Professional Documents
Culture Documents
BAB
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Dalam
pemeringkatan
WEF,
daya
saing
Indonesia
mengalami
lompatan
besar
dari
peringkat
50
menjadi
38
Dalam
menghadapi
implementasi
AEC
2015,
Indonesia
masih
menghadapi
beberapa
tantangan
baik
eksternal
maupun
internal
Desember
2014
LATAR
BELAKANG
Dalam
pemeringkatan
World
Economic
Forum
(WEF),
daya
saing
Indonesia
mengalami
lompatan
besar
dari
peringkat
50
menjadi
38.
Lompatan
peringkat
ini
merupakan
prestasi
besar
bagi
Indonesia,
dan
hanya
dikalahkan
oleh
Ekuador
dan
Lesotho.
Namun,
lompatan
peringkat
Indonesia
tersebut
baru
mendekati
peringkat
negara-
negara
ASEAN
lain,
terutama
negara
Singapore,
Malaysia,
Thailand,
dan
Brunei
Darussalam.
Hal
ini
memicu
pertanyaan
besar,
yaitu
apakah
Indonesia
siap
dalam
menghadapi
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
(MEA)
yang
akan
segera
berlaku
pada
2015?
Dalam
menghadapi
implementasi
AEC
2015,
Indonesia
masih
menghadapi
beberapa
tantangan
baik
eksternal
maupun
internal.
Tantangan
eksternal
yang
dihadapi
antara
lain
adalah
tingkat
persaingan
perdagangan
yang
semakin
ketat,
semakin
besarnya
defisit
neraca
perdagangan
Indonesia
dengan
negara
ASEAN
lainnya,
dan
bagaimana
Indonesia
dapat
meningkatkan
daya
tarik
investasi.
Sementara
itu,
tantangan
internal
Indonesia
antara
lain
adalah
rendahnya
pemahaman
masyarakat
terhadap
AEC,
ketidaksiapan
daerah
menghadapi
AEC,
tingkat
pembangunan
daerah
yang
masih
sangat
bervariasi
dan
kondisi
SDM
dan
ketenagakerjaan
Indonesia.
Disamping
tantangan
yang
ada,
Indonesia
tetap
memiliki
peluang
besar
untuk
dapat
mengambil
manfaat
dari
implementasi
MEA
bagi
kesejahteraan
masyarakat
Indonesia.
Sampai
saat
ini,
Indonesia
masih
menjadi
tujuan
investasi
pemodal
dalam
negeri
ataupun
luar
negeri.
Tingginya
investasi
tersebut
telah
mendorong
pertumbuhan
ekonomi
yang
relatif
tinggi
dibandingkan
dengan
negara-negara
ASEAN
lainnya.
Potensi
lain
yang
dimiliki
oleh
Indonesia
adalah
jumlah
penduduk.
Jumlah
penduduk
Indonesia
yang
besar
ini
(bonus
demografi)
dapat
menjadi
kunci
sukses
bagi
peningkatan
daya
saing
Indonesia.
Dengan
dukungan
peningkatan
pendidikan
dan
ketrampilan,
maka
produktivitas
tenaga
kerja
akan
meningkat.
Peningkatan
produktivitas
tenaga
kerja
ini
pada
akhirnya
mendorong
peningkatan
daya
saing
nasional.
Faktor
produktivitas
akan
menjadi
kunci
bagaimana
Indonesia
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
PKRB | BKF
PKRB | BKF
2.1.
LANDASAN TEORI
Desember
2014
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
Desember
2014
PKRB | BKF
10
barang
yang
telah
ada
namun
dapat
membuat
produk
yang
lebih
baik
dan
lebih
murah.
Mulaibarang-barang
elektronik
sampai
mobil
buatan
Jepang
mulai
mendominasi
dunia.
Porter
melihat
bahwa
paradigma
the
advantage
of
the
first
mover
tidak
berlaku
pada
produk
Jepang.
Mengapa
produk-produk
Jepang
begitu
kompetitif?
Apa
yang
dipelajari
oleh
Porter
adalah
adanya
sinergi
antara
pemerintah
Jepang
dan
pengusaha-pengusahanya
yang
membentuk
Japan
Incorporated.
Di
sini
Porter
menyadari
bahwa
keberhasilan
Jepang
tidak
saja
keberhasilan
perusahaan-perusahaannya
yang
agresif
tapi
juga
didukung
oleh
pemerintah.
Menyadari
hal
itu,
Porter
mulai
mencari
akar
masalah
dan
faktor-faktor
yang
menjadikan
Jepang
menjadi
digdaya
produknya.
Ternyata
tidak
hanya
Jepang,
Korea
Selatan
juga
mengikuti
jalur
yang
sama.
Lebih
jauh
lagi,
Porter
melihat
bahwa
pola
mencari
peningkatan
daya
saing
untuk
sukses
di
perdagangan
internasional
juga
terjadi
di
negara-negara
lain.
Porter
mengamati
negara-negara
di
Amerika,
Eropa
Barat,
dan
Asia
khususnya
Jepang
dan
Korea
Selatan.
