berpikir reflektif tidak semata-mata tergantung pada pengetahuan yang ada pada masing-masing
individu, karena adanya perbedaan individual, ada yang dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk pemecahan
maslah, ada yang tidak dapat.