You are on page 1of 113

Analisa Daya Saing dan Produktivitas

Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.


Dalam pemeringkatan WEF, daya
saing Indonesia mengalami
lompatan besar dari peringkat 50
menjadi 38








Dalam menghadapi implementasi
AEC 2015, Indonesia masih
menghadapi beberapa tantangan
baik eksternal maupun internal

Disamping memiliki sejumlah


tantangan, Indonesia tetap
memiliki peluang besar untuk
mengambil manfaat dari
implementasi MEA bagi
kesejahteraan masyarakat
Indonesia Tingginya investasi
tersebut telah mendorong
pertumbuhan ekonom

Potensi lain yang dimiliki oleh
Indonesia adalah jumlah
penduduk






Desember 2014

LATAR BELAKANG

Dalam pemeringkatan World Economic Forum (WEF), daya
saing Indonesia mengalami lompatan besar dari peringkat 50 menjadi
38. Lompatan peringkat ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia,
dan hanya dikalahkan oleh Ekuador dan Lesotho. Namun, lompatan
peringkat Indonesia tersebut baru mendekati peringkat negara-
negara ASEAN lain, terutama negara Singapore, Malaysia, Thailand,
dan Brunei Darussalam. Hal ini memicu pertanyaan besar, yaitu
apakah Indonesia siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) yang akan segera berlaku pada 2015?
Dalam menghadapi implementasi AEC 2015, Indonesia masih
menghadapi beberapa tantangan baik eksternal maupun internal.
Tantangan eksternal yang dihadapi antara lain adalah tingkat
persaingan perdagangan yang semakin ketat, semakin besarnya
defisit neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya,
dan bagaimana Indonesia dapat meningkatkan daya tarik investasi.
Sementara itu, tantangan internal Indonesia antara lain adalah
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap AEC, ketidaksiapan
daerah menghadapi AEC, tingkat pembangunan daerah yang masih
sangat bervariasi dan kondisi SDM dan ketenagakerjaan Indonesia.
Disamping tantangan yang ada, Indonesia tetap memiliki
peluang besar untuk dapat mengambil manfaat dari implementasi
MEA bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sampai saat ini,
Indonesia masih menjadi tujuan investasi pemodal dalam negeri
ataupun luar negeri. Tingginya investasi tersebut telah mendorong
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Potensi lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah jumlah
penduduk. Jumlah penduduk Indonesia yang besar ini (bonus
demografi) dapat menjadi kunci sukses bagi peningkatan daya saing
Indonesia. Dengan dukungan peningkatan pendidikan dan
ketrampilan, maka produktivitas tenaga kerja akan meningkat.
Peningkatan produktivitas tenaga kerja ini pada akhirnya mendorong
peningkatan daya saing nasional.
Faktor produktivitas akan menjadi kunci bagaimana Indonesia

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

dapat menghadapi MEA. Secara logika sederhana, produktivitas


adalah kunci utama dalam persaingan. Dengan produktivitas yang
tinggi diharapkan produksi menjadi lebih efisien dan dapat
memberikan harga yang lebih kompetitif. Hanya saja, David Ricardo
dapat mematahkan argumentasi ini (yang dibangun oleh Adam Smith)
dengan konsep comparative advantage. Menurut Ricardo,
keunggulan produktivitas bukanlah satu-satunya faktor sebuah
negara dapat memenangkan persaingan tetapi faktor-faktor lain
dapat pula menyebabkan sebuah negara dapat bersaing. Dengan
kata lain, yang dapat menurunkan biaya produksi rata-rata tidak
hanya produktivitas tetapi juga faktor biaya-biaya input yang rendah.
Rendahnya biaya tenaga kerja merupakan faktor yang paling sering
diandalkan oleh sebuah negara agar memiliki keunggulan komparatif.
Di samping itu, faktor kepemilikan sumber daya alam maupun pasar
finansial yang efisien juga merupakan faktor lain yang membawa
pada keunggulan komparatif.
Dalam sejarah pemikiran ekonomi modern, ide keunggulan
absolut dari Adam Smith sempat menjadi tema utama dari strategi
Dalam sejarah pemikiran ekonomi
perdagangan internasional setelah Porter memperbaharui ide Smith
modern, ide keunggulan absolut
dari Adam Smith sempat menjadi dengan teori Competitive Advantage (keunggulan kompetitif). Teori
tema utama dari strategi
ini menjelaskan mengapa Jepang ataupun Korea yang memiliki sedikit
perdagangan internasional
setelah Porter memperbaharui ide sumber daya alam dan tenaga kerja murah dapat bersaing di pentas
Smith dengan teori Competitive
perdagangan dunia tingkat tinggi. Inti dari teori keunggulan
Advantage (keunggulan
kompetitif adalah produktivitas menjadi faktor utama dalam
kompetitif)
persaingan bisnis internasional. Namun, untuk mencapai hal itu


diperlukan berbagai pra syarat agar sebuah negara dapat memiliki

keunggulan kompetitif.

Untuk memenangkan persaingan, sebuah negara dapat


mengandalkan keunggulan komparatif ataupun keunggulan
Untuk dapat memenangkan
kompetitif. Singapore dan Malaysia menjadi unggul daya saingnya
persaingan, sebuah negara dapat
karena keunggulan kompetitif, sedangkan Brunei Darussalam
mengandalkan keunggulan
komparatif ataupun keunggulan
maupun Thailand menjadi unggul daya saingnya karena keunggulan
kompetitif
komparatif. Untuk kasus Thailand, negara ini sudah mengarahkan

strateginya menuju keunggulan kompetitif. Untuk negara Philipina,


Vietnam, dan Kamboja masih mengandalkan keunggulan komparatif

dalam strategi perdagangannya.

Indonesia, sejak dulu mengandalkan keunggulan komparatif


dalam persaingan perdagangan internasional. Dengan peningkatan

upah buruh, Indonesia sudah tidak dapat lagi mengandalkan faktor

Faktor produktivitas akan menjadi
kunci bagaimana Indonesia dapat
menghadapi ME


















Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

upah buruh untuk memenangkan persaingan perdagangan


internasional. Namun, Indonesia masih memiliki keunggulan lain
seperti tanah dan perairan yang luas, serta sumber daya alam yang
masih melimpah. Dengan kata lain, Indonesia masih memiliki
keunggulan daya saing dibanding dengan negara-negara tetangga.
Demikian pula, pasar yang masih luas dan tingkat produksi yang

masih di bawah kapasitas optimal menjadi faktor penting dalam

menjaga daya saing dan meningkatkannya.

Untuk itu, perbandingan daya
Untuk itu, perbandingan daya saing dengan negara-negara
saing dengan negara-negara
tetangga tidak harus dibandingkan tingkat produktivitasnya melalui
tetangga tidak selalu harus
TFP tetapi juga dapat diperbandingkan dengan faktor-faktor lain
dibandingkan tingkat
produktivitasnya melalui TFP
seperti infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah,
tetapi juga dapat
dan variasi produk dan volume yang diperdagangkan antara negara
diperbandingkan dengan faktor-
ASEAN maupun dengan rest of the world.
faktor lain seperti infrastruktur,
logistik, investasi, usaha kecil dan

menengah, dan variasi produk dan
1.2. TUJUAN
volume

Tujuan penelitian ini adalah
a. Untuk melihat posisi daya saing Indonesia di ASEAN dalam
rangka menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
b. Untuk melihat perkembangan indikator ekonomi lainnya
yang berhubungan erat dengan tingkat daya saing Indonesia
di ASEAN, yaitu tingkat produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia
c. Membuat suatu konklusi mengenai daya saing Indonesia
dilihat dari keunggulan dan kelemahannya

Manfaat penelitian ini adalah
a. Memberikan masukan atas posisi daya saing Indonesia di
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
b. Memberikan masukan peningkatan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan daya saing
Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
c. Memberikan masukan kebijakan strategis peningkatan daya
saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

1.3. METODE

Pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan melalui 3 tahapan






Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

analisis. Ketiga tahapan analisis tersebut adalah sebagai berikut:


a. Menentukan pilar/sub pilar yang relevan dengan kondisi
persaingan Indonesia dan ASEAN saat ini. Teknik analisis yang
digunakan adalah analisis korelasi bivariate dan Literature
review untuk menjustifikasi peran/pentingnya masing-masing
sub pilar.
b. Memetakan atau membuat cluster tentang daya saing
Indonesia relatif terhadap negara lain anggota ASEAN. Teknik
analisis yang digunakan adalah cluster analysis dan literature
review untuk memperkuat justifikasi posisi daya saing relatif
Indonesia terhadap negara lain anggota ASEAN
c. Melakukan dekomposisi dan menghitung pertumbuhan dari
faktor-faktor pembentuk produktivitas, dan dibandingkan
antar negara. Teknik penyajian dokomposisi adalah melalui
teknik diagram.

1.4. CAKUPAN ANALISIS DAN DATA


Cakupan analisis kegiatan ini meliputi data nasional negara-
negara ASEAN, yaitu Indonesia, Philippines, Malaysia, Singapore,
Thailand, Vietnam, dan negara tambahan lainnya adalah Brunei,
Kamboja, Laos, dan Myanmar. Data utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pemetaan daya saing dan produktivitas yang
bersumber dari Global Competitiveness Report oleh World Economic
Forum (2012 dan 2013) dan Asian Productivity Organization (APO,
beberapa tahun publikasi).

1.5. HASIL DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
a. Identifikasi sub pilar daya saing yang terkait dengan
peningkatan produktivitas yang menjadi domain atau bidang
kerja prioritas Kementerian Keuangan RI. Kemenkeu telah
menetapkan lima pilar daya saing yaitu pilar infrastruktur,
logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan
perdagangan. Peneliti harus mengindentifikasikan sub pilar
mana dari kelima pilar tersebut yang berpotensi untuk
meningkatkan produktivitas dan menurunkan produktivitas.
b. Pemetaan atau clustering posisi daya saing Indonesia pada
Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

kelima subpilar daya saing-produktivitas. Posisi tersebut


adalah posisi relatif daya saing produktivitas Indonesia
dengan negara ASEAN 5 plus three.
c. Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi dan
membentuk daya saing produktivitas selain TFP secara
relatif dibandingkan dengan negara ASEAN 5 plus three.
d. Rekomendasi kebijakan terkait dengan
1. Posisi daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015
2. Kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan daya saing
Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
3. Kebijakan strategis dan fiskal dalam rangka
peningkatan daya saing Indonesia di Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015.























Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

BAB II. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA





2.1.

LANDASAN TEORI

Daya saing suatu negara selalu menjadi bahan pembicaraan


yang menarik, baik di ekonomi, politik, sosial, maupun teknologi.
Daya saing suatu negara dianggap sebagai salah satu sumber dari
ketahanan suatu negara menghadapi segala rintangan dalam
membangun peradaban bangsa. Peradaban yang hanya bisa
dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul.
Dengan daya saing yang tinggi, perekonomian dapat menjaga
pertumbuhan ekonominya dan mulai membangun kehidupan negara
yang teratur dan saat itu pembangunan peradaban dimulai (Tylor,
1887). Pembangunan peradaban tidak dapat dilakukan tanpa adanya
kekuatan ekonomi. Dan kekuatan ekonomi tidak dapat ditegakkan
tanpa adanya daya saing. Dengan demikian, daya saing menjadi
sangat penting selain untuk kelanjutan perekonomian juga kelanjutan
peradaban suatu bangsa.

Sejarah menunjukkan bahwa negara-negara yang tinggi
peradabannya selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat
(Cameron, 1997). Tercatat kerajaan-kerajaan yang berada di sekitar
laut Tengah dan Timur Tengah muncul karena kekuatan ekonomi dan
kemudian militernya. Terkadang dengan kekuatan militernya
menyerbu negara lain untuk diambil kekuatan ekonominya. Negara
tersebut menjadi semakin kuat baik secara ekonomi dan militer.
Dengan cara ini, daya saing suatu negara dalam berdagang tidak saja
didasarkan atas unggulnya produksi mereka tetapi juga ancaman
militer yang senantiasa menakutkan negara lain. Namun demikian,
perdagangan yang selalu membangun kekuatan ekonomi suatu
negara dan bukan militernya. Oleh sebab itu, banyak negara tetap
mengandalkan kekuatan perdagangan untuk membangun
ekonominya dan selalu menjaga daya saingnya agar selalu eksis
dalam perdagangan dunia.
Penjelasan dari pandangan
sejarah perekonomian

Pertanyaan kemudian muncul, dari mana datangnya kekuatan
menunjukkan bahwa kemampuan daya saing tersebut? Penjelasan dari pandangan sejarah
memproduksi barang yang unik
perekonomian menunjukkan bahwa kemampuan memproduksi
dan berdaganglah yang
menyebabkan perekonomian
barang yang unik dan berdaganglah yang menyebabkan
mereka maju
perekonomian mereka maju. Kemampuan berproduksi barang
Daya saing suatu negara selalu
menjadi bahan pembicaraan yang
menarik, baik di ekonomi, politik,
sosial, maupun teknologi















Sejarah menunjukkan bahwa
negara-negara yang tinggi
peradabannya selalu disokong
oleh kekuatan ekonomi yang
hebat (Cameron, 1997)












Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

tersebut berkaitan dengan teknologi yang unik dan senantiasa


dirahasiakan. Dalam perdagangan kuno barang yang sering menjadi
bahan dagangan adalah barang-barang yang terbuat dari besi.
Teknologi membentuk besi sesuai bentuk yang diingini pada awalnya
amat dirahasiakan. Juga bagaimana membuat kain sutra menjadi
rahasia terbesar dari Tiongkok.
Penguasaan teknologi menjadi kunci daya saing dalam
perdagangan. Hal inilah yang memproduksi barang menjadi lebih
efisien. Rahasia dari teknologi yang mereka miliki selalu dipegang
karena merupakan sumber daya saing. Sampai dengan abad
pertengahan, pola perdagangan dunia tidak berubah dan negara-
negara yang menguasai produksi barang yang unik hampir tidak
pernah berubah.

Apa yang dipelajari oleh Adam Smith tentang persaingan
dalam sejarah perdagangan dunia memberikan pelajaran penting
bahwa efisiensi produksi yang berasal dari tingginya produktivitas

adalah segalanya dalam berdagang. Oleh sebab itu, menurutnya dua
negara akan berdagang jika ke
dua negara tersebut memiliki
negara akan berdagang jika ke dua negara tersebut memiliki
keunggulan absolut atas produksi
keunggulan absolut atas produksi barang-barang. Pada masa pra
barang-barang
sejarah, apa yang dihasilkan oleh suatu bangsa dan dapat dijual


dengan bangsa lain merupakan produk yang unik dan disukai oleh

pembelinya. Keunikan itu yang mendorong bangsa-bangsa kuno


melakukan spesialisasi dalam produksi. Mesir mengandalkan papirus,

gandum, minuman anggur, dan selai. Yunani mengandalkan minyak

zaitun dan kain, Persia mengandalkan gandum dan rempah-rempah,


India mengandalkan rempah-rempah dan besi, Tiongkok

mengandalkan sutra dan keramik, dan Srivijaya mengandalkan emas

dan rempah-rempah. Dari semua yang dijual dalam perdagangan


dunia tampak bahwa tiap-tiap negara membentuk spesialisasi sebagai

indikator daya saingnya. Dari sini tampak bahwa teori keunggulan

absolut ada benarnya dalam menjelaskan fenomena perdagangan


dunia.
Sampai dengan abad ke 17, teori Adam Smith dapat
secara perlahan telah terjadi
tren selama berabad-abad bahwa menjelaskan fenomena yang terjadi dalam perdagangan dunia.
negara-negara yang telah
Namun demikian, secara perlahan telah terjadi tren selama berabad-
memiliki keunggulan absolut
berupaya untuk juga mengungguli abad bahwa negara-negara yang telah memiliki keunggulan absolut
daya saing negara-negara lain
berupaya untuk mengungguli daya saing negara-negara lain dengan
dengan membuat barang yang
membuat barang yang serupa. Hanya saja, upaya ini masih belum
serupa
mengubah peta perdagangan dunia dengan keunggulan absolutnya










Sebisanya rahasia dari teknologi
yang mereka miliki selalu
dipegang karena itu adalah
sumber daya saingnya





Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

karena dirasa tidak terlalu signifikan hasilnya. Semenjak revolusi


industri, teori keunggulan absolut tersebut mulai pudar seiring
dengan terciptanya teknologi baru yang dapat membuat barang-
barang serupa dengan harga yang lebih murah. Teknologi baru
mengurangi penggunaan buruh sehingga upah buruh menjadi lebih
murah. Murahnya upah buruh menjadikan ongkos produksi dapat
ditekan sehingga membuat harga barang menjadi lebih murah
daripada harga barang dari pesaingnya. Dalam hal ini, produktivitas
sudah tidak lagi menjadi isu yang penting.
David Ricardo melihat fenomena
David Ricardo melihat fenomena ini yang tidak sinkron dengan
ini yang tidak sinkron dengan teori
teori keunggulan absolut. Kemudian Ricardo sedikit memodifikasi
keunggulan absolut

teori Adam Smith dengan sebuah pertanyaan, bisakah terjadi
Meskipun satu negara memiliki
perdagangan di dua negara jika satu negara memiliki semua
keunggulan absolut atas semua
keunggulan absolutnya? Jawabannya adalah bisa mengingat di dunia
produksi barang namun
perbedaan dasar tukar kedua
empiris hal itu telah terjadi. Modifikasi Ricardo terhadap teori
barang yang diproduksi di kedua
keunggulan absolut adalah pada perbedaan harga domestik tiap-tiap
negaralah yang tetap memicu
perdagangan internasional teori barang. Meskipun satu negara memiliki keunggulan absolut atas
ini disebut teori keunggulan
semua produksi barang namun perbedaan dasar tukar kedua barang
komparatif
yang diproduksi di kedua negaralah yang tetap memicu perdagangan

internasional. Teori ini disebut teori keunggulan komparatif.


Setelah itu, teori keunggulan komparatif mendominasi analisis

perdagangan dunia. Tampaknya, teori ini sesuai dengan fenomena
Hanya saja ada satu keraguan
dari teori ini yaitu asumsi
perdagangan dunia. Hanya saja ada satu keraguan dari teori ini, yaitu
penggunaan 1 input untuk
asumsi penggunaan 1 input untuk memproduksi dua barang yang
memproduksi dua barang yang
diperdagangkan. Upaya memodifikasi teori keunggulan komparatif
diperdagangkan

dengan memasukkan satu input baru, yaitu kapital, tidak terlalu

berhasil karena menyesuaikan dengan konsekwensi spesialisasi

penuh. Satu-satunya upaya perbaikan teori keunggulan komparatif


yang paling berhasil sebelum Heckscher Ohlin adalah tulisan John

Stuart Mill yang sedikit memperbaiki teori keunggulan komparatif

dengan menambah satu asumsi, yaitu dasar tukar antar kedua negara


adalah 1 berbanding 1. Hal ini menimbulkan konsekwensi teoritis jika

dasar tukar antara Poundsterling dan Dollar Amerika berubah maka

keunggulan komparatif dapat berubah.

Heckscher dan Ohlin bekerja sama membangun model
Heckscher dan Ohlin bekerja sama
keunggulan komparatif dengan dua input, tenaga kerja dan kapital.
membangun model keunggulan
komparatif dengan dua input,
Dengan mengompromikan konsekwensi spesialisasi penuh menjadi
tenaga kerja dan kapital
terspesialisasi sebagian akhirnya kedua guru dan murid tersebut

berhasil menyusun teori baru yang cukup revolusioner. Teori










Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

keunggulan komparatif telah diperbaiki menjadi teori yang modern


karena telah mencakup input penting lainnya, yaitu kapital. Apa yang
dijelaskan dalam model yang disusun oleh Heckscher-Ohlin
tampaknya sesuai dengan situasi perdagangan internasional saat itu
dimana banyak negara mulai melakukan strategi substitusi impor
sehingga asumsi terspesialisasi penuh sudah tidak dapat diterima lagi.
Konsekwensi dari teori H-O adalah pada sumber daya
Konsekwensi dari teori H-O adalah
saingnya. Keunggulan teknologi sudah tidak terlalu penting, tetapi
pada sumber daya saingnya.
Keunggulan teknologi sudah tidak keunggulan terhadap kepemilikan input menjadi lebih penting.
terlalu penting, tetapi keunggulan Negara dengan satu input yang lebih dominan terhadap input lainnya
terhadap kepemilikan input
menjadi sumber daya saing negara tersebut. Jika suatu negara
menjadi lebih penting

melimpah tenaga kerjanya, upah tenaga kerja lebih murah relatif

terhadap harga kapital. Negara tersebut akan fokus kepada

spesialisasi memproduksi barang-barang yang berteknologi padat


karya. Namun negara tersebut tidak jatuh ke spesialisasi penuh

karena juga memproduksi barang lain yang memerlukan teknologi

padat modal.


Karena ada perbedaan melimpahnya input sebagai sumber
Karena adanya perbedaan
perdagangan dan sumber daya saing, secara teori akan muncul
melimpahnya input sebagai
dinamisasi perdagangan karena perbedaan melimpahnya input akan
sumber perdagangan dan juga
sumber daya saing, secara teori
semakin berkurang. Pada negara yang melimpah tenaga kerjanya,
akan muncul dinamisasi
upah buruh murah dan harga kapital mahal, maka permintaan akan
perdagangan karena perbedaan
melimpahnya input akan semakin buruh meningkat dan secara gradual akan meningkatkan upah buruh
berkurang
akibat eksploitasi buruh yang terus menerus. Begitu juga kejadiannya

dengan kapital. Penggunaan kapital di negara kaya kapital akan


semakin dieksploitasi mengakibatkan harga kapital menjadi semakin

mahal. Adanya pergerakan harga input unggulan yang makin

menyebabkan daya saing negara akan terkikis sampai akhirnya tak


ada lagi daya saing pada negara-negara yang berdagang. Kesimpulan

seperti ini dibantah oleh Stolper dan Samuelson. Bahwa terjadinya

dinamisasi perdagangan memang mengakibatkan harga dua input


bergerak menuju kepada penyamaan harga, tetapi tidak akan pernah

sampai. Berarti perdagangan masih ada dan daya saing tetap menjadi


titik sentral perusahaan untuk bertahan.
Teori Heckscher-Ohlin amat berpengaruh terhadap strategi
Teori Heckscher-Ohlin amat
negara dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya
berpengaruh terhadap strategi
negara dalam mempertahankan
saing negara. Fokus pada pengembangan produksi yang didukung
atau bahkan meningkatkan daya
oleh melimpahnya input untuk menjadikan sebuah produk unggulan
saing negara
membuat teori H-O sangat sering dipakai untuk pembenaran atas








Desember 2014

PKRB | BKF

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

strategi substitusi impor ataupun promosi ekspor. Tentunya strategi


ini membutuhkan perbaikan daya saing agar strategi substitusi impor
maupun promosi ekspor menjadi sukses. Dengan fokus kepada
penggunaan input yang melimpah, diharapkan daya saing menjadi
meningkat.
Perkembangan selanjutnya adalah mulai munculnya
Perkembangan selanjutnya
adalah mulai munculnya
fenomena multinational corporation (perusahaan multi nasional atau
fenomena multinational
MNC) yang mulai mencari daerah investasi baru di luar negaranya.
corporation (perusahaan multi
nasional atau MNC) yang mulai
Mulai saat itu, prediksi model H-O atas perdagangan menjadi kabur.
mencari daerah investasi baru di
MNC banyak mencari negara dengan buruh murah meskipun
luar negaranya
produknya kaya kapital. Dengan demikian, keunikan produksi yang


dulu dimiliki suatu negara tidak lagi bisa dideteksi. Negara-negara

berlomba-lomba menjual daya saingnya melalui buruh murah. Kapital

kemudian dapat bergerak dengan mudah ke luar negara.


Konsekwensi dari fenomena ini amat jelas, penggunaan model H-O

sebagai dasar analisis daya saing dalam perdagangan dunia menjadi

kehilangan gregetnya. Semenjak itu analisis daya saing kehilangan


pijakan teori yang mendukung. Apalagi fenomena perdagangan intra

industri makin marak dan membuat makin aneh jika ditinjau dari teori

perdagangan klasik. Perdagangan intra industri adalah dua negara


mengekspor dan mengimpor barang yang sama. Eropa mengekspor

mobil ke Amerika Serikat dan mengimpor mobil dari Amerika Serikat.


Semakin lama, model Heckscher-Ohlin menjadi berkurang daya

aplikasinya dalam perdagangan internasional.

MacDonald dan Markusen (1985) memandang telah terjadi
MacDonald dan Markusen (1985)
memandang telah terjadi
perubahan mendasar dari pola perdagangan dunia. Berdasarkan
perubahan mendasar dari pola
model yang dikembangkan diketahui bahwa fenomena perdagangan
perdagangan dunia
dunia telah berubah tidak lagi bisa dijejaki pola keunggulan


komparatifnya. Bahkan mereka mengatakan ada benarnya jika pola

perdagangan yang baru mengikuti alur pemikiran keunggulan absolut.

Hal ini berarti telah terjadi perubahan besar dalam pola investasi


antar negara dimana penguasaan teknologi sebagai sumber efisiensi

menjadi penting kembali.

Michael E. Porter (1990) mengajukan teori baru untuk daya
Michael E Porter (1990)
mengajukan teori baru untuk daya saing dalam perdagangan internasional. Pada awalnya Porter hanya
saing dalam perdagangan
melihat bagaimana daya saing perusahaan dapat dibangun dalam
internasionalIa melihat
menghadapi persaingan saat itu. Ia melihat kesuksesan perusahaan-
kesuksesan perusahaan-
perusahaan Jepang dalam
perusahaan Jepang dalam perdagangan dunia dimana mereka tidak
perdagangan dunia dimana
mengembangkan lagi produk spesifiknya tetapi lebih meniru barang-





Desember 2014

PKRB | BKF

10

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

barang yang telah ada namun dapat membuat produk yang lebih baik
dan lebih murah. Mulaibarang-barang elektronik sampai mobil
buatan Jepang mulai mendominasi dunia. Porter melihat bahwa
paradigma the advantage of the first mover tidak berlaku pada
produk Jepang. Mengapa produk-produk Jepang begitu kompetitif?
Apa yang dipelajari oleh Porter adalah adanya sinergi antara
pemerintah Jepang dan pengusaha-pengusahanya yang membentuk
Japan Incorporated. Di sini Porter menyadari bahwa keberhasilan
Jepang tidak saja keberhasilan perusahaan-perusahaannya yang
agresif tapi juga didukung oleh pemerintah. Menyadari hal itu, Porter
mulai mencari akar masalah dan faktor-faktor yang menjadikan
Jepang menjadi digdaya produknya. Ternyata tidak hanya Jepang,
Korea Selatan juga mengikuti jalur yang sama. Lebih jauh lagi, Porter
melihat bahwa pola mencari peningkatan daya saing untuk sukses di
perdagangan internasional juga terjadi di negara-negara lain. Porter
mengamati negara-negara di Amerika, Eropa Barat, dan Asia
khususnya Jepang dan Korea Selatan.
Menurut Porter, terdapat sinergi
Menurut Porter, terdapat sinergi antara pemerintah dan dunia
antara pemerintah dan dunia
usaha dalam mengingkatkan daya saing negara dalam perdagangan
usaha dalam mengingkatkan daya
saing negara dalam perdagangan internasional. Sinergi tersebut amat membantu untuk mendukung
internasional
eleman-elemen penting yang membentuk keunggulan kompetitif.
Terdapat empat pilar dalam membentuk daya saing negara. Pertama
adalah kondisi faktor produksi. Kedua adalah kondisi permintaan
domestik. Ketiga adalah industri terkait dan dan pendukungnya.
Keempat adalah perilaku-perilaku perusahaannya. Berikut interaksi
keempat elemen penting tersebut dalam sebuah gambar.
mereka tidak mengembangkan
produk spesifiknya tetapi malah
meniru barang-barang yang telah
ada tetapi dapat membuat lebih
baik dan lebih murah
















Perilaku Perusahaan
(struktur perusahaan, strategi, dan
rivalitas)

me

Pe
Kondisi Faktor
Produksi

rin

Kondisi permintaan
domestik

tah

Industri Terkait dan Pendukungnya


Desember 2014

PKRB | BKF

11

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Diagram 2.1
Interaksi Elemen Pembentuk Keunggulan Kompetitif
Pemerintah memberikan
Diagram tersebut menunjukkan bahwa interaksi dari keempat elemen
lingkungan yang kondusif agar
tersebut keterkaitannya didukung oleh pemerintah. Pemerintah
keempat elemen tersebut dapat
memberikan lingkungan yang kondusif agar keempat elemen tersebut
bekerja optimal membentuk dan
membangun daya saing negara dapat bekerja secara optimal membentuk dan membangun daya

saing negara. Berikut adalah uraian tiap elemen.




Kondisi faktor produksi:

1. Semua sumber daya harus meminkan peranan yang penting


dalam mendapatkan keunggulan kompetitif

2. Faktor produksi senantiasa ditingkatkan kualitasnya dan bisa

menjadi lebih terspesialisasi untuk industri.


3. Faktor produksi meliputi sumber daya manusia, sumber daya

fisik, sumber daya pengetahuan yang disediakan oleh

perguruan tinggi, laboratorium riset, dan asosiasi dagang,


serta sumber daya kapital dan infrastruktur.

4. Faktor produksi juga harus mempunyai kualitas tinggi dengan

biaya murah dan bersifat unik agar perusahaan dapat


menghasilkan keunggulan kompetitif.

5. Keunggulan kompetitif tergantung bagaimana faktor-faktor

produksi disebarkan secara efektif dan efisien.


6. Faktor produksi tingkat tinggi seperti tersedianya institut riset,

karyawan berpendidikan tinggi dan lainnya menjadi faktor

penting dalam membentuk keunggulan kompetitif.


7. Keunggulan kompetitif dapat terus berlangsung tergantung

dari kesinambungan ketersediaan faktor produksi berkualitas


tinggi dan juga selalu ditingkatkan kualitasnya.

8. Selalu membuat inovasi baru agar dapat mengatasi

kekurangan karena tidak tersedianya faktor produksi yang


khusus.



Kondisi permintaan domestik:


1. Memiliki pembeli yang beragam.

2. Adanya tekanan dari pelanggan untuk selalu melakukan

inovasi.


3. Ukuran permintaan cukup besar dan dapat terlihat dengan

jelas.

4. Memiliki segmen konsumen yang berlapis.

Desember 2014

PKRB | BKF

12

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA















































Hubungan keempat elemen


tersebut disebut sebagai model
berlian dari Porter

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

5.
6.
7.
8.
9.

Para pembeli yang berselera tinggi dan penuntut.


Dapat mengantisipasi kebutuhan pembeli.
Besarnya jumlah pembeli independen.
Tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang tinggi.
Pasar cepat jenuh sehingga memerlukan inovasi untuk
membuat pasar segar kembali.
10. Produk domestik harus berkualitas internasional.
11. Adanya pembeli yang mobile.

Industri terkait dan pendukungnya:
1. Adanya akses yang efisien ke input.
2. Selalu ada koordinasi yang tak putus.
3. Menolong proses inovasi dan peningkatan (upgrading)
berdasarkan pada pertukaran litbang, informasi, dan ide.
4. Membawa kepada industri yang kompetitif.
5. Mendorong permintaan untuk produk-produk pendukung.
6. Memaksakan keunggulan kompetitif untuk industri-industri
yang terkait.

Struktur perusahaan, strategi, dan rivalitas
1. Penerapan manajemen dan bentuk organisasi yang disukai
harus sesuai dengan tujuan utama menuju keunggulan
kompetitif termasuk melakukan pelatihan, orientasi pimpinan
perusahaan, gaya manajemen, insentif inisiatif individu, dan
kemampuan melakukan koordinasi termasuk mau
dikoordinasi.
2. Berperilaku baik pada dalam berkomunikasi, selalu mau
belajar, dan meningkatkan kemampuan berbahasa.
3. Perusahaan harus memiliki tujuan, struktur kepemilikan yang
membanggakan bangsa, dan selalu berkomitmen dengan visi
nasional.
4. Selalu terdapat rivalitas domestik dalam harga, litbang,
inovasi, teknologi, emosional, dan juga personal.
5. Selalu mendukung diadakannya formasi bisnis yang baru.

Hubungan keempat elemen tersebut dikenal sebagai model
berlian dari Porter. Keempat elemen tersebut disokong oleh
pemerintah dalam rangka menghasilkan keunggulan kompetitif yang
diinginkan. Peran pemerintah adalah mempengaruhi ke empat

PKRB | BKF

13

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

elemen penting tersebut secara positif termasuk memfasilitasi


pembentukan keunggulan kompetitif di suatu industri. Bagi Porter,
kerja sama pemerintah dan elemen-elemen berlian tersebut telah
terbukti menghasilkan negara-negara baru dengan daya saing tinggi.
Namun demikian, kelemahan-kelemahan dari teori ini perlu
mendapat perhatian. Dari ulasan Porter, teori yang ia bangun dapat
digunakan untuk berbagai kasus yang ia tampilkan. Namun, Rugman
(1992) menyanggah apa yang terjadi di Kanada dapat dijelaskan oleh
teori berlian dari Porter. Demikian juga dengan Oz (2000) yang
meneliti Turki. Pemerintah di kedua negara terebut tidak bertindak
seperti yang Porter sarankan, tetapi hasilnya tetap sama. Hal ini
berarti, Porter terlalu percaya diri terhadap kebenaran teorinya. Di
samping itu, kritik utama terhadap teori Porter adalah modelnya
mirip dengan sebuah bagan strategi dalam sebuah perusahaan
sehingga mengabaikan heterogenitas penduduk yang sangat mungkin
tidak bekerja sesuai dengan apa yang difikirkan oleh Porter.