Menurut
Porter,
terdapat
sinergi
Menurut
Porter,
terdapat
sinergi
antara
pemerintah
dan
dunia
antara
pemerintah
dan
dunia
usaha
dalam
mengingkatkan
daya
saing
negara
dalam
perdagangan
usaha
dalam
mengingkatkan
daya
saing
negara
dalam
perdagangan
internasional.
Sinergi
tersebut
amat
membantu
untuk
mendukung
internasional
eleman-elemen
penting
yang
membentuk
keunggulan
kompetitif.
Terdapat
empat
pilar
dalam
membentuk
daya
saing
negara.
Pertama
adalah
kondisi
faktor
produksi.
Kedua
adalah
kondisi
permintaan
domestik.
Ketiga
adalah
industri
terkait
dan
dan
pendukungnya.
Keempat
adalah
perilaku-perilaku
perusahaannya.
Berikut
interaksi
keempat
elemen
penting
tersebut
dalam
sebuah
gambar.
mereka
tidak
mengembangkan
produk
spesifiknya
tetapi
malah
meniru
barang-barang
yang
telah
ada
tetapi
dapat
membuat
lebih
baik
dan
lebih
murah
Perilaku Perusahaan
(struktur perusahaan, strategi, dan
rivalitas)
me
Pe
Kondisi Faktor
Produksi
rin
Kondisi permintaan
domestik
tah
Desember
2014
PKRB | BKF
11
Diagram
2.1
Interaksi
Elemen
Pembentuk
Keunggulan
Kompetitif
Pemerintah
memberikan
Diagram
tersebut
menunjukkan
bahwa
interaksi
dari
keempat
elemen
lingkungan
yang
kondusif
agar
tersebut
keterkaitannya
didukung
oleh
pemerintah.
Pemerintah
keempat
elemen
tersebut
dapat
memberikan
lingkungan
yang
kondusif
agar
keempat
elemen
tersebut
bekerja
optimal
membentuk
dan
membangun
daya
saing
negara
dapat
bekerja
secara
optimal
membentuk
dan
membangun
daya
saing
negara.
Berikut
adalah
uraian
tiap
elemen.
Kondisi
faktor
produksi:
1. Semua
sumber
daya
harus
meminkan
peranan
yang
penting
dalam
mendapatkan
keunggulan
kompetitif
2. Faktor
produksi
senantiasa
ditingkatkan
kualitasnya
dan
bisa
menjadi
lebih
terspesialisasi
untuk
industri.
3. Faktor
produksi
meliputi
sumber
daya
manusia,
sumber
daya
fisik,
sumber
daya
pengetahuan
yang
disediakan
oleh
perguruan
tinggi,
laboratorium
riset,
dan
asosiasi
dagang,
serta
sumber
daya
kapital
dan
infrastruktur.
4. Faktor
produksi
juga
harus
mempunyai
kualitas
tinggi
dengan
biaya
murah
dan
bersifat
unik
agar
perusahaan
dapat
menghasilkan
keunggulan
kompetitif.
5. Keunggulan
kompetitif
tergantung
bagaimana
faktor-faktor
produksi
disebarkan
secara
efektif
dan
efisien.
6. Faktor
produksi
tingkat
tinggi
seperti
tersedianya
institut
riset,
karyawan
berpendidikan
tinggi
dan
lainnya
menjadi
faktor
penting
dalam
membentuk
keunggulan
kompetitif.
7. Keunggulan
kompetitif
dapat
terus
berlangsung
tergantung
dari
kesinambungan
ketersediaan
faktor
produksi
berkualitas
tinggi
dan
juga
selalu
ditingkatkan
kualitasnya.
8. Selalu
membuat
inovasi
baru
agar
dapat
mengatasi
kekurangan
karena
tidak
tersedianya
faktor
produksi
yang
khusus.
Kondisi
permintaan
domestik:
1. Memiliki
pembeli
yang
beragam.
2. Adanya
tekanan
dari
pelanggan
untuk
selalu
melakukan
inovasi.
3. Ukuran
permintaan
cukup
besar
dan
dapat
terlihat
dengan
jelas.
4. Memiliki
segmen
konsumen
yang
berlapis.
Desember
2014
PKRB | BKF
12
Desember
2014
5.
6.
7.
8.
9.
PKRB | BKF
13
Schwab,
Klaus.,
Xavier
Sala-i-Martn,
and
Brge
Brende.
2013.
The
Global
Competitiveness
Report
20132014.
Geneva:
World
Economic
Forum.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
14
Chung,
Sungchul.
2010.
Innovation,
Competitiveness,
and
Growth:
Korean
Experiences.
Paper
for
Annual
World
Bank
Conference
on
Development
Economics
2010.
Seoul:
The
Science
and
Technology
Policy
Institute
(STEPI).
Desember
2014
PKRB
|
BKF
15
Tabel
2.1
Ranking
Komoditas
Ekspor
Korea
Selatan
1980,
1990,
2000
dan
2007
Pengalaman
Korea
Selatan
tersebut
sedikit
berbeda
dengan
pengalaman
negara
Bangladesh.
Saxena
(2010)3
menyatakan
bahwa
Bangladesh
memiliki
daya
saing
sektor
tekstil
yang
disebabkan
oleh
biaya
produksi,
kualitas
produk,
hubungan
dengan
pembeli,
dan
kerja
sama
para
pemangku
kepentingan
(pemerintah,
pemilik
usaha,
dan
pekerja).
Bangladesh
melakukan
penurunan
biaya
produksi
melalui
peningkatan
produktivitas
dengan
(i)
perbaikan
kondisi
kerja
dibandingkan
penurunan
upah
pekerja,
(ii)
strategi
perdagangan
internasional
dilakukan
dengan
membangun
koalisi
antara
pembeli
internasional,
LSM
internasional,
dan
stakeholder
di
bidang
tekstil.
Secara
detail,
rekomendasi
pemangku
kepentingan
atas
daya
saing
tekstil
Bangladesh
adalah
sebagai
berikut:
Saxena,
Sanchita
Banerjee
and
Vronique
Salze-Lozach.
2010.
Competitiveness
in
the
Garment
and
Textiles
Industry:
Creating
a
supportive
environment:
A
CASE
STUDY
OF
BANGLADESH,
OCCASIONAL
PAPER,
NO.
1,
JULY
2010,
Asia
Foundation.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
16
Tabel
2.2
Faktor
Penentu
Daya
Saing
Bangladesh
Desember
2014
PKRB | BKF
17
Diagram
2.2
Framework
Daya
Saing
Sektor
Pertanian
Menurut
Lutruffe
(2010),
penelitian
daya
saing
sektor
pertanian
perlu
memperhatikan
dan
mempertimbangkan:
1. Patokan
pengukuran
daya
saing
adalah
konsep
yang
relatif.
Perusahaan
harus
dibandingkan
dengan
perusahaan
sama
yang
lain
atau
perbandingan
antar
Negara.
Kennedy
et-al
(1998)5
menjelaskan
bahwa
jika,
misalnya,
dua
perusahaan
Latruffe,
L.
(2010),
Competitiveness,
Productivity
and
Efficiency
in
the
Agricultural
and
Agri-Food
Sectors,
OECD
Food,
Agriculture
and
Fisheries
Papers,
No.
30,
OECD
Publishing.
5
Kennedy,
P.
Lynn.,
and
R.
Wes
Harrison.,
and
Mario
A.
Piedra.
1998.
Analyzing
Agribusiness
Competitiveness:
The
Case
of
the
United
States
Sugar
Industry.
International
Food
and
Agribusiness
management
Review,
1(2):
245-257
Desember
2014
PKRB
|
BKF
18
Wijnands,
J.,
Bremmers,
H.,
van
der
Meulen,
B.
and
Poppe,
K.
(2008),
"An
economic
and
legal
assessment
of
the
EU
food
industrys
competitiveness",
Agribusiness,
Vol.
24,
No.
4,
pp.
417-439.
7
Carraresi,
L.
and
Banterle,
A.
(2008),
Measuring
Competitiveness
in
the
EU
Market:
A
Comparison
Between
Food
Industry
and
Agriculture,
paper
presented
at
the
12th
EAAE
Congress,
Gent,
Belgium,
27-30
August.
8
Cesaro,
L.,
Marongiu,
S.,
Arfini,
F.,
Donati,
M.
and
Capelli,
M.
(2008),
Cost
of
Production:
Definition
and
Concept,
deliverable
1.1.2,
FP7
project
FACEPA
(Farm
Accountancy
Cost
Estimation
and
Policy
Analysis
of
European
Agriculture),
October.
9
Siggel,
E.
(2006),
"International
competitiveness
and
comparative
advantage:
A
survey
and
a
proposal
for
measurement",
Journal
of
Industry,
Competition
and
Trade,
Vol.
6,
pp.
137-159.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
19
10
Farole,
Thomas,
Jos
Guilherme
Reis
and
Swarnim
Wagle.
2010.
Analyzing
trade
competitiveness:
A
diagnostics
approach.
Policy
Research
Working
Paper
5329.
The
World
Bank
Poverty
Reduction
and
Economic
Management
Network
International
Trade
Department.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
20
Sumber:
Farole,
Thomas,
Jos
Guilherme
Reis
and
Swarnim
Wagle.
2010
Diagram
2.3
Framework
Dignostik
Daya
Saing
Dengan
menggunakan
data
Dengan
menggunakan
data
makro,
Farole
(2010)
melakukan
makro,
Farole
(2010)
melakukan
pengujian
faktor
yang
mempengaruhi
daya
saing
ekspor
(yang
diukur
pengujian
faktor
yang
mempengaruhi
daya
saing
ekspor
dari
proporsi
ekspor
terhadap
GDP)
untuk
sektor
pertanian
dan
(yang
diukur
dari
proporsi
ekspor
manufacturing
dengan
mendasarkan
metode
diagnostik
dengan
terhadap
GDP)
untuk
sektor
ditambahkan
variabel
kontrol
seperti
pendapatan
per
kapita,
dan
pertanian
dan
manufacturing
populasi.
Model
regresi
yang
digunakan
adalah
OLS.
Hal
tersebut
dengan
mendasarkan
metode
diagnostik
dengan
ditambahkan
dilakukan
untuk
mengukur
korelasi
dan
hubungan
sebab
akibat
saja,
variabel
kontrol
seperti
dan
bukan
untuk
mengukur
besaran
koefisien
masing-masing
faktor.
pendapatan
per
kapita,
dan
populasi
Ekspor
manufaktur
dan
pertanian
dipengaruhi
oleh
kualitas
infrastruktur
trade-related.
Ekspor
manufaktur
secara
signifikan
dipengaruhi
oleh
lingkungan
micro-regulatory
dan
pelayanan
pendukung
utama,
sedangkan
untuk
ekspor
pertanian,
kebijakan
perdagangan
yang
lebih
penting
dibandingkan
faktor
lainnya.
Pengujian
model
ini
menjadi
pelengkap
bagi
test
diagnostik
daya
saing
ekspor
suatu
komoditas.
Desember
2014
PKRB | BKF
21
Tabel
2.3
Regresi
Model
Produktivitas
Manufakturing
dan
Pertanian
Sumber:
Farole,
Thomas,
Jos
Guilherme
Reis
and
Swarnim
Wagle.
2010.
Pengujian
faktor
penentu
Pengujian
faktor
penentu
terhadap
daya
saing
mempunyai
terhadap
daya
saing
mempunyai
banyak
variasi
dan
tergantung
kepada
tujuan
dan
definisi
daya
saing
banyak
variasi
dan
tergantung
yang
yang
akan
diukur
lvarez
(2009)11
melakukan
Pengujian
faktor
kepada
tujuan
dan
definisi
daya
saing
yang
yang
akan
diukur
penentu
terhadap
daya
saing
ekspor
manufacturing.
Hipotesa
yang
digunakan
daya
saing
ekspor
manufacturung
dipengaruhi
oleh
foreign
direct
investment
masuk,
foreign
direct
investment
keluar,
prosentasi
ekspor
dan
impor
barang
dan
jasa
terhadap
GDP,
pembayaran
loyalty
dan
fee,
pengeluaran
penelitian
dan
pengembangan,
dan
jumlah
patent.
Model
yang
digunakan:
11
lvarez,
Isabel.,
Raquel
Marn,
and
Georgina
Maldonado.
2009.
Internal
and
External
Factors
of
Competitiveness
in
The
Middle-income
Countries.
WP08/09.
The
General
Direction
of
Planning
and
Evaluation
of
the
Development
Policies
(DGPOLDE)
of
the
Spanish
Ministry
of
Foreign
Affairs
and
Cooperation
(MAEC).
Desember
2014
PKRB
|
BKF
22
Sumber:
lvarez,
Isabel.,
Raquel
Marn,
and
Georgina
Maldonado,
2009.
Penelitian
daya
saing
yang
Penelitian
daya
saing
yang
Delgado
et-al
(2012)12
Delgado
et-al
(2012)
menggunakan
definisi
daya
saing
adalah
output
per
usia
kerja.
menggunakan
definisi
daya
saing
Delgado,
et-al
mengasumsikan
bahwa
daya
saing
tenaga
kerja
adalah
output
per
usia
kerja
didukung
oleh
kualitas
infrastruktur
lembaga
sosial
dan
politik,
kebijakan
moneter
dan
fiskal,
dan
lingkungan
ekonomi
mikro.
Lingkungan
ekonomi
mikro
terdiri
dari
kualitas
lingkungan
bisnis,
pembangunan
cluster,
dan
kecanggihan
strategi
dan
operasional
perusahaan.
Infrastruktur
lembaga
sosial
dan
politik
(SIPI)
meliputi
kesehatan
dan
pendidikan
dasar,
kualitas
lembaga
politik,
dan
aturan
hukum.
Studi,
yang
menunjukan
pengaruh
intrastuktur
lembaga
sosial
dan
politik
mempengaruhi
produktivitas
jangka
panjang,
dan
pada
gilirannya
akan
meningkatkan
kemakmuran,
dilakukan
antara
lain
oleh
Glaeser
et
al
(2004).13
Selain
infrastuktur,
daya
saing
ekonomi
makro
juga
ditentukan
oleh
kebijakan
moneter
dan
fiskal
(MFP),
yang
meliputi
kebijakan
fiskal
dan
utang,
dan
pengelolaan
12
Delgado,
Mercedes.,
Christian
Ketels,
Michael
E.
Porter,
and
Scott
Stern.
2012.
The
Determinants
of
National
Competitivesness.
Working
Paper
18249.
Cambridge,
MA:
National
Buueau
of
Economics
Research.
13
Glaeser,
E.,
R.
La
Porta,
F.
Lopez-de-Silanes,
and
A.
Shleifer.
2004.
Do
Institutions
Causen
Growth?,
Journal
of
Economic
Growth
9(3),
271-303.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
23
Diagram
2.4
Framework
Daya
Saing
Ekonomi
Makro
dan
Mikro
Regresi
tersebut
menunjukkan
Dengan
mengunakan
data
dari
130
negara
selama
periode
2001-
bahwa
faktor
SIPI
signifikan.
Pada
2008,
Delgado
melakukan
pengujian
beberapa
model.
Empat
model
model
kedua,
produktivitas
diukur
yang
diuji
adalah
pertama,
pengaruh
MICRO,
SIPI,
dan
MFP
terhadap
proporsi
neraca
perdagangan
terhadap
GDP.
Pada
regresi
kedua
produktivitas
tenaga
kerja
yang
diukur
dengan
tenaga
kerja
per
jam.
ini,
faktor
MFP
signifikan
Regresi
tersebut
menunjukkan
bahwa
faktor
SIPI
signifikan.
Pada
Dibandingkan
dengan
model
model
kedua,
produktivitas
diukur
proporsi
neraca
perdagangan
regresi
ketiga
di
mana
produktivitas
didekati
dengan
terhadap
GDP.
Pada
regresi
kedua
ini,
faktor
MFP
signifikan.
ekspor
manafuring
per
kapita,
faktor
MICRO
dan
MFP
signifikan,
Dibandingkan
dengan
model
regresi
ketiga
di
mana
produktivitas
seangkan
faktor
SIPI
tidak
didekati
dengan
ekspor
manafuring
per
kapita,
faktor
MICRO
dan
14
Fischer,
S.
1993.
The
Role
of
Macroeconomic
Factors
in
Growth,
Journal
of
Monetary
Economics
32
(3),
485-512.
15
Bloom,
N.
and
Sadun,
R.
and
Van
Reenen,
J.
2009.
The
Organization
of
Firms
across
Countries,
CEP
Discussion
Papers,
937.
Centre
for
Economic
Performance,
London
School
of
Economics
and
Political
Science,
London,
UK;
dan
Delgado
M.,
M.E.
Porter,
and
S.
Stern.
2010.
Clusters
and
Entrepreneurship,
Journal
of
Economic
Geography
10
(4),
495-518.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
24
Diagram
2.5
Framework
Cluster
Daya
Saing
Sektor
Manufakturing
16
World
Bank.
2012.
Picking
up
the
Pace:
Reviving
Growth
in
Indonesias
Manufacturing
Sector.
Jakarta:
World
Bank.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
25
Diagram
2.6
Framework
Diagnostik
Daya
Saing
Manufakturing
Indonesia
Teknologi
sektor
manafakturing
di
Kondisi
sektor
manufakturing
di
Indonesia
berbeda.
Teknologi
Indonesia
relatif
tidak
sektor
manafakturing
di
Indonesia
relatif
tidak
berkembang
dibanding
berkembang
dibanding
negara
ASEAN
lain,
seperti
Malaysia
(Fall,
negara
ASEAN
lain,
seperti
Malaysia
(Fall,
2002).
Hal
ini
berimplikasi
2002)
bahwa
sektor
manufakturing
di
Indonesia
berrisiko
dan
cepat
berganti-ganti
dalam
jangka
panjang.
Sebagaimana
ditunjukkan
oleh
Fall
bahwa
sektor
manufakturing
di
Indonesia
mengandalkan
primary
17
Farole,
Thomas
and
Deborah
Winkler.
2012.
EXPORT
COMPETITIVENESS
IN
INDONESIAS
MANUFACTURING
SECTOR.
Report
for
the
World
Bank
study
on
the
competitiveness
manufacturing
sector
and
is
funded
by
Multi-
Partner
Facility
for
Trade
and
Investment
Climate.
Jakarta:
World
Bank.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
26
Diagram
2.7
Perbandingan
Teknologi
Manufakturing
Indonesia
dan
Malaysia,
1990
2010
Kebangkitan
sektor
manafakturing
di
Indonesia
mulai
nampak
Kebangkitan
sektor
pada
tahun
2008.
Ke
tiga
subsektor
manufakturing
memiliki
quality
manafakturing
di
Indonesia
mulai
margin
yang
signifikan.
Sektor
apparel
memiliki
potensi
nampak
pada
tahun
2008
berkesinambungan
(permintaan
pasar
yang
besar),
sedangkan
sektor
furnitur
memiliki
potensi
peningkatan
produktivitas
dan
intensivikasi
Hal
ini
disebabkan
oleh
(Fall
penggunaan
bahan
baku.
Hal
ini
disebabkan
oleh
(Fall
2012):
2012):
(i)
dorongan
kebangkitan
sektor
manufakturing
tradisional
(i)
dorongan
kebangkitan
sektor
manufakturing
tradisional
(pakaian,
(pakaian,
furnitur,
dan
komponen
furnitur,
dan
komponen
otomotif)
yang
mengandalkan
upah
tenaga
otomotif)
yang
mengandalkan
upah
tenaga
kerja
murah
bahkan
kerja
murah
bahkan
paling
rendah
di
kawasan
ASEAN,
(ii)
potensi
paling
rendah
di
kawasan
ASEAN,
akses
pasar
ekonomi
berdasarkan
skala
produksi
yang
besar
dan
(ii)
potensi
akses
pasar
ekonomi
berkembangnya
pasar
domestik
Indonesia
dan
pasar
regional
berdasarkan
skala
produksi
yang
besar
dan
berkembangnya
pasar
semakin
terintegrasi.
Kondisi
tersebut
tidak
banyak
dimiliki
oleh
domestik
Indonesia
dan
pasar
negara
lain,
sehingga
peluang
keberuntungan
ini
seharusnya
dapat
regional
semakin
terintegrasi
segera
dihidupkan
dengan
insentif
peningkatan
teknologi
dan
penciptaan
lapangan
pekerjaan
baru
dalam
sektor
manufakturing
di
Indonesia.
Dalam
jangka
pendek,
upah
murah
dapat
dipertahankan
namun
dalam
jangka
panjang
tekanan
atas
kenaikkan
upah
akan
terjadi.
Desember
2014
PKRB | BKF
27
Tabel
2.5
Rangkuman
Diagnostik
Apparel,
Furnitur,
dan
Komponen
Automotif
18
Lall,
S.
2000.
The
Technological
Structure
and
Performance
of
Developing
Country
Manufactured
Exports,
1985-
1998,
Working
Paper,
Q.
E.
House,
University
of
Oxford.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
28
Dilihat
dari
produk
yang
dihasilkan,
ASEAN
dan
Cina
sangat
bergantung
pada
pasar
di
Amerika
Serikat,
Uni
Eropa,
dan
Jepang.
19
ILO.
2008.
Labour
and
Social
Trends
in
ASEAN
2008:
Driving
Competitiveness
and
Prosperity
with
Decent
Work.
Bangkok:
International
Labour
Organization
Regional
Office
for
Asia
and
the
Pacific.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
29
20
Yue,
Chia
Siow.
2004.
ASEAN-China
Free
Trade
Area.
Paper
for
presentation
at
the
AEP
Conference,
Hong
Desember
2014
PKRB | BKF
30
Diagram
2.8
Pangsa
Pasar
Ekspor
Indonesia
Menurut
Proses
Pengolahan,
1997
2007
Dibandingkan
dengan
negara
Dibandingkan
dengan
negara
lain,
daya
saing
produk
ekspor
lain,
daya
saing
produk
ekspor
Indonesia
menunjukkan
penurunan
yang
diindikasikan
dari
Indonesia
menunjukkan
penurunan
yang
diindikasikan
dari
penurunan
proporsi
ekspor
terhadap
GDP
tahun
2004-2008
(EIU,
penurunan
proporsi
ekspor
2008).
Posisi
Indonesia
berada
di
bawah
Thailand
dan
Vietnam,
terhadap
GDP
tahun
2004-2008
dibandingkan
dengan
negara-negara
ASEAN,
dan
berada
di
atas
Malaysia,
Kamboja
dan
Filipina.
Bila
kinerja
ekspor
Indonesia
dibandingkan
dengan
negara-negara
Asia
lainya,
posisi
Indonesia
berada
di
bawah
Cina,
India
dan
Bangladesh,
dan
berada
di
atas
Pakistan
dan
Srilangka.
Berdasarkan
laporan
EIU,
akibat
penurunan
daya
saing
global,
Indonesia
mengalami
penurunan
proporsi
ekspor
dan
jasa
terhadap
GDP.
Posisi
Indonesia
berada
paling
rendah
dibandingkan
negara-negara
ASEAN
lainnya.
Desember
2014
PKRB | BKF
31
Diagram
2.9
Perbandingan
Kinerja
Ekspor
Indonesia
Terhadap
Negara
Asia
dan
Beberapa
Negara
Lain,
2004
2008
Portfolio
cluster
ekspor
Indonesia
dapat
ditunjukkan
melalui
diagram
empat
kuadran
(Porter,
2009,
dan
Molnr,
2008).22
Selama
kurun
waktu
1997-2007,
secara
keseluruhan,
kinerja
ekspor
Indonesia
mengalami
penurunan
daya
saing.
Industri,
yang
masih
menunjukkan
daya
saing
dan
memiliki
pangsa
pasar
yang
meningkat,
ditunjukkan
oleh
industri
batu
bara,
produk
pertanian,
tembakau,
dan
produk
kehutanan.
Untuk
manufakturing,
industri,
yang
berada
di
kuadrat
Produk
ekspor
Indonesia
yang
kanan
atas,
adalah
industri
tekstil,
plastik,
dan
apparel.
Produk
ekspor
mengalami
penurunan
pangsa
pasar
meskipun
masih
memiliki
Indonesia
yang
mengalami
penurunan
pangsa
pasar
meskipun
masih
daya
saing
memiliki
daya
saing
antara
lain
adalah
furnitur,
minyak
dan
gas,
produk
perikanan.
22
Porter,
Michael
E.
2009.
International
Cluster
Competitiveness
Project.
Institute
for
Strategy
and
Competitiveness,
Harvard
Business
School;
Molnr,
M.
and
M.
Lesher.
2008.
Recovery
and
Beyond:
Enhancing
Competitiveness
to
Realise
Indonesia's
Trade
Potential,
OECD
Trade
Policy
Papers,
No.
82,
OECD
Publishing.
Desember
2014
PKRB | BKF
32
23
Arifin,
Bustanul.
2013.
On
the
Competitiveness
and
Sustainability
of
the
Indonesian
Agricultural
Export
Commodities.
ASEAN
Journal
of
Economics,
Management
and
Accounting
1
(1):
81-100
(June
2013).
Desember
2014
PKRB
|
BKF
33
24
Amzul,
Rifin.
2011.
The
Role
of
palm
Oil
Industry
in
Indonesia
Economy
and
its
Export
Competitiveness.
Desember
2014
PKRB | BKF
34
Desember
2014
Diagram
2.11
Cluster
Daya
Saing
Indonesia,
1997
2007
Farole
(2012)
merangkum
kinerja
ekspor
Indonesia
(1999-
2009)
dibandingkan
dengan
negara-negara
ASEAN
dan
Asia
lainnya.
Kinerja
ekspor
tekstil
dan
furnitur
Indonesia
lebih
banyak
ditujukan
kepada
pasar
tradisional,
namun
sebagian
pasar
tradisional
tersebut
PKRB | BKF
35
Desember
2014
PKRB | BKF
36
Tabel
2.9
Perbandingan
Produktivitas
Kapital
Indonesia,
ASEAN,
dan
Beberapa
Negara
Lain
Desember
2014
PKRB | BKF
37
PKRB | BKF
38
! !
dimana
SP
=
Sum
of
Products
SS
=
Sum
of
Squared
Deviations
=
( )( )
! =
! =
Desember
2014
PKRB | BKF
39
25
Data
mengenai
Competitiveness
adalah
sampai
dengan
2012/2013,
sementara
data
produktivitas
dari
APO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Desember
2014
PKRB | BKF
41
Desember
2014
PKRB | BKF
42
!" =
! !
+ ! !
+ + ! !
Dimana
x1
adalah
nilai
variabel
ke
1
untuk
X
x2
adalah
nilai
variabel
ke
2
untuk
X
xp
adalah
nilai
variabel
ke
p
untuk
X
y1
adalah
nilai
variabel
ke
1
untuk
Y
y2
adalah
nilai
variabel
ke
2
untuk
Y
yp
adalah
nilai
variabel
ke
p
untuk
Y
Dalam
bentuk
vektor,
Euclidean
Distance
dapat
ditulis
dengan
persamaan
!" = ! ( )
Model
analisis
cluster
dapat
Model
analisis
cluster
dapat
dibedakan
menjadi
dua
jenis,
dibedakan
menjadi
dua
jenis,
yaitu
Metode
Hierarchial
dan
Metode
Non
Hierarchial.
yaitu
Metode
Hierarchial
dan
Metode
Non
Hierarchial
1. Metode
Hierarchial
Metede
hierachial
digunakan
terutama
pada
kasus
dimana
Metede
hierachial
digunakan
individu
yang
akan
dikelompokkan
jumlahnya
sedikit
serta
terutama
pada
kasus
dimana
individu
yang
akan
dikelompokkan
jumlah
kelompok
yang
dikehendaki
tidak
diketahui.
Teknik
jumlahnya
sedikit
serta
jumlah
pengelompokkan
disajikan
dalam
bentuk
dendogram.
kelompok
yang
dikehendaki
tidak
diketahui
Prosedur
yang
dilakukan
dalam
model
hierachial
dapat
berupa
agglomerative
(metode
penggabungan)
dan
divisive
(metode
pembagian).
Agglomerative
Prosedur
ini
mengelompokkan
dua
atau
lebih
individu
yang
Prosedur
ini
mengelompokkan
dua
atau
lebih
individu
yang
memiliki
memiliki
jarak
paling
dekat.
Selanjutnya
dibuat
kembali
jarak
paling
dekat
Desember
2014
PKRB | BKF
43
Dimana
nx
adalah
jumlah
individu
X
ny
adalah
jumlah
individu
Y
d. median
Median
jarak
antar
kelompok
dirumuskan
sebagai
berikut
d(xy)z
=
1/2
(dxz
+
dyz)
1/4
dxy
Prosedur
Wards
didasarkan
pada
e. metode
Wards
Desember
2014
PKRB | BKF
44
Desember
2014
Metode
ini
terlebih
dahulu
menentukan
jumlah
kelompok
yang
diinginkan.
Model
yang
paling
banyak
digunakan
adalah
model
K-Means.
Dengan
K-Means,
individu
dikelompokkan
sedemikian
rupa
sehingga
jarak
antar
individu
ke
pusat
kelompok
menjadi
minimum.
Langkah-langkah
pengelompokkan
ada
model
ini
adalah
sebagai
berikut:
PKRB | BKF
45
Desember
2014
PKRB | BKF
46
Desember
2014
pertumbuhannya.
f. Variabel
peran
sektor
industri
manufaktur,
jasa,
perdagangan
besar
dan
kecil
terhadap
pertumbuhan
ekonomi;
dan
menghitung
pertumbuhannya.
g. Variabel
pertumbuhan
output
dan
produktivitas
tenaga
kerja
menurut
industri;
dan
menghitung
pertumbuhannya.
h. Variabel
tingkat
dan
pertumbuhan
produktivitas
tenaga
kerja,
per
jam,
dan
per
worker
GDP;
dan
menghitung
pertumbuhannya.
i. Variabel
pendapatan
riel
dan
terms
of
trade;
dan
menghitung
pertumbuhannya
Periode
observasi
meliputi
tahun
2008
2011
dimana
sumber
utama
datanya
berasal
dari
Asian
Productivity
Organization.
3.4.
ANALISIS
KEBIJAKAN
FISKAL
Dari
berbagai
hasil
analisis
korelasi
kanonikal,
analisis
cluster,
analisis
dekomposisi
selanjutnya
dianalisis
secara
kualitatif
mengenai
implikasi
kebijakan
fiskal
yang
relevan
bagaimana
kebijakan
tersebut
dapat
meningkatkan
posisi
daya
saing
dan
produktivitas
Indonesia
supaya
lebih
siap
menghadapi
ASEAN
Economic
Community
2015.
PKRB | BKF
47
BAB
IV
ANALISIS
Pada
dasarnya,
teori
keunggulan
kompetitif
menggambarkan
peranan
penting
pemerintah
dalam
meningkatkan
produktivitas
melalui
pengkondisian
lingkungan
yang
kompetitif
antar
perusahaan
domestik
4.1.
PKRB | BKF
48
27
WEF
menerbitkan
laporan
tahunan
tentang
daya
saing
dunia
dalam
The
Global
Competitiveness
Report.
Desember
2014
PKRB | BKF
49
Sub Pilar
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
5
*
*
21
22
23
24
25
26
Inflation
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Property rights
36
37
Desember
2014
PKRB | BKF
50
38
39
40
41
42
Quality of roads
43
44
Soundness of banks
45
46
*
*
*
*
47
Trade tariffs
48
Keterangan:
1:
Investasi
2:
Perdagangan
3:
Infrastruktur
4:
Logistik
5:
UMKM
Desember
2014
PKRB | BKF
51
Dari
fakta
tersebut
menunjukkan
bahwa
produktivitas
tenaga
kerja
berdasarkan
jumlah
tenaga
kerja
lebih
valid
sebagai
proxy
dari
produktivitas
nasional...
Labor
Productivity
(#
workers)
Soundness Bank
Inflation
Keterangan:
1
:
Investasi
2:
Perdagangan
3:
Infrastruktur
4:
Logistik
5:
UMKM
TFP
1
Labor
Productivity
(Workhour)
Capital Productivity
Desember
2014
PKRB | BKF
52
Desember
2014
1.
Bidang
Investasi
Subpilar
yang
berkaitan
antara
produktivitas
tenaga
kerja
dengan
kelompok
investasi
adalah:
1. Dampak
aturan
dan
regulasi
pada
FDI
(business
impact
of
rules
on
FDI)
2. Dominasi
pasar
(extent
of
market
dominance)
3. Kerja
sama
antara
pekerja
dan
pemilik
perusahaan
(cooperation
in
labor-employer
relation)
4. Lama
memulai
bisnis
(number
of
days
of
start
business)
5. Persentase
tabungan
nasional
bruto
atas
PDB
(percentage
of
gross
national
saving
to
GDP)
6. Kualitas
infrastruktur
keseluruhan
(quality
of
overall
infrastructure)
Berdasarkan
hasil
analisis
korelasi,
subpilar
dampak
aturan
dan
regulasi
pada
FDI,
dominasi
pasar,
kerja
sama
pekerja
dan
pemilik
perusahaan,
dan
lama
memulai
bisnis
masih
memberikan
korelasi
negatif
terhadap
faktor
produktivitas
tenaga
kerja.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
subpilar-subpilar
tersebut
masih
belum
memberikan
dorongan
terhadap
peningkatan
produktivitas
tenaga
kerja.
Untuk
subpilar
persentase
tabungan
nasional
bruto
atas
PDB
dan
subpilar
kualitas
infrastruktur
secara
keseluruhan
berkorelasi
positif
dengan
produktivitas
tenaga
kerja.
Pada
subpilar
persentase
tabungan
nasional
bruto
atas
PDB
berkorelasi
positif
terhadap
produktivitas
tenaga
kerja
menunjukkan
bahwa
semakin
besar
persentase
tersebut
semakin
besar
pula
produktivitasnya.
Demikian
juga,
subpilar
kualitas
infrastruktur
keseluruhan
menunjukkan
bahwa
semakin
berkualitas
infrastruktur
yang
disediakan
maka
akan
semakin
besar
pula
produktivitas
tenaga
kerjanya.
Subpilar
yang
berkaitan
antara
TFP
dengan
kelompok
investasi
adalah:
efficiency
of
legal
frameworks
in
settling
disputes,
dan
quality
of
electricity,
sedangkan
subpilar
yang
berkaitan
antara
capital
productivity
dan
kelompok
investasi
adalah
efficiency
of
legal
frameworks
in
challenging
regulations.
Pada
subpilar
tersebut,
hanya
subpilar
quality
of
electricity
memberikan
korelasi
positif.
Hal
tersebut
berarti
investasi
yang
disebabkan
oleh
kesediaan
dan
peningkatan
listrik,
telah
memberikan
dampak
positif
kepada
PKRB | BKF
53
Desember
2014
PKRB | BKF
54
Desember
2014
3.
Bidang
Infrastruktur
Subpilar
yang
berkaitan
antara
produktivitas
tenaga
kerja
dengan
kelompok
infrastuktