Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Berdasarkan sejarah, kehilangan kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu disebut
sebagai abortus, sedangkan kehamilan lebih dari 20 minggu disebut kematian fetus atau
kelahiran mati. Saat ini seiring berkembangnya pengetahuan, berakhirnya kehamilan dibagi
menjadi beberapa stadium perkembangan kehamilan sebagai preembrionik (anembrionik),
embrionik atau fetus. Periode preembrionik dimulai sejak konsepsi dan selama 5 minggu
kehamilan (berdasarkan tanggal menstruasi). Periode embrionik dimulai sejak minggu ke 6
sampai 9 kehamilan. Pada minggu ke-10 kehamilan, periode fetus dimulai, memanjang
sampai kelahiran. Kehilangan kurang dari 20 minggu kehamilan dapat disebut sebagai early
abortion (kehamilan kurang dari 10 minggu) dibandingkan dengan late abortion (kehamilan
lebih dari 10 minggu) (1).
WHO mendefinisikan intrauterine fetal death sebagai kematian konseptus sebelum
ekspulsi lengkap atau ekstraksi dari ibu, tidak tergantung lamanya kehamilan (2).
B. Epidemiologi
Amerika memiliki angka kematian perinatal tertinggi pada negara industri, meskipun
menghabiskan lebih banyak dana pada pelayanan kesehatan dibandingkan negara lain (5-6).
Meskipun diagnostik perinatal canggih dan pengawasan intrapartum yang lebih baik
menurunkan angka insidensi, namun, tiap tahun sekitar 8 juta kematian perinatal terjadi,
terutama pada negara berkembang (98%) (3).
Kebanyakan kelahiran mati (85-90%) pada negara berkembang terjadi sebelum tanda
persalinan dan secara keseluruhan insidensinya lebih tinggi di negara berkembang [2]. Di
Nigeria insidensi IUFD adalah 50/1000 kelahiran dan kelahiran mati berkisar 1-3% pada
populasi (7).
IUFD mencerminkan rendahnya status sosio-ekonomi yang berkaitan dengan
inadekuatnya antenatal care. Faktor lingkungan ibu lebih sering daripada kelainan kongenital
(7).
gestasi
(%)
5-7
17,5
8-11
50,6
12-15
47,0
16-19
32,8
20-27
10,7
Kondisi ibu
Obesitas
Tingkat kematian janin meningkat pada wanita obese. Peningkatan indeks massa tubuh
meningkatkan beberapa kondisi yang menyebabkan meningkatnya lahir mati, seperti
diabetes, hipertensi termasuk preklamsia, status sosioekonomi, dan merokok.
Wanita hamil dengan IMT >25 mempunyai risiko 4 kali lipat dibanding wanita hamil
dengan IMT <20. Karena wanita dengan IMT lebih tinggi mempunyai risiko mengalami
hipertensi (10).
Gangguan medis
Beberapa gangguan medis berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian janin
seperti hipertensi dan diabetes. Kematian janin juga disebabkan oleh sejumlah penyakit
pada ibu misalnya penyakit tiroid, ginjal, asma, kardiovaskuler dan SLE.
Trombofilia
Terjadi defisiensi atau abnormalitas pada protein antikoagulan atau meningkatnya protein
prokoagulan yang berhubungan dengan risiko trombosis vaskuler dan kehilangan
kehamilan.
Paparan
Merokok merupakan faktor paparan yang berhubungan dengan kematian janin.
Penyebabnya masih kurang jelas namun diduga karena meningkatnya kadar
carboxyhemoglobin dan resistensi vaskular yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
dan hipoksia. Obat rekreasional juga berhubungan dengan kematian janin. Paparan
terhadap toksin pengobatan dan lingkungan seperti radiasi dan pestisidajuga
dikemukakan sebagai faktor risiko. Namun, paparan hanya menyumbang proporsi kecil
pada kematian janin.
Kondisi janin
Kondisi genetik. Kelainan kromosom dilaporkan pada 6-12% kasus kematian janin.
Abnormalitas genetik pada plasenta juga berpengaruh.