2.2. KAJIAN PUSTAKA

Global Economics Forum (Schwab, 2013)1 menyatakan bahwa
Global Economics Forum (Schwab,
2013) menyatakan bahwa daya
daya saing dipengaruhi oleh 12 pilar yang meliputi factor-driven
saing dipengaruhi oleh 12 pilar
economies (Institutions, Infrastructure, Macroeconomic environment,
yang meliputi factor-driven
economies, factor-efficiency
Health and primary), factor-efficiency economies (Higher education
economies, innovation-driven
and Training, Goods market efficiency, Labor market efficiency,
economies
Financial market development, Technological readiness, Market size,


dan innovation-driven economies (Business sophistication,

Innovation). Ke-12 pilar tersebut menempatkan ranking daya saing

perekonomian suatu negara. Semakin tinggi ranking daya saing, maka

Tingginya produktivitas akan
sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh negara tersebut memiliki
menjadi penentu bagi
tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas akan menjadi
peningkatan kesejahteraan
penentu bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan tingkat
ekonomi dan tingkat
pengembalian investasi melalui
pengembalian
investasi
melalui
pertumbuhan
ekonomi
pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan. Peningkatan investasi akan meningkatkan
berkesinambungan
pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi tersebut pada


akhirnya memberikan pengembalian kepada investor. Semakin tinggi

pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula tingkat pengembalian












kritik utama terhadap Porter
adalah modelnya mirip dengan
sebuah bagan stratejik dalam
sebuah perusahaan sehingga
mengabaikan heterogenitas
penduduk yang sangat mungkin
tidak bekerja sesuai dengan apa
yang difikirkan oleh Porter





Schwab, Klaus., Xavier Sala-i-Martn, and Brge Brende. 2013. The Global Competitiveness Report 20132014.
Geneva: World Economic Forum.
Desember 2014




PKRB | BKF
14

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA




Konsep daya saing, yang
dikembangkan oleh Global
Economics Forum, melibatkan
komponen statis dan dinamis









Perkembangan investasi Korea
Selatan dalam pengembangan
teknologi dan innovasi tersebut
telah menempatkan produk
ekspor Korea Selatan dari produk
primer ke produk berteknologi
tinggi

Riset Kajian PKRB

investasi kepada investor. Dengan kata lain, perekonomian, yang


memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, cenderung tumbuh
lebih cepat dari waktu ke waktu.
Konsep daya saing, yang dikembangkan oleh Global Economics
Forum, melibatkan komponen statis dan dinamis. Daya saing dapat
disebabkan oleh kepemilikan sumber daya ekonomi tertentu yang
melimpah, sehingga perekonomian tersebut memiliki daya saing yang
relatif tinggi atas hasil produksi yang menggunakan sumber daya
ekonomi tersebut secara intensif. Selain itu, daya saing dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan. Penguasaan teknologi akan
membawa perekonomian tersebut memiliki daya saing tinggi. Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan inovasi telah menjadi faktor kunci di
balik keberhasilan ekonomi Korea Selatan. Dengan investasi yang
terus menerus dan besar-besaran dalam penelitian dan
pengembangan dan inovasi, Korea Selatan telah berhasil
membangun sistem inovasi unik yang mendukung pertumbuhan yang
berkelanjutan dari ekonomi Korea Selatan2. Perkembangan investasi
Korea Selatan dalam pengembangan teknologi dan inovasi tersebut
telah menempatkan produk ekspor Korea Selatan dari produk primer
ke produk berteknologi tinggi. Pada tahun 1980, ekspor utama Korea
Selatan adalah pakaian jadi (apparel), dan pada tahun 2007, ekspor
utama Korea Selatan adalah automobile.












Chung, Sungchul. 2010. Innovation, Competitiveness, and Growth: Korean Experiences. Paper for Annual
World Bank Conference on Development Economics 2010. Seoul: The Science and Technology Policy Institute
(STEPI).
Desember 2014




PKRB | BKF
15

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 2.1
Ranking Komoditas Ekspor Korea Selatan 1980, 1990, 2000 dan 2007

Sumber: Sungchul, 2010






Bangladesh melakukan penurunan
biaya produksi melalui
peningkatan produktivitas dengan
(i) perbaikan kondisi kerja
dibandingkan penurunan upah
pekerja, (ii) strategi perdagangan
internasional dilakukan dengan
membangun koalisi antara
pembeli internasional


Pengalaman Korea Selatan tersebut sedikit berbeda dengan
pengalaman negara Bangladesh. Saxena (2010)3 menyatakan bahwa
Bangladesh memiliki daya saing sektor tekstil yang disebabkan oleh
biaya produksi, kualitas produk, hubungan dengan pembeli, dan kerja
sama para pemangku kepentingan (pemerintah, pemilik usaha, dan
pekerja). Bangladesh melakukan penurunan biaya produksi melalui
peningkatan produktivitas dengan (i) perbaikan kondisi kerja
dibandingkan penurunan upah pekerja, (ii) strategi perdagangan
internasional dilakukan dengan membangun koalisi antara pembeli
internasional, LSM internasional, dan stakeholder di bidang tekstil.
Secara detail, rekomendasi pemangku kepentingan atas daya saing
tekstil Bangladesh adalah sebagai berikut:







Saxena, Sanchita Banerjee and Vronique Salze-Lozach. 2010. Competitiveness in the Garment and Textiles
Industry: Creating a supportive environment: A CASE STUDY OF BANGLADESH, OCCASIONAL PAPER, NO. 1, JULY
2010, Asia Foundation.
Desember 2014




PKRB | BKF
16

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 2.2
Faktor Penentu Daya Saing Bangladesh




Desember 2014

Sumber: Saxena, Sanchita Banerjee and Vronique Salze-Lozach, 2010


Selain perbedaan antar negara dalam pengalaman dalam
peningkatan daya saing, perbedaan sektor juga menjadikan

PKRB | BKF

17

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

perbedaan metode peningatan daya saing. Latruffe (2010)4


berpendapat daya saing sektor pertanian dan agri-food perlu
ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan
dan yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan
sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim.
Perubahan curah hujan dapat menyebabkan kegagalan panen.
Demikian pula, hasil produk pertanian terkadang ditentukan oleh
selera atau rasa sehingga keberadaan lokasi tempat tumbuh
memberikan rasa khas pada hasil pertanian. Oleh karena itu,
penelitian daya saing sektor pertanian menjadi sedikit berbeda
dengan penelitian daya saing sektor manufacturing.

Latruffe (2010) berpendapat daya


saing sektor pertanian dan agri-
food perlu ditentukan oleh faktor-
faktor yang dapat dikontrol oleh
perusahaan dan faktor-faktor
yang tidak dapat dikontrol oleh
perusahaan

Sumber: Latruffe, L. (2010),

penelitian daya saing sektor


pertanian perlu memberhatikan
dan mempertimbangkan

Patokan pengukuran daya saing
adalah konsep yang relatif


Diagram 2.2
Framework Daya Saing Sektor Pertanian
Menurut Lutruffe (2010), penelitian daya saing sektor
pertanian perlu memperhatikan dan mempertimbangkan:
1. Patokan pengukuran daya saing adalah konsep yang relatif.
Perusahaan harus dibandingkan dengan perusahaan sama
yang lain atau perbandingan antar Negara. Kennedy et-al
(1998)5 menjelaskan bahwa jika, misalnya, dua perusahaan

Latruffe, L. (2010), Competitiveness, Productivity and Efficiency in the Agricultural and Agri-Food Sectors, OECD
Food, Agriculture and Fisheries Papers, No. 30, OECD Publishing.
5
Kennedy, P. Lynn., and R. Wes Harrison., and Mario A. Piedra. 1998. Analyzing Agribusiness Competitiveness:
The Case of the United States Sugar Industry. International Food and Agribusiness management Review, 1(2):
245-257
Desember 2014




PKRB | BKF
18

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA





Daya saing memiliki definisi yang


luas dan berubah tergantung
pada mazhab pemikiran dan
kedalaman penelitian














Pada sektor pertanian,
pengukuran tenaga kerja
pertanian yang tidak dibayar
(tenaga kerja keluarga) perlu
mendapatkan perhatian khusus
karena hasil temuan menjadi
berbeda




Riset Kajian PKRB

melakukan penurunan biaya produksi, maka tak satu pun


perusahaan meningkatkan daya saing; peningkatan daya saing
terjadi ketika sebuah perusahaan menurunkan biaya relatif
dibandingkan dengan perusahaan pesaing.
2. Daya saing memiliki definisi yang luas dan berubah tergantung
pada mazhab pemikiran dan kedalaman penelitian. Penilaian
daya saing perlu dilakukan berdasarkan beberapa komponen.
Namun, hal ini tidak jarang ditemukan studi yang menghitung
hanya satu ukuran saja, seperti indeks ekspor saja, biaya
produksi saja, atau pertumbuhan produktivitas saja. Hasil yang
didapatkan menjadi berbeda dan tergantung dari komponen
yang diukur (Wijnands et al., 2008).6 Hal ini akan lebih baik
untuk mengukur beberapa komponen dan menggabungkan ke
dalam satu ukuran daya saing atau pengamatan cluster dalam
kelompok berdasarkan semua komponen (Carraresi, L. dan
Banterle, A., 2008; Wijnands et al., 2008)7, agar mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap tentang daya saing.
3. Pada sektor pertanian, pengukuran tenaga kerja pertanian
yang tidak dibayar (tenaga kerja keluarga) perlu mendapatkan
perhatian khusus karena hasil temuan menjadi berbeda
dengan memasukkan tenaga kerja keluarga atau tanpa
memasukan tenaga kerja keluarga (Cesaro et al., 2008)8.
Demikian pula, faktor intervensi pemerintah perlu
mendapatkan perhatian dan mempertimbangkan dengan
cermat. Hal ini didasarkan atas temuan beberapa penelitian
yang menunjukkan bahwa intervensi pemerintah akan
menghasilkan daya saing palsu atau tidak nyata (Siggel,
2006)9.

Wijnands, J., Bremmers, H., van der Meulen, B. and Poppe, K. (2008), "An economic and legal assessment of the
EU food industrys competitiveness", Agribusiness, Vol. 24, No. 4, pp. 417-439.
7
Carraresi, L. and Banterle, A. (2008), Measuring Competitiveness in the EU Market: A Comparison Between Food
Industry and Agriculture, paper presented at the 12th EAAE Congress, Gent, Belgium, 27-30 August.
8
Cesaro, L., Marongiu, S., Arfini, F., Donati, M. and Capelli, M. (2008), Cost of Production: Definition and Concept,
deliverable 1.1.2, FP7 project FACEPA (Farm Accountancy Cost Estimation and Policy Analysis of European
Agriculture), October.
9
Siggel, E. (2006), "International competitiveness and comparative advantage: A survey and a proposal for
measurement", Journal of Industry, Competition and Trade, Vol. 6, pp. 137-159.
Desember 2014




PKRB | BKF
19

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Farole (2010)10 mengajukan konsep awal bagaimana


Metode yang dikembangkan oleh
melakukan diagnostik terhadap export competitiveness. Metode
Farole ini membantu pengambil
keputusan dalam pengembangan yang dikembangkan oleh Farole ini membantu pengambil keputusan
daya saing produk tertentu
dalam pengembangan daya saing produk tertentu. Diagnosa pertama

adalah apakah tantangan utama ekspor (pertumbuhan, diversifikasi,
Diagnosa pertama adalah apakah
kualitas) terjadi pada margin intensif atau margin ekstentif? Jika
tantangan utama ekspor
(pertumbuhan, diversifikasi,
diagnosa berarah ke margin intensif, maka masalah yang timbul
kualitas) terjadi pada margin
adalah pendalaman hubungan perdagangan atau kelangsungan
intensif atau margin ekstentif
ekspor? Jika diagnosa menuju ke margin ekstensif, masalah yang


timbul adalah pasar baru atau produk baru? Jika diagnosa berada

pada pendalaman, apakah itu bermasalah dengan produk atau pasar?

Jika diagnosa mengarah kepada kelangsungan ekspor, apakah sektor


itu mendukung keunggulan komparatif atau menentang keunggulan
komparatif? Jika diagnosa comparative-advantage, masalah yang
mendukung itu adalah produk tertentu atau pasar spesifik? Jika yang
bermasalah adalah produk, maka masalah kualitas atau biaya? Jika
masalah kualitas, apakah itu bermasalah dengan inovasi atau dengan
standar dan sertifikasi? Apakah peran keterampilan dan lembaga?
Jika biaya, masalah timbul adalah masalah tenaga kerja dan
produktivitas atau input (komponen dan peralatan modal) dan Jasa
pendukung (biaya dan kualitas utilitas, Layanan Bisnis, industri
infrastruktur, dll.)? Jika masalah bersumber dari pasar, maka masalah
yang timbul terfokus pada akses pasar, fasilitasi transportasi
perdagangan atau kebijakan promosi perdagangan proaktif? Jika
akses pasar, maka masalah yang muncul adalah tarif atau hambatan
non-tariff? Jika fasilitasi transportasi dan perdagangan, maka masalah
yang ada menjadi lokasi, transportasi dan logistik pasar/Jasa, atau
isu-isu Bea dan border-related? Jika proaktif promosi perdagangan,
fokus masalah berada pada kebijakan di atau administrasi.


10

Farole, Thomas, Jos Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010. Analyzing trade competitiveness: A diagnostics
approach. Policy Research Working Paper 5329. The World Bank Poverty Reduction and Economic Management
Network International Trade Department.
Desember 2014




PKRB | BKF
20

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB


Sumber: Farole, Thomas, Jos Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010
Diagram 2.3
Framework Dignostik Daya Saing
Dengan menggunakan data
Dengan menggunakan data makro, Farole (2010) melakukan
makro, Farole (2010) melakukan
pengujian faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor (yang diukur
pengujian faktor yang
mempengaruhi daya saing ekspor dari proporsi ekspor terhadap GDP) untuk sektor pertanian dan
(yang diukur dari proporsi ekspor
manufacturing dengan mendasarkan metode diagnostik dengan
terhadap GDP) untuk sektor
ditambahkan variabel kontrol seperti pendapatan per kapita, dan
pertanian dan manufacturing
populasi. Model regresi yang digunakan adalah OLS. Hal tersebut
dengan mendasarkan metode
diagnostik dengan ditambahkan
dilakukan untuk mengukur korelasi dan hubungan sebab akibat saja,
variabel kontrol seperti
dan bukan untuk mengukur besaran koefisien masing-masing faktor.
pendapatan per kapita, dan
populasi
Ekspor manufaktur dan pertanian dipengaruhi oleh kualitas
infrastruktur trade-related. Ekspor manufaktur secara signifikan
dipengaruhi oleh lingkungan micro-regulatory dan pelayanan
pendukung utama, sedangkan untuk ekspor pertanian, kebijakan
perdagangan yang lebih penting dibandingkan faktor lainnya.
Pengujian model ini menjadi pelengkap bagi test diagnostik daya
saing ekspor suatu komoditas.



Desember 2014

PKRB | BKF

21

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 2.3
Regresi Model Produktivitas Manufakturing dan Pertanian


Sumber: Farole, Thomas, Jos Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010.
Pengujian faktor penentu
Pengujian faktor penentu terhadap daya saing mempunyai
terhadap daya saing mempunyai
banyak variasi dan tergantung kepada tujuan dan definisi daya saing
banyak variasi dan tergantung
yang yang akan diukur lvarez (2009)11 melakukan Pengujian faktor
kepada tujuan dan definisi daya
saing yang yang akan diukur
penentu terhadap daya saing ekspor manufacturing. Hipotesa yang
digunakan daya saing ekspor manufacturung dipengaruhi oleh foreign
direct investment masuk, foreign direct investment keluar, prosentasi
ekspor dan impor barang dan jasa terhadap GDP, pembayaran loyalty
dan fee, pengeluaran penelitian dan pengembangan, dan jumlah
patent. Model yang digunakan:


11

lvarez, Isabel., Raquel Marn, and Georgina Maldonado. 2009. Internal and External Factors of Competitiveness
in The Middle-income Countries. WP08/09. The General Direction of Planning and Evaluation of the Development
Policies (DGPOLDE) of the Spanish Ministry of Foreign Affairs and Cooperation (MAEC).
Desember 2014




PKRB | BKF
22

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Hasil regresi ditunjukkan sebagai berikut:


Tabel 2.4
Regresi Model Produktivitas dan Patent


Sumber: lvarez, Isabel., Raquel Marn, and Georgina Maldonado,
2009.
Penelitian daya saing yang
Penelitian daya saing yang Delgado et-al (2012)12
Delgado et-al (2012)
menggunakan definisi daya saing adalah output per usia kerja.
menggunakan definisi daya saing
Delgado, et-al mengasumsikan bahwa daya saing tenaga kerja
adalah output per usia kerja

didukung oleh kualitas infrastruktur lembaga sosial dan politik,

kebijakan moneter dan fiskal, dan lingkungan ekonomi mikro.

Lingkungan ekonomi mikro terdiri dari kualitas lingkungan bisnis,


pembangunan cluster, dan kecanggihan strategi dan operasional

perusahaan. Infrastruktur lembaga sosial dan politik (SIPI) meliputi


kesehatan dan pendidikan dasar, kualitas lembaga politik, dan aturan

hukum. Studi, yang menunjukan pengaruh intrastuktur lembaga

sosial dan politik mempengaruhi produktivitas jangka panjang, dan


pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran, dilakukan antara

lain oleh Glaeser et al (2004).13 Selain infrastuktur, daya saing

ekonomi makro juga ditentukan oleh kebijakan moneter dan fiskal


(MFP), yang meliputi kebijakan fiskal dan utang, dan pengelolaan

12

Delgado, Mercedes., Christian Ketels, Michael E. Porter, and Scott Stern. 2012. The Determinants of National
Competitivesness. Working Paper 18249. Cambridge, MA: National Buueau of Economics Research.
13
Glaeser, E., R. La Porta, F. Lopez-de-Silanes, and A. Shleifer. 2004. Do Institutions Causen Growth?, Journal of
Economic Growth 9(3), 271-303.
Desember 2014




PKRB | BKF
23

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Pengaruh produktivitas terhadap
peran kebijakan ekonomi mikro,
struktur dan praktek nasional dan
kinerja ekonomi regional telah
dibuktikan oleh Bloom et al
(2009). Freeman dan Shaw (2009),
dan Delgado , Porter , dan Stern
(2010)

Riset Kajian PKRB

inflasi untuk jangka pendek dan menengah (Fischer, 1993)14. Penentu


daya saing ekonomi mikro sangat berbeda. Daya saing ekonomi mikro
difokuskan pada atribut tertentu lingkungan bisnis nasional (seperti:
apakah regulasi bisnis meningkatkan atau menghambat investasi dan
pertumbuhan); organisasi dan struktur kegiatan ekonomi (seperti:
tingkat persaingan lokal dan sejauh mana spillovers aglomerasi dari
pengembangan klaster); dan penggunaan praktek kecanggihan
manajemen bisnis (seperti: apakah perusahaan menggunakan upah
insentif). Pengaruh produktivitas terhadap peran kebijakan ekonomi
mikro, struktur dan praktek nasional dan kinerja ekonomi regional
telah dibuktikan oleh Bloom et al (2009). Freeman dan Shaw (2009),
dan Delgado, Porter, dan Stern (2010).15


Diagram 2.4
Framework Daya Saing Ekonomi Makro dan Mikro
Regresi tersebut menunjukkan
Dengan mengunakan data dari 130 negara selama periode 2001-
bahwa faktor SIPI signifikan. Pada
2008, Delgado melakukan pengujian beberapa model. Empat model
model kedua, produktivitas diukur
yang diuji adalah pertama, pengaruh MICRO, SIPI, dan MFP terhadap
proporsi neraca perdagangan
terhadap GDP. Pada regresi kedua produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan tenaga kerja per jam.
ini, faktor MFP signifikan
Regresi tersebut menunjukkan bahwa faktor SIPI signifikan. Pada
Dibandingkan dengan model
model kedua, produktivitas diukur proporsi neraca perdagangan
regresi ketiga di mana
produktivitas didekati dengan
terhadap GDP. Pada regresi kedua ini, faktor MFP signifikan.
ekspor manafuring per kapita,
faktor MICRO dan MFP signifikan, Dibandingkan dengan model regresi ketiga di mana produktivitas
seangkan faktor SIPI tidak
didekati dengan ekspor manafuring per kapita, faktor MICRO dan

14
Fischer, S. 1993. The Role of Macroeconomic Factors in Growth, Journal of Monetary Economics 32
(3), 485-512.
15
Bloom, N. and Sadun, R. and Van Reenen, J. 2009. The Organization of Firms across Countries, CEP
Discussion Papers, 937. Centre for Economic Performance, London School of Economics and Political
Science, London, UK; dan Delgado M., M.E. Porter, and S. Stern. 2010. Clusters and Entrepreneurship,
Journal of Economic Geography 10 (4), 495-518.
Desember 2014




PKRB | BKF
24

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
signifikan








Dalam penelitian World Bank,
lingkungan bisnis
berkesinambungan untuk sektor
manufacturing dapat dibagi
menjadi 3 cluster

Riset Kajian PKRB

MFP signifikan, sedangkan faktor SIPI tidak signifikan. Untuk


produktivitas yang diukur dengan proporsi ekspor teknologi tinggi
terhadap ekspor manufacturing, faktor MICRO signifikan. Oleh karena
itu, pengaruh ke tiga faktor tersebut dalam mempengaruhi
produktivitas tergantung pada definisi produktivitas yang
dipergunakan.
Dalam penelitian World Bank16, lingkungan bisnis
berkesinambungan untuk sektor manufacturing dapat dibagi menjadi
3 cluster. Cluster pertama adalah membuat barang murah melalui
biaya operasional rendah atau perbaikan produktivitas, sedangkan
cluster kedua adalah membuat barang baru melalui perbaikan
produktivitas, discovery, dan insentif inovasi. Cluster ketiga adalah
pengurangi biaya oportunitas melalui akses permodalan,
meminimkan risiko, dan pengelolaan nilai tukar.

Sumber: World Bank, 2012

Diagram 2.5
Framework Cluster Daya Saing Sektor Manufakturing


16

World Bank. 2012. Picking up the Pace: Reviving Growth in Indonesias Manufacturing Sector. Jakarta: World
Bank.
Desember 2014




PKRB | BKF
25

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Meskipun pertumbuhan ekonomi
masih relatif tinggi dalam
beberapa tahun terakhir, namun
terdapat kekhawatiran bahwa
sektor manufaktur Indonesia,
yang telah mengalami stagnasi
sejak krisis Asia, mencapai
"perangkap pendapatan
menengah "

Sumber: Farole, 2012.

Riset Kajian PKRB

Farole (2012)17 melakukan uji diagnistik terhadap daya saing


perdagangan negara Indonesia. Meskipun pertumbuhan ekonomi
masih relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun terdapat
kekhawatiran bahwa sektor manufaktur Indonesia, yang telah
mengalami stagnasi sejak krisis Asia, mencapai "perangkap
pendapatan menengah ". Jika hal itu benar, pertumbuhan ekonomi
jangka panjang, yang penting bagi penciptaan lapangan pekerjaan,
menjadi berrisiko dan sektor komoditas yang berkembang berpotensi
mudah menguap. Fanola melakukan uji diagnostik daya saing
Indonesia pada tiga subsektor manufaktur - pakaian, mebel kayu, dan
komponen otomotif. Selain untuk valuasi kondisi daya saing di
sektor manufaktur Indonesia, pengujian ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pilihan-pilihan kebijakan untuk meningkatkan daya
saing dan peningkatan kualitas produk manufaktur Indonesia.

Diagram 2.6
Framework Diagnostik Daya Saing Manufakturing Indonesia
Teknologi sektor manafakturing di
Kondisi sektor manufakturing di Indonesia berbeda. Teknologi
Indonesia relatif tidak
sektor manafakturing di Indonesia relatif tidak berkembang dibanding
berkembang dibanding negara
ASEAN lain, seperti Malaysia (Fall, negara ASEAN lain, seperti Malaysia (Fall, 2002). Hal ini berimplikasi
2002)
bahwa sektor manufakturing di Indonesia berrisiko dan cepat
berganti-ganti dalam jangka panjang. Sebagaimana ditunjukkan oleh
Fall bahwa sektor manufakturing di Indonesia mengandalkan primary

17

Farole, Thomas and Deborah Winkler. 2012. EXPORT COMPETITIVENESS IN INDONESIAS MANUFACTURING
SECTOR. Report for the World Bank study on the competitiveness manufacturing sector and is funded by Multi-
Partner Facility for Trade and Investment Climate. Jakarta: World Bank.
Desember 2014




PKRB | BKF
26

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

product dan resource based. Sektor manufakturing yang berbasis


teknologi tidak berkembang, dan sangat berbeda dengan
pengembangan sektor manufakturing di Malaysia.

Sumber: Farole, 2012.

Diagram 2.7
Perbandingan Teknologi Manufakturing Indonesia dan Malaysia, 1990 2010

Kebangkitan sektor manafakturing di Indonesia mulai nampak
Kebangkitan sektor
pada tahun 2008. Ke tiga subsektor manufakturing memiliki quality
manafakturing di Indonesia mulai
margin yang signifikan. Sektor apparel memiliki potensi
nampak pada tahun 2008

berkesinambungan (permintaan pasar yang besar), sedangkan sektor

furnitur memiliki potensi peningkatan produktivitas dan intensivikasi
Hal ini disebabkan oleh (Fall
penggunaan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh (Fall 2012):
2012): (i) dorongan kebangkitan
sektor manufakturing tradisional
(i) dorongan kebangkitan sektor manufakturing tradisional (pakaian,
(pakaian, furnitur, dan komponen
furnitur, dan komponen otomotif) yang mengandalkan upah tenaga
otomotif) yang mengandalkan
upah tenaga kerja murah bahkan kerja murah bahkan paling rendah di kawasan ASEAN, (ii) potensi
paling rendah di kawasan ASEAN, akses pasar ekonomi berdasarkan skala produksi yang besar dan
(ii) potensi akses pasar ekonomi
berkembangnya pasar domestik Indonesia dan pasar regional
berdasarkan skala produksi yang
besar dan berkembangnya pasar semakin terintegrasi. Kondisi tersebut tidak banyak dimiliki oleh
domestik Indonesia dan pasar
negara lain, sehingga peluang keberuntungan ini seharusnya dapat
regional semakin terintegrasi
segera dihidupkan dengan insentif peningkatan teknologi dan
penciptaan lapangan pekerjaan baru dalam sektor manufakturing di
Indonesia. Dalam jangka pendek, upah murah dapat dipertahankan
namun dalam jangka panjang tekanan atas kenaikkan upah akan
terjadi.






Desember 2014

PKRB | BKF

27

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 2.5
Rangkuman Diagnostik Apparel, Furnitur, dan Komponen Automotif

Sumber: Farole, 2012.


Oleh karena dalam jangka pendek
(ketika upah murah masih dapat
dipertahankan), pemerintah dan
sektor swasta Indonesia segera
mengambil tindakan mengambil
keuntungan dari kesempatan ini
















Selanjutnya Farole (2012)
menyarankan dalam jangka
menengah antara lain adalah
sektor manufakturing






Produktivitas yang diukur dari

Oleh karena dalam jangka pendek (ketika upah murah masih


dapat dipertahankan), pemerintah dan sektor swasta Indonesia
segera mengambil tindakan mengambil keuntungan dari kesempatan
ini (Lall, 2000)18: (i) sektor manufakturing memperluas keuntungan,
meningkatkan produktivitas dengan mengatasi kekakuan pasar
tenaga kerja dan meningkatkan akses terhadap pengembangan
keterampilan dan pelatihan, serta meningkatkan kualitas manajemen
perusahaan; (ii) meningkatkan non-harga faktor daya saing,
khususnya dengan isu-isu yang berkaitan dengan transportasi dan
fasilitasi perdagangan; (iii) memastikan lingkungan bisnis yang
mempromosikan investasi dan pertumbuhan perusahaan dengan
menurunkan hambatan untuk mengakses pembiayaan, mengatasi
hambatan peraturan yang mencegah ekspansi; (iv) meningkatkan
transparansi dan kredibilitas kebijakan, peraturan, dan lingkungan
pemerintahan dalam rangka untuk menurunkan risiko dan
memfasilitasi investasi sektor swasta.
Selanjutnya Farole (2012) menyarankan dalam jangka
menengah antara lain adalah sektor manufakturing: (i) lebih baik
memanfaatkan pasar domestik dan potensi untuk mengintegrasikan
ke dalam rantai nilai tambah daerah (Regional Value Chain);
(ii) meningkatkan lingkungan peraturan bisnis untuk mempromosikan
pasar domestik; dan (iii) meningkatkan hubungan antara perusahaan
domestik dan FDI, serta koordinasi antara perusahaan.
Untuk perbandingan produktivitas tenaga kerja Indonesia dan
ASEAN dibandingkan dengan negara Cina dan India, publikasi rutin


18

Lall, S. 2000. The Technological Structure and Performance of Developing Country Manufactured Exports, 1985-
1998, Working Paper, Q. E. House, University of Oxford.
Desember 2014




PKRB | BKF
28

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

ILO19 dapat menjelaskan hal tersebut. Produktivitas yang diukur dari


output per pekerja, produktivitas China mengalami peningkatan yang
dramatis dan telah mengungguli rata-rata produktivitas negara-
negara ASEAN. Produktivitas negara India masih berada di bawah
rata-rata produktivitas negara-negara ASEAN. Proktivitas negara
Korea Selatan menempati posisi paling tinggi dibandingkan Cina,
India, dan ASEAN. Dibandingkan dengan negara ASEAN lain,
produktivitas Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan Filipina,
Vietnam, Kamboja, Burma; dan relatif lebih rendah dibandingkan
Thailand, Malaysia, dan Singapore.
Tabel 2.6
Perbandingan Produktivitas Pekerja Indonesia, ASEAN dan Beberapa Negara Lain

output per pekerja, produktivitas


China mengalami peningkatan
yang dramatis dan telah
mengungguli rata-rata
produktivitas negara-negara
ASEAN

Sumber: ILO, 2008.




Dilihat dari produk yang dihasilkan, ASEAN dan Cina sangat
bergantung pada pasar di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.


19

ILO. 2008. Labour and Social Trends in ASEAN 2008: Driving Competitiveness and Prosperity with Decent Work.
Bangkok: International Labour Organization Regional Office for Asia and the Pacific.
Desember 2014




PKRB | BKF
29

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA







Komposisi produk yang diekspor
oleh ASEAN dan Cina saling
tumpang tindih









Sampai tahun 2007, barang-
barang yang tidak diproses
mendominasi komoditas ekspor
Indonesia, dan menunjukan tren
yang meningkat

Riset Kajian PKRB

Berdasarkan Yue (2003)20 menunjukkan tumpang tindih tumbuh di


ekspor manufaktur untuk pasar AS antara tahun 1990 2002, dengan
peningkatan kecanggihan teknologi ekspor Cina. Komposisi produk
yang diekspor oleh ASEAN dan Cina saling tumpang tindih. Struktur
ekspor Cina dan Indonesia menunjukkan 83,5 %, tumpang tindih,
diikuti oleh Thailand (76,1 %), Philippines (57,0 % ) dan Malaysia (54,5
%), dan Singapore ( 44,2 % ). Dengan peningkatan produktivitas
pekerja Cina, daya saing produk ASEAN semakin kalah bersaing. Bila
dikaitkan dengan perbandingan upah, produk Cina merupakan
pesaing utama produk ASEAN. Laporan UNCTAD21 menunjukkan
bahwa rata-rata upah pekerja Indonesia 2,2 kali lebih tinggi
dibandingkan rata-rata upah pekerja Cina, sedangkan rata-rata upah
pekerja Filipina (4,1), Malaysia (5,2), dan Singpore (23,4).
Sampai tahun 2007, barang-barang yang tidak diproses
mendominasi komoditas ekspor Indonesia, dan menunjukan tren
yang meningkat (WTO, 2008). Untuk barang ekspor yang semi-proses
justru mengalami penurunan sejak tahun 2002, dan terjadi sedikit
peningkatan pada tahun 2007. Barang ekspor yang telah diolah relatif
kecil dan cenderung menurun sejak tahun 2000. Untuk ekspor jasa,
Indonesia belum menunjukan kinerja yang konsisten. Pada tahun
2004 dan 2005, pangsa pasar ekspor jasa Indonesia menunjukkan
posisi yang rekatif tinggi, namun pangsa pasar ekspor jasa yang telah
dicapai menurun kembali.













20 Yue, Chia Siow. 2004. ASEAN-China Free Trade Area. Paper for presentation at the AEP Conference, Hong

Kong12-13 April 2004. Singapore Institute of International Affairs.


21
UNCTAD, 2002. Trade and Development Report 2003. Geneva: UNCTAD.

Desember 2014

PKRB | BKF

30

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

World Export Market Share (%)

Sumber: UNCom Trade, WTO, 2008.

Diagram 2.8
Pangsa Pasar Ekspor Indonesia Menurut Proses Pengolahan, 1997 2007
Dibandingkan dengan negara
Dibandingkan dengan negara lain, daya saing produk ekspor
lain, daya saing produk ekspor
Indonesia menunjukkan penurunan yang diindikasikan dari
Indonesia menunjukkan
penurunan yang diindikasikan dari penurunan proporsi ekspor terhadap GDP tahun 2004-2008 (EIU,
penurunan proporsi ekspor
2008). Posisi Indonesia berada di bawah Thailand dan Vietnam,
terhadap GDP tahun 2004-2008
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, dan berada di atas
Malaysia, Kamboja dan Filipina. Bila kinerja ekspor Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara Asia lainya, posisi Indonesia
berada di bawah Cina, India dan Bangladesh, dan berada di atas
Pakistan dan Srilangka. Berdasarkan laporan EIU, akibat penurunan
daya saing global, Indonesia mengalami penurunan proporsi ekspor
dan jasa terhadap GDP. Posisi Indonesia berada paling rendah
dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Desember 2014

PKRB | BKF

31

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Sumber: EIU, 2008.

Diagram 2.9
Perbandingan Kinerja Ekspor Indonesia Terhadap Negara Asia dan Beberapa Negara Lain, 2004
2008

Portfolio cluster ekspor Indonesia dapat ditunjukkan melalui

diagram empat kuadran (Porter, 2009, dan Molnr, 2008).22 Selama

kurun waktu 1997-2007, secara keseluruhan, kinerja ekspor Indonesia


mengalami penurunan daya saing. Industri, yang masih menunjukkan

daya saing dan memiliki pangsa pasar yang meningkat, ditunjukkan

oleh industri batu bara, produk pertanian, tembakau, dan produk


kehutanan. Untuk manufakturing, industri, yang berada di kuadrat
Produk ekspor Indonesia yang
kanan atas, adalah industri tekstil, plastik, dan apparel. Produk ekspor
mengalami penurunan pangsa
pasar meskipun masih memiliki
Indonesia yang mengalami penurunan pangsa pasar meskipun masih
daya saing
memiliki daya saing antara lain adalah furnitur, minyak dan gas,
produk perikanan.


22

Porter, Michael E. 2009. International Cluster Competitiveness Project. Institute for Strategy and
Competitiveness, Harvard Business School; Molnr, M. and M. Lesher. 2008. Recovery and Beyond: Enhancing
Competitiveness to Realise Indonesia's Trade Potential, OECD Trade Policy Papers, No. 82, OECD Publishing.

Desember 2014

PKRB | BKF

32

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Sumber: Porter, 2009, dan M. Lesher. 2008.


Diagram 2.10
Portfolio Cluster Ekspor Indonesia, 1997 2007
Tingginya daya saing dan
Tingginya daya saing dan peningkatan pangsa pasar produk-
peningkatan pangsa pasar
produk pertanian pada pasar global juga dibuktikan oleh Arifin (Arifin,
produk-produk pertanian pada
23
pasar global juga dibuktikan oleh 2013). Studi Arifin melakukan penelitian daya saing dan
Arifin
keberlanjutan beberapa komoditas pertanian di Indonesia, yaitu:

kopi, kakao, teh, jambu mete dan mangga. Studi yang dilakukan oleh

Arifin, menggunakan metode Revealed Comparative Advantage


(RCA), yang dilengkapi dengan wawancara mendalam dan diskusi
Hasil penelitian menunjukan
bahwa kopi dan teh memiliki daya dengan narasumber yang kompeten dan pemangku kepentingan.
saing medium, sedangkan kakao, Hasil penelitian menunjukan bahwa kopi dan teh memiliki daya saing
karet alam, dan jambu mete
medium, sedangkan kakao, karet alam, dan jambu mete memiliki
memiliki daya saing tinggi
daya saing tinggi. Kopi, yang memiliki pangsa pasar ke 4 terbesar


dunia, mempunyai nilai RCA=6.05 yang berarti bahwa tingkat daya

saing medium dan telah mendapat sertifikasi Starbucks Cafe, Utz

Certified, RF Alliance, dan organic. Untuk komoditas teh, teh


Indonesia, yang memberikan kontribusi 4% produksi dunia, memiliki


23

Arifin, Bustanul. 2013. On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian Agricultural Export
Commodities. ASEAN Journal of Economics, Management and Accounting 1 (1): 81-100 (June 2013).
Desember 2014




PKRB | BKF
33

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

nilai RCA=5,43. Kakao, yang merupakan produsen ke 3 dunia,


memiliki nilai RCA=14 yang berarti tinggi dan telah memiliki sertifikat
R.F Alliance, Utz. Certified, dan organic. Karet, yang memiliki tingkat
produksi nomer 2 setelah Thailand, memiliki nilai RCA=36,61 yang
bermakna sangat kompetitif. Jadi komoditas pertanian Indonesia
masih memiliki daya saing dan memerlukan rekomendasi kebijakan
untuk meningkatkan kinerja rantai nilai global di masa mendatang,
baik dari segi daya saing dan keberlanjutan produksi.
Tabel 2.7
Ringkasan Daya Saing Beberapa Produk Pertanian Indonesia

Jadi komoditas pertanian


Indonesia masih memiliki daya
saing dan memerlukan
rekomendasi kebijakan untuk
meningkatkan kinerja rantai nilai
global di masa mendatang

Sumber: Arifin, 2011.


Tingginya daya saing produk
pertanian juga ditunjukkan oleh
komoditas minyak kepala sawit
Indonesia meskipun mendapat
persaingan cukup ketat dari
minyak kelapa sawit Malaysia







Tingginya daya saing produk pertanian juga ditunjukkan oleh


komoditas minyak kepala sawit Indonesia meskipun mendapat
persaingan cukup ketat dari minyak kelapa sawit Malaysia. (Amzul,
2011).24 Indonesia dan Malaysia merupakan dua produsen utama
minyak kelapa sawit dunia. Pada pasar Cina, yang sensitif terhadap
harga, eksportir minyak kelapa sawit Indonesia lebih menguasa pasar
dibandingkan eksportir Malaysia, sedangkan pada pasar Belanda,
yang kurang sensitif terhadap harga, eksportir kelapa sawit Malaysia
sedkit lebih unggul dibandingkan dengan eksportir Indonesia. Pada
pasar Belanda, minyak kelapa sawit merupakan produk relatif baru


24 Amzul, Rifin. 2011. The Role of palm Oil Industry in Indonesia Economy and its Export Competitiveness.

Disertation. University of Tokyo.

Desember 2014

PKRB | BKF

34

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA








Produk Indonesia, yang memiliki
daya saing kuat dalam tingkat
global, adalah produk perikanan,
produk pertanian, furnitur, produk
kehutanan, apparel, dan
footwear

Riset Kajian PKRB

sehingga isu-isu non-pasar (seperti: isu lingkungan) lebih menonjol


dibandingkan isu harga minyak kelapa sawit. Untuk pasar India, yang
paling sensitif terhadap harga, eksportir minyak kelapa sawir
Indonesia kembali unggul dibandingkan eksportir Malaysia.
Pada laporan penelitian, yang dilakukan oleh Institute for
Strategy and Competitiveness, Harvard Business School (Porter,
2009), menunjukan cluster daya saing produk Indonesia pada tingkat
global. Produk Indonesia, yang memiliki daya saing kuat dalam tingkat
global, adalah produk perikanan, produk pertanian, furnitur, produk
kehutanan, apparel, dan footwear. Produk plastik, minyak dan gas,
logam, pertambangan batu bara, tembakau; dan perlengkapan,
peralatan, jasa bangunan merupakan produk eskpor yang masih
berdaya saing, sedangkan produk lainnya memiliki potensi untuk
dikembangkan agar memiliki daya saing di pasar global.

Sumber: Porter, Michael E. 2009.

Desember 2014

Diagram 2.11
Cluster Daya Saing Indonesia, 1997 2007
Farole (2012) merangkum kinerja ekspor Indonesia (1999-
2009) dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan Asia lainnya.
Kinerja ekspor tekstil dan furnitur Indonesia lebih banyak ditujukan
kepada pasar tradisional, namun sebagian pasar tradisional tersebut

PKRB | BKF

35

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

telah berkurang dengan munculnya produsen tekstil baru seperti


Vietnam, Bangladesh, dan Cina untuk tekstil; dan Cina, Polandia,
Malaysia untuk furnitur. Pengurangan pasar tradional ekspor tekstil
dan furnitur Indonesia masih lebih cepat dibandingkan pembukaan
pasar baru bagi produk tekstil dan furnitur Indonesia. Kinerja ekspor
komponen automotif menunjukan perkembangan yang sedikit lebih
baik dibandingkan dengan kinerja ekspor tekstil dan furnitur.
Pembukaan pasar baru untuk produk komponen automatif lebih
cepat dibandingkan penurunan permintaan di pasar tradisional.
Data ILO (2008) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan ASEAN yang disebabkan oleh peningkatan produktitas
tenaga kerja sektor industri ketimbang sektor pertanian dan jasa.
Produktivitas sektor pertanian, industri dan jasa di Indonesia berada
di bawah produktivitas ASEAN.
Tabel 2.8
Perbandingan Produktivitas Sektoral Indonesia, ASEAN dan Beberapa Negara Lain

Kinerja ekspor tekstil dan furnitur


Indonesia lebih banyak ditujukan
kepada pasar tradisional, namun
sebagian pasar tradisional
tersebut telah berkurang dengan
munculnya produsen tekstil baru
seperti Vietnam, Bangladesh, dan
Cina untuk tekstil; dan Cina,
Polandia, Malaysia untuk
furnitur

Sumber: ILO, 2008.




Selama 2000 2006, produktivitas
kapital relatif tidak berubah

Desember 2014

Untuk pembentukan kapital, produktitas yang didekati kapital


per pekerja untuk Indonesia berada di bawah rata-rata negara
ASEAN. Selama 2000 2006, produktivitas kapital relatif tidak
berubah. Negara Thailand dan Vietnam menunjukan peningkatan
produktitas kapital per pekerja.


PKRB | BKF

36

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 2.9
Perbandingan Produktivitas Kapital Indonesia, ASEAN, dan Beberapa Negara Lain

Sumber: ILO, 2008.



Dalam kinerja investasi, meskipun
Indonesia telah memberikan
perlindungan yang melebihi rata-
rata negara lain, kapital masuk ke
Indonesia termasuk kecil

Desember 2014

Dalam kinerja investasi, meskipun Indonesia telah


memberikan perlindungan yang melebihi rata-rata negara lain, kapital
masuk ke Indonesia termasuk kecil. Proporsi foreign direct
investment (FDI) terhadap GDP selama tahun 2003-2007 berada
tingkat 10% (UNCTAD, 2009). Dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lain, posisi Indonesia berada di bawah. Negara Malaysia,
Thailand, Filipina, Kambojo, Vietnam, dan Laos berada di atas
Indonesia. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa perlindungan
yang berlebihan terhadap investor belum cukup ketika tidak dimbangi
dengan perbaikan infrastruktur dan sarana pendukung lainnya.

PKRB | BKF

37

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Sumber: UNCTAD. World Investment Report, 2009.


Diagram 2.12
Perbandingan Daya Tarik Investasi Asing Indonesia Terhadap Beberapa Negara Lain, 2003 2007
Penurunan ekspor produk
Penurunan ekspor produk Indonesia juga diperburuk oleh
Indonesia juga diperburuk oleh
rendahnya inovasi dan perubahan teknologi yang ditunjukkan oleh
rendahnya inovasi dan perubahan
rendahnya hak patent yang didaftarkan. Berdasarkan laporan EIU
teknologi yang ditunjukkan oleh
rendahnya hak patent yang
(EIU, 2008). Dibandingkan dengan negara Thailand dan Malaysia,
didaftarkan
Indonesia berada di bawah baik dalam hal jumlah yang dipatentkan
dan juga perbandingan terhadap jumlah penduduk.

Sumber: USPTO, 2008; EIU, 2008.


Diagram 2.13
Perbandingan Patent Indonesia yand Didaftarkan Terhadap Negara Lain
Desember 2014

PKRB | BKF

38

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN



Pendekatan utama yang
Pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
digunakan dalam penelitian ini
pendekatan kuantitaif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang
adalah pendekatan kuantitaif dan
digunakan adalah analisis korelasi bivariat untuk mengindentifikasi
kualitatif

keterkaitan antara variabel produktivitas dengan daya saing; dan

analisis cluster untuk melihat posisi Indonesia dibandingkan negara

ASEAN lain dalam hal produktivitas dan daya saing. Sementara itu,


pendekatan kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu

teknik dekomposisi dengan stacked bar mengenai perkembangan


variabel penting produktivitas dan daya saing; serta analisis kualitatif

mengenai kajian kebijakan fiskal yang relevan untuk meningkatkan

daya saing Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.




3.1. ANALISIS KORELASI BIVARIAT




Korelasi bivariat adalah mengukur hubungan antara dua

variabel; mengukur kekuatan hubungan mereka dengan nilai yang
Korelasi bivariat adalah mengukur
berkisar dari nilai absolut 1 ke 0. Semakin kuat hubungan, semakin
hubungan antara dua variabel;
mengukur kekuatan hubungan
dekat nilai adalah 1. Hubungan bisa positif atau negatif. Jika
mereka dengan nilai yang berkisar
hubungannya positif maka peningkatan salah satu nilai variabel, maka
dari nilai absolut 1 ke 0
nilai variabel lain juga meningkat. Dalam hubungan negatif, sebagai
salah satu nilai meningkat, maka variabel yang lain menurun. Analisis
korelasi bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi korelasi antar dua variabel.
Model korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson.
Formula korelasi Pearson (r) adalah sebagai berikut


! !
dimana
SP
= Sum of Products
SS
= Sum of Squared Deviations
=

( )( )

! =

! =

Desember 2014

PKRB | BKF

39

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Data yang digunakan dalam analisis korelasi bivariate adalah


Dalam penelitian ini set variabel
data produktivitas dan daya saing Indonesia selama periode 2008
terdiri variate X atau disebut
25
variate produktivitas; dan variate 2011 . Dalam penelitian ini set variabel terdiri variate X atau disebut
Y atau disebut variate daya saing. variate produktivitas; dan variate Y atau disebut variate daya saing.
Sebanyak 6 variabel secara
Sebanyak 6 variabel secara komposit membentuk variate X, yang
komposit membentuk variate X
terdiri dari
X1 : Total Factor Productivity Index (2000 = 1)
X2 : Labor Productivity Index based on hour worked (2000 = 1)
X3 : Labor Productivity Index based on number employment
(2000 = 1)
X4 : Capital Productivity Index (2000 = 1)
X5 : Growth of Contribution of TFP on Output Growth (%)
X6 : Growht of Total Factor Productivity to Labor Productivity
Growth (%)
Sedangkan sebanyak total 65 variabel secara komposit
membentuk variate Yi, dimana i = 1, 2, , 5 berturut turut adalah sub
pilar infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan
perdagangan26. Variabel komposit yang membentuk masing-masing
variate Y adalah sebagai berikut
Tabel 3.1
Sub Pilar Daya Saing dan Komponennya
No
Sub Pilar



1. Infrastruktur
1 quality of overall infrastructures
2 quality of road
3 quality of railroad infrastructure
4 quality of port infrastrastructure
5 quality of air transport
6 quality of electrical supply



2. Logistik


25 Data mengenai Competitiveness adalah sampai dengan 2012/2013, sementara data produktivitas dari APO

terakhir adalah 2011.


26 Pada Global Competitiveness Indexes terdapat 12 sub pilar daya saing yaitu Institutions, Infrastructure,
Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market
Efficiency, Labor Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size,
Business Sophistication, dan Innovation. Oleh karena secara langsung tidak sesuai dengan 5 prioritas sub
pilar Kementerian Keuangan, maka perlu dilakukan reklasifikasi agar lebih mewakili kelima sub pilar
tersebut.
Desember 2014




PKRB | BKF
40

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18


Desember 2014

Riset Kajian PKRB

quality of overall infrastructures


quality of railroad infrastructure
quality of air transport
individual using internet
broadband internet subscription
internet bandwidth
local supplier quantity
local supplier quality
state of cluster development
value chain breadth
control of international distribution
capacity for innovation
capacity of scientific research institution
government procurement of advantage product

3. Investasi
property right
intellectual property protection
regular payment and bribes
efficiency of legal framework in settling disputes
government service for improve business
performance
quality of overall infrastructures
quality of electrical supply
gross national saving
country credit rating
extent of market dominance
extent and effect of taxation
total tax rate
procedure to start a business
days to start a business
business impact of rules of FDI
coorporation in labor employer relations
domestic market size index
foreign market size index

4. Usaha Kecil Menengah

PKRB | BKF

41

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

1 quality of overall infrastructures


government service for improve business
2 performance
3 quality of management school
4 availability of research and training service
5 intensity of local competition
6 procedure to start a business
7 availability of financial service
8 financing through local equity market
9 ease of access to loan
10 sound of banks
11 capacity for innovation



5. Perdagangan
1 quality of overall infrastructures
2 quality of road
3 quality of port infrastrastructure
4 Inflation
5 extent of market dominance
6 effectivenss of anti monopoly policy
7 prevalance of trade barriers
8 trade tariff
9 burden of custom procedures
10 domestic market size index
11 foreign market size index
12 local supplier quantity
13 local supplier quality
14 nature of competitive advantage
15 value chain breadth
16 control of international distribution

3.2. ANALISIS CLUSTER



Analisis cluster adalah teknik analisis untuk mengelompokkan
Analisis cluster adalah teknik
analisis untuk mengelompokkan
observasi berdasarkan kesamaan karakteristiknya (homogen)
observasi berdasarkan kesamaan
sehingga antar kelompok akan memiliki karakteristik yang berbeda-
karakteristiknya (homogen)
beda. Secara spesifik, analisis cluster akan mengelompokkan n
sehingga antar kelompok akan
memiliki karakteristik yang
individu ke dalam cluster berdasarkan sejumlah p variabel.
berbeda-beda
Pengelompokkan ini didasarkan pada besar kecilnya jarak, dimana

Desember 2014

PKRB | BKF

42

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA






Teknik yang digunakan untuk
menentukan jarak ini adalah
Euclidean Distance

Riset Kajian PKRB

semakin pendek jarak individu terhadap individu lain, maka semakin


besar kesamaan antar individu tersebut. Sehingga besar
kemungkinannya individu tersebut akan dimasukkan ke dalam
kelompok yang sama.
Teknik yang digunakan untuk menentukan jarak ini adalah
Euclidean Distance. Misalnya individu X dan Y masing-masing
memiliki variabel dengan dimensi p dapat dituliskan dalam bentuk
vektor x1 = [x1, x2, x3, , xp] dan vektor y1 = [y1, y2, y3, , yp]. Besarnya
Euclidean Distance dari X dan Y adalah sebagai berikut


!" =

! !

+ ! !

+ + ! !


Dimana
x1 adalah nilai variabel ke 1 untuk X
x2 adalah nilai variabel ke 2 untuk X
xp adalah nilai variabel ke p untuk X
y1 adalah nilai variabel ke 1 untuk Y
y2 adalah nilai variabel ke 2 untuk Y
yp adalah nilai variabel ke p untuk Y

Dalam bentuk vektor, Euclidean Distance dapat ditulis dengan persamaan
!" = ! ( )
Model analisis cluster dapat
Model analisis cluster dapat dibedakan menjadi dua jenis,
dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu Metode Hierarchial dan Metode Non Hierarchial.
yaitu Metode Hierarchial dan

Metode Non Hierarchial

1. Metode Hierarchial

Metede hierachial digunakan terutama pada kasus dimana
Metede hierachial digunakan
individu yang akan dikelompokkan jumlahnya sedikit serta
terutama pada kasus dimana
individu yang akan dikelompokkan
jumlah kelompok yang dikehendaki tidak diketahui. Teknik
jumlahnya sedikit serta jumlah
pengelompokkan disajikan dalam bentuk dendogram.
kelompok yang dikehendaki tidak
diketahui
Prosedur yang dilakukan dalam model hierachial dapat berupa

agglomerative (metode penggabungan) dan divisive (metode

pembagian).




Agglomerative

Prosedur ini mengelompokkan dua atau lebih individu yang
Prosedur ini mengelompokkan dua
atau lebih individu yang memiliki
memiliki jarak paling dekat. Selanjutnya dibuat kembali
jarak paling dekat

Desember 2014

PKRB | BKF

43

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA








Prosedur ini dimulai dengan
mengelompokkan dua individu
atau objek yang memiliki jarak
terjauh atau lebih menekankan
pada perbedaan








Prosedur ini berkebalikan dengan
complete linkage










Prosedur ini dilakukan dengan
cara meminimumkan rata-rata
jarak semua pasangan individu
yang berasal dari kelompok
terhadap kelompok lainnya

Riset Kajian PKRB

berdasarkan kesamaan antar kelompok (jarak antar kelompok


terdekat), sehingga terjadi penggabungan kelompok, dan
begitu seterusnya dilakukan prosedur yang sama. Jenis-jenis
prosedur yang ada di dalam agglomerative adalah

a. complete linkage
Prosedur ini dimulai dengan mengelompokkan dua
individu atau objek yang memiliki jarak terjauh atau lebih
menekankan pada perbedaan. Misalnya individu X dan Y
memiliki jarak (dxy) terjauh, maka dengan individu Z, harus
dicari maksimum XZ dan YZ atau

d(xy)z = Max (dxz, dyz)

b. single linkage
Prosedur ini berkebalikan dengan complete linkage,
dimana individu dikelompokkan berdasarkan kedekatan
jarak. Jika individu X dan Y memiliki jarak dxy terdekat,
maka harus dicari jarak minimum XZ dan YZ sebagai
berikut

d(xy)z = Min (dxz, dyz)

c. average linkage
Prosedur ini dilakukan dengan cara meminimumkan rata-
rata jarak semua pasangan individu yang berasal dari
kelompok terhadap kelompok lainnya. Jika kelompok X
dan Y memiliki jarak dxy, maka harus dicari jarak rata-rata
XZ dan YZ sebagai berikut
!
!
!" ! =
!" +

! + !
! + ! !"

Dimana
nx adalah jumlah individu X
ny adalah jumlah individu Y

d. median
Median jarak antar kelompok dirumuskan sebagai berikut
d(xy)z = 1/2 (dxz + dyz) 1/4 dxy

Prosedur Wards didasarkan pada
e. metode Wards
Desember 2014

PKRB | BKF

44

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
minimum varian dalam suatu
kelompok
















Prosedur Wards didasarkan pada minimum varian dalam


suatu kelompok. Jarak yang digunakan dalam prosedur ini
dirumuskan sebagai berikut

! + ! !" + ! + ! !" ! !"#
!" ! =

! + ! + !

Dimana
nx adalah jumlah individu X
ny adalah jumlah individu Y
nz adalah jumlah individu Z

f. centroid
Jarak antar dua kelompok merupakan jarak centroid (rata-
rata seluruh variabel dalam satu kelompok). Formulasi
centroid dijelaskan dengan rumus

!
! !
!
!" ! =
!" +
!"

! + !
! + !
! + ! !


Divisive
Pada prosedur ini, semua invidividu dibagi menjadi dua
kelompok, yang kemudian masing-masing kelompok dibagi
lagi menjadi dua, dan begitu seterusnya. Dasar
pengelompokkan antara individu adalah berdasarkan jarak.
Meskipun demikian, tidak banyak teknik yang dikembangkan
pada prosedur ini.


2. Metode Non Hierarchial

Jarak antar dua kelompok


merupakan jarak centroid (rata-
rata seluruh variabel dalam satu
kelompok)








Pada prosedur ini, semua
invidividu dibagi menjadi dua
kelompok, yang kemudian
masing-masing kelompok dibagi
lagi menjadi dua, dan begitu
seterusnya







Metode ini terlebih dahulu


menentukan jumlah kelompok
yang diinginkan



Desember 2014

Riset Kajian PKRB


Metode ini terlebih dahulu menentukan jumlah kelompok
yang diinginkan. Model yang paling banyak digunakan adalah
model K-Means. Dengan K-Means, individu dikelompokkan
sedemikian rupa sehingga jarak antar individu ke pusat
kelompok
menjadi
minimum.
Langkah-langkah
pengelompokkan ada model ini adalah sebagai berikut:

PKRB | BKF

45

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA











Pada analisis cluster ini, data yang
digunakan adalah data
produktivitas dan daya saing
kelima sub pilar di atas pada
tahun 2011 yang terdiri dari
negara Indonesia, Singapore,
Thailand, Vietnam, Pilliphines, dan
Kamboja






Salah satu analisis kualitatif
adalah dekomposisi dan
menghitung pertumbuhan dari
faktor-faktor pembentuk
produktivitas, dan dibandingkan
antar negara

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

a. menentukan jumlah kelompok sebanyak k


b. menentukan pusat cluster
c. mengalokasikan individu ke dalam kelompok terdekat
dengan pusat cluster
d. menghitung kembali pusat cluster yang merupakan rata-
rata dari individu di dalam kelompok itu sendiri
e. mengalokasikan kembali individu
f. proses dilakuan secara terus menerus sehingga tidak ada
lagi individu yang berpindah kelompok.

Pada analisis cluster ini, data yang digunakan adalah data
produktivitas dan daya saing kelima sub pilar di atas pada tahun 2011
yang terdiri dari negara Indonesia, Singapore, Thailand, Vietnam,
Pilliphines, dan Kamboja.


3.3. ANALISIS DEKOMPOSISI

Salah satu analisis kualitatif adalah dekomposisi dan
menghitung pertumbuhan dari faktor-faktor pembentuk
produktivitas, dan dibandingkan antar negara. Teknik penyajian
dokomposisi adalah melalui teknik diagram stacked bar dan
dilengkapi dengan literatur review untuk memperkuat justifikasi
peran beberapa faktor pembentuk produktivitas. Pada beberapa
variabel yang tersedia series yang cukup, maka akan dilakukan
proyeksi pertumbuhan dengan teknik forecasting sederhana. Variabel
yang digunakan dalam analisis ini adalah
a. Variabel pembentuk pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari
kontribusi input kapital, kontribusi input tenaga kerja dan TFP;
dan menghitung pertumbuhannya.
b. Variabel pembentuk labor productivity yaitu capital deepening
(IT capital dan Non-IT capital) dan total factor productivity;
dan menghitung pertumbuhannya.
c. Variabel pembentuk GDP yaitu konsumsi rumah tangga,
konsumsi pemerintah, investasi dan net export; dan
menghitung pertumbuhannya.
d. Variabel peran export and import terhadap GDP; dan
menghitung pertumbuhannya.
e. Variabel share ketergantungan populasi; dan menghitung

PKRB | BKF

46

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

pertumbuhannya.
f. Variabel peran sektor industri manufaktur, jasa, perdagangan
besar dan kecil terhadap pertumbuhan ekonomi; dan
menghitung pertumbuhannya.
g. Variabel pertumbuhan output dan produktivitas tenaga kerja
menurut industri; dan menghitung pertumbuhannya.
h. Variabel tingkat dan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja,
per jam, dan per worker GDP; dan menghitung
pertumbuhannya.
i. Variabel pendapatan riel dan terms of trade; dan menghitung
pertumbuhannya
Periode observasi meliputi tahun 2008 2011 dimana sumber
utama datanya berasal dari Asian Productivity Organization.


3.4. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL

Dari berbagai hasil analisis korelasi kanonikal, analisis cluster,
analisis dekomposisi selanjutnya dianalisis secara kualitatif mengenai
implikasi kebijakan fiskal yang relevan bagaimana kebijakan tersebut
dapat meningkatkan posisi daya saing dan produktivitas Indonesia
supaya lebih siap menghadapi ASEAN Economic Community 2015.

















PKRB | BKF

47

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

BAB IV ANALISIS





Pada dasarnya, teori keunggulan
kompetitif menggambarkan
peranan penting pemerintah
dalam meningkatkan
produktivitas melalui
pengkondisian lingkungan yang
kompetitif antar perusahaan
domestik












Dalam analisis penelitian ini,


analisis peran aktif pemerintah
difokuskan kepada kebijakan
fiskal dalam lima bidang yaitu
investasi, perdagangan,
infrastruktur, logistik, dan
UMKM















Desember 2014


4.1.

KORELASI DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS




Pada dasarnya, teori keunggulan kompetitif menggambarkan
peranan penting pemerintah dalam meningkatkan produktivitas
melalui pengkondisian lingkungan yang kompetitif antar perusahaan
domestik. Pemerintah berperan aktif dalam memberikan lingkungan
bisnis yang kondusif dalam mendorong semangat berkompetisi
sehingga dapat dijadikan modal untuk bersaing di pasar internasional.
Korea Selatan dan Jepang sebagai contoh sempurna untuk teori ini
menunjukkan betapa pemerintah dapat berperan aktif dan
melakukan campur tangan langsung terhadap bisnis dalam
meningkatkan daya saing negara. Pemerintah Jepang dan Korea
Selatan bertindak sebagai direktur pelaksana dalam Japan
Incorporated maupun Korean Incorporated. Campur tangan
pemerintah ini dapat dilakukan melalui regulasi, kebijakan moneter,
atau pun kebijakan fiskal. Hal ini berbeda dengan negara-negara
barat yang cenderung melakukan campur tangan tak langsung kepada
dunia bisnis.
Dalam analisis penelitian ini, analisis peran aktif pemerintah
difokuskan kepada sinergi kebijakan fiskal pada lima bidang, yaitu investasi,
perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM. Ke lima bidang tersebut

merupakan tugas pokok kementerian keuangan dalam berperan pada


dunia bisnis. Bidang investasi merupakan hal sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi maupun produktivitas. Hal-hal yang berkaitan
dengan produktivitas berawal dari investasi. Memulai investasi pada
titik yang benar akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Bidang
perdagangan berkaitan dengan pemasaran produk hasil dari investasi.
Tanpa strategi perdagangan yang benar tidak akan dapat
memasarkan produk-produk yang sesungguhnya bersaing dengan
produk dari negara lain. Bidang infrastruktur adalah penunjang utama
untuk kedua bidang tersebut. Infrastruktur yang baik akan
melancarkan mobilitas output dan input, mengakses informasi yang
terbaru, dan menyediakan tambahan energi ketika dibutuhkan.
Bidang logistik juga merupakan penunjang dari bidang investasi dan
perdagangan tapi dari sisi pangan. Ketersediaan pangan yang cukup
dan terjangkau merupakan dukungan nyata secara tidak langsung
terhadap peningkatan daya saing negara. Sementara itu, bidang

PKRB | BKF

48

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Kelima bidang tersebut akan
dikorelasikan terhadap 12 pilar
dengan 144 subpilar yang
mempengaruhi daya saing suatu
perekonomian yang didasarkan
pada WEF (World Economic
Forum).























Ke empat puluh enam subpilar
tersebut akan dikorelasikan
dengan berbagai indeks
produktivitas nasional

Riset Kajian PKRB

UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) merupakan mitra dari


usaha besar.
Kelima bidang tersebut akan dikorelasikan terhadap 12 pilar
dengan 144 subpilar27 yang mempengaruhi daya saing suatu
perekonomian yang didasarkan pada World Economic Forum ( WEF).
Keduabelas pilar tersebut adalah
1. Pilar institusi.
2. Pilar infrastruktur.
3. Pilar lingkungan ekonomi mikro.
4. Pilar kesehatan dan pendidikan dasar.
5. Pilar pendidikan tinggi dan pelatihan
6. Pilar efisieni pasar barang
7. Pilar efisiensi pasar tenaga kerja
8. Pilar pembangunan pasar keuangan
9. Pilar kesiapan teknologi
10. Pilar ukuran pasar
11. Pilar kecanggihan bisnis
12. Pilar inovasi.
Keduabelas penyokong daya saing tersebut memiliki 114 sub pilar
yang dapat mendukung perkembangan bidang investasi,
perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM.

Setelah dilakukan analisis korelasi antara lima bidang dan 114
sub pilar, secara keseluruhan, terdapat 46 sub pilar yang terlibat
dalam lima bidang tersebut. Ke empat puluh enam subpilar tersebut
akan dikorelasikan dengan berbagai indeks produktivitas nasional.
Untuk bidang investasi diperkirakan dipengaruhi oleh 19 sub pilar.
Bidang perdagangan diperkirakan dipengaruhi oleh 15 sub pilar.
Bidang infrastruktur diperkirakan dipengaruhi oleh 7 sub pilar. Bidang
logistik diperkirakan dipengaruhi oleh 12 sub pilar. Bidang UMKM
dipengaruhi oleh 11 sub pilar. Di antara sub pilar yang mempengaruhi
masing-masing bidang tersebut, ada beberapa sub pilar yang
mempengaruhi lebih dari dua bidang. Sebagai contoh sub pilar local
supplier quality mempengaruhi produktivitas di bidang perdagangan
dan logistik. Terdapat 12 subpilar yang dimiliki oleh lebih dari dua
bidang (Tabel 4.1).


27 WEF menerbitkan laporan tahunan tentang daya saing dunia dalam The Global Competitiveness Report.

Desember 2014

PKRB | BKF

49

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.1 Keterkaitan Sub Pilar Daya Saing Dengan 5 Bidang


No.

Sub Pilar

Availability of financial services

Availability of research and training services

Available airline seat

Broadband Internet subscriptions

Burden of customs procedures

Business impact of rules on FDI

Capacity for innovation

Control of international distribution

Cooperation in labor-employer relations

10

Country credit rating

11

Domestic market size index

12

Ease of access to loans

13
14

Effectiveness of anti-monopoly policy

Efficiency of legal framework in challenging regs.

15

Efficiency of legal framework in settling disputes

16

Extent and effect of taxation

17

Extent of market dominance

18

Extent of market dominance

19

Financing through local equity market

20

5
*
*

Foreign market size index

21

Foreign market size index

22
23

Govt procurement of advanced tech products

Govt services for improved business performance

24

Gross national savings

25

Individuals using Internet

26

Inflation

27

Intellectual property protection

28

Intensity of local competition

29

Irregular payments and bribes

30

Local supplier quality

31

Nature of competitive advantage

32

No. days to start a business

33

No. procedures to start a business

34

Prevalence of trade barriers

35

Property rights

36

Quality of air transport infrastructure

37

Quality of electricity supply

Desember 2014

PKRB | BKF

50

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

38

Quality of management schools

39

Quality of overall infrastructure

40

Quality of port infrastructure

41

Quality of railroad infrastructure

42

Quality of roads

43

Quality of scientific research institutions

44

Soundness of banks

45

State of cluster development

46

*
*

*
*

Total tax rate

47

Trade tariffs

48

Value chain breadth

Keterangan:
1: Investasi
2: Perdagangan
3: Infrastruktur
4: Logistik
5: UMKM

Untuk variabel produktivitas


berdasarkan kriteria APO (Asian
Productivity Organization),
terdapat empat pengukuran
produktivitas yaitu total factor
productivity (TFP), produktivitas
tenaga kerja berdasarkan jumlah
tenaga kerja, produktivitas tenaga
kerja berdasarkan jam kerja, dan
produktivitas kapital








Langkah berikutnya adalah
mencari korelasi antara tiap-tiap
subpilar dengan tiap-tiap ukuran
produktivitas










Desember 2014

Untuk variabel produktivitas berdasarkan kriteria APO (Asian


Productivity Organization), terdapat empat pengukuran produktivitas
yaitu total factor productivity (TFP), produktivitas tenaga kerja
berdasarkan jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja
berdasarkan jam kerja, dan produktivitas kapital. TFP adalah ukuran
produktivitas untuk keseluruhan produksi tanpa mengetahui
kontribusi dari masing-masing input. TFP sangat baik untuk
mengetahui perubahan teknologi secara total. Untuk mengetahui
kontribusi produktivitas masing-masing input, dapat menggunakan
produktivitas tenaga kerja ataupun produktivitas kapital. Terdapat
dua jenis produktivitas tenaga kerja yaitu berdasarkan jumlah tenaga
kerja dan berdasarkan jam kerja. Keduanya memiliki dukungan
penjelasan teoritik yang sama kuatnya.
Langkah berikutnya adalah mencari korelasi antara tiap-tiap
subpilar dengan tiap-tiap ukuran produktivitas. Proses penghitungan
korelasi ini dilakukan satu persatu sehingga dibutuhkan 64
penghitungan korelasi. Dari hasil penghitungan korelasi tersebut
menghasilkan angka yang signifikan secara statistik adalah 35
korelasi. Ringkasan dari hasil korelasi dapat ditampilkan dalam Tabel
4.2. Pada tabel tersebut ditunjukkan arah korelasi yang signifikan
pada sub pilar.
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa korelasi yang paling banyak
terjadi adalah antara 22 subpilar dengan produktivitas tenaga kerja
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Berikutnya adalah lima subpilar

PKRB | BKF

51

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

dengan produktivitas kapital, tiga subpilar dengan produktivitas


tenaga kerja berdasarkan jam kerja, dan 3 subpilar dengan
produktivitas TFP. Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa
produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja lebih
valid sebagai proxy dari produktivitas nasional. Meskipun ukuran
produktivitas lainnya hanya berkorelasi dengan sedikit subpilar,
masih dapat dianggap sebagai ukuran yang mewakili produktivitas
nasional meskipun harus diperlakukan dengan hati-hati.
Tabel 4.2. Korelasi Sub Pilar Daya Saing dengan Produktivitas Per Bidang






Dari fakta tersebut menunjukkan
bahwa produktivitas tenaga kerja
berdasarkan jumlah tenaga kerja
lebih valid sebagai proxy dari
produktivitas nasional...

Labor Productivity
(# workers)

Business impact of rules on FDI

Extent of market dominance

Cooperation in labor-employer relation

Number of days of start business

Percentage of gross national saving to GDP

Quality of overall infrastructure

Effectiveness of anti monopoly policy

Prevalence of trade barriers

Local supplier quality

Control of international distribution

Quality of railroads infrastructure

State of cluster development

Quality of scientific research institutions

Broadband internet subscriptions/ 100 pop

Capacity for innovation

Intensity of local competition

Efficiency of legal framework in settling disputes

Quality of electricity supply

Quality of air transportation

Soundness Bank

Efficiency of legal framework in challenging


regulations

Nature of competitive advantage

Inflation


Keterangan:
1 : Investasi
2: Perdagangan
3: Infrastruktur
4: Logistik
5: UMKM

TFP
1



Labor Productivity
(Workhour)

Capital Productivity

Desember 2014

PKRB | BKF

52

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA





















Berdasarkan hasil analisis
korelasi, subpilar dampak aturan
dan regulasi pada FDI, dominasi
pasar, kerja sama pekerja dan
pemilik perusahaan, dan lama
memulai bisnis masih memberikan
korelasi negatif terhadap faktor
produktivitas tenaga kerja



Demikian pula, subpilar kualitas
infrastruktur
keseluruhan
menunjukkan semakin berkualitas
infrastruktur yang disediakan
semakin besar produktivitas
tenaga kerjanya...




Subpilar yang berkaitan antara
TFP dengan kelompok investasi
adalah: efficiency of legal
frameworks in settling disputes,
dan quality of electricity




Desember 2014

Riset Kajian PKRB

1.

Bidang Investasi

Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok investasi adalah:
1. Dampak aturan dan regulasi pada FDI (business impact of
rules on FDI)
2. Dominasi pasar (extent of market dominance)
3. Kerja sama antara pekerja dan pemilik perusahaan
(cooperation in labor-employer relation)
4. Lama memulai bisnis (number of days of start business)
5. Persentase tabungan nasional bruto atas PDB (percentage of
gross national saving to GDP)
6. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure)

Berdasarkan hasil analisis korelasi, subpilar dampak aturan
dan regulasi pada FDI, dominasi pasar, kerja sama pekerja dan pemilik
perusahaan, dan lama memulai bisnis masih memberikan korelasi
negatif terhadap faktor produktivitas tenaga kerja. Hal ini
menunjukkan bahwa subpilar-subpilar tersebut masih belum
memberikan dorongan terhadap peningkatan produktivitas tenaga
kerja.
Untuk subpilar persentase tabungan nasional bruto atas PDB
dan subpilar kualitas infrastruktur secara keseluruhan berkorelasi
positif dengan produktivitas tenaga kerja. Pada subpilar persentase
tabungan nasional bruto atas PDB berkorelasi positif terhadap
produktivitas tenaga kerja menunjukkan bahwa semakin besar
persentase tersebut semakin besar pula produktivitasnya. Demikian
juga, subpilar kualitas infrastruktur keseluruhan menunjukkan bahwa
semakin berkualitas infrastruktur yang disediakan maka akan semakin
besar pula produktivitas tenaga kerjanya.
Subpilar yang berkaitan antara TFP dengan kelompok investasi
adalah: efficiency of legal frameworks in settling disputes, dan quality
of electricity, sedangkan subpilar yang berkaitan antara capital
productivity dan kelompok investasi adalah efficiency of legal
frameworks in challenging regulations. Pada subpilar tersebut, hanya
subpilar quality of electricity memberikan korelasi positif. Hal
tersebut berarti investasi yang disebabkan oleh kesediaan dan
peningkatan listrik, telah memberikan dampak positif kepada

PKRB | BKF

53

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

peningkatan produktivitas secara keluruhan. Pada subpilar lainnya


masih memberikan korelasi negatif, yang berarti bahwa subpilar-pilar
tersebut masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas
atas investasi yang dilakukan.

2.
Bidang Perdagangan


Faktor-faktor yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok perdagangan adalah
1. Efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti
monopoly policy)
2. Kemampuan hambatan non tarif menghalangi impor
(prevalence of trade barriers)
3. Dominasi pasar (extent of market dominance)
4. Kualitas produksi pasokan lokal (local supplier quality)
5. Kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan
asing (control of international distribution)


Ke lima faktor tersebut masih
Ke lima faktor tersebut masih memberikan korelasi negatif
memberikan korelasi negatif
terhadap produktivitas tenaga kerja. Kebijakan anti monopoli yang
terhadap produktivitas tenaga
kerja
efektif masih memberikan pengurangan terhadap produktivitas

tenaga kerja. Demikian pula, subpilar kemampuan menghalangi

impor melalui hambatan non tarif, dominasi pasar, kualitas supplier


lokal, dan kontrol distrubusi internasional masih memberikan dampak

negatif terhadap produktivitas tenaga kerja dalam bidang

perdagangan.


Pada subpilar quality of electricity supply, produktivitas
Pada subpilar quality of electricity
(keseluruhan) perdagangan menunjukkan peningkatan. Dengan
supply, produktivitas
(keseluruhan) perdagangan
ketersediaan tenaga kerja, maka dapat meningkatkan dan
menunjukkan peningkatan
mengembangkan perdagangan sehingga produktivitas meningkat.

Disisi lain efisiensi kerangka hukum dalam penyelesaian sengketa dan


pengaturan masih memberikan kontribusi negatif dalam kelompok

perdagangan. Hal ini dalam perdagangan memberikan faktor-faktor

yang berkaitan antara TFP dengan kelompok mungkin terkait dengan


lemahnya penegakan hukum dan masih tingginya korupsi dan

sogokan.




























Desember 2014

PKRB | BKF

54

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA












Keduanya memiliki hubungan
yang positif dengan produktivitas
tenaga kerja dalam bidang
infrastruktur



































Desember 2014

Riset Kajian PKRB

3.

Bidang Infrastruktur

Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok infrastuktur adalah
1. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure).
2. Kualitas infrastruktur perkeretaapian (quality of railroads
infrastructure).

Keduanya memiliki hubungan yang positif dengan
produktivitas tenaga kerja dalam bidang infrastruktur. Semakin tinggi
kualitas infrastruktur baik keseluruhan maupun perkeretaapian telah
mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam bidang
infrastruktur.
Jika produktivitas dilihat dari jam kerja pekerja dan
produktivitas kapital terlihat bahwa subpilar kualitas transportasi
udara masih berkorelasi negatif. Kondisi tersebut, secara tidak
langsung, menunjukkan bahwa infrastuktur transpotasi laut belum
memiliki korelasi terhadap keempat definisi produktivitas.


4.
Bidang Logistik

Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok perdagangan adalah
(i) Pengembangan kluster pemusatan industri (state of cluster
development).
(ii) Kualitas produksi pasokan lokal (local supplier quality).
(iii) Kualitas institusi penelitian ilmiah (quality of scientific research
institutions).
(iv) Kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan
asing (control of international distribution).
(v) Penyediaan internet (broadband internet subscriptions/100
pop).
(vi) Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure).
(vii) Kapasitas menghasilkan inovasi (capacity for innovation).
(viii) Kualitas infrastruktur perkeretaapian (quality of railroads

PKRB | BKF

55

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA



Subpilar yang berkorelasi negatif
terhadap produktivitas tenaga
kerja (dalam bidang logistik)
adalah kualitas produksi pasokan
lokal, kontrol perusahaan
domestik terhadap distribusi
perusahaan asing, pengembangan
kluster pemusatan industri, dan
kualitas institusi penelitian
ilmiah






















Semua subpilar yang disebut di


atas tersebut berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga
kerja












Desember 2014

Riset Kajian PKRB

infrastructure).
Subpilar yang berkorelasi negatif terhadap produktivitas
tenaga kerja (dalam bidang logistik) adalah kualitas produksi pasokan
lokal, kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan
asing, pengembangan kluster pemusatan industri, dan kualitas
institusi penelitian ilmiah. Untuk subpilar yang berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga kerja adalah kualitas infrastruktur
keseluruhan, kualitas infrastruktur perkeretaapian, penyediaan
internet, dan kapasitas menghasilkan inovasi. Dalam kelompok
logistik ini, produktivitas pekerja per waktu kerja dan produktivitas
kapital masih berkorelasi negatif terhadap perbaikan dan
peningkatan kualitas transportasi udara. Untuk transportasi laut,
subpilar-subpilar dalam kelompok logistik belum berpengaruh.


5.
Bidang UMKM

Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok UMKM adalah
1. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure).
2. Intensitas kompetisi lokal (intensity of local competition).
3. Kapasitas menghasilkan inovasi (capacity of innovation).

Semua subpilar yang tersebut di atas berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga kerja. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa pembangunan dan perbaikkan infrastruktur secara
keseluruhan, peningkatan persaingan, dan kemampuan menghasilkan
inovasi telah mendorongpeningkatan produktivitas tenaga kerja per
jumlah pekerja. Namun, peningkatan kesehatan perbankan (lembaga
kredit) masih memberikan kontribusi negatif dalam kelompok UMKM.
Kondisi ini menunjukkan bahwa akses UMKM terhadap lembaga
keuangan bank masih terbatas.


6.
Interpretasi Korelasi Sub Pilar Daya Saing dan Produktivitas

6.1. Bidang Investasi

PKRB | BKF

56

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA




Literatur terbaru menunjukkan
peran penting yang dimainkan
oleh infrastruktur pedesaan dalam
meningkatkan produktivitas
pertanian dalam pengembangan
ekonomi








Dengan demikian, selain manfaat
pertumbuhan, produktivitas
pertanian memiliki efek
pengurangan kemiskinan yang
signifikan





















Aspek penting dalam
pertumbuhan ekonomi di
Bangladesh adalah produktivitas
tenaga kerja dan tabungan
nasional

Riset Kajian PKRB


6.1.1. Korelasi Positif
Quality of electricity supply
Literatur terbaru menunjukkan peran penting yang dimainkan
oleh infrastruktur pedesaan dalam meningkatkan produktivitas
pertanian dalam pengembangan ekonomi.28 Perbaikan kualitas
penyedia listrik telah memberikan dorongan terhadap investasi
peralatan atau mesin di pedesaan, dan memberikan dampak positif
terhadap peningkatan produktivitas faktor produksi di pedesaan.
Kondisi ini menginduksi pertumbuhan di daerah pedesaan, membawa
upah pertanian yang lebih tinggi dan peningkatan kesempatan bagi
tenaga kerja non-pertanian. Peningkatan produktivitas pertanian,
yang mengurangi harga pangan, manfaat penduduk perkotaan dan
pedesaan yang pembeli pangan lebih murah.
Dengan demikian, selain manfaat pertumbuhan, produktivitas
pertanian memiliki efek pengurangan kemiskinan yang signifikan.
Hasil empiris ini menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan
antara infrastruktur pedesaan dan produktivitas pertanian. Listrik dan
jalan yang secara signifikan mempengaruhi faktor penentu
produktivitas pertanian. Hal ini konsisten dengan temuan terkait
pada batasan-batasan yang diberlakukan pada pertumbuhan oleh
infrastruktur yang memadai. Jalan pedesaan menyediakan
konektivitas penting dengan berkembangnya pasar yang berdekatan
dengan daerah pedesaan. Perbaikan infrastruktur jalan juga
mengurangi biaya input dan biaya transaksi pedesaan produsen dan
konsumen. Akses listrik menciptakan berbagai peluang tambahan
pendapatan untuk rumah tangga di pedesaan.

Percentage of gross national saving to GDP
Dalam hasil penelitian Ishraq di Asia Selatan menunjukkan
bahwa keempat negara besar - India, Pakistan, Bangladesh dan Sri
Lanka - mencapai tingkat pertumbuhan melebihi lima persen pada
tahun 2000-an, dengan Bangladesh mengalahkan kedua Pakistan dan
Sri Lanka. Berbagai faktor ekonomi makro telah memberikan
kontribusi terhadap kinerja pertumbuhan yang membaik Bangladesh
selama bertahun-tahun, yang berupa peningkatan ekspor barang
manufaktur, khususnya pakaian siap pakai, peningkatan pengiriman
uang dari luar negeri, stabilitas makroekonomi relatif, integrasi
keuangan dan pendalaman. Aspek penting dalam pertumbuhan
ekonomi di Bangladesh adalah produktivitas tenaga kerja dan
tabungan nasional. Tabungan nasional bruto telah meningkat berkat


28 Llanto, Gilberto M. (2012). The Impact of Infrastructure on Agricultural Productivity. DISCUSSION PAPER SERIES
NO. 2012-12 Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA).
Desember 2014




PKRB | BKF

57

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

peningkatan pesat dalam tingkat tabungan domestik selama dua


dekade terakhir dan aliran yang kuat dari pengiriman uang. Tingkat
tabungan nasional di Bangladesh diperkirakan sama dengan rata-rata
Asia Selatan dan cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan di Bangladesh29.
Hasil analisis korelasi penelitian ini
Hasil analisis korelasi penelitian ini juga menunjukan bahwa
juga menunjukan bahwa
peningkatan
presentase tabungan terhadap GDP berkorelasi positif
peningkatan presentase tabungan
dengan produktivitas tenaga kerja. Hal ini menunjukkan semakin
terhadap GDP berkorelasi positif
besar persentase tersebut semakin besar produktivitasnya. Kondisi
dengan produktivitas tenaga
kerja
tersebut berimplikasi bahwa kebijakan fiskal untuk meningkatkan

persentase tabungan nasional bruto atas PDB mendorong

produktivitas tenaga kerja.



Quality of overall infrastructure


Thiam Hee Hg menyatakan bahwa korelasi antara FDI sebagai
Secara keseluruhan, tampaknya
bagian dari PDB dan TFP, perubahan teknis dan efisiensi berbeda
ada sedikit korelasi positif antara
untuk setiap negara. Secara keseluruhan, tampaknya ada sedikit
FDI dan TFP
korelasi positif antara FDI dan TFP, dengan mungkin satu

pengecualian, Singapore. Namun, hubungan antara perubahan FDI


dan efisiensi terkadang lemah dan sering negatif. Hal ini perlu

kehatihatian dalam interpretasi karena efek FDI mungkin baru dapat

dirasakan dalam beberapa tahun ke depan30.

Pada kasus Indonesia ini, subpilar kualitas infrastruktur telah
Pada kasus Indonesia ini, subpilar
memberikan dampak positif dalam peningkatan bidang investasi, dan
kualitas infrastruktur telah
memberikan dampak positif
mendorong produktivitas tenaga kerja. Hal tersebut berimplikasi
dalam peningkatan bidang
terhadap kebijakan fiskal yang mendorong peningkatan dan
investasi, dan mendorong
pemerataan pembangunan infrastruktur dalam rangka memberikan
produktivitas tenaga kerja
insentof bagi investasi, dan berdampak positif terhadap peningkatan

produktivitas tenaga kerja.




6.1.2 Korelasi Negatif



Efficiency of legal framework in settling disputes

Dengan menggunakan data perusahaan di Eropa Tengah dan


Timur dan CIS, Rosa melakukan penelitian tentang efek korupsi

terhadap produktivitas. Secara sempit, korupsi didefinisikan sebagai

terjadinya pungutan oleh pejabat pemerintah untuk memudahkan

29 Ahmed, Ishraq. (2013) Bangladeshs Growth Enablers. Institute of South Asian Studies (ISAS). ISAS Brief. No 282-

21. May 2013


30 Ng, Thiam Hee (2006). Foreign Direct Investment and Productivity: Evidence from the East Asian Economies.
UNIDO: Research and Statistics Branch.
Desember 2014




PKRB | BKF
58

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA





pajak suap tampaknya memiliki
dampak negatif pada
produktivitas tingkat perusahaan,
sedangkan efek pajak waktu tidak
signifikan

















kebijakan fiskal yang diperlukan
adalah memberikan insentif bagi
pelaku birokrasi yang tidak
korupsi, dan penegakan hukum





Spillovers FDI ini memiliki efek
positif pada produktivitas negara
penerima melalui tiga jalur
utama, yaitu: demonstrasi,
persaingan dan perputaran
tenaga kerja


Riset Kajian PKRB

operasi sehari-hari perusahaan31. Efek tersebut dinamai "pajak suap"


pada produktivitas dibandingkan dengan konsekuensi dari birokrasi,
yang dapat dipahami sebagai memberlakukan "pajak waktu" pada
perusahaan. Saat menguji efek dalam keseluruhan sampel, hanya
pajak suap tampaknya memiliki dampak negatif pada produktivitas
tingkat perusahaan, sedangkan efek pajak waktu tidak signifikan.
Penelitian juga menemukan bahwa lingkungan sosial-ekonomi
mempengaruhi perilaku perusahaan dan kinerja perusahaan. Secara
khusus, di negara-negara di mana korupsi yang lebih menonjol
dibandingkan hukum, penyuapan lebih berbahaya bagi produktivitas
perusahaan.
Korupsi sering diidentifikasi sebagai salah satu penyebab
utama keterbelakangan ekonomi, selain korupsi sebagai kejahatan.
Korupsi dan suap dapat diibaratkan minyak pengoles roda
perdagangan dan ekonomi atau meringankan efek negatif dari
birokrasi yang tidak efisien dengan memberlakukan "pajak waktu"
pada individu dan perusahaan. Pada saat yang sama, baik insentif
atau dampak, pengaruh korupsi mungkin berbeda di berbagai negara,
tergantung pada sifat dari lingkungan sekitar, yaitu seberapa besar
difusi korupsi dan kemampuan sistem hukum dan sanksi terhada
perilaku korupsi.
Temuan analisis ekonometrik tersebut mungkin dapat
menjelaskan mengapa subpilar ini masih memberikan dampak negatif
terhadap TFP. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang diperlukan
adalah memberikan insentif bagi pelaku birokrasi yang tidak korupsi,
dan penegakan hukum.

Business impact of rules on FDI
Meskipun ini, studi empiris telah banyak dilakukan untuk
mengetahui efek spillover investasi asing langsung. Spillovers FDI ini
memiliki efek positif pada produktivitas negara penerima melalui tiga
jalur utama, yaitu: demonstrasi, persaingan dan perputaran tenaga
kerja. Efek demonstrasi inima muncul ketika terjadi proses meniru
(Jutta Gunther, 2002). Modal asing, yang memiliki keunggulan
teknologi (Hufbaeuer dan Nunns, 1975), keterampilan pemasaran dan
pengelolaan, akan beralih kepada anak perusahaan (yang berada di
Negara penerima). Terjadi kemajuan teknis dalam industri di negara
Negara penerima32. Teknologi baru diperkenalkan ke negara


31 Rosa, Donato De., Nishaal Gooroochurn, and Holger Grg (2010). Corruption and Productivity: Firm-level
Evidence from the BEEPS Survey. The World Bank: Europe and Central Asia Region Private and Financial Sector
Department.

32 Blomstrm, Magnus and H. Persson (1983) Foreign Investment and Spillover Efficiency in an underdeveloped
Economy: Evidence from the Mexican Manufacturing Industry, World Development, Vol. 11, pp. 493-501
Desember 2014




PKRB | BKF
59

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

















Ketiga efek tersebut dapat terjadi
ketika negara penerima memiliki
aturan yang memaksa MNC
mengalihkan teknologi dan
ketrampilan ke negara penerima















Melalui keterampilan dan
teknologi, MNC dapat
mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara host

Riset Kajian PKRB

penerima,
perusahaan
domestik
dapat
mengamati
tindakanperusahaan asing, keterampilan atau teknik dan meniru
teknik yang diterapkan, yang menghasilkan peningkatan produksi.
Selain itu, MNC memiliki efek spillover pada produksi domestik
melalui saluran perputaran tenaga kerja. Efek ini terjadi ketika
pekerja yang bekerja di perusahaan asing yang telah dilatih dengan
keterampilan teknis dan manajerial berpindah ke perusahaan
domestik atau membuka usaha sendiri33. Multinasional korporasi
(MNC) juga dibahas sebagai memiliki efek spillover positif pada
perusahaan domestik melalui kompetisi. Di bawah persaingan yang
meningkat, perusahaan-perusahaan domestik dipaksa untuk
beroperasi secara lebih efisien dan memperkenalkan teknologi baru
lebih awal34.
Ketiga efek tersebut dapat terjadi ketika negara penerima
memiliki aturan yang memaksa MNC mengalihkan teknologi dan
ketrampilan ke negara penerima. Namun, pengaturan yang ketat atas
pengalihan teknologi ini membuat negara penerima menjadi kurang
menarik bagi MNC untuk menanamkan investasi langsung. Brada
(2012) menemukan bahwa keputusan berinvestasi bergantung pada
negara asal dan tingkat korupsi negara penerima. Semakin tinggi
tingkat korupsi negara penerima cenderung untuk menerima arus
masuk FDI dibandingkan negara yang memiliki tingkat korupsi
rendah. Negara yang tingkat korupsi tinggi, MNC memiliki
"keleluasaan menjalankan bisnis di negara penerima. Suap dapat
memungkinkan MNC untuk menghindari peraturan yang
memberatkan dan hambatan birokrasi. Terjadi hubungan linear dan
negatif antara negara penerima korupsi dan lokasi FDI, di mana
rendahnya tingkat korupsi akan mengurangi probabilitas penempatan
FDI.
Melalui keterampilan dan teknologi, MNC dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara host. Secara
keseluruhan, apakah berpengaruh positif atau negatif masih terus
diperdebatkan. Penelitian Baldwin et al. (1999) menetapkan bahwa
teknologi domestik kemajuan dibantu oleh kemajuan teknologi
asing35, dan penelitian Xu (2000) menemukan bahwa investor asing
meningkatkan pertumbuhan di negara-negara penerima36. Namun,


33 Fosfuri, A., Motta, M. and T. Ronde (2001) Foreign Direct Investment and Spillovers through workers mobility,
Journal of International Economics, Vol. 53, 205-222
34 Kokko, Ari (1994) Technology, Market Characteristics, and Spillovers, Journal of Development Economics, Vol.
4, pp. 279-293
35 Baldwin, Richard, H. Braconier and R. Forslid (1999). Multinationals, endogenous growth and technological
spillovers: theory and evidence, CEPR Discussion Paper, 2155.
36 Xu, B. (2000). Multinational enterprises, technology diffusion, and host country productivity growth, Journal of
Development Economics, 62: 477-493.
Desember 2014




PKRB | BKF
60

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

















Wagner (2004) menyajikan bukti


komprehensif tentang hubungan
antara produktivitas dan ukuran
pasar ekspor untuk Jerman,
sebagai eksportir terkemuka di
pasar dunia untuk barang-barang
manufaktur















Desentralisasi dan investasi
tampaknya tidak terkait. Hasil
serupa untuk negara-negara

Riset Kajian PKRB

dengan menggunakan sampl FDI negara-negara Asia dan Amerika


Latin, menunjukkan bahwa peningkatan FDI umumnya memiliki efek
negatif pada pertumbuhan (dengan pengecualian Indonesia,
Philippines, Peru, Singapore dan Taiwan Province of China)37. Hal
yang sama terjadi di negara-negara Eropa Timur, dampak FDI
terhadap pertumbuhan adalah negatif dalam sejumlah studi38. Selain
itu, Carkovic Levine (2000) berpendapat bahwa hasil negatif antara
FDI dengan pendapatan dan pertumbuhan produktivitas di 72
negara39. Demikian pula, subpilar ini, Business impact of rules on FDI,
terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih menunjukkan
hubungan negatif.

Extent of market dominance
Wagner (2004) menyajikan bukti komprehensif tentang
hubungan antara produktivitas dan ukuran pasar ekspor untuk
Jerman, sebagai eksportir terkemuka di pasar dunia untuk barang-
barang manufaktur. Perusahaan-perusahaan yang mengekspor ke
negara-negara dalam zona Eropa lebih produktif dibandingkan
dengan perusahaan yang menjual produk mereka di Jerman saja,
tetapi kurang produktif dibandingkan perusahaan yang mengekspor
ke negara-negara di luar zona eropa. Hal ini sejalan dengan hipotesis
bahwa pasar ekspor di luar zona Eropa memiliki biaya masuk yang
lebih tinggi dan hanya dapat dengan dibayar oleh perusahaan lebih
produktif40. Kondisi ini mungkin juga terjadi dalam ekonomi
Indonesia. Subpilar extent of market dominance masih memberikan
dampak negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Peningkatan
dominasi pasar yang terjadi pada perusahaan di indonesia belum
memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas
tenaga kerja,

Extent and effect of taxation
Sebagai titik awal, hasil regresi bivariate yang menunujukan
hubungan yang positif antara desentralisasi dan kegiatan ekonomi
dan modal manusia, sementara hubungan antara desentralisasi dan
produktivitas lemah. Desentralisasi dan investasi tampaknya tidak
terkait. Hasil serupa untuk negara-negara federal dan negara


37 Kawai, H. (1994). International comparative analysis of economic growth: trade liberalisation and productivity,
The Developing Economies, 17(4): 373-397.
38 Djankov, S. and B. Hoekman (1999). Foreign investment and productivity growth in Czech enterprises, World
Bank Economic Review, 14: 49-64.
39 Carkovic, M. and R. Levine (2000). Does FDI accelerate economic growth?, University of Minnesota Working
Paper.
40 Wagner, Joachim. (2004). Productivity and Size of the Export Market: Evidence for West and East German Plants.
The Institute for the Study of Labor (IZA) in Bonn. Discussion Paper No. 2661.
Desember 2014




PKRB | BKF
61

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
federal dan negara kesatuan,
kecuali TFP memiliki beberapa
hubungan negatif



















Sebagaimana ditunjukan subpilar


perbaikkan jaringan listrik telah
meningkatkan kegiatan produksi
off-farm, yang terutama di
pedesaan














Uni Eropa merancang model
kebijakan persaingan baru yang
berfokus kepada koordinasi
tindakan kelompok untuk
memastikan transparansi baik
pada tingkat negara dan
perusahaan yang beroperasi di
dalam Pasar Tunggal Eropa

Riset Kajian PKRB

kesatuan, kecuali TFP memiliki beberapa hubungan negatif. Koefisien


lebih tinggi untuk variabel pendapatan dibandingkan dengan variabel
pengeluaran. Modal manusia berkorelasi kuat dengan semua variabel
desentralisasi, sehingga menyarankan bahwa pembuatan kebijakan
desentralisasi fiskal tidak hanya mempengaruhi kegiatan ekonomi
melalui saluran teknologi tetapi juga lebih langsung melalui human
capital yang lebih baik41. Namun, kondisi tersebut belum terjadi di
ekonomi Indonesia. Efek dan perluasan pajak belum mampu
mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Perpajakan
Indonesia masih memberikan kontribusi negatif terhadap human
capital.

6.2. Bidang Perdagangan

6.2.1. Korelasi Positif

Quality of electricity supply
Sebagaimana ditunjukan subpilar perbaikkan jaringan listrik
telah meningkatkan kegiatan produksi off-farm, yang terutama di
pedesaan. Peningkatan produksi ini berimplikasi terhadap
peningkatan perdagangan. Dalam kelompok perdaganga, subpilar
perbaikkan kualitas listrik telah meningkatkan produktivitas tenaga
kerja secara keseluruhan. Kondisi ini menginduksi pertumbuhan di
daerah pedesaan, membawa upah pertanian yang lebih tinggi dan
peningkatan kesempatan bagi tenaga kerja non-pertanian.
Peningkatan produksi dan perdagangan pertanian akan menurunkan
tingkat kemiskinan di pedesaan.


6.2.2. Korelasi Negatif

Effectiveness of anti monopoly policy
Dalam konteks ekonomi saat ini, perubahan ekonomi dan
politik suatu negara akan berdampak ke negara lain terutama krisis
ekonomi dan keuangan. Uni Eropa merancang model kebijakan
persaingan baru yang berfokus kepada koordinasi tindakan kelompok
untuk memastikan transparansi baik pada tingkat negara dan
perusahaan yang beroperasi di dalam Pasar Tunggal Eropa. Berdasar
kebijakan baru tersebut, Ichim melakukan pengujian terhadap
efektivitas kebijakan tersebut. Dengan menggunakan indeks
kebijakan anti-monopoli dari WEF (World Economic Forum) dan


41 Blchliger, H. and B. gert (2013), Decentralisation and Economic Growth - Part 2: The Impact on Economic

Activity, Productivity and Investment, OECD Working Papers on Fiscal Federalism, No. 15, OECD Publishing.
Desember 2014




PKRB | BKF

62

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


















Berdasarkan temuan Ichim
tersebut, subpilar Effectiveness of
anti monopoly policy masih
berkorelasi negatif terhadap
produktivitas tenaga kerja dalam
bidang perdagangan



Management supply chain telah
menjadi cara yang berpotensi
memberikan manfaat
mempertahanan keunggulan dan
meningkatkan kinerja organisasi
karena kompetisi tidak lagi antar
perusahaan, namun berkompetisi
antar supply chain










Riset Kajian PKRB

indeks kebijakan kompetisi dari EBDR (European Bank for


Reconstruction and Development) periode 2007-2012, terdapat
perbedaan antara negara-negara anggota Uni Eropa mengenai
efektivitas implementasi kebijakan anti-monopoli persaingan dan
kualitas tindakan yang dilakukan untuk melindungi kompetisi. World
Economic Forum melakukan perhitungan dan mempublikasikan
Global Competitiveness Report atas keefektifan kebijakan anti
monipoli dalam meningkatkan kompetisi dengan skala antara 1 (yang
mengindikasikan kebijakan anti monopli tidak efektif
mempromosikan kompetisi) dan 7 (yang mengindikasikan kebijakan
anti monopoli efektif mendorong kompetisi. Walaupun indeks
tersebut sederhana dan subjektif, namun indeks tersebut tetap biasa
menjadi indkator awal karena indeks tersebut merupakan presepsi
pelaku bisnis atas implementasi peraturan anti-monopoli42.
Berdasarkan temuan Ichim tersebut, subpilar Effectiveness of
anti monopoly policy masih berkorelasi negatif terhadap
produktivitas tenaga kerja dalam bidang perdagangan. Dengan kata
lain, peningkatan keefektifan kebijakan anti-monopoli belum efektif
mempromosikan kompetisi tenaga kerja di sektor perdagangan.

Prevalence of Trade Barriers
Manajemen supply chain telah menjadi cara yang berpotensi
memberikan manfaat mempertahanan keunggulan dan
meningkatkan kinerja organisasi karena kompetisi tidak lagi antar
perusahaan, namun berkompetisi antar supply chain. Penelitian Lia,
at.al (2004)43 menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari
praktek management supply chain dapat menyebabkan peningkatan
keunggulan kompetitif dan peningkatkan kinerja organisasi.
Penelitian tersebut dikonsep dengan menggunakan lima dimensi
praktek management supply chain (kemitraan pemasok strategis,
hubungan pelanggan, berbagi tingkat informasi, berbagi informasi
kualitas, dan penundaan) dengan menggunakan data 196 organisasi.
Namun, subpilar ini bagi ekonomi Indonesia belum
memberikan kontribusi positif. Bahkan subpilar ini masih memberikan
efek negatif terhadap produktivitas tenaga kerja.



42 Ichim, Nela Ramona (2012). Assessing the Effectiveness of EU Competition Policy During The Economic Crisis.
Romanian-American University, Bucuresti,
Romania
43 Li, Suhong. Bhanu Ragu-Nathanb,T.S. Ragu-Nathanb, S. Subba Raob (2004). The Impact of Supply Chain
Management Practices on Competitive Advantage and Organizational Performance. College of Business
Administration, the University of Toledo, Toledo, OH. USA.
Desember 2014




PKRB | BKF
63

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Pasar yang lebih besar, dalam arti
lebih banyak orang atau
perdagangan yang lebih terbuka,
mendukung berbagai macam
barang, sehingga ruang produk
yang lebih ramai. Hal ini
menimbulkan elastisitas harga
permintaan dan menurunkan
mark-up harga












Perusahaan di negara-negara
berkembang menawarkan
kesempatan serta tantangan, dan
pemerintah di negara-negara
memfasilitasi akses ke pasar
negara-negara maju. GSC ini
menuntut efisiensi dan
kompetensi pemasok. Untuk
negara-negara berkembang,
maka penting sekali untuk
menerapkan kebijakan ekonomi
yang meningkatkan daya saing
perusahaan nasional, juga
meningkatkan keandalan dan
efisiensi







Riset Kajian PKRB

Extent of Market Dominance


Desmet, et al (2010)44 mengusulkan sebuah mekanisme baru
di mana pasar yang lebih besar meningkatkan kompetisi dan
memfasilitasi proses inovasi. Pasar yang lebih besar, dalam arti lebih
banyak orang atau perdagangan yang lebih terbuka, mendukung
berbagai macam barang, sehingga ruang produk yang lebih ramai. Hal
ini menimbulkan elastisitas harga permintaan dan menurunkan mark-
up harga. Perusahaan yang lebih besar memiliki amortisasi R & D,
sehingga proses adopsi teknologi canggih lebih mudah. Dengan
meningkatkan jumlah varietas barang atau produk memungkinkan
subtitusi antara varietas ketika pasar produk tersebut bertambah
besar, sehingga meningkatkan elastisitas harga permintaan. Demikian
pula, pada perusahaan menjadi lebih besar, titik impas menjadi lebih
cepat dicapai sehingga mark-up harga dapat dihindari oleh
perusahaan. Namun bagi sektor perdagangan Indonesia, subpilar ini
masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas.

Local Supply Quality
Selama tiga dekade terakhir, rantai supply global (Global
Supply Chains/GSC) semakin menguat dan semakin penting untuk
menghubungkan negara-negara berkembang ke pasar internasional
(Nicita, 2013)45. Dewasa ini, bagian besar proses produksi GSC terjadi
di negara-negara berkembang. Perusahaan di negara-negara
berkembang menawarkan kesempatan serta tantangan, dan
pemerintah di negara-negara memfasilitasi akses ke pasar negara-
negara maju. GSC ini menuntut efisiensi dan kompetensi pemasok.
Untuk negara-negara berkembang, maka penting sekali untuk
menerapkan kebijakan ekonomi yang meningkatkan daya saing
perusahaan nasional, juga meningkatkan keandalan dan efisiensi. Di
masa lalu, daya saing perusahaan negara berkembang terutama
didasarkan pada kebijakan perdagangan, sering dalam bentuk akses
pasar preferensial. Kebijakan perdagangan, meskipun masih penting,
tidak lagi memadai. Alasannya bukan hanya karena erosi preferensi
dan penurunan tarif, tetapi juga karena model bisnis GSC sendiri.
Dalam GSC, daya saing ditentukan oleh berbagai faktor, terutama
oleh kualitas kebijakan yang mempengaruhi lingkungan bisnis secara
keseluruhan. Namun di negara berkembang, penerapan GSC ini
dihadapkan kerugian substansial, yang disebabkan oleh kekurangan


44 Desmet, Klaus and Stephen L. Parente., (2010). Bigger Is Better: Market Size, Demand Elasticity, and Innovation.

International Economic Review, May 2010, Vol. 51, No. 2


45 Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic
Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study
Series No. 55.
Desember 2014




PKRB | BKF
64

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA












Globalisasi pasar dan proses
reorganisasi distribusi melibatkan
perubahan struktur pasar yang
berupa perluasan pasar nasional
dan peluang muncul baru untuk
memuaskan permintaan
konsumen (Mattsson &
Wallenberg, 2003). Spesialisasi
distribusi dapat dilakukan baik
berupa tingkat distribusi dan
barang dan jasa ditangani
(Mallen, 1996). Selain itu, sebagai
pasar global mengembang,
banyak perusahaan multinasional
telah mengembangkan
komunikasi di seluruh dunia,
distribusi dan informasi jaringan
yang memfasilitasi arus informasi
dan barang melintasi batas-batas
nasional







Namun intensitas modal dapat
merupakan sumber keunggulan
karena pendistribusian dan
pengeloaan modal perlu efisiensi

Riset Kajian PKRB

sumber daya substansial yang diperlukan. Dengan tidak adanya


pendukung usaha, kebijakan nasional di negara berkembang dan
berpenghasilan rendah akan terus berpartisipasi dalam GSC namun
hanya sebagai penyedia nilai tambah rendah yang bersumber dari
nilai komponen yang hanya memiliki kontribusi terbatas pada produk
global. Bagi perdagangan Indonesia, subpilar ini berkorelasi negatif
terhadap produktivitas.

Control of International Distribution
Dalam setiap proses globalisasi, distribusi barang dan jasa
antara dan dalam pasar industri dan konsumen lokal sangat penting.
Globalisasi pasar dan proses reorganisasi distribusi melibatkan
perubahan struktur pasar yang berupa perluasan pasar nasional dan
peluang muncul baru untuk memuaskan permintaan konsumen
(Mattsson & Wallenberg, 2003)46. Spesialisasi distribusi dapat
dilakukan baik berupa tingkat distribusi dan barang dan jasa ditangani
(Mallen, 1996). Selain itu, sebagai pasar global mengembang, banyak
perusahaan multinasional telah mengembangkan komunikasi di
seluruh dunia, distribusi dan informasi jaringan yang memfasilitasi
arus informasi dan barang melintasi batas-batas nasional (Min & Eom,
1994)47. Keunggulan saluran distribusi telah menjadi sumber
diferensiasi kompetitif yang kuat. Dalam 1980-an dan 1990-an,
perusahaan mulai melihat bahwa saluran distribusi lebih dari sekedar
sumber penghematan biaya, saluran distribusi merupakan sumber
peningkatan produk atau pelayanan yang merupakan bagian dari
proses supply chain yang lebih luas untuk menciptakan keunggulan
kompetitif. (Mentzer et al, 2004)48. Bagi ekonomi indonesia, subpilar
jaringan distribusi ini masih memberikan korelasi negatif terhadap
produktivitas dalam sektor perdagangan.

Nature of Competitive Advantage
Penelitian produktivitas lebih banyak difokus pada
produktivitas tenaga kerja. Intensitas modal diperlakukan sebagai
salah satu faktor penyebab perbedaan tingkat produktivitas tenaga
kerja. Namun intensitas modal dapat merupakan sumber keunggulan
karena pendistribusian dan pengeloaan modal perlu efisiensi.
Dengan menggunakan sampel negara Amerika Serikat, Jerman, dan


46 Mattsson, L-G., and Wallenberg, P., (2003). Reorganization of distribution in globalization of markets: the
dynamic context of supply chain management. Supply Chain Management: An International Journal, Vol. 8, pp.
416-426.
47 Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal
of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-29.
48 Mentzer, J. T., Min, S., and Bobbitt, M. L., (2004). Toward a unified theory of logistics.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 34, pp. 606-627.
Desember 2014




PKRB | BKF
65

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA



























bagi Indonesia, produktivitas
tenaga kerja dalam sektor
perdagangan masih berkorelasi
negatif terhadap subpilar nature
of competitive advantage




Data empiris menunjukkan bahwa
dampak pertumbuhan dan
produktivitas infrastruktur adalah
ambigu. Hal ini berarti pola
hubungan pertumbuhan dan
produktivitas tidak dapat ditarik
kesimpulan umum dan bersifat
lokal

Riset Kajian PKRB

Jepang, pada periode 1991 dan 1995, produktivitas modal di Jerman


dan Jepang secara signifikan di bawah produktivitas di Amerika
Serikat. Produktivitas modal di Jerman dan Jepang hanya sekitar dua-
pertiga dari tingkat A.S. Produktivitas modal industri mobil Jepang
dan ritel Jerman mampu memiliki tingkat produktivitas modal setara
dengan Amerika Serikat. Namun hal tersebut bukan berarti
produktivitas modal di Jerman dan Jepang lebih buruk dibandingkan
di Amerika Serikat. Penelitian Borsch-Supan (1998) memberi
penjelasan baru tentang hal tersebut49. Pada ekonomi Jerman,
tingginya harga tenaga kerja di Jerman relatif terhadap modal
merasionalisasi intensitas modal yang lebih rendah dibandingkan
dengan produktivitas modal di Amerika Serikat. Produktivitas modal
di Jerman mencapai 86 persen dibandingkan dengan produktivitas
modal di Amerika Serikat. Pada ekonomi Jepang, sektor pasar
memiliki intensitas modal yang lebih rendah dibandingkan dengan
intensitas modal di Amerika, sehingga relative rendahnya
produktivitas modal di Jepang, yang dibandingkan dengan
produktivitas modal di Amerika Serikat, bukan merupakan penjelasan
bagi rendahnya produktivitas modal di Jepang. Dengan kata lain,
keunggulan natural atas modal dimiliki oleh ekonomi Amerika Serikat,
sehingga memungkinkan ekonomi Amerika Serikat memiliki tingkat
produktivitas modal lebih baik dibandingkan dengan ekonomi Jepang
dan Jerman. Ekonomi Jerman dan Jepang memiliki keunggulan
natural dalam tenaga kerja sehingga intensitas penggunaan modal di
Jepang dan Jerman lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat.
Namun bagi Indonesia, produktivitas tenaga kerja dalam sektor
perdagangan masih berkorelasi negatif terhadap subpilar nature of
competitive advantage.

6.3. Bidang Infrastruktur

Data empiris menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan dan
produktivitas infrastruktur adalah ambigu. Hal ini berarti pola
hubungan pertumbuhan dan produktivitas tidak dapat ditarik
kesimpulan umum dan bersifat lokal. Hal ini menunjukkan bahwa
pola hubungan tersebut sensitive terhadap kondisi lokal50.


49 Borsch-Supan, Axel. 1998. Capital's Contribution to Productivity and the Nature of Competition. Brookings
Papers: Microeconomics.
50 Fedderke, J.W. and Z.Bogetic (2006). Infrastructure and Growth in South Africa: Direct and Indirect Productivity
Impacts of Nineteen Infrastructure Measures. Accelerated and Shared Growth in South Africa: Determinants,
Constraints and Opportunities. The Birchwood Hotel and Conference Centre Johannesburg, South Africa. 18 - 20
October 2006.
Desember 2014




PKRB | BKF
66

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Pertumbuhan ekonomi global
adalah kunci pendorong
pertumbuhan permintaan lalu
lintas udara. Namun, sementara
permintaan lalu lintas udara
meningkat sebagai akibat
pertumbuhan ekonomi,
transportasi udara itu sendiri
dapat menjadi penyebab kunci
dan fasilitator pertumbuhan
ekonomi























Kinerja produktivitas yang kuat
dapat sebagian besar disebabkan
oleh reformasi yang dilakukan di
angkutan udara, angkutan kereta
api, dan sektor angkutan truk di
1980-an dan awal 1990-an

Bagi ekonomi Indonesia,
peningkatan kualitas (subpilar)
transportasi (secara) keseluruhan
dan kereta api berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga
kerja di sektor infrastruktur..

Riset Kajian PKRB

Quality of Air Transportation


Pertumbuhan ekonomi global adalah kunci pendorong
pertumbuhan permintaan lalu lintas udara. Namun, sementara
permintaan lalu lintas udara meningkat sebagai akibat pertumbuhan
ekonomi, transportasi udara itu sendiri dapat menjadi penyebab
kunci dan fasilitator pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya industri
penerbangan industri tersebut besar dalam dirinya sendiri, yang
mempekerjakan sejumlah besar pekerja terampil, namun industri
penerbangan menjadi kunci utama pendorong perekonomian global
yang berkembang pesat. Koneksi jaringan angkutan udara global yang
lebih besar dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi dengan penyediaan akses yang lebih baik ke pasar,
meningkatkan link dalam dan antara bisnis dan penyediaan akses
yang lebih besar untuk sumber daya dan untuk pasar modal
internasional. Berdasarkan analisis 48 negara selama sembilan tahun,
penerbangan konektivitas dan produktivitas buruh-GDP per jam kerja
memiliki hubungan positif yang kuat51. Namun, transportasi udara di
Indonesia masih menunjukkan korelasi negatif terhadap produktifas
tenaga kerja per waktu kerja terutama tenaga kerja tak trampil, dan
produktivitas kapital.

Quality of Railroads Transportation
Dari tahun 1981 sampai tahun 2006, total faktor produktivitas
(TFP) negara Kanada tumbuh sebesar 3,6 persen per tahun untuk
kereta api barang, 2 persen per tahun untuk maskapai penerbangan,
dan 1,8 persen per tahun untuk truk. Sebagai perbandingan,
pertumbuhan TFP di sektor bisnis Kanada secara keseluruhan hanya
0,2 persen per tahun selama periode yang sama. Hal ini
menggarisbawahi kontribusi penting dari mode ini untuk
produktivitas dalam bisnis secara keseluruhan sektor.
Kinerja produktivitas yang kuat dapat sebagian besar
disebabkan oleh reformasi yang dilakukan di angkutan udara,
angkutan kereta api, dan sektor angkutan truk di 1980-an dan awal
1990-an. Secara khusus, pendorong utama dari pertumbuhan
produktivitas adalah perubahan kebijakan pemerintah dalam
kepemilikan struktur, deregulasi harga, dan peningkatan persaingan.
Secara umum, peningkatan produktivitas telah menyebabkan harga
yang lebih rendah bagi pengguna akhir. Misalnya, kereta api harga
barang yang 70 persen lebih rendah secara real dalam 2006 bila
dibandingkan dengan tahun 198152. Bagi ekonomi Indonesia,

51 Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8
52

The Conference Board of Canada. 2009. Performance the Productivity of Canadas Transportation Sector:
Market Forces and Governance Matter. Energy, Environment and Transportation Policy
Desember 2014




PKRB | BKF
67

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA












Logistik yang efektif sangat
penting untuk daya saing
Rumania, untuk menanggapi
tenggat waktu dan biaya kontrol
berkaitan dengan ekspor serta
impor ke dan dari Uni Eropa











Oleh karena itu, peningkatan
pembangunan infrastruktur akan
menguntungkan perekonomian
secara keseluruhan dengan
menghubungkan daerah
pedesaan ke pasar yang lebih
besar, meningkatkan
produktivitas, mengurangi biaya
transportasi, dan umumnya
mendorong pembangunan dan
kegiatan ekonomi yang lebih









Riset Kajian PKRB

peningkatan kualitas (subpilar) transportasi (secara) keseluruhan dan


kereta api berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja di
sektor infrastruktur. Tenaga kerja tak trampil masih dapat
dipekerjakan dalam infrastruktur pengangkutan darat dan kereta api,
dan memberikan peningkatan produktivitas.


Quality of Overall Transportation
Pemerintah Rumania mengadari bahwa kebutuhan
transportasi dan perdagangan logistik yang efisien dibutuhkan untuk
mewujudkan potensi negara sebagai pusat logistik regional, yang juga
akan meningkatkan ekspor intraregional.53 Logistik yang efektif
sangat penting untuk daya saing Rumania, untuk menanggapi tenggat
waktu dan biaya kontrol berkaitan dengan ekspor serta impor ke dan
dari Uni Eropa. Ketika membandingkan Eropa dan Asia Tengah
dengan daerah lain dan negara-negara berpenghasilan menengah di
Eropa, kinerja logistik Rumania belum menonjol dan masih dibatasi
oleh kualitas infrastruktur, bea cukai, dan kinerja kualitas jasa logistik.
Padahal, sektor logistik Rumania berada di persimpangan jalan yang
menghubungkan Barat dan Eropa Timur, dan Utara dengan Selatan
dan juga pada sumbu transit antara Eropa dan Asia. Namun,
infrastruktur transportasi Rumania menghadapi infrastruktur
transportasi yang miskin, underinvested, terfragmentasi, dan
bervariasi dari segi kualitas.
Oleh karena itu, peningkatan pembangunan infrastruktur akan
menguntungkan perekonomian secara keseluruhan dengan
menghubungkan daerah pedesaan ke pasar yang lebih besar,
meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transportasi, dan
umumnya mendorong pembangunan dan kegiatan ekonomi yang
lebih. Sebuah rencana yang komprehensif dan terkoordinasi untuk
membawa infrastruktur Rumania ke tingkat Uni Eropa harus tinggi
pada daftar prioritas bagi para pembuat kebijakan. Dengan pola yang
serupa, perbaikan kualitas transportasi secara keseluruhan di
Indonesia telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja per pekerja
dalam sektor infrastruktur.

6.4. Bidang Logistik

Bank Dunia menempatkan Singapore sebagai No 1 Logistik
Hub di antara 155 negara secara global di Indeks Kinerja Logistik
2012. Lokasi yang strategis di jantung Asia Tenggara, posisi pelabuhan
Singapore sebagai hub dalam perdagangan global, serta pengetahuan


53

World Bank (2012).Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy Washington DC.




PKRB | BKF

Desember 2014

68

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA



























Prosedur memberikan perusahaan
efisiensi yang lebih besar dalam
memperoleh izin/dokumentasi
untuk barang-barang yang
diperdagangkan. Efisiensi dalam
manajemen informasi yang
dibuktikan melalui platform
seperti TradeNet, sebuah national
single window elektronik yang
menyediakan platform satu atap
menyederhanakan semua
dokumentasi, menghemat waktu,
biaya dan meningkatkan
efisiensi





Inovasi broadband internet dan
pengembangan pasar jasa telah
membuka lapangan pekerjaan
baru bagi pekerja eropa terdidik

Riset Kajian PKRB

dan keahlian dalam pelayaran internasional dan transportasi, semua


berkontribusi untuk posisi ini. Pada tahun 2010, ada lebih dari 7000
perusahaan logistik di Singapore, mempekerjakan lebih dari 180.000
orang (yaitu sekitar 9% dari total angkatan kerja), dan industri
memberikan kontribusi 9% terhadap PDB Singapore. Dengan
throughput 29.370.000 TEU ini, Singapore adalah pelabuhan
kontainer terbesar kedua pada tahun 2011. Pelabuhan Singapore
terkait dengan 600 pelabuhan di 123 negara melalui 200 jalur
pelayaran. Selain itu, Bandara Changi Singapore dilayani oleh lebih
dari 4500 penerbangan menghubungkan ke 200 kota di 60 negara,
dan peringkat ke-10 di seluruh dunia dalam hal kargo yang ditangani,
dengan 2,09 juta ton pada tahun 2011 Singapore telah menjadi
pilihan logistik dan manajemen rantai pasokan hub untuk pemain di
industri seperti aerospace terkemuka, ilmu biomedis, elektronik dan
telekomunikasi. Dewasa ini, 21 dari top 25 dunia penyedia logistik
yang berbasis di Singapore, antara lain adalah: Agility, DHL, FedEx,
TNT, UPS, Nippon Express, NYK Logistik dan Tol Logistik. Oleh karena
infrastruktur kelas dunia dan konektivitas global yang sangat baik,
Singapore menjadi lokasi pemasok logistik dan dan manajemen rantai
pasokan hub untuk produsen terkemuka di industri, yang meliputi
Avaya, Diageo, Dell, Hewlett Packard, Infineon, LVMH, Novartis, ON
Semiconductor, Panasonic, dan Siemens Instrumen Kedokteran.
Singapore juga telah diakui memiliki kebiasaan yang sangat
efisien dan ramah bisnis impor atau ekspor. Prosedur memberikan
perusahaan efisiensi yang lebih besar dalam memperoleh
izin/dokumentasi untuk barang-barang yang diperdagangkan.
Efisiensi dalam manajemen informasi yang dibuktikan melalui
platform seperti TradeNet, sebuah national single window elektronik
yang menyediakan platform satu atap menyederhanakan semua
dokumentasi, menghemat waktu, biaya dan meningkatkan efisiensi.
TradeNet memungkinkan para pedagang dan perusahaan ekspedisi
untuk melamar dan menerima izin perdagangan dari 35 instansi
pengendali untuk tujuan impor, ekspor dan transshipment barang54.

6.4.1. Korelasi Positif

Broadband internet subscriptions/ 100 pop
Inovasi broadband internet dan pengembangan pasar jasa
telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi pekerja eropa terdidik.
Pengembangan produk jasa baru muncul dari perpindahan pekerja di
sector tradisional ke sector dinamis. Dengan demikian, broadband
memiliki dampak positif terhadap tingkat produktivitas, pertumbuhan


54 World Bank (2012).Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy Washington DC.
Desember 2014




PKRB | BKF

69

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


broadband memiliki dampak
positif terhadap tingkat
produktivitas, pertumbuhan dan
employment












Bagi ekonomi Indonesia,
peningkatan kualitas (subpilar)
transportasi (secara) keseluruhan
dan kereta api berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga
kerja di logistik








Perbaikan kualitas transportasi
secara keseluruhan di Indonesia
telah meningkatkan produktivitas
tenaga kerja per pekerja dalam
sektor logistik






Faktor inovasi menjadi faktor
signifikan pertumbuhan ekonomi

Riset Kajian PKRB

dan employment (Fomefeld, 2008)55.


Dalam penelitian di Eropa menunjukkan sebesar 1,3 billion
pekerjaan sector tradisional hilang, namun sebanyak 1,4 billion
pekerjaan sector dinamis tercipta. Pengembangan pasar baru
tersebut menciptakan lebih dari 100.000 pekerjaan baru per tahun
dan meningkatkan GDP Eropa sebesar 82,4 Billion per tahun (0.71%).
Pada kondisi yang sama, subpilar ini telah memberikan kontribusi
positif terhadap produktivitas tenaga kerja.

Quality of railroads transportation
Transportasi kereta api memiliki kapasitas daya angkut yang
relatif besar, sehingga memiliki biaya transportasi yang relatif rendah
dibandingkan biaya angkutan yang lain. Secara umum, peningkatan
produktivitas pengangkutan kereta api di negara Kanada telah
menyebabkan harga yang lebih rendah 70 persen bagi pengguna
akhir pada 2006, bila dibandingkan harga barang pada tahun 198156.
Bagi ekonomi Indonesia, peningkatan kualitas (subpilar) transportasi
(secara) keseluruhan dan kereta api berkorelasi positif terhadap
produktivitas tenaga kerja di logistik. Tenaga kerja tak trampil masih
dapat berpartisipasi dalam sektor logistik yang dilakukan pada
pengangkutan darat.

Quality of overall transportation
Oleh karena itu, peningkatan sarana transportasi, terutama
jalan, telah meningkatkan frekuensi arus barang dan penumpang
antar kota, antar desa, dan antar kota dan desa. Peningkatan tersebut
memberikan keuntungan bagi perekonomian secara keseluruhan
dengan menghubungkan produsen dan konsumen ke pasar, dan juga
membuka akses pasar yang lebih luas. Perbaikan kualitas transportasi
secara keseluruhan di Indonesia telah meningkatkan produktivitas
tenaga kerja per pekerja dalam sektor logistik

Capacity of innovation
Faktor inovasi menjadi faktor signifikan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh
peningkatan produksi, dan peningkatan produksi tersebut
membutuhkan pengangkutan logistik ke pasar dan ke konsumen.
Oleh karena itu, kemampuan inovasi logistik berperan penting dalam
memperlancar arus distribusi barang ke pasar dan ke konsumen.


55 Fomefeld, Martin., Gilees Delaunay, Dieter Elixmann. 2008. The Impact of Broadband on Growth and
Productivity. MICUS.
56 The Conference Board of Canada. 2009. Performance the Productivity of Canadas Transportation Sector:
Market Forces and Governance Matter. Energy, Environment and Transportation Policy

Desember 2014

PKRB | BKF

70

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


subpilar kapasitas inovasi di
Indonesia berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga
kerja per pekerja






Cluster logistik merupakan
aglomerasi dari beberapa jenis
perusahaan dan operasi:
(i) perusahaan menyediakan
layanan logistik, seperti
transportasi, pergudangan dan
forwarder, dan (ii) logistik operasi
perusahaan industri, seperti
operasi distribusi pengecer,
produsen, dan distributor

















Berdasarkan hasil penelitian Sheffi
(2010) menunjukkan bahwa
cluster logistic memberikan
banyak keuntungan




Riset Kajian PKRB

Dalam sektor logistik ini, subpilar kapasitas inovasi di Indonesia


berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja per pekerja.
Hal ini berarti bahwa inovasi dalam sektor logistik meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

6.4.2. Korelasi Negatif

State of cluster development
Cluster logistik merupakan aglomerasi dari beberapa jenis
perusahaan dan operasi: (i) perusahaan menyediakan layanan
logistik, seperti transportasi, pergudangan dan forwarder, dan (ii)
logistik operasi perusahaan industri, seperti operasi distribusi
pengecer, produsen, dan distributor (Sheffi, 2010)57. Cluster logistik
tersebut juga termasuk perusahaan yang perusahaan jasa logistik,
seperti operasi pemeliharaan truk, penyedia perangkat lunak, firma
hukum khusus, keuangan internasional penyedia jasa, dll. Cluster
Logistik menunjukkan banyak keuntungan yang sama bahwa klaster
industri umum (seperti Silicon Valley, Hollywood, atau Wall Street)
melakukan: peningkatan produktivitas karena sumber daya bersama
dan ketersediaan pemasok; meningkatkan jaringan manusia,
termasuk berbagi pengetahuan; komunikasi tacit dan pemahaman;
tingkat kepercayaan yang tinggi di antara perusahaan di cluster;
ketersediaan tenaga kerja yang khusus seperti serta fasilitas
pendidikan dan pelatihan; dan pusat-pusat penciptaan pengetahuan,
seperti perguruan tinggi, konsultasi perusahaan, dan think tank.
Cluster Logistik, bagaimanapun, menunjukkan karakteristik lain yang
membuat mereka unik dalam hal pembentukan cluster dan kontribusi
mereka terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga menempatkan
cluster logistik penting dalam kebijakan pemerintah daerah dan
nasional.
Berdasarkan hasil penelitian Sheffi (2010) menunjukkan
bahwa cluster logistik memberikan banyak keuntungan dari semua
klaster industri dalan hal menciptakan hubungan saling percaya
antara perusahaan, yang mengarah ke pertukaran pengetahuan tacit
antara individu dan budaya kolaboratif yang kuat dan kegiatan
bersama untuk manfaat semua cluster perusahaan, selain menarik
pemasok, termasuk pemasok pengetahuan dalam hal penelitian dan
lembaga pendidikan. Elemen tersebut membantu menciptakan
umpan balik positif di mana lebih perusahaan dalam setiap cluster
industri meningkatkan manfaat dan berdampak kepada semakin


57 Sheffi, Yossi. 2010. Logistics Intensive Clusters: Global Competitiveness and Regional Growth. Elisha Gray II
Professor of Engineering Systems, MIT

Desember 2014

PKRB | BKF

71

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA






















Namun, kasus ekonomi Indonesia,
subpilar ini masih memberikan
kontribusi negatif produktivitas
tenaga kerja di bidang logistik




Amerika Tengah mengalami
pertumbuhan ekonomi yang kuat
dari tahun 2003 sampai 2008,
namun pertumbuhan tersebut
tidak akan berkelanjutan dan
inklusif kecuali didasarkan
peningkatan daya saing secara
keseluruhan di wilayah tersebut







Namun, bagi produktivitas tenaga
kerja di Indonesia dalam sektor
logistik, subpilar ini juga masih
berkorelasi negatif

Riset Kajian PKRB

menarik banyak perusahaan.


Cluster Logistik menunjukkan dua keuntungan utama, yaitu: (i)
pengembangan cluster logistik mungkin lebih kuat dibandingkan
dengan banyak kelompok lain karena economies of scope, skala,
kepadatan dan frekuensi yang terlibat dalam penyediaan transportasi
jasa, dan (ii) kesempatan untuk berbagi sumber daya dalam
menghadapi fluktuasi permintaan pekerja, peralatan, dan ruang
gudang.
Operasi logistik dapat menemukan dalam sebuah cluster
logistik karena peran cluster dalam mendukung economies of scope
(terutama untuk moda transportasi operasi langsung) dan ekonomi
kepadatan (terutama untuk moda transportasi konsolidasi);
penyediaan mereka spill-over kapasitas pergudangan dan
transportasi; dan kemampuan untuk bekerja sama antara penyedia
ketika berhadapan dengan fluktuasi permintaan. Cluster tersebut
menyediakan berbagai kesempatan kerja eksekutif, IT, dan pekerjaan
profesional lainnya, dan mereka diversifikasi basis ekonomi karena
mereka mendukung banyak industri lain, seperti manufaktur serta
berbagai "mini-cluster." Namun, kasus ekonomi Indonesia, subpilar ini
masih memberikan kontribusi negatif produktivitas tenaga kerja di
bidang logistik.

Quality of scientific research institutions
Amerika Tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat
dari tahun 2003 sampai 2008, namun pertumbuhan tersebut tidak
akan berkelanjutan dan inklusif kecuali didasarkan peningkatan daya
saing secara keseluruhan di wilayah tersebut (Guasch, 2012)58. Oleh
karena ukuran pasar domestik kecil, negara-negara ini telah
menempatkan perluasan perdagangan internasional untuk
pembangunan ekonomi dan sosial. Agar rencana tersebut dapat
bekerja maka negara-negara harus meningkatkan daya saing ekonomi
internasional. Guasch (2012) memberikan rekomendasi atas
kemitraan dan donor publik-swasta dalam peningkatan daya saing:
(i) inovasi, transfer pengetahuan, dan kualitas sistem;
(ii) infrastruktur dan logistik; (iii) pengarusutamaan kegiatan usaha
kecil dan menengah; (iv) pendidikan dan modal manusia; dan
(v) reduksi kejahatan dan kekerasan serta penguatan tata
pemerintahan secara keseluruhan. Namun, bagi produktivitas tenaga
kerja di Indonesia dalam sektor logistik, subpilar ini juga masih
berkorelasi negatif.


58 Guasch, Jos Luis, Liliana Rojas-Suarez, and Veronica Gonzales. 2012. Competitiveness in Central America the
Road to Sustained Growth and Poverty Reduction. Center for Global Development.

Desember 2014

PKRB | BKF

72

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Selama tiga dekade terakhir,
rantai supply global (GSC) semakin
menguat dan semakin penting
untuk menghubungkan negara-
negara berkembang ke pasar
internasional


Bagi Indonesia, subpilar ini
berkorelasi negatif terhadap
produktivitas dalam sektor
logistik






Dalam setiap proses globalisasi,
distribusi barang dan jasa antara
dan dalam pasar industri dan
konsumen lokal sangat penting






Bagi ekonomi indonesia, subpilar
kontrol terhadap distribusi
(barang dan informasi)
internasional ini masih
memberikan korelasi negatif
terhadap produktivitas dalam
sektor logistik



Salah satu jaringan logistik adalah
transportasi udara. Sebagaimana
uraian di atas, pertumbuhan
ekonomi global adalah kunci
pendorong pertumbuhan
permintaan lalu lintas udara

Riset Kajian PKRB

Local Supply Quality


Selama tiga dekade terakhir, rantai supply global (Global
Supply Chains/GSC) semakin menguat dan semakin penting untuk
menghubungkan negara-negara berkembang ke pasar internasional
(Nicita, 2013)59. Dewasa ini, bagian besar proses produksi GSC terjadi
di negara-negara berkembang, sehingga peran sektor logistik menjadi
penting untuk memfasilitasi akses ke pasar negara-negara maju.
Namun di negara berkembang, penerapan GSC ini dihadapkan pada
kerugian substansial, yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya
substansial yang diperlukan, seperti dukungan sektor logistik. Dengan
tidak adanya pendukung logistik, kebijakan nasional GSC di negara
berkembang hanya memiliki kontribusi terbatas pada produk global.
Bagi Indonesia, subpilar ini berkorelasi negatif terhadap produktivitas
dalam sektor logistik.

Control of International Distribution
Dalam setiap proses globalisasi, distribusi barang dan jasa
antara dan dalam pasar industri dan konsumen lokal sangat penting.
Globalisasi pasar sektor logistik semakin penting. Perluasan pasar
menuntut perkembangan jaringan logistik. Spesialisasi distribusi
dapat dilakukan baik berupa tingkat jaringan logistik dan distribusi
barang dan jasa ditangani (Mallen, 1996). Selain itu, sebagai pasar
global mengembang, banyak perusahaan multinasional telah
mengembangkan komunikasi di seluruh dunia, jaringan logistik dan
informasi yang memungkinkan arus informasi dan barang melewati
batas-batas nasional (Min & Eom, 1994)60. Keunggulan saluran
distribusi dan jaringan logistik telah menjadi sumber diferensiasi
kompetitif yang kuat. Bagi ekonomi indonesia, subpilar kontrol
terhadap distribusi (barang dan informasi) internasional ini masih
memberikan korelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor
logistik.

Quality of air transportation
Salah satu jaringan logistik adalah transportasi udara.
Sebagaimana uraian di atas, pertumbuhan ekonomi global adalah
kunci pendorong pertumbuhan permintaan lalu lintas udara. Namun,
sementara permintaan lalu lintas udara meningkat sebagai akibat
pertumbuhan ekonomi, transportasi udara itu sendiri dapat menjadi


59 Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic

Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study
Series No. 55.
60 Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal
of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-29.
Desember 2014




PKRB | BKF
73

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA











Namun, subpilar transportasi
udara di Indonesia masih
menunjukkan korelasi negatif
terhadap produktifas tenaga
kerja








Penelitian Price at-al (2013)
bertujuan untuk menguji
hubungan antara inovasi dan
pengetahuan di keluarga
dibandingkan bisnis non-keluarga
yang berkaitan dengan kinerja
UKM


Untuk kasus Indonesia, subpilar ini
belum mendorong produktivitas
tenaga kerja dalam sektor
UMKM




Meskipun awal, ukuran
perusahaan berhubungan negatif
dengan intensitas R & D, namun
kemungkinan terjadi pola
hubungan positif

Riset Kajian PKRB

penyebab kunci dan fasilitator pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya


industri penerbangan industri tersebut besar dalam dirinya sendiri,
yang mempekerjakan sejumlah besar pekerja terampil, namun
industri penerbangan menjadi kunci utama pendorong perekonomian
global yang berkembang pesat. Koneksi jaringan angkutan udara
global yang lebih besar dapat meningkatkan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan akses yang lebih baik ke
pasar, meningkatkan link dalam dan antara bisnis dan penyediaan
akses yang lebih besar untuk sumber daya dan untuk pasar modal
internasional. 61 Namun, subpilar transportasi udara di Indonesia
masih menunjukkan korelasi negatif terhadap produktifas tenaga
kerja per waktu kerja terutama tenaga kerja tak trampil, dan
produktivitas kapital dalam sektor logistik.

6.5. Bidang UMKM

6.5.1. Korelasi Positif

Capacity of Innovation
Penelitian Price at-al (2013) bertujuan untuk menguji
hubungan antara inovasi dan pengetahuan di keluarga dibandingkan
bisnis non-keluarga yang berkaitan dengan kinerja UKM. Berdasarkan
data dari 430 UKM di Amerika Serikat dan Australia dianalisis melalui
analisis regresi hirarkis. Faktor inovasi ditemukan menjadi faktor
signifikan dalam kedua UKM keluarga dan non-keluarga sampel.
Faktor pengetahuan ditemukan signifikan pada UKM Keluarga,
namun tidak signifikan pada UKM non-keluarga. Implikasi atas
temuan ini adalah kinerja UKM keluarga sedikit lebih baik
dibandingkan UKM non-keluarga62. Untuk kasus Indonesia, subpilar
ini belum mendorong produktivitas tenaga kerja dalam sektor
UMKM.

Intensity of Local Competition
Meskipun awal, ukuran perusahaan berhubungan negatif
dengan intensitas R & D, namun kemungkinan terjadi pola hubungan
positif. Dua temuan ini tidak konsisten, namun hal terdapat dapat
dijelaskan bahwa pada umumnya berteknologi tinggi mendapatkan
dana subsidi R&D yang lebih besar dibandingkan perusahaan
berteknologi rendah. Pada sisi lain, kompetisi mendorong intensitas


61 Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8
62 Price, David P., Michael Stoica and Robert J Boncella, 2013. The relationship between innovation, knowledge,

and performance in family and non-family firms: an analysis of SMEs. Journal of Innovation and Entrepreneurship
2013, 2:14.
Desember 2014




PKRB | BKF
74

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA









Demikian pula David (1995)
menunjukkan bahwa inovasi
produk memiliki dampak positif
pada produktivitas tenaga kerja
perusahaan, namun bagi
Indonesia, belum terjadi
fenomena yang sama.





Perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah (UKM) memainkan
peran penting dalam
perekonomian nasional, selain
memberikan kontribusi signifikan
terhadap penciptaan lapangan
kerja dan ekspor















Riset Kajian PKRB

R & D, terutama di perusahaan-perusahaan teknologi tinggi, dan R &


D, yang dihasilkan, memiliki dampak yang kuat dan cukup besar
dalam peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
inovasi proses dan inovasi produk (Hall, 2009)63. Bagi UKM, investasi
R & D adalah pengembangkan kemampuan perusahaan untuk
mengidentifikasi, mengasimilasi, dan mengeksploitasi pengetahuan
dari lingkungan. Dengan kata lain, tingkat minimum aktivitas R & D
adalah kondisi yang diperlukan untuk memperoleh manfaat dari
spillovers dan inovasi tanpa penelitian, sangat cocok untuk UKM
(Cowan dan van de Paal, 2000)64. Demikian pula David (1995)
menunjukkan bahwa inovasi produk memiliki dampak positif pada
produktivitas tenaga kerja perusahaan65, namun bagi Indonesia,
belum terjadi fenomena yang sama.

Quality of Overall Infrastructure

Perusahaan-perusahaan kecil dan menengah (UKM)
memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, selain
memberikan kontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja
dan ekspor. Untuk bersaing di pasar global, penguasaan teknologi
sangat penting. Kinerja UKM yang berlokasi di kota besar memiliki
akses teknologi yang lebih baik dibandingkan dengan UKM di kota
yang lebih kecil. Perbedaan ini terkadang membuat UKM di kota yang
lebih kecil tertinggal dan kurang mampu bersaing di pasar global.
Dalam kasus di UKM India, kinerja UKM ditentukan dan signifikan
dipengaruhi oleh dukungan infrastruktur, teknologi up grading,
sumber daya manusia, sedangkan faktor-faktor kebijakan pemerintah
dan peraturan, gaya manajemen, dukungan keuangan kurang
mempengaruhi kinerja UKM. Dukungan Infrastruktur perlu dianggap
sebagai salah satu konsep penting untuk mempertahankan kualitas
produk baik dalam jumlah ataupun ekspansi peningkatan
kemampuan produksi. Teknologi up-grading menjadi penting
mempengaruhi kinerja UKM karena inovasi produk yang reguler,
pedoman yang jelas tentang teknologi dan menjalankan proses
secara efektif dan efisien, pengalaman dan paparan teknologi terbaru
adalah kunci utama bagi peningkatan teknologi UKM. Produk UKM
dapat melakukan diversifikasi produk, peningkatan kualitas dan


63 Hall, Bronwyn H., Francesca Lotti and Jacques Mairesse 2009. Innovation and productivity in SMEs. Empirical
evidence for Italy. Temi di discussione (Working papers) Number 718 - June 2009. Banca DItalia.
64 Cowan, R. and G. van de Paal (2000), Innovation Policy in the Knowledge-Based Economy, European
Commission DG-Enterprise, Brussels.
65 David, P., and D. Foray (1995), Accessing and Expanding the Science and Technology Knowledge Base, STI
Review, n. 16, pp. 16-38.

Desember 2014




PKRB | BKF
75

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA



Namun, produktivitas tenaga
kerja Indonesia di UMKM masih
berkorelasi negatif






Penelitian Lam (2012) ini
membahas peran sektor keuangan
dalam mendukung pertumbuhan
usaha kecilndan menengah (UKM)
di Jepang





























Riset Kajian PKRB

kuantitas yang memadai. Sumber daya manusia memiliki prioritas


utama dalam menunjang kinerja UKM, yaitu melalui keterampilan
pekerja dalam perekrutan, keterlibatan karyawan dalam
mempertimbangkan saran-saran pekerja. Namun, produktivitas
tenaga kerja Indonesia di UMKM masih berkorelasi negatif.

6.5.2 Korelasi Negatif

Soundness of Banks
Penelitian Lam (2012)66 ini membahas peran sektor keuangan
dalam mendukung pertumbuhan Usaha Kecildan Menengah (UKM) di
Jepang. Perusahaan-level data UKM dan neraca perusahaan sektoral
menunjukkan bahwa banyak UKM menghadapi tantangan struktural
leverage yang tinggi dan profitabilitas yang rendah. Selain itu, krisis
keuangan global telah melemahkan posisi keuangan UKM, terutama
UKM yang memiliki kelayakan kredit rendah. Tantangan-tantangan ini
berhubungan erat dengan rendahnya ketersediaan dukungan kredit.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah sinergi pemerintah dengan
UKM dapat melalui supply risk-based capital dan menghilangkan
hambatan memulai usaha. Modal berbasis risiko tersebut
memungkinkan menjadi bumper terhadap kebangkrutan UKM dan
mendukung operasi bisnis UKM secara keseluruhan.
Akses pembiayaan juga menjadi masalah bagi UKM di Uni
Eropa, terutama negara-negara kawasan Eropa Selatan. Pada
kawasan Eropa Selatan menghadapi sejumlah tantangan struktural
dan mengakibatkan penurunan kredit agregat dan menyebar
pinjaman yang lebih tinggi, seperti deleveraging yang diperlukan,
risiko kredit yang lebih tinggi, rendahnya produktivitas UKM dan
lemahnya posisi bank, dan diperkuat oleh resesi yang mendalam.
Kegagalan pasar, pengangguran yang tinggi dan risiko yang
memburuk telah membuat pengelola keuangan Uni Eropa
memprioritaskan pembiayaan akses UKM akses yang lebih besar
(European Parliament, 2013)67.
Sampai saat ini, berbagai program Uni Eropa untuk
pembiayaan UKM baru mencapai sebagian kecil UKM. Terdapat tiga
pilihan utama yang ditargetkan untuk memperbaiki kondisi
pembiayaan UKM: (i) pinjaman yang lebih langsung oleh lembaga-
lembaga publik, seperti EIB, atau jaminan publik untuk pinjaman oleh
bank komersial, (ii) meningkatkan sekuritisasi kredit UKM, baik


66 Lam, W. Raphael and Jongsoon Shin., 2012. What Role Can Financial Policies Play in Revitalizing SMEs in Japan?

IMF Working Paper


67 European Parliament, 2013. Banking System Soundness is the Key to more SME Financing. Policy department a:
economic and scientific policy. Directorate General for Internal Policies.
Desember 2014




PKRB | BKF
76

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

























Namun, temuan kontribusi
subpilar ini masih berkorelasi
negatif terhadap produktivitas
tenaga kerja






Ditinjau dari aspek investasi maka
daya saing Indonesia pada 2013
tidak mengalami perubahan
dibandingkan dengan tahun
2010

Riset Kajian PKRB

melalui jaminan atau aset pembelian ECB, dan (iii) dana bank sentral
jangka panjang pada tingkat bunga rendah ditujukan untuk perluasan
pinjaman neto. Pilihan yang lain adalah menciptakan insentif bagi
bank untuk memberikan kredit kepada UKM yang kurang layak
dengan mendistorsi alokasi modal, sebagaimana dilakukan oleh
Jepang.
Pengalaman Uni Eropa dan Jepang sedikit berbeda dengan
pengalaman UKM di Korea Selatan (OECD, 2012)68. Meskipun
ketegangan meningkat, perdagangan antar-Korea telah ditopang oleh
kenaikan produksi di Gaesong Industrial Complex, yang didirikan pada
tahun 2004 sebagai sebuah kawasan untuk UKM Korea Selatan.
Bagian ekspor Gaesong-terkait dan impor meningkat dari 44% dari
total perdagangan antar-Korea pada tahun 2008 menjadi sekitar 70%
pada tahun 2010. Hingga September 2011, komplek Gaesong
memiliki 123 pabrik dan mempekerjakan sekitar 48 ribu pekerja
Korea Utara. Produksi naik 26% di tahun 2010 menjadi $ 323.000.000.
Pentingnya kawasan industri Gaesong mencerminkan keberhasilan
dalam menggabungkan tanah dan tenaga kerja murah dari Korea
Utara dengan modal dan teknologi dari Korea Selatan. Untuk
beberapa UKM, Gaesong memberikan solusi untuk upah yang tinggi
dan kekurangan tenaga kerja di Korea Selatan. Infrastruktur,
termasuk kereta api dan jalan, listrik, dan komunikasi, disediakan oleh
Korea Selatan. Namun, temuan kontribusi subpilar ini masih
berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja.


4.2. CLUSTER DAYA SAING MENURUT BEBERAPA INDIKATOR
1.
Cluster Daya Saing Investasi
Ditinjau dari aspek investasi maka daya saing Indonesia pada
2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010.
Indonesia berada pada cluster rendah bersama dengan Phillipines,
Thailand, dan Vietnam. Sementara itu, negara yang berada pada
cluster daya saing sedang untuk aspek investasi adalah Kamboja
dimana sebelumnya pada 2010 masih termasuk cluster rendah.
Singapore dan Malaysia adalah dua negara ASEAN yang memiliki daya
saing tinggi untuk investasi baik pada tahun 2010 maupun 2013
(Tabel 4.3)



68 OECD, 2012. OECD Economic Surveys: Korea. April 2012
Desember 2014


PKRB | BKF

77

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB









Tabel 4.3. Cluster Daya Saing Investasi 2010 dan 2013
Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

11.782

Malaysia

12.797

Singapore

12.797

Philippines

12.312

Thailand

12.294

Vietnam

11.463

Kamboja

.000


Cluster Membership 2010
Case
Number



Pada 2010 dan 2013, daya saing
Indonesia pada aspek
infrastruktur masih termasuk
pada cluster daya saing rendah
bersama dengan Phillipines,
Vietnam dan Kamboja

Desember 2014

Negara

Cluster Distance

Indonesia

11.153

Malaysia

8.287

Singapore

8.287

Philippines

13.794

Thailand

13.933

Vietnam

7.708

Kamboja

11.153

2.
Cluster Daya Saing Infrastruktur
Pada 2010 dan 2013, daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur
masih termasuk pada cluster daya saing rendah bersama dengan
Phillipines, Vietnam, dan Kamboja. Pada 2010, Thailand dan Malaysia
memiliki daya saing sedang namun pada 2013 daya saing Malaysia
meningkat menjadi cluster daya saing tinggi bersama dengan
Singapore. Sementara itu, daya saing Thailand masih tetap sama pada
kategori sedang (Tabel 4.4).

PKRB | BKF

78

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.4. Cluster Daya Saing Infrastruktur 2010 dan 2013


Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

1.110

Malaysia

1.210

Singapore

1.210

Philippines

.873

Thailand

.000

Vietnam

.672

Kamboja

1.047


Cluster Membership 2010
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

.817

Malaysia

1.062

Singapore

.000

Philippines

1.007

Thailand

1.062

Vietnam

.669

Kamboja

1.099

3. Cluster Daya Saing Logistik


Dari aspek daya saing logistik, daya saing Indonesia pada 2010
Dari aspek daya saing logistik,
termasuk dalam kategori rendah bersama dengan negara lain
daya saing Indonesia pada 2010
termasuk dalam kategori rendah seperti Philippines, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Sementara itu,
bersama dengan negara lain
Malaysia sudah termasuk dalam cluster daya saing logistik sedang
seperti Phillipines, Thailand,
dan Singapore termasuk dalam cluster tinggi. Dalam empat tahun
Vietnam dan Kamboja
kemudian, daya saing logistik Indonesia tidak mengalami
perkembangan karena pada 2013 daya saing Indonesia masih pada
kategori cluster rendah bersama dengan Philippines, Thailand dan
Kamboja. Sedangkan daya saing logistik Vietnam sudah meningkat
menjadi cluster sedang bersama dengan Malaysia. Pada tahun yang
sama, daya saing logistik Singapore tetap berada pada cluster tinggi
(Tabel 4.5).




Desember 2014

PKRB | BKF

79

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.5. Daya Saing Logistik 2010 dan 2013


Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

21.935

Malaysia

13.641

Singapore

.000

Philippines

16.950

Thailand

12.134

Vietnam

13.641

Kamboja

16.341

Cluster Membership 2010


Case
Number



Daya saing pada aspek
perdagangan Indonesia pada
2013 termasuk dalam kategori
cluster sedang

Negara

Cluster Distance

Indonesia

1.667

Malaysia

.000

Singapore

.000

Philippines

1.510

Thailand

2.344

Vietnam

1.580

Kamboja

2.021

4.

Cluster Daya Saing Perdagangan


Daya saing pada aspek perdagangan Indonesia pada 2013
termasuk dalam kategori cluster sedang. Negara lain yang termasuk
dalam kategori sedang adalah Philippines, Thailand, dan Kamboja.
Singapore dan Malaysia merupakan dua negara dengan daya saing
perdagangan tinggi. Sementara itu, posisi Vietnam masih berada
pada cluster daya saing perdagangan rendah. Posisi cluster daya
saing Indonesia tersebut mengalami peningkatan daripada 2010 yang
masih termasuk dalam kategori cluster rendah bersama dengan
Malaysia, Filipina, dan Thailand. Sedangkan daya saing perdagangan
Vietnam berada pada cluster sedang (Tabel 4.6).







Desember 2014

PKRB | BKF

80

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.6. Daya Saing Perdagangan 2010 dan 2013


Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

2.115

Malaysia

3.133

Singapore

3.133

Philippines

2.771

Thailand

1.743

Vietnam

.000

Kamboja

4.131


Cluster Membership 2010
Case
Number



Pada 2010 daya saing Indonesia
dalam aspek UMKM termasuk
pada cluster sedang

Desember 2014

Negara

Cluster Distance

Indonesia

2.246

Malaysia

2.660

Singapore

.000

Philippines

3.317

Thailand

2.182

Vietnam

2.177

Kamboja

2.177

5.

Cluster Daya Saing UMKM


Pada 2010 daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk
pada cluster sedang. Negara lain dengan kategori cluster yang sama
adalah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Philippines masih
termasuk dalam kategori cluster daya saing rendah. Singapore
merupakan negara dengan cluster daya saing UMKM tinggi. Pada
2013 daya saing UMKM Indonesia mengalami penurunan kategori
menjadi cluster rendah. Kondisi serupa juga dialami oleh negara
Vietnam dan Kamboja. Sebaliknya Phillipines mengalami peningkatan
cluster daya saing menjadi sedang. Malaysia dan Thailand juga
mengalami kenaikan cluster daya saing menjadi tinggi bersama-
sama satu cluster dengan Singapura (Tabel 4.7).




PKRB | BKF

81

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.7. Daya Saing UMKM 2010 dan 2013


Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

1.767

Malaysia

.812

Singapore

1.550

Philippines

.000

Thailand

1.896

Vietnam

1.658

Kamboja

1.069


Cluster Membership 2010
Case
Number



Secara umum, dengan
memperhatikan kelima indikator
investasi, infrastruktur, logistik
dan perdagangan maka daya
saing Indonesia pada 2010
termasuk dalam kategori cluster
rendah bersama dengan
Kamboja

Negara

Cluster Distance

Indonesia

1.850

Malaysia

2.456

Singapore

.000

Philippines

.000

Thailand

2.005

Vietnam

2.167

Kamboja

2.878

6.

Cluster Daya Saing Semua Indikator


Secara umum, dengan memperhatikan kelima indikator
investasi, infrastruktur, logistik dan perdagangan maka daya saing
Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori cluster rendah
bersama dengan Kamboja. Sementara itu, Philippines, Thailand dan
Vietnam termasuk ke dalam kategori cluster sedang. Malaysia dan
Singapore merupakan negara-negara yang termasuk dalam kategori
cluster tinggi. Dalam perkembangannya, pada 2013 Indonesia dan
Kamboja tidak mengalami kenaikan daya saing dimana kedua negara
ini masih termasuk dalam cluster rendah. Malaysia, Phillipines,
Thailand dan Vietnam berada dalam kategori cluster yang sama, yaitu
cluster sedang. Singapore merupakan satu-satunya negara dengan
daya saing tinggi (Tabel 4.8).


Desember 2014

PKRB | BKF

82

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Tabel 4.8. Daya Saing UMKM 2010 dan 2013


Cluster Membership 2013
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

29.588

Malaysia

37.889

Singapore

.000

Philippines

21.638

Thailand

19.803

Vietnam

20.737

Kamboja

29.588


Cluster Membership 2010
Case
Number

Negara

Cluster Distance

Indonesia

12.042

Malaysia

12.994

Singapore

12.994

Philippines

15.321

Thailand

15.088

Vietnam

10.218

Kamboja

12.042



4.3.

ANALISIS DEKOMPOSISI

Tingkat produktivitas dapat diukur dengan berbagai indeks
Tingkat produktivitas dapat diukur
produktivitas antara lain Index Total Factor Productivity, Index Labor
dengan berbagai indeks
Productivity (per jumlah tenaga kerja), Index Labor Productivity (per
produktivitas antara lain Index
Total Factor Productivity, Index
jam kerja), dan Index Capital Productivity. Jika ditinjau dari berbagai
Labor Productivity (per jumlah
indeks produktivitas tersebut, tingkat pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja), Index Labor
Productivity (per jam kerja), dan
Indonesia bervariasi (Diagram 4.1). Menurut Index Total Factor
Index Capital Productivity
Productivity, tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan

secara gradual mulai 1970 sampai dengan 1997 atau sampai dengan


krisis moneter. Mulai krisis moneter 1998, tingkat produktivitas lebih

rendah dari delapan tahun sebelumnya. Namun secara perlahan,

tingkat pertumbuhan Indeks TFP mengalami peningkatan sampai


dengan 2011.

Desember 2014

PKRB | BKF

83

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Jika tingkat produktivitas ditinjau
dari Index Labor Productivity baik
per tenaga kerja maupun jam
kerja, maka tingkat produktivitas
Indonesia mengalami peningkatan
secara menyakinkan

Riset Kajian PKRB

Jika tingkat produktivitas ditinjau dari Index Labor Productivity


baik per tenaga kerja maupun jam kerja, maka tingkat produktivitas
Indonesia mengalami peningkatan secara menyakinkan. Mulai 1970,
tingkat produktivitas mengalami peningkatan sampai pada 1997.
Mulai 1998 tingkat produktivitas sedikit mengalami penurunan
namun selanjutnya terus mengalami peningkatan yang cukup berarti.
Sebaliknya, tingkat pertumbuhan Index Capital Productivity
cenderung semakin turun secara tegas dari 1970 sampai dengan
2011.

5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

Total Factor Productivity


Labor productivity (number of employment)

Labor Productivity (hours worked)


Capital productivity


Diagram 4.1. Komposisi Pertumbuhan Indeks Produktivitas 1970-2011
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Sementara itu, kontribusi
Sementara itu, kontribusi pertumbuhan TFP, Capital dan Labor
pertumbuhan TFP, Capital dan
terhadap pertumbuhan output di Indonesia sangat bervariasi.
Labor terhadap pertumbuhan
Meskipun demikian, pertumbuhan output masih disumbang terutama
output di Indonesia sangat
bervariasi
dari kontribusi capital. Besaran kontribusi pertumbuhan Labor
terhadap pertumbuhan output cenderung sedikit lebih tinggi
daripada kontribusi pertumbuhan TFP. Pada tahun-tahun di mana
Indonesia mengalami krisis ekonomi, kontribusi pertumbuhan TFP
bahkan negatif cukup besar seperti pada tahun 1983, 1998, 1999 dan
2009. Jadi pertumbuhan output di Indonesia masih ditopang oleh
Desember 2014

PKRB | BKF

84

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

pertumbuhan capital (Diagram 4.2).


15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00
-10.00
-15.00
-20.00

Pertumbuhan kontribusi Total Factor Productivity (%)


Pertumbuhan kontribusi input tenaga kerja (%)


Diagram 4.2. Dekomposisi Kontribusi Pertumbuhan Output 1971-2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Pertumbuhan produktivitas Labor
Pertumbuhan produktivitas Labor di Indonesia ditopang
di Indonesia ditopang terutama
terutama oleh pertumbuhan TFP yaitu kurang lebih sekitar 60%.
oleh pertumbuhan TFP, yaitu
Sementara itu, sisanya sebesar 40% pertumbuhan produktivitas Labor
kurang lebih sekitar 60%...
dikontribusi dari pertumbuhan capital deepening (Diagram 4.3).
15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00
-10.00
-15.00
-20.00
Pertumbuhan Capital Deepening (%)

Pertumbuhan Total Factor Productivity (%)


Diagram 4.3. Dekomposisi Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja 1971-2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Dilihat dari komponen final
Dilihat dari komponen final demand, maka pertumbuhan GDP
demand, maka pertumbuhan GDP

Desember 2014

PKRB | BKF

85

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Indonesia 2000 2001 masih
ditopang oleh pengeluaran
konsumsi rumah tangga sekitar
lebih dari 50%...

Riset Kajian PKRB

Indonesia 2000 2001 masih ditopang oleh pengeluaran konsumsi


rumah tangga sekitar lebih dari 50%. Pola ini juga berlaku umum
untuk seluruh negara ASEAN bahkan Singapore. Kontribusi
pengeluaran investasi merupakan komponen utama kedua terhadap
pertumbuhan GDP, yaitu sebesar 20% - 35%. Hampir semua negara
mengalami defisit net export terutama Vietnam dan Kamboja
(Diagram 4.4).

100%
80%
60%
40%
20%
0%
Indonesia Malaysia Singapore Phillipines Thailand Vietnam Kamboja
-20%
Consumption

Govt. Expenditure

Investment

Net Export


Diagram 4.4. Pertumbuhan GDP Menurut Pengeluaran 2000-2011
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Dari struktur demografi, beban
Dari struktur demografi, beban perekonomian dapat dianalisis
perekonomian dapat dianalisis
dari tingkat usia ketergantungan penduduk. Usia non produktif di
dari tingkat usia ketergantungan
Indonesia relatif besar, yaitu sekitar 33% dimana 27% merupakan
penduduk
penduduk usia 0-14 tahun sedangkan sisanya adalah penduduk usia
lebih dari 65 tahun. Tingkat usia ketergantungan Indonesia lebih
rendah daripada Kamboja dan Phillipines, namun lebih tinggi
daripada Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapore. Khusus untuk
Singapore sudah terdapat kecenderungan mulai mengalami penuaan
populasi (Diagram 4.5).

Desember 2014

PKRB | BKF

86

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Singapura
Thailand
Vietnam
Malaysia
Indonesia
Kamboja
Phillipines
0

10

15
Age 0-14

20

25

30

35

40

Age Over 65


Diagram 4.5. Share Usia Ketergantungan 2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Sektor manufaktur merupakan
Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor penting yang
salah satu sektor penting yang
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Selama 2000-2010
berkontribusi pada pertumbuhan
kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi
ekonomi
Indonesia berkisar 2.5%. Kontribusi ini setara dengan 23% dari total
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap
pertumbuhan ekonomi pada negara lain bahkan lebih besar misalnya
Thailand mencapai 36% dan Vietnam 30% (Diagram 4.6).
Phillipines
Malaysia
Indonesia
Kamboja
Singapura
Vietnam
Thailand
0

10

15

20

Contribution Share

Desember 2014

25

30

35

40

Contribution

Diagram 4.6. Kontribusi dan Share Kontribusi Manufaktur Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi 2000-2010 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013

PKRB | BKF

87

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Disamping memberikan nilai
tambah yang tinggi terhadap
pertumbuhan ekonomi, sektor
manufaktur ternyata juga
memberikan kontribusi besar
terhadap produktivitas tenaga
kerja

Riset Kajian PKRB

Disamping memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap


pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur ternyata juga memberikan
kontribusi besar terhadap produktivitas tenaga kerja. Selama 2000-
2010, sektor manufaktur memberikan kontribusi pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja sebesar 1% atau setara dengan 31% dari
total pertumbuhan produktivitas. Kondisi ini hampir sama dengan
yang terjadi di Kamboja dan Vietnam. Meskipun demikian, nilai
kontribusi ini masih kurang dari separuh kontribusi manufaktur
terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Singapore dan
Malaysia yang melebihi 67% (Diagram 4.7).

Kamboja
Indonesia
Vietnam
Phillipines
Thailand
Malaysia
Singapore
0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

Contribution Share to aggrergate productivity

70.0

80.0

Contribution


Diagram 4.7. Kontribusi dan Share Kontribusi Manufaktur Terhadap Pertumbuhan
Produktivitas Tenaga Kerja 2000-2010 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Pertumbuhan produktivitas
Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Indonesia menurut
tenaga kerja di Indonesia menurut
industri sangat beragam. Pertumbuhan produktivitas yang tinggi
industri sangat beragam
terjadi pada sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yaitu
sekitar 10% per tahun pada 2000. Produktivitas pertanian dan
manufaktur masih tumbuh positif 2-3%. Sementara itu, sektor
industri keuangan dan pertambangan justru mengalami pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja yang negatif (Diagram 4.8).

Desember 2014

PKRB | BKF

88

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

12
10
8
6
4
2
0
-2
-4


Diagram 4.8. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Industri 2000 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Dari terms of trade, Indonesia
Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami pertumbuhan
justru mengalami pertumbuhan
trading gain yang negatif atau net loss. Begitu juga hal yang sama
trading gain yang negatif atau net
dialami oleh Singapore, Phillipines, dan Thailand. Sebaliknya negara
loss
seperti Malaysia, Vietnam, dan Kamboja mengalami trading gain yang
positif (Diagram 4.9).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1

Indonesia Malaysia Singapore Phillipines Thailand

Vietnam

Kamboja

-2
Real Income

Real GDP

Trading Gain

Net primary income from abroad


Diagram 4.9. Real Income dan Terms of Trade 2005-2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013

4.4. KEBIJAKAN FISKAL

Berkaitan dengan temuan di atas, peran pemerintah sangat
Berkaitan dengan temuan di atas,
besar dalam meningkatkan produktivitas dalam rangka meningkatkan
peran pemerintah sangat besar
Desember 2014

PKRB | BKF

89

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

daya saing Indonesia dalam peta perekonomian Asia Tenggara. Dari


temuan tersebut para subpilar yang penting dalam korelasinya
dengan investasi, perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM,
akan dikelompokkan menjadi delapan kelompok hal yang akan di
adalah sebagai berikut.

1. Sinergi kebijakan fiskal dengan pembangunan infrastruktur
Dari hasil korelasi menunjukkan bahwa infrastruktur adalah
faktor sangat penting pendukung daya saing, termasuk di antaranya
adalah infrastruktur transportasi dan logistik, kelistrikan, dan
telekomunikasi. Di antara ketiganya, infrastruktur transportasi dan
jaringan logistik dianggap paling penting kedudukannya. Hal ini
tidaklah sulit dimengerti karena berkaitan dengan mobilitas input dan
output yang lancar dimana mobilitas yang lancar akan mengurangi
biaya transportasi dan tentunya menentukan harga pokok produksi.
Infrastruktur lainnya yang penting adalah ketersediaan listrik yang
kemudian disusul oleh telekomunikasi.
Permasalahan infrastruktur transportasi tidak hanya pada
pembangunan jalan raya tetapi juga transportasi kereta api, udara,
dan laut. Dengan disediakannya berbagai jenis transportasi dan
jaringan logistik, akan memudahkan produsen dan konsumen untuk
memilih alat transportasi dan jaringan logistik yang diinginkan dan
terjangkau. Perbaikan transportasi kereta api di Indonesia baik dalam
pembangunan infrastruktur dan jaringan logistik telah mendorong
peningkatan produktivitas per pekerja. Hal ini memberikan kontribusi
positif pada peningkatan daya saing nasional. Implikasi kebijakan
fiskal yang dapat dilakukan antara lain mendorong realisasi
pembangunan jaringan kereta api di Sumatera, selain terus
meningkatkan kualitas infrastruktur dan jaringan logistik di Jawa.
Untuk transportasi udara, subpilar ini masih memberikan

kontribusi negatif terhadap produktivitas baik dalam sektor


infrastruktur dan jaringan logistik. Kondisi ini mungkin memiliki dua

implikasi kebijakan fiskal. Pertama, adalah kebijakan fiskal untuk

peningkatan ketrampilan dan pendidikan tenaga kerja. Dalam
Kondisi ini mungkin memiliki dua
implikasi kebijakan fiskal.
subpilar transportasi udara ini, tenaga kerja yang dibutuhkan memiliki
Pertama, adalah kebijakan fiskal
ketrampilan dan pendidikan minimal, sehingga produktivitas tenaga
untuk peningkatan ketrampilan
kerja yang trampil meningkat namun produktivitas tenaga kerja tidak
dan pendidikan tenaga kerja
Kedua, penyedian (sarana)
trampil dan tidak memiliki kompetensi menurun. Oleh karena jumlah
transportasi udara ini tidak secara
tenaga kerja tidak trampil lebih mendominasi, maka secara
dalam meningkatkan
produktivitas dalam rangka
meningkatkan daya saing
Indonesia dalam peta
perekonomian Asia Tenggara






Dari hasil korelasi menunjukkan
bahwa infrastruktur adalah faktor
sangat penting pendukung daya
saing, termasuk di antaranya
adalah infrastruktur transportasi
dan logistik, kelistrikan, dan
telekomunikasi












Implikasi kebijakan fiskal yang
dapat dilakukan antara lain
mendorong realisasi
pembangunan jaringan kereta api
di Sumatera selain terus
meningkatkan kualitas
infrastruktur dan jaringan logistik
di Jawa

Desember 2014

PKRB | BKF

90

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
otomatis meningkatkan jaringan
logistik
















Berdasarkan analisis korelasi,
transportasi laut belum memiliki
peran terhadap produktivitas
tenaga








Untuk infrastruktur secara
keseluruhan, terjadi peningkatan
produktivitas tenaga per jumlah
pekerja terjadi di sektor investasi,
logistik, UMKM, dan
infrastruktur







Peningkatan kecepatan
pengiriman dan penyebaran
barang kiriman berimplikasi pada
peningkatan produksi




Desember 2014

Riset Kajian PKRB

keseluruhan, produktivitas tenaga kerja mengalami penurunan. Oleh


karena ini, subpilar ini memerlukan kebijakan fiskal bagi peningkatan
ketrampilan dan pendidikan tenaga kerja di perusahaan, dan jenjang
pendidikan.
Kedua, penyedian (sarana) transportasi udara ini tidak secara
otomatis meningkatkan jaringan logistik. Peningkatan transportasi
udara belum meningkatkan jaringan logistik sehingga produktivitas
tenaga kerja masih berkorelasi negatif Bandara-bandara baru, -
seperti: Padang, Makassar, Surabaya, Surakarta, Denpasar, Medan,
dan Balikpapan, dan juga mengaktifkan kembali bandara lama
seperti: Banyuwangi dan Jember, - masih merupakan cikal-bakal
atau modal dasar pengembangan jaringan logistik.
Berdasarkan analisis korelasi, transportasi laut belum memiliki
peran terhadap produktivitas tenaga. Meskipun 2/3 wilayah
Indonesia adalah laut, namun transportasi laut masih tertinggal
dibandingkan dengan alat transportasi yang lain. Hal ini diperlukan
kehendak kuat untuk membangun transportasi dan jaringan laut,
baik pelabuhan dan infrastrukturnya, pergudangan, dan kapal. Di
masa depan, transportasi laut dapat mengambil peran dalam
produktivitas dan daya saing nasional.
Untuk infrastruktur secara keseluruhan, terjadi peningkatan
produktivitas tenaga per jumlah pekerja terjadi di sektor investasi,
logistik, UMKM, dan infrastruktur. Dalam sektor investasi, perbaikan
jalan dan sarana trasportasi telah berdampak positif terhadap
kelancaran arus barang dan berimplikasi terhadap peningkatan
produksi. Peningkatan produksi tersebut mendorong peningkatan
investasi baik peralatan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Dalam sektor logistik, perbaikan jalan dan sarana trasportasi
telah mendorong perkembangan jaringan logistik. Barang dapat
sampai ke konsumen semakin cepat dan mampu menjangkau sampai
pelosok wilayah. Peningkatan kecepatan pengiriman dan penyebaran
barang kiriman berimplikasi pada peningkatan produksi. Peningkatan
produksi tersebut mendorong peningkatan jaringan logistik dan
membutuhkan penambahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Demikian pula pada sektor UMKM, perbaikan infrastruktur (secara
keseluruhan) mendorong peningkatan produktivitas tenaga di
UMKM. UMKM menjadi semakin mudah melakukan pembelian bahan
baku, dan mendistribusikan barang hasil produksi ke pasar atau
pengiriman langsung konsumen.

PKRB | BKF

91

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Penurunan kualitas ketersediaan
listrik akan menjadi masalah yang
sangat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan
industri













Peningkatan kualitas infrastruktur
telekomunikasi memungkinkan
akses informasi menjadi lebuh
terjangkau, mudah, dan cepat







Dari permasalahan infrastruktur
tersebut, bagi pemerintah dapat
membantu mempercepat dan
memperluas pembangunan
infrastruktur tersebut melalui
kebijakan fiskal














Desember 2014

Riset Kajian PKRB


Penurunan kualitas ketersediaan listrik akan menjadi masalah
yang sangat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri.
Perbaikan kualitas dan kersediaan listrik, terutama di pedesaan, telah
meningkatkan kegiatan ekonomi off-farm. Peningkatan kegiatan
ekonomi off-farm ini memerlukan tambahan tenaga kerja dan juga
terjadi peningkatan produktivitas tenaga. Hal ini menimbulkan
konsekuensi agar harga listrik stabil, dan untuk kestabilan harga listrik
ini membutuhkan diversifikasi sumber tenaga pembangkit listrik ke
energi terbarukan. Dalam melakukan kegiatan off-farm, petani atau
penduduk pedesaan melakukan investasi membeli peralatan dan
mesin untuk membantu proses produksi yang membutuhkan energi
listrik. Hal tersebut menjadi mudah dipahami bahwa kualitas supply
listrik meningkatkan produktivitas TFP.
Peningkatan kualitas infrastruktur telekomunikasi membuat
akses informasi menjadi lebih terjangkau, mudah, dan cepat. Dari
lima sektor yang dikaji dalam penelitian ini, sektor logistik
menunjukkan korelasi positif yang kuat. Korelasi tersebut
mengindikasikan bahwa terjadi peningkatkan produktivitas tenaga
kerja pada sektor logistik yang disebabkan oleh peningkatan
pelanggan internet. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan efek
spiral terhadap sektor lainya.

Dari permasalahan infrastruktur tersebut, bagi pemerintah
dapat membantu mempercepat dan memperluas pembangunan
infrastruktur tersebut melalui kebijakan fiskal, antara lain:
(i) Keringanan tarif impor bagi alat-alat penunjang pembangunan
infrastruktur yang ditujukan dalam pembangunan infrastuktur
transportasi, alat transportasi publik, logistik, pembangkit
tenaga listrik, dan komunikasi,
(ii) Kebijakan fiskal untuk percepatan realisasi pembangkit tenaga
listrik terbarukan, kebijakan keringanan pajak perusahaan
dapat diberlakukan.
(iii) Kebijakan fiskal, misalkan kebijakan pajak untuk perusahaan
yang melakukan training dan pendidikan tenaga kerja. Hal ini
dilakukan untuk menunjang dan mendorong agar perusahaan
bersedia meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga
kerja.
(iv) Mempermudah penggunaan viability fund gap untuk proyek-
proyek yang bersifat KPS (kerja sama pemerintah dan swasta).

PKRB | BKF

92

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA







Dalam pengelolaan pasar,
kebijakan fiskal berperan
(i) peningkatan persaingan
dengan menurunkan market
power, (ii) peningkatan
kemampuan berbisnis
(kecanggihan berbisnis), dan (iii)
regulasi








Pada sektor perdagangan dan
investasi, penurunan produktivitas
tenaga kerja dapat dijelaskan oleh
dua hal. Pertama, ketika terjadi
kecenderungan harga meningkat
dan output menurun, maka
kebutuhan tenaga kerja unskilled
menurun
Kedua, perusahaan yang dominan
memiliki kecendungan adalah
perusahaan besar, dan
perusahaan besar memiliki
kecenderungan memberikan
proporsi pekerjaan semakin besar
ke tenaga kerja skilled dan
mengurangi proporsi pekerjaan
bagi tenaga kerja unskilled



Efektivitas kebijakan anti
monopoli (effectiveness of anti
monopoly policy) adalah
keseriusan pemerintah dalam
rangka menjaga lingkungan yang
kompetitif di pasar


Desember 2014

Riset Kajian PKRB

2. Sinergi kebijakan fiskal dengan pengelolaan pasar dan bisnis




Dalam pengelolaan pasar, kebijakan fiskal dapat berperan
dalam (i) peningkatan persaingan dengan menurunkan market power,
(ii) peningkatan kemampuan berbisnis (kecanggihan berbisnis), dan
(iii) regulasi. Market power didefinikan sejauh mana perusahaan
dapat mempengaruhi harga dari suatu barang dengan melakukan
kontrol atas permintaannya, pasokan, atau keduanya. Faktor market
power terwakili oleh subpilar dominasi pasar (extent of market
dominance), efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti
monopoly policy), intensitas kompetisi lokal (intensity of local
competition), dan control of international distribution.
Dominasi pasar adalah ukuran dari kekuatan sebuah merek,
produk, layanan, atau perusahaan, relatif terhadap penawaran yang
kompetitif. Semakin besar market power semakin besar pula
kekuatan produk, merek, dan layanan mempengaruhi permintaan
pasar. Pada sektor perdagangan dan investasi, penurunan
produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh dua hal. Pertama,
ketika terjadi kecenderungan harga meningkat dan output menurun,
maka kebutuhan tenaga kerja unskilled menurun. Hal tersebut berarti
tenaga kerja unskilled masih tetap bekerja, namun porsi pekerjaan
yang diberikan dikurangi. Oleh karena sebagian besar tenaga kerja di
Indonesia masih unskilled labor maka produktivitas tenaga kerja
secara keseluruhan mengalami penurunan. Kedua, perusahaan yang
dominan memiliki kecendungan adalah perusahaan besar, dan
perusahaan besar memiliki kecenderungan memberikan proporsi
pekerjaan semakin besar ke tenaga kerja skilled dan mengurangi
proporsi pekerjaan bagi tenaga kerja unskilled. Oleh karena sebagian
besar tenaga kerja di Indonesia masih unskilled labor maka
produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan mengalami penurunan.
Efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti
monopoly policy) adalah keseriusan pemerintah dalam rangka
menjaga lingkungan yang kompetitif di pasar. Subpilar ini masih
berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini bukan
hasil yang diharapkan, di mana dengan semakin efektifnya kebijakan
anti-monopoli akan terjadi peningkatan kompetisi. Namun
peningkatan kompetisi tersebut tidak direspon dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa
tenaga kerja yang tersedia adalah tenaga kerja unskilled ataupun
kurang memiliki ketrampilan, sehingga peningkatan kompetisi tidak
direspon positif oleh peningkatan produktivitas di sektor
perdagangan.
Kondisi tersebut sedikit berbeda dengan subpilar intensitas

PKRB | BKF

93

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB









Kebijakan fiskal yang bisa
diterapkan pada pengelolaan
pasar adalah yang bersifat
meningkatkan persaingan, dan
produktivitas

kompetisi lokal berkorelasi posititf terhadap produktivitas tenaga


kerja di sektor UMKM. Hal ini memberikan titik cerah bagi
peningkatan daya saing. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang
ditujukan bagi pengembangan dan peningkatan produktivitas UMKM
merupakan hal yang penting. Maka, kebijakan fiskal yang bisa
diterapkan pada pengelolaan pasar adalah yang bersifat
meningkatkan persaingan, dan produktivitas. Untuk itu, kebijakan
pajak perusahaan dapat diterapkan UMKM dalam rangka
menungkatkan produktivitas dan teknologi, Peningkatan peran
UMKM juga berdampak pada penurunan market power.
Dalam kecanggihan berbisnis, seberapa jauh kemampuan

perusahaan domestik bersaing dengan perusahaan asing. Untuk itu

subpilar yang mewakili kecanggihan berbisnis adalah (i) subpilar

kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing,


dan (ii) kualitas produksi pasokan lokal. Hasil korelasi subpilar kontrol

perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing, kualitas

produksi pasokan lokal menunjukkan bahwa kedua subpilar


berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor

logistik dan perdagangan.


Dalam sektor perdagangan, penguasaan distribusi produk

asing oleh perusahaan lokal masih memberikan kontribusi negatif


terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar tenaga kerja Indonesia kurang kompentensi dan

ketrampilan. Oleh karena itu, peningkatan penguasaan domestik

peningkatan penguasaan
terhadap distribusi produk asing tidak meningkatkan penyerapan
domestik terhadap distribusi
tenaga kerja domestik. Demikian pula subpilar kualitas produksi
produk asing tidak meningkatkan
pasokan lokal juga masih memberikan kontribusi negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja
domestik. Demikian pula subpilar produktivitas tenaga kerja di sektor perdagangan. Kondisi tersebut
kualitas produksi pasokan lokal
mungkin berkaitan dengan rendahnya penguasaan teknologi dan
juga masih memberikan kontribusi
permodalan sektor industri di Indonesia. Rendahnya penguasaan
negatif terhadap produktivitas
tenaga kerja di sektor
teknologi tersebut berimplikasi terhadap rendahnya penyerapan
perdagangan. Kondisi tersebut
pasokan produksi lokal berkualitas. Dengan kata lain, peningkatan
mungkin berkaitan dengan
rendahnya penguasaan teknologi kualitas produksi pasokan lokal belum secara otomatis meningkatkan
dan permodalan sektor industri di perdagangan produk tersebut. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan
Indonesia. Rendahnya
rendahnya permodalan yang dimiliki sehingga perdagangan produk
penguasaan teknologi tersebut
berimplikasi terhadap rendahnya
berkualitas kurang berkembang sebagaimana harapan.
penyerapan pasokan produksi
Dalam sektor logistik, kedua subpilar tersebut juga belum
lokal berkualitas
mendorong produktivitas tenaga kerja. Kondisi tersebut bersesuaian


dengan kondisi di sektor perdagangan. Jaringan logistik masih

didominasi oleh produk barang relatif kurang berkualitas.
Desember 2014

PKRB | BKF

94

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA


Peningkatan kualitas pasokan
produk lokal belum otomatis
meningkatkan produktivitas
tenaga kerja di sektor logistik,
sebagaimana sektor
perdagangan





banyak pembuat kebijakan dan
praktisi hanya memiliki
pemahaman yang terbatas
tentang apa cluster dan
bagaimana membangun strategi
pembangunan ekonomi di sekitar
mereka





Perusahaan-perusahaan dalam
sebuah cluster memiliki kekuatan
kompetitif umum dan kebutuhan.
Hal yang lebih penting adalah
manfaat bekerja sama dengan
kelompok-kelompok perusahaan
tentang masalah-masalah umum
(seperti pelatihan atau
modernisasi industri) daripada
untuk bekerja dengan perusahaan
individual. Hal tersebut
berimplikasi bahwa membangun
kekuatan unik dari daerah mereka
daripada mencoba untuk menjadi
seperti daerah lain







Riset Kajian PKRB

Peningkatan kualitas pasokan produk lokal belum otomatis


meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor logistik,
sebagaimana sektor perdagangan.
Dalam kebijakan regulasi melalui state of cluster development,
subpilar ini masih memberikan korelasi negatif pada sektor logistik.
Definisi cluster industri adalah sekelompok perusahaan, pelaku
ekonomi, dan lembaga terkait, yang terletak dekat satu sama lain dan
memberikan keuntungan produktif dari kedekatan dan hubungan
timbal balik. Namun banyak pembuat kebijakan dan praktisi hanya
memiliki pemahaman yang terbatas tentang apa cluster dan
bagaimana membangun strategi pembangunan ekonomi di sekitar
mereka.69 Cluster adalah unit organisasi kunci untuk memahami dan
meningkatkan kinerja ekonomi regional. Dasar dari perekonomian
daerah adalah sekelompok cluster, bukan kumpulan perusahaan yang
tidak terkait. Perusahaan cluster bersama di suatu daerah karena
masing-masing manfaat yang kuat dari yang terletak dekat
perusahaan serupa atau terkait lainnya. Perusahaan-perusahaan
dalam sebuah cluster memiliki kekuatan kompetitif umum dan
kebutuhan. Hal yang lebih penting adalah manfaat bekerja sama
dengan kelompok-kelompok perusahaan tentang masalah-masalah
umum (seperti pelatihan atau modernisasi industri) daripada untuk
bekerja dengan perusahaan individual. Hal tersebut berimplikasi
bahwa membangun kekuatan unik dari daerah mereka daripada
mencoba untuk menjadi seperti daerah lain. Daerah yang berbeda
memiliki potensi berbeda dari peluang pembangunan ekonomi. Tidak
setiap tempat dapat atau harus menjadi lain Silicon Valley. Oleh
karena itu, produktivitas tenaga kerja di sektor logistik masih
memberikan korelasi negatif terhadap pembangunan cluster saat ini.
Dalam kebijakan regulasi melalui prevalence of trade barriers,
subpilar ini masih memberikan korelasi negatif pada sektor
perdagangan. Kebijakan keterbukaan perdagangan memiliki efek
yang berbeda terhadap skilled labor dan unskilled labor. Pada
pengujian empiris tentang pengaruh keterbukaan perdagangan
terhadap produktivitas intensif dan tidak terampil industri padat
karya tenaga kerja terampil dalam kelompok 20 negara OECD, dengan


69
Joseph Cortright, 2006. Making Sense of Clusters: Regional Competitiveness and Economic
Development. A Discussion Paper Prepared for the The Brookings Institution Metropolitan Policy
Program, March 2006
Desember 2014




PKRB | BKF
95

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
Dalam kebijakan regulasi melalui
prevalence of trade barriers,
subpilar ini masih memberikan
korelasi negatif pada sektor
perdagangan. Kebijakan
keterbukaan perdagangan
memiliki efek yang berbeda
terhadap skilled labor dan
unskilled labor




























Dalam pembangunan institusi dan
teknologi, kebijakan fiskal dapat
berperan dalam peningkatan
kapasitas inovasi dan kualitas
lembaga penelitian saing

Riset Kajian PKRB

menggunakan panel data dan pendekatan efek tetap. Sohrab


Abizadeh70 menemukan bahwa keterbukaan perdagangan relatif
memberikan keuntungan kepada pekerja terampil dibanding pekerja
tidak trampil. Terjadi dampak berbeda atas kebijakan keterbukaan
perdagangan pada produktivitas relatif dari industri padat terampil
dan tidak terampil.
Pada kondisi tenaga kerja tidak trampil mendominasi, maka
keterbukaan perdagangan akan menurunkan produktivitas tenaga
kerja. Maka banyak negara berkembang cenderung paling banyak
dilindungi di sektor yang mempekerjakan proporsi yang tinggi dari
pekerja tidak terampil produktif upah.71 Namun, liberalisasi
perdagangan di Indonesia justru dilakukan pada sektor pertanian,
yang memiliki proporsi unskilled tinggi dan upah rendah. Oleh karena
itu, peningkatan prevalence of trade barrier di Indonesia tidak
melindungi pekerja unskilled. Secara umum, produktivitas tenaga
kerja per pekerja (terutama unskilled labor) berkorelasi negatif
terhadap subpilar prevalence of trade barrier di sektor perdagangan.

3. Sinergi kebijakan fiskal dalam rangka pembangunan institusi
dan teknologi

Dalam pembangunan institusi dan teknologi, kebijakan fiskal
dapat berperan dalam peningkatan kapasitas inovasi dan kualitas
lembaga penelitian saing. Kedua subpilar tersebut telah memberikan
kontribusi positif terhadap UMKM dan jaringan logistik. Inovasi dalam
UMKM menjadi salah satu pendorong utama bagi keberhasilan bisnis
melalui peningkatan kualitas barang dan jasa, dan penciptaan dan
pengembangan permintaan pasar. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa inovasi meningkat secara signifikan usaha kecil
dengan ditandai oleh peningkatan karyawan (penciptaan lapangan
pekerjaan baru). Oleh karena itu, kebijakan fiskal mungkin diperlukan
sebagai stimulan bagi UMKM mengembangkan inovasi dan teknologi,


70
Abizadeh, Sohrab., Manish Pandey and Mehmet Serkan Tosun. 2007. Impact of Trade on Productivity
of Skilled and Unskilled Intensive Industries: A Cross-Country Investigation. UNR Joint Economics
Working Paper Series Working Paper No. 07-007
71 Goldberg, Pinelopi Koujianou., dan Nina Pavcnik. 2004. Trade, Inequality, and Poverty: What Do We
Know? Evidence from Recent Trade Liberalization Episodes in Developing Countries. Brookings Trade
Forum on Globalization, Poverty & Inequality: What Do We Know? Where Are We Going? held in
Washington, DC, May 13-14, 2004.
Desember 2014




PKRB | BKF
96

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

























untuk kasus di Indonesia, peran
lembaga penelitian dalam
mengembangkan industri logistik
belum optimal dilakukan. Secara
global, di negara-negara industri
dan maju, pembiayaan litbang
relatif besar















Riset Kajian PKRB

seperti bantuan pelatihan dan mesin bagi UMKM.


Inovasi dalam teknologi logistik dapat diklasifikasikan menjadi
empat jenis: teknologi akuisisi data, teknologi informasi, teknologi
pergudangan, dan teknologi transportasi.72 Faktor individu, organisasi
dan lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap pencapaian
inovasi teknologi untuk industri logistik. Berdasarkan penelitian Lin
tentang inovasi teknologi bagi penyedia jasa logistik, perusahaan
logistik dapat mengembangkan strategi yang lebih baik untuk
membangun sistem inovasi teknologi dan berbasis inovasi logistik
penyedia layanan. Faktor tenaga kerja dalam sektor logistik ini
mampu menghasil output yang lebih tinggi atau dengan kata lain
terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Namun, untuk kasus di Indonesia, peran lembaga penelitian dalam
mengembangkan industri logistik belum optimal dilakukan. Secara
global, di negara-negara industri dan maju, pembiayaan litbang relatif
besar. Sebagai ukuran adalah perbadingan antara pembiayaan litbang
dan Produk Domestik Bruto, atau di kalangan internasional dikenal
sebagai Gross Expenditure on Research and Development (GERD).
Angka-angka perbandingan investasi litbang terhadap PDB itu,
misalnya pada tahun 2012, negara Singapore sebesar 2.6 %, Jepang
3,4 %, Korea Selatan 3,6 %, Malaysia 0,8 %. Sementara negara
Indonesia, data yang ada pada tahun 2009 yang lalu menunjukan
angka 0,08 %. Kondisi ini menyebabkan kontribusi lembaga
penelitian terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor logistik masih
negatif atau dengan kata lain belum mengikutsertakan tenaga kerja
domestik dalam pengembangan sektor logistik.

4. Sinergi kebijakan fiskal dalam rangka pembangunan institusi
dan teknologi


Pembangunan institusi sangat penting dalam meningkatkan
produktivitas. Subpilar yang digolongkan dalam pembangunan
institusi adalah efficiency of legal framework in setting disputes,
efficiency of legal framework in challenging regulations, business
impact of rule on FDI, dan numbers of days of start business.
Sebagaimana diuraikan di bagian depan, Ketiga efek positif MNC


72

Lin, Chieh-Yu. 2009. Influences of Individual, Organizational and Environmental Factors on Technological
Innovation in Taiwans Logistics Industry. Journal of technology management & innovation. 2009, Volume 4, Issue
1: 1-7
Desember 2014




PKRB | BKF
97

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Pembangunan institusi sangat
penting dalam meningkatkan
produktivitas

























Dalam rangka menjaga
lingkungan makro yang
menciptakan fundamental
perekonomian yang kuat maka
diperlukan koordinasi kebijakan
fiskal-moneter yang tepat.
Koordinasi antara dua agen
ekonomi yang besar, Pemerintah
dan bank sentral dipandang akan
dapat mempengaruhi lintasan
perekonomian ke depan secara
signifikan










Koordinasi antara kebijakan fiskal

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

tersebut dapat terjadi ketika negara penerima memiliki aturan


memaksa MNC mengalihkan teknologi dan ketrampilan ke negara
penerima. Namun, pengaturan memaksa pengalihan teknologi ini
membuat negara penerima menjadi kurang menarik bagi MNC untuk
menanamkan investasi langsung. Brada (2012) menemukan bahwa
semakin tinggi tingkat korupsi negara penerima cenderung untuk
menerima arus masuk FDI dibandingkan negara yang memiliki tingkat
korupsi rendah. Pada negara korupsi tinggi, MNC memiliki
"keleluasaan menjalankan bisnis karena MNC dapat menyuap untuk
menghindari peraturan yang memberatkan dan hambatan birokrasi.
Dengan pula, pilihan pakak waktu atau pajak suap (sebagaimana
dijelaskan di atas) menjadikan produktivitas menurun. Dengan
demikian, keempat subpilar tersebut menunjukkan hubungan negatif
terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

5. Sinergi kebijakan dalam rangka pembangunan lingkungan
ekonomi makro dan keuangan
Dalam rangka menjaga lingkungan makro yang menciptakan
fundamental perekonomian yang kuat maka diperlukan sinergi
kebijakan fiskal dan moneter yang tepat. Sinergi antara dua agen
ekonomi yang besar, Pemerintah dan bank sentral dipandang akan
dapat mempengaruhi lintasan perekonomian ke depan secara
signifikan. Pengaruh keduanya tidak hanya melalui dampak dari
masing-masing kebijakan yang ditempuh, namun interaksi kebijakan
fiskal dan moneter juga akan berdampak pada perilaku dua agen
ekonomi lainnya, yaitu rumah tangga dan perusahaan, yang pada
akhirnya akan menentukan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Berangkat dari pentingnya kedua kebijakan tersebut serta berbagai
kompleksitas yang dapat muncul dalam proses interaksinya secara
tidak langsung maka berimplikasi bahwa pengelolaan kedua kebijakan
tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya perlu bersinergi dan saling
melengkapi. Kebijakan yang parsial akan memunculkan hasil yang
sub-optimal bagi perekonomian.
Sinergi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
setidaknya mencakup dua aspek yang saling melengkapi. Pertama
berkaitan dengan upaya mencari titik temu stance kebijakan yang
optimal dalam mengelola permintaan agregat dan inflasi. Stance yang
longgar dan atau ketat dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
perlu dipadu padankan agar dapat efektif mempengaruhi sasaran
akhir. Kedua berhubungan dengan upaya menemukan konfigurasi

PKRB | BKF

98

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

yang tepat atas komponen/instrumen yang digunakan dalam tiap


kebijakan sehingga peran kedua kebijakan dapat saling memperkuat
dan tidak saling meniadakan pada saat berinteraksi. Sebagai
gambaran dari sisi fiskal, jumlah defisit anggaran dan struktur sumber
pembiayaannya akan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter
dalam mengendalikan likuiditas perekonomian dan inflasi. Belum lagi
pengaruh subsidi di bidang harga yang akan mempengaruhi
efektivitas kebijakan moneter dalam mengelola inflasi. Sementara
dari kebijakan moneter, arah suku bunga kebijakan moneter akan
menentukan potensi defisit anggaran melalui beban bunga yang perlu
dibayar dan kemudian berdampak pada menentukan stuktur
pembiayaan agar kebijakan fiskal tetap berkesinambungan.

Dua aspek yang bersinergi antara kebijakan fiskal dan moneter

tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan

makroekonomi baik di domestik dan global. Namun kini, tantangan


terasa semakin kompleks karena pasar keuangan global yang semakin

terintegrasi terlihat memiliki hubungan timbal balik dengan kebijakan

fiskal dan moneter. Pada satu sisi, prospek kesinambungan fiskal


serta konsistensi kebijakan moneter terus dimonitor pelaku pasar

keuangan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam

pengambilan keputusan yang kemudian mempengaruhi stabilitas

sistem moneter dan keuangan. Pada sisi lain sebagaimana


pengalaman krisis keuangan di AS dan Eropa dalam empat tahun

terakhir, sistem keuangan yang memburuk telah membebani kondisi

fiskal dan moneter sejalan dengan respon pemerintah dan bank


sentral yang terpaksa menyerap risiko di sistem keuangan agar

kemerosotan perekonomian lebih dalam dapat dihindari73.

Sistem keuangan yang berfungsi baik akan mempercepat

pertumbuhan ekonomi, lebih meratakan pertumbuhan itu dengan


menyebarkan manfaatnya ke seluruh lapisan masyarakat,

memangkas kemiskinan dan akan memperkuat status Indonesia

sebagai negara berkembang dengan penghasilan menengah. Dalam

hal ini, penekanan Pemerintah dalam memelihara dan memperkuat

Sistem keuangan yang berfungsi
stabilitas sistem keuangan pada dekade yang lalu telah sangat
baik akan mempercepat
berhasil dan harus diteruskan. Sekarang adalah waktu yang paling
pertumbuhan ekonomi, lebih
meratakan pertumbuhan itu
tepat untuk menangani dua tantangan utama bidang keuangan yang
dengan menyebarkan manfaatnya
masih tersisa, yaitu meningkatkan efisiensi dan memperluas akses.
dan kebijakan moneter setidaknya
mencakup dua aspek yang saling
melengkapi. Pertama berkaitan
dengan upaya mencari titik temu
stance kebijakan yang optimal
dalam mengelola permintaan
agregat dan inflasi
Kedua berhubungan dengan
upaya menemukan konfigurasi
yang tepat atas
komponen/instrumen yang
digunakan dalam tiap kebijakan
sehingga peran kedua kebijakan
dapat saling memperkuat dan
tidak saling meniadakan pada
saat berinteraksi

ke seluruh lapisan masyarakat,


73

Adiningsih, S. (2012). Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan, Kanisius




PKRB | BKF

Desember 2014

99

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
memangkas kemiskinan dan akan
memperkuat status Indonesia
sebagai negara berkembang
dengan penghasilan menengah


























Selain stabilitas sektor keuangan,
untuk ke depan Pemerintah juga
memprioritaskan peningkatan
akses terhadap layanan keuangan
bagi rumah tangga
berpenghasilan rendah dan usaha
mikro, kecil dan menengah











Riset Kajian PKRB

Masalah-masalah kebijakan utama dalam menjaga stabilitas


sektor perbankan adalah: (i) menempatkan struktur pengawasan dan
kebijakan yang tepat (ii) menerapkan jaring pengaman sistem
keuangan; (iii) memperkuat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
dengan memberikan sumber daya manusia dan keuangan yang
dibutuhkan; dan (iv) memperkuat kerangka tindakan perbaikan sesuai
dengan peraturan bagi lembaga keuangan yang lemah.
Hal-hal penting yang perlu ditangani untuk meningkatkan
efisiensi sektor keuangan Indonesia adalah: (i) diversifikasi dan
penguatan lembaga keuangan non-bank; (ii) restrukturisasi
perusahaan asuransi dan dana pensiun yang pailit; (iii) restrukturisasi
rencana dana pensiun dan skema jaminan sosial pegawai negeri agar
dapat berkelanjutan secara fiskal; (iv) meningkatkan luas dan
dalamnya pasar modal saham dan obligasi melalui peningkatan
penegakkan peraturan pengelolaan perusahaan; dan (v) memperkuat
koordinasi antar lembaga-lembaga sektor keuangan.
Selain stabilitas sektor keuangan, untuk ke depan Pemerintah
juga memprioritaskan peningkatan akses terhadap layanan keuangan
bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha mikro, kecil dan
menengah. Saat ini sekitar setengah dari rumah tangga Indonesia
tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan resmi. Peningkatan
akses keuangan dapat dicapai dengan: (i) memperluas fokus
kebijakan dari pemberian kredit menjadi pemberian layanan
keuangan; (ii) memberdayakan lembaga kredit mikro resmi melalui
peningkatan akses terhadap pendanaan dan pembangunan kapasitas
yang ditujukan; (iii) menetapkan kerangka hukum bagi lembaga
keuangan mikro non-bank/non-koperasi; (iv) mendorong modal
ventura, leasing dan produk-produk keuangan berbasis syariah; dan
(v) memberikan kerangka hukum dan peraturan yang jelas bagi
produk/layanan keuangan yang inovatif/berteknologi yang
merupakan kunci bagi pemberian layanan keuangan rendah biaya74.
Pada subpilar kerja sama antara pekerja dan pemilik
perusahaan merupakan gambaran tentang hubungan pekerja dan
pemilik perusahaan dimana hubungan tersebut bisa saling
berkonfrontasi maupun kooperatif. Pada subpilar lainnya, semakin
kooperatif antara pekerja dan pengelola perusahaan semakin rendah


74

Pembangunan di Sektor Keuangan dan Swasta di Indonesia, www.worldbank.org/id/fpd

Desember 2014

PKRB | BKF

100

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Pada subpilar kerja sama antara
pekerja dan pemilik perusahaan
merupakan gambaran tentang
hubungan pekerja dan pemilik
perusahaan dimana hubungan
tersebut bisa saling berkonfrontasi
maupun kooperatif

Riset Kajian PKRB

produktivitas tenaga kerja. Diduga adanya keharmonisan antara


pekerja dan pengelola perusahaan menyebabkan para pekerja tidak
merasa perlu untuk meningkatkan produktivitas karena merasa
pekerjaannya sudah aman. Sebaliknya, ketidakharmonisan
menyebabkan pekerja giat bekerja agar tidak di singkirkan dalam
pekerjaannya. Kebijakan fiskal yang dapat mendukung peningkatan
produktivitas adalah dengan memberikan peningkatan pelayanan dari
kementerian keuangan kepada perusahaan yang memulai bisnisnya.
Konsistensi memberikan keringanan pajak harus dilakukan sehingga
memberikan contoh kepada kementerian lain tentang bagaimana
melayani masyarakat yang baik.

BAB V KESIMPULAN


5.1. KESIMPULAN

Merujuk pada tujuan, manfaat dan hasil penelitian mengenai daya
saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka dapat
disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut:

Kesimpulan Analisis Kualitatif

a. Berdasarkan berbagai teori Adam Smith, David Ricardo, Hecksher
Ohlin, MacDonald, dan Markusen (1985), serta Michael E. Porter

(1990) maka perubahan pola perdagangan dunia sangat
pertimbangan perdagangan
dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
yang berlandaskan teori
Sebagai implikasinya pertimbangan perdagangan yang
keunggulan mutlak Adam Smith
dan keunggulan komparatif David
berlandaskan teori keunggulan mutlak Adam Smith dan
Ricardo, perlu didukung oleh
keunggulan komparatif David Ricardo, perlu didukung oleh
melimpahnya input dan
produktivitas agar sebuah produk
melimpahnya input dan produktivitas agar sebuah produk
menjadi produk unggulan yang
menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing, dan agar
memiliki daya saing
strategi substitusi impor maupun promosi ekspor menjadi sukses


(Heckser-Ohlin).

b. Selain itu, Michael Porter menyatakan bahwa daya saing dalam

perdagangan internasional akan dapat dicapai melalui keunggulan

daya saing dalam perdagangan
kompetitif seperti pentingnya unsur teknologi, dan sinergi antara
internasional akan dapat dicapai
pemerintah serta dunia usaha dalam meningkatkan daya saing
melalui keunggulan kompetitif
negara dalam perdagangan internasional. Penguasaan teknologi
seperti pentingnya unsur
teknologi, dan sinergi antara
telah dibutikan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang meniru














Desember 2014

PKRB | BKF

101

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
pemerintah serta dunia usaha
dalam meningkatkan daya saing
negara dalam perdagangan
internasional










faktor produktivitas memang
merupakan senjata utama dalam
persaingan, oleh karena dengan
produktivitas yang tinggi
diharapkan proses produksi
menjadi lebih efisien dan dapat
memberikan harga yang lebih
kompetitif






















(i) produktivitas merupakan
penopang utama daya saing suatu
perekonomian, (ii) peningkatan
produktivitas di Indonesia
cenderung terhambat dengan
permasalahan perlindungan
investor dan kebijakan yang
kurang pro-bisnis

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

barang-barang yang telah ada tetapi dapat menjadi lebih baik dan
lebih murah. Lebih lanjut, Porter menegaskan bahwa sinergi
antara pemerintah dan dunia usaha amat membantu untuk
mendukung elemen-elemen penting yang membentuk
keunggulan kompetitif. Menurut Porter, terdapat empat pilar
dalam membentuk daya saing negara. Pertama adalah kondisi
faktor produksi, kedua adalah kondisi permintaan domestik,
ketiga adalah kondisi industri terkait dan pendukungnya, dan
keempat adalah perilaku perusahaan yang mampu menerapkan
manajemen secara the best practice (lihat diagram 2.1 halaman 9
tentang Interaksi Elemen Pembentuk Keunggulan Kompetitif).
c. Berlandaskan konsep pemikiran para ahli ekonomi dan bisnis
sebagaimana dijelaskan di atas ternyata bahwa faktor
produktivitas memang merupakan senjata utama dalam
persaingan, oleh karena dengan produktivitas yang tinggi
diharapkan proses produksi menjadi lebih efisien dan dapat
memberikan harga yang lebih kompetitif. Lebih lanjut, literature
review menunjukkan bahwa daya saing suatu negara tidak selalu
harus dibandingkan dengan tingkat produktivitasnya, tetapi juga
dapat diperbandingkan dengan faktor-faktor lain seperti
infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan
variasi produk dan volume yang dierdagangakn misalnya antara
negara ASEAN maupun dengan dunial lainnya (rest of the world).
Sebagaimana asumsi yang dikemukakan oleh Delgado et-al (2012)
bahwa daya saing tenaga kerja perlu didukung oleh kualitas
infrastruktur, lembaga sosial dan politik dan aturan hukum,
kebijakan moneter dan fiskal dan lingkungan ekonomi mikro.
Lingkungan ekonomi mikro terdiri dari kualitas lingkungan bisnis,
pembangunan cluster, dan kecanggihan strategi dan operasional
perusahaan.
d. Lebih lanjut, hasil studi daya saing dan produktivitas Indonesia
dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang
menggunakan pendekatan pilar/sub pilar yang relevan dengan
kondisi persaingan Indonesia dan ASEAN saat ini menunjukkan
bahwa: (i) produktivitas menjadi penopang utama daya saing
suatu perekonomian, (ii) peningkatan produktivitas di Indonesia
cenderung terhambat oleh permasalahan perlindungan investor
dan kebijakan yang kurang pro-bisnis seperti kebijakan persaingan
tida sehat, hambatan perdaganganm pengaturan distribusi,

PKRB | BKF

102

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA







produktivitas menjadi penopang
utama daya saing suatu
perekonomian, namun faktor-
faktor lainnya seperti kualitas
infrastruktur, kualitas pendidikan,
iklim investasi, kondisi
transportasi, logistik, sistem
perbankan yang pro bisnis serta
faktor pendukung lainnya perlu
ditingkatkan














terdapat korelasi daya saing
dengan produktivitas










Peran aktif pemerintah melalui
kebijakan fiskal dapat dipilah
menjadi lima bidang yaitu (i)
investasi, (ii) perdagangan, (iii)
infrastruktur, (iv) logistik, (v)
logistik dan UKM


Desember 2014

Riset Kajian PKRB

kondisi transportasi, serta kebijakan perbankan yang ketat,


(iii) peningkatan produktivitas di Indonesia cenderung dapat
ditunjang oleh peningkatan kualitas infrastruktur fisik seperti
listrik dan jalan raya, sistem informasi, kapasitas inovasi, promosi
dan tingkat tabungan domestik.
e. Berdasarkan hasil studi daya saing perekonomian Indonesia dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sebagaimana
diuraikan di atas, terlihat bahwa meskipun produktivitas menjadi
penopang utama daya saing suatu perekonomian, namun faktor-
faktor lainnya seperti kualitas infrastruktur, kualitas pendidikan,
iklim investasi, kondisi transportasi, logistik, sistem perbankan
yang pro bisnis serta faktor pendukung lainnya perlu ditingkatkan
untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di pasar
ASEAN.

Kesimpulan Analisis Kuantitatif

a. Ditinjau dari hasil studi kuantitatif berdasarkan analisis korelasi
bivariat yang kemudian dikaitkan dengan analisis kuantitatif
mengenai implikasi kebijakan fiskal yang relevan untuk dapat
meningkatkan posisi daya saing dan produktivitas Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dapat
dikemukakan bahwa
(i) Terdapat korelasi daya saing dengan produktivitas. Teori ini
menunjukkan bahwa betapa pemerintah dapat berperan aktif
dan melakukan campur tangan langsung terhadap bisnis
dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Seperti halnya di
Jepang dan Korea Selatan, pemerintah bertindak sebagai
direktur pelaksana dalam Japan Incorporated maupun Korean
Incorporated. Campur tangan pemerintah ini dapat dilakukan
melalui regulasi, kebijakan moneter, ataupun kebijakan fiskal.
(ii) Peran aktif pemerintah melalui kebijakan fiskal dapat dipilah
menjadi lima bidang yaitu (i) investasi, (ii) perdagangan, (iii)
infrastruktur, (iv) logistik, (v) logistik dan UKM. Kelima bidang
tersebut merupakan rentetan logis sebuah proses menuju ke
daya saing tinggi sebuah negara. Bidang investasi merupakan
hal sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi maupun
produktivitas. Sementara itu, bidang perdagangan berkaitan
dengan pemasaran produk hasil dari investasi. Selanjutnya,

PKRB | BKF

103

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
























Ditinjau dari aspek investasi, daya
siang Indonesia pada tahun 2013
tidak mengalami perubahan
dibandingkan dengan tahun
2010












daya saing Indonesia pada aspek
infrastruktur masih termasuk
pada cluster daya saing rendah







Dari aspek daya saing logistik,

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

infrastruktur merupakan penunjuang utama untuk kedua


bidang tersebut. Infrastruktur yang baik akan melancarkan
mobilitas input dan output, mengakses informasi yang
terbaru, dan menyediakan tambahan energi ketika
dibutuhkan. Bidang logistik juga menjadi penunjang utama
dari bidang investasi dan perdagangan. Sedangkan bidang
UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) merupakan mitra
dari usaha besar. Pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 ada pada
halaman 42-44 diperlihatkan subpilar-subpilar yang dimiliki
oleh masing-masing kelompok. Sedangkan pada halaman 45-
48, terdapat penjelasan keterkaitan subpilar pada masing-
masing bidang.
b. Ditinjau dari Cluster daya saing menurut beberapa indikator,
dapat dijelaskan bahwa:
(i) Cluster Daya Saing Investasi. Ditinjau dari aspek investasi, daya
siang Indonesia pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan
dibandingkan dengan tahun 2010. Indonesia berada pada
cluster rendah bersama Philippines, Thailand dan Vietnam.
Sementara itu, negara yang berada pada cluster daya saing
sedang untuk aspek investasi adalah Kamboja dimana
sebelumnya pada tahun 2010 masih termasuk cluster
rendah. Singapore dan Malaysia adalah dua negara ASEAN
yang memiliki daya saing tinggi untuk investasi baik pada
tahun 2010 maupun 2013 (Tabel 4.3, halaman 65).
(ii) Cluster Daya Saing Infrastruktur. Pada tahun 2010 dan 2013,
daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur masih termasuk
pada cluster daya saing rendah bersama Philippines, Vietnam
dan Kamboja. Pada tahun 2010, Thailand dan Malaysia
memiliki daya saing sedang namun pada tahun 2013 daya
saing Malaysia meningkat menjadi cluster daya saing tinggi
bersama Singapore. Sementara itu, daya saing Thailand masih
tetap sama pada kategori sedang (Tabel 4.4, halaman 66).
(iii) Cluster Daya Saing Logistik. Dari aspek daya saing logistik, daya
saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori rendah
bersama dengan negara lain seperti Philippines, Thailand,
Vietnam dan Kamboja. Sementara itu, Malaysia sudah
termasuk dalam cluster daya saing logistik sedang dan
Singapore termasuk dalam cluster tinggi. Dalam empat
tahun kemudian, daya saing logistik Indonesia tidak

PKRB | BKF

104

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA
daya saing Indonesia pada 2010
termasuk dalam kategori
rendah
















Daya saing pada aspek
perdagangan Indonesia pada
2013 termasuk kategori cluster
sedang













Pada 2010 daya saing Indonesia
dalam aspek UMKM termasuk
pada cluster sedang












Desember 2014

Riset Kajian PKRB

mengalami perkembangan karena pada tahun 2013 daya


saing Indonesia masih pada kategori cluster rendah bersama
dengan Philipines, Thailand dan Kamboja. Sedangkan daya
siang logistik Vietnam sudah meningkat menjadi cluster
sedang bersama dengan Malaysia. Pada tahun yang sama,
daya saing logistik Singapore tetap berada pada cluster tiggi
(lihaat Tabel 4.5, halaman 65).
(iv) Cluster Daya Saing Perdagangan. Daya saing pada aspek
perdagangan Indonesia pada 2013 termasuk kategori cluster
sedang. Negara lain yang termasuk dalam kategori sedang
adalah Phillipines, Thailand, dan Kamboja. Singapore dan
Malaysia merupakan dua negara dengan daya saing
perdagangan tinggi. Sementara itu, posisi Vietnam masih
berada pada cluster daya saing perdagangan rendah. Posisi
cluster daya saing Indonesia tersebut mengalami peningkatan
daripada 2010 yang masih termasuk dalam kategori cluster
rendah bersama dengan Malaysia, Phillipines, dan Thailand.
Sedangkan daya saing perdagangan Vietnam berada pada
cluster sedang (Tabel 4.6, halaman 68).
(v) Cluster Daya Saing UMKM Tahun 2010 dan 2013. Pada 2010
daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk pada
cluster sedang. Negara lain dengan kategori cluster daya
saing rendah. Singapore merupakan negara dengan cluster
daya saing UMKM tinggi. Pada 2013 daya saing UMKM
Indonesia mengalami penurunan kategori menjadi cluster
rendah. Kondisi serupa juga dialami oleh negara Vietnam
dan Kamboja. Sebaliknya Phillipines mengalami peningkatan
cluster daya saing menjadi sedang. Malaysia dan Thailand
juga mengalami kenaikan cluster daya saing menjadi tinggi
bersama-sama satu cluster dengan Singapore (Tabel 4.7,
halaman 69).
(vi) Daya saing Semua Indikator. Secara umum, dengan
memperhatikan ke lima indikator investasi, infrastruktur,
logistik dan perdagangan maka daya saing Indonesia pada
2010 termasuk dalam kategori cluster rendah bersama
dengan Kamboja. Sementara itu Phillipines, Thailand dan
Vietnam termasuk ke dalam kategori cluster sedang.
Malaysia dan Singapore merupakan negara-negara yang
termasuk dalam kategori cluster tinggi. Dalam

PKRB | BKF

105

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Secara umum, dengan
memperhatikan ke lima indikator
investasi, infrastruktur, logistik
dan perdagangan maka daya
saing Indonesia pada 2010
termasuk dalam kategori cluster
rendah

























Mulai krisis moneter 1998, tingkat
produktivitas lebih rendah dari
delapan tahun sebelumnya












Mulai 1998 tingkat produktivitas
sedikit mengalami peningkatan
yang cukup berarti

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

perkembangannya, pada 2013 Indonesia dan Kamboja tidak


mengalami kenaikan daya siang di mana kedua negara ini
masih termasuk dalam cluster rendah. Malaysia, Phillipines,
Thailand dan Vietnam berada dalam katefori cluster yang
sama yaitu cluster sedang. Singapore merupakan satu-
satunya negara dengan daya saing tinggi(Tabel 4.8, halaman
70).
c. Tingkat produktivitas dapat pula diukur dengan berbagai indeks
produktivitas antara lain Index Total Factor Productivity, Index
Labor Productivity (per jumlah tenaga kerja), Index Labor
Productivity (per jam kerja), dan Index Capital Productivity.
Dengan menggunakan analisis dekomposisi maka terdapat
kecenderungan sebagai berikut
(i) Jika ditinjau dari berbagai indeks produktivitas tersebut,
tingkat pertumbuhan produktivitas Indonesia bervariasi
(Diagram 4.1, halaman 71). Menurut Index Total
Productivity, tingkat produktivitas Indonesia mengalami
peningkatan secara gradual mulai 1970 sampai dengan
1997 atau sampai dengan krisis moneter. Mulai krisis
moneter 1998, tingkat produktivitas lebih rendah dari
delapan tahun sebelumnya. Namun secara perlahan,
tingkat pertumbuhan indeks TFP mengalami peningkatan
sampai dengan 2011.
(ii) Jika tingkat produktivitas ditinjau dari Index Labor
Productivity baik per tenaga kerja maupun jam kerja, maka
tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan
secara meyakinkan. Mulai 1970, peningkatan tingkat
produktivitas mengalami peningkatan sampai pada 1997.
Mulai 1998 tingkat produktivitas sedikit mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Sebaliknya, tingkat
pertumbuhan Index Capital Productivity cenderung
semakin turun secara tegas dari 1970 sampai dengan
2011.
(iii) Sementara itu, kontribusi pertumbuhan TFP, Capital dan
Labor terhadap pertumbuhan output di Indonesia sangat
bervariasi. Meskipun demikian, pertumbuhan output
masih disumbang terutama dari kontribusi capital.
Besaran kontribusi pertumbuhan Labor terhadap
pertumbuhan output cenderung sedikit lebih tinggi

PKRB | BKF

106

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Pada tahun-tahun di mana
Indonesia mengalami krisis
ekonomi, kontribusi pertumbuhan
TFP bahkan negatif cukup besar
seperti pada tahun 1983, 1998,
1999 dan 2009











Apabila dilihat dari komponen
final demand, maka pertumbuhan
GDP Indonesia 2000 2001 masih
ditoang oleh pengeluaran
konsumsi rumah tangga sekitar
lebih dari 50%...







Tingkat usia ketergantungan
Indonesia lebih rendah daripada
Kamboja dan Phillipines, namun
lebih tinggi daripada Malaysia,
Vietnam, Thailand, dan
Singapore









sektor manufaktur merupakan
salah satu sektor penting yang
berkontribusi pada pertumbuhan
ekonomi

Desember 2014

Riset Kajian PKRB

daripada kontribusi pertumbuhan TFP. Pada tahun-tahun


di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi, kontribusi
pertumbuhan TFP bahkan negatif cukup besar seperti
pada tahun 1983, 1998, 1999 dan 2009. Jadi
pertumbuhan output di Indonesia masih ditopang oleh
pertumbuhan capital (Diagram 4.2, halaman 72).
Khususnya, pertumbuhan produktivitas Labor di Indonesia
ditopang terutama oleh pertumbuhan TFP yaitu kurang
lebih sekitar 60%. Sementara itu, sisanya sebesar 40%
pertumbuhan produktivitas Labor dikontribusi dari
pertumbuhan capital deepening (Diagram 4.3, halaman
73).
(iv) Apabila dilihat dari komponen final demand, maka
pertumbuhan GDP Indonesia 2000 2001 masih ditoang
oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar lebih
dari 50%. Pola ini juga berlaku umum untuk seluruh
negara ASEAN bahkan Singapore. Kontribusi pengeluaran
investasi merupakan komponen utama kedua terhadap
pertumbuhan GDP yaitu sebesar 20% - 35%. Hampir
semua negara mengalami defisit net export terutama
Vietnam dan Kamboja (Diagram 4.4, halaman 74).
(v) Dari struktur demografi, beban perekonomian dapat
dianalisis dari tingkat usia ketergantungan penduduk. Usia
non produktif di Indonesia relatif besar yaitu sekitar 33%
di mana 27% merupakan penduduk usia 0-14 tahun
sedangkan sisanya adalah penduduk usia lebih dari 65
tahun. Tingkat usia ketergantungan Indonesia lebih
rendah daripada Kamboja dan Phillipines, namun lebih
tinggi daripada Malaysia, Vietnam, Thailand dan
Singapore. Khusus untuk Singapore sudah terdapat
kecenderungan mulai mengalami penuaan populasi
(Diagram 4.5, halaman 74).
(vi) Selain itu, sektor manufaktur merupakan salah satu sektor
penting yang berkontriusi pada pertumbuhan ekonomi.
Selama 2000-2010 kontribusi sektor manufaktur terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 2,5%.
Kontribusi ini setara dengan 23% dari total pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap
pertumbuhan ekonomi pada negara lain bahkan lebih

PKRB | BKF

107

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA







Selama 2000-2010, sektor
manufaktur memberikan
kontribusi pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja sebesar
1% atau setara dengan 31% dari
total pertumbuhan produktivitas







Dari terms of trade, Indonesia
justru mengalami pertumbuhan
trading gain yang negatif atau net
loss























Riset Kajian PKRB

besar misalnya Thailand mencapai 36% dan Vietnam 30%


(Diagram 4.6, halaman 75).
(vii) Di samping memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap
pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur ternyata juga
memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas
tenaga kerja. Selama 2000-2010, sektor manufaktur
memberikan kontribusi pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja sebesar 1% atau setara dengan 31% dari total
pertumbuhan produktivitas. Kondisi ini hampir sama
dengan yang terjadi di Kamboja dan Vietnam. Meskipun
demikan, nilai kontribusi ini masih kurang dari separuh
kontribusi
manufaktur
terhadap
pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja di Singapore dan Malaysia yang
melebihi 67% (Diagram 4.7, halaman 76).
(viii)Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami
pertumbuhan trading gain yang negatif atau net loss.
Begitu juga hal yang sama dialami oleh Singapore,
Phillipines, dan Thailand. Sebaliknya negara seperti
Malaysia, Vietnam, dan Kamboja mengalami trading gain
yang positif (Diagram 4.9, halaman 77).



Desember 2014

PKRB | BKF

108

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

DAFTAR PUSTAKA


Adiningsih, S. (2012). Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan,
Kanisius
Ahmed, Ishraq. (2013) Bangladeshs Growth Enablers. Institute of South Asian Studies (ISAS).
ISAS Brief. No 282-21. May 2013
lvarez, Isabel., Raquel Marn, and Georgina Maldonado. 2009. Internal and External Factors of
Competitiveness in The Middle-income Countries. WP08/09. The General Direction of
Planning and Evaluation of the Development Policies (DGPOLDE) of the Spanish Ministry
of Foreign Affairs and Cooperation (MAEC)
Amzul, Rifin. 2011. The Role of palm Oil Industry in Indonesia Economy and its Export
Competitiveness. Disertation. University of Tokyo
Arifin, Bustanul. 2013. On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian
Agricultural Export Commodities. ASEAN Journal of Economics, Management and
Accounting 1 (1): 81-100 (June 2013)
Baldwin, Richard, H. Braconier and R. Forslid (1999). Multinationals, endogenous growth and
technological spillovers: theory and evidence, CEPR Discussion Paper, 2155
Blchliger, H. and B. gert (2013), Decentralisation and Economic Growth - Part 2: The Impact
on Economic Activity, Productivity and Investment, OECD Working Papers on Fiscal
Federalism, No. 15, OECD Publishing
Blomstrm, Magnus and H. Persson (1983) Foreign Investment and Spillover Efficiency in an
underdeveloped Economy: Evidence from the Mexican Manufacturing Industry, World
Development, Vol. 11, pp. 493-501
Bloom, N. and Sadun, R. and Van Reenen, J. 2009. The Organization of Firms across Countries,
CEP Discussion Papers, 937. Centre for Economic Performance, London School of
Economics and Political Science, London, UK; dan Delgado M., M.E. Porter, and S. Stern.
2010. Clusters and Entrepreneurship, Journal of Economic Geography 10 (4), 495-518
Borsch-Supan, Axel. 1998. Capital's Contribution to Productivity and the Nature of Competition.
Brookings Papers: Microeconomics
Carkovic, M. and R. Levine (2000). Does FDI accelerate economic growth?, University of
Minnesota Working Paper
Carraresi, L. and Banterle, A. (2008), Measuring Competitiveness in the EU Market: A
Comparison Between Food Industry and Agriculture, paper presented at the 12th EAAE
Congress, Gent, Belgium, 27-30 August
Cesaro, L., Marongiu, S., Arfini, F., Donati, M. and Capelli, M. (2008), Cost of Production:
Definition and Concept, deliverable 1.1.2, FP7 project FACEPA (Farm Accountancy Cost
Estimation and Policy Analysis of European Agriculture), October
Desember 2014

PKRB | BKF

109

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Chung, Sungchul. 2010. Innovation, Competitiveness, and Growth: Korean Experiences.


Paper for Annual World Bank Conference on Development Economics 2010. Seoul: The
Science and Technology Policy Institute (STEPI).
Cowan, R. and G. van de Paal (2000), Innovation Policy in the Knowledge-Based Economy,
European Commission DG-Enterprise, Brussels
David, P., and D. Foray (1995), Accessing and Expanding the Science and Technology
Knowledge Base, STI Review, n. 16, pp. 16-38
Delgado, Mercedes., Christian Ketels, Michael E. Porter, and Scott Stern. 2012. The
Determinants of National Competitivesness. Working Paper 18249. Cambridge, MA:
National Buueau of Economics Research
Desmet, Klaus and Stephen L. Parente., (2010). Bigger Is Better: Market Size, Demand Elasticity,
and Innovation. International Economic Review, May 2010, Vol. 51, No. 2
Djankov, S. and B. Hoekman (1999). Foreign investment and productivity growth in Czech
enterprises, World Bank Economic Review, 14: 49-64
European Parliament, 2013. Banking System Soundness is the Key to more SME Financing.
Policy department a: economic and scientific policy. Directorate General for Internal
Policies
Farole, Thomas and Deborah Winkler. 2012. EXPORT COMPETITIVENESS IN INDONESIAS
MANUFACTURING SECTOR. Report for the World Bank study on the competitiveness
manufacturing sector and is funded by Multi-Partner Facility for Trade and Investment
Climate. Jakarta: World Bank
Farole, Thomas, Jos Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010. Analyzing trade
competitiveness: A diagnostics approach. Policy Research Working Paper 5329. The
World Bank Poverty Reduction and Economic Management Network International Trade
Department
Fedderke, J.W. and Z.Bogetic (2006). Infrastructure and Growth in South Africa: Direct and
Indirect Productivity Impacts of Nineteen Infrastructure Measures. Accelerated and
Shared Growth in South Africa: Determinants, Constraints and Opportunities. The
Birchwood Hotel and Conference Centre Johannesburg, South Africa. 18 - 20 October
2006
Fischer, S. 1993. The Role of Macroeconomic Factors in Growth, Journal of Monetary
Economics 32 (3), 485-512
Fomefeld, Martin., Gilees Delaunay, Dieter Elixmann. 2008. The Impact of Broadband on
Growth and Productivity. MICUS
Fosfuri, A., Motta, M. and T. Ronde (2001) Foreign Direct Investment and Spillovers through
workers mobility, Journal of International Economics, Vol. 53, 205-222
Glaeser, E., R. La Porta, F. Lopez-de-Silanes, and A. Shleifer. 2004. Do Institutions Causen
Growth?, Journal of Economic Growth 9(3), 271-303
Desember 2014

PKRB | BKF

110

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Guasch, Jos Luis, Liliana Rojas-Suarez, and Veronica Gonzales. 2012. Competitiveness in
Central America the Road to Sustained Growth and Poverty Reduction. Center for
Global Development
Hall, Bronwyn H., Francesca Lotti and Jacques Mairesse 2009. Innovation and productivity in
SMEs. Empirical evidence for Italy. Temi di discussione (Working papers) Number 718 -
June 2009. Banca DItalia
Ichim, Nela Ramona (2012). Assessing the Effectiveness of EU Competition Policy During The
Economic Crisis. Romanian-American University, Bucuresti, Romania
ILO. 2008. Labour and Social Trends in ASEAN 2008: Driving Competitiveness and Prosperity
with Decent Work. Bangkok: International Labour Organization Regional Office for Asia
and the Pacific
Kawai, H. (1994). International comparative analysis of economic growth: trade liberalisation
and productivity, The Developing Economies, 17(4): 373-397
Kennedy, P. Lynn., and R. Wes Harrison., and Mario A. Piedra. 1998. Analyzing Agribusiness
Competitiveness: The Case of the United States Sugar Industry. International Food and
Agribusiness management Review, 1(2): 245-257
Kokko, Ari (1994) Technology, Market Characteristics, and Spillovers, Journal of Development
Economics, Vol. 4, pp. 279-293
Lall, S. 2000. The Technological Structure and Performance of Developing Country
Manufactured Exports, 1985-1998, Working Paper, Q. E. House, University of Oxford
Lam, W. Raphael and Jongsoon Shin., 2012. What Role Can Financial Policies Play in Revitalizing
SMEs in Japan? IMF Working Paper
Latruffe, L. (2010), Competitiveness, Productivity and Efficiency in the Agricultural and Agri-
Food Sectors, OECD Food, Agriculture and Fisheries Papers, No. 30, OECD Publishing
Li, Suhong. Bhanu Ragu-Nathanb,T.S. Ragu-Nathanb, S. Subba Raob (2004). The Impact of
Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and Organizational
Performance. College of Business Administration, the University of Toledo, Toledo, OH.
USA
Llanto, Gilberto M. (2012). The Impact of Infrastructure on Agricultural Productivity.
DISCUSSION PAPER SERIES NO. 2012-12 Southeast Asian Regional Center for Graduate
Study and Research in Agriculture (SEARCA)
Lin, Chieh-Yu. 2009. Influences of Individual, Organizational and Environmental Factors on
Technological Innovation in Taiwans Logistics Industry. Journal of technology
management & innovation. 2009, Volume 4, Issue 1: 1-7
Mattsson, L-G., and Wallenberg, P., (2003). Reorganization of distribution in globalization of
markets: the dynamic context of supply chain management. Supply Chain Management:
An International Journal, Vol. 8, pp. 416-426

Desember 2014

PKRB | BKF

111

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Mentzer, J. T., Min, S., and Bobbitt, M. L., (2004). Toward a unified theory of logistics.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 34, pp. 606-
627
Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-29
Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics.
International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-29
Ng, Thiam Hee (2006). Foreign Direct Investment and Productivity: Evidence from the East
Asian Economies. UNIDO: Research and Statistics Branch
Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and
Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in
International Trade and Commodities Study Series No. 55
Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and
Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in
International Trade and Commodities Study Series No. 55
OECD, 2012. OECD Economic Surveys: Korea. April 2012
Porter, Michael E. 2009. International Cluster Competitiveness Project. Institute for Strategy
and Competitiveness, Harvard Business School; Molnr, M. and M. Lesher. 2008.
Recovery and Beyond: Enhancing Competitiveness to Realise Indonesia's Trade
Potential, OECD Trade Policy Papers, No. 82, OECD Publishing
Price, David P., Michael Stoica and Robert J Boncella, 2013. The relationship between
innovation, knowledge, and performance in family and non-family firms: an analysis of
SMEs. Journal of Innovation and Entrepreneurship 2013, 2:14
Rosa, Donato De., Nishaal Gooroochurn, and Holger Grg (2010). Corruption and Productivity:
Firm-level Evidence from the BEEPS Survey. The World Bank: Europe and Central Asia
Region Private and Financial Sector Department
Saxena, Sanchita Banerjee and Vronique Salze-Lozach. 2010. Competitiveness in the
Garment and Textiles Industry: Creating a supportive environment: A CASE STUDY OF
BANGLADESH, OCCASIONAL PAPER, NO. 1, JULY 2010, Asia Foundation
Schwab, Klaus., Xavier Sala-i-Martn, and Brge Brende. 2013. The Global Competitiveness
Report 20132014. Geneva: World Economic Forum
Sheffi, Yossi. 2010. Logistics Intensive Clusters: Global Competitiveness and Regional Growth.
Elisha Gray II Professor of Engineering Systems, MIT
Siggel, E. (2006), "International competitiveness and comparative advantage: A survey and a
proposal for measurement", Journal of Industry, Competition and Trade, Vol. 6, pp. 137-
159
Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No
8
Desember 2014

PKRB | BKF

112

Analisa Daya Saing dan Produktivitas


Indonesia Menghadapi MEA

Riset Kajian PKRB

Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No
8
The Conference Board of Canada. 2009. Performance the Productivity of Canadas
Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter. Energy, Environment
and Transportation Policy
The Conference Board of Canada. 2009. Performance the Productivity of Canadas
Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter. Energy, Environment
and Transportation Policy
UNCTAD, 2002. Trade and Development Report 2003. Geneva: UNCTAD
Wagner, Joachim. (2004). Productivity and Size of the Export Market: Evidence for West and
East German Plants. The Institute for the Study of Labor (IZA) in Bonn. Discussion Paper
No. 266
Wijnands, J., Bremmers, H., van der Meulen, B. and Poppe, K. (2008), "An economic and legal
assessment of the EU food industrys competitiveness", Agribusiness, Vol. 24, No. 4, pp.
417-439.
World Bank (2012).Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy
Washington DC
World Bank (2012).Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy
Washington DC
World Bank. 2012. Picking up the Pace: Reviving Growth in Indonesias Manufacturing Sector.
Jakarta: World Bank
Xu, B. (2000). Multinational enterprises, technology diffusion, and host country productivity
growth, Journal of Development Economics, 62: 477-493
Yue, Chia Siow. 2004. ASEAN-China Free Trade Area. Paper for presentation at the AEP
Conference, Hong Kong12-13 April 2004. Singapore Institute of International Affairs

Desember 2014

PKRB | BKF

113

You might also like