Infeksi dilaporkan pada 10-25% kematian janin pada negara berkembang. Pada negara
berkembang infeksi bakteri lebih umum terjadi pada kematian janin sebelum usia
kehamilan 28 minggu. Hal ini dikarenakan tingginya paparan terhadap agen infeksi dan
menurunnya sistem imun yang berhubungan dengan rendahnya sosioekonomi.
Kebanyakan infeksi bakteri yang berhubungan dengan kematian janin merupakan
mikroorganisme yang mencapai fetus secara asenden dari bawah ke dalam desidua korion
dan cairan amnion. Janin akan menelan cairan amnion sehingga menyebabkan janin
Kondisi obstetri
Perdarahan ibu-janin merupakan gangguan tunggal yang paling umum pada kematian
janin dan dilaporkan terjadi pada 5-14% kasus. Perdarahan ibu-janin berhubungan
dengan perdarahan vaginal atau nyeri abdomen karena ablasio plasenta tetapi juga terjadi
tanpa adanya gejala. Jika terjadi perdarahan masif maka janin akan mengalami anemia
dan hipoksia yang menyebabkan kematian janin (1,11)
Kehamilan multipel
Risiko kematian janin meningkat pada kehamilan multipel. Penyebab kematian janin
antara lain insufisiensi plasenta, abruption, preeklamsia dan lahir premature, terutama
pada twin-twin transfusion syndrome.
Kelainan plasenta
Kondisi spesifik terhadap jaringan yang menyebabkan kematian janin antara lain
trombosis tali pusat, vasa previa dan amniotic band syndrome.
D. Diagnosis (11,12)
Tabel 2. Pertanyaan untuk skrining dan rasionalisasinya (12)
Pertanyaan
1
chorioamnionitis
atau
proses
Apakah pasien mengalami trauma (jatuh, Kekerasan domestik atau trauma lain
dipukul, ditendang atau ditampar)? Apakah
pernah mengalami kecelakaan minor?
Apakah
pasien
mengalami
Kapan
pasien
menyadari
pergerakan janin?
1
Apakah kehamilannya tanpa penyulit sampai Mengarah pada masalah plasenta, peningkatan
sekarang?
serum
alfa
fetoprotein
ibu,
masalah
Tanda:
Retrogresif perubahan positif payudara yang terjadi selama kehamilan yang jelas setelah
kematian fetus.
Per-abdomen:
a. Tinggi uterus mengalami retrogresif bertahap sehingga menjadi lebih kecil daripada masa
amenorrhea.
b. Tekanan uterus berkurang dan uterus menjadi lemah, kontraksi Braxton-hicks sulit
dirasakan.
c. Pergerakan fetus tidak terasa selama palpasi
d. Denyut jantung janin yang terdengar sebelumnya menjadi tidak terdengar. Monitor fetus
ultrasonic pilihan terbaik.
e. Rasa seperti meremas kulit telur pada kepala fetus, tanda patognomik.
E. Pemeriksaan Penunjang
a.
Tabel 3. Analisis laboratorium yang berguna untuk menentukan penyebab fetal demise
antara lain sebagai berikut (12)
Pemeriksaan
Mengarah pada
Perdarahan fetal-maternal
VDRL, atau RPR, antibodi parvovirus, CMV, IgM dan Infeksi TORCH
IgG
Antinuclear antibody
Diabetes
Kreatinin
Penyakit ginjal
Dasar
perdarahan:
nilai
abnormalitas
Preeklamsia
Coomb's test
b.
Gambaran yang mirip dapat ditemukan pada kehamilan ekstra uterin dengan fetus
hidup.
b. Hiperfleksi vertebrae lebih sering. Pada beberapa kasus, tampak hiperekstensi leher.
c. Gambaran tulang kosta ramai yang tidak sejajar.
d. Tampak gambaran udara pada ruang jantung dan pembuluh darah, muncul pada 12
jam awal tetapi sulit untuk diinterpretasikan.
e. Dua skiagram yang diambil dalam beberapa jam pada posisi yang sama menunjukkan
superimposition pada bayangan fetus.
2. Sonografi
a. Penurunan diameter biparietal sebesar 5 mm dengan interval 4 hari, menunjukkan
kematian fetus.
b. Konfirmasi diagnosis yang dibuat berdasarkan pemeriksaan ulang dengan interval 1
minggu ditambah penemuan radiologis.
c. Teknologi USG dapat membantu identifikasi masalah tali pusat antara lain
velamentous insersi, vasa previa, tali pusat pendek dan panjang, tali pusat dengan 2
pembuluh darah, two knot dan nuchal cord, sehingga obstetrician dapat melakukan
intervensi jika memungkinkan (8).
F. Komplikasi (11)
1. Gangguan psikologis. Berhubungan dengan perasaan badan lemah.
2. Infeksi: selama membran utuh, infeksi jarang terjadi tetapi jika membran rupture, infeksi,
khusunya oleh organisme pembentuk gas seperti Clostridium welchi, dapat terjadi.
Jaringan yang mati menyokong pertumbuhannya menyebabkan konsekuensi yang
berbahaya.
3. Gangguan koagulasi darah: jika fetus bertahan selama lebih dari 4 minggu (10-20%
kasus), terdapat kemungkinan defibrinasi yang berasal dari silent DIC. Sering tampak
pada kasus inkompatibilitas Rh. Hal ini disebabkan absorpsi tromboplastin bertahap,
yang dilepaskan dari plasenta dan desidua yang mati ke dalam sirkulasi ibu.
4. Selama persalinan; inersia uteri, retensi plasenta dan perdarahan post partum.
G. Pencegahan (11)
1. Reguler antenatal care: untuk mencegah, mendeteksi sejak awal dan terapi yang efektif
terhadap penyebab kematian fetus.
2. Skrining ibu yang berisiko, untuk pengawasan terhadap penilaian fetus yang sehat dan
untuk mengakhiri kehamilan diawal terjadinya kematian fetus.
J. Penatalaksanaan (11)
Secara keseluruhan, 80-90% pasien mengalami persalinan spontan dalam 2 minggu
kematian janin. Jika dalam 2 minggu gagal terjadi persalinan spontan, maka disarankan untuk
melakukan induksi terminasi.
Terminasi kehamilan karena janin mati merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan
professional pada banyak sisi. Selain teori tentang kematian janin di dalam uterus yang dapat
menyebabkan DIC, melanjutkan kehamilan seperti itu tidak dapat diterima secara psikologis
maupun sosial pada banyak wanita, dan bagi pasien dan petugas kesehatan mencari cara
mengakhiri kehamilan, terutama tanpa insisi pada uterus (13).
Metode Terminasi antara lain:
1. Infus oksitosin
Digunakan secara luas dan efektif pada hampir semua kasus. Dimulai dengan 5-10 unit
syntocinon dalam 500 ml dextrose 5% diberikan secara intravena drip infus. Dua botol
berurutan diberikan dalam satu waktu. Jika gagal, peningkatan dosis syntocinon
digunakan pada keesokan harinya. Sebagai awal diberikan 20 unit syntocinon dalam 500
ml dextrose 5% dan diatur 30 tetes per menit. Dosis dapat ditingkatkan sampai 40 unit
setelah botol pertama, jika kontraksi gagal dimulai. Risiko efek antidiuretik dengan dosis
tinggi syntocinon harus diperhatikan dan tidak lebih dari 2 botol yang dipasang pada satu
waktu. Jika uterus tetap refraktori, prosedur yang sama diulang setelah satu hari. Harus
disingkirkan kehamilan abdomen sekunder jika pengulangan gagal untuk memulai
persalinan.
2. Estrogen
Estrogen dapat diberikan untuk merangsang uterus sehingga merespon terhadap aksi
syntocinon. Tablet Stilboestrol 5 mg diberikan tiap 2 jam dengan interval 24-48 jam
sebelum drip syntocinon. Selama kehamilan dan puerperium, stilboesterol ditoleransi
dengan baik bahkan pada dosis tinggi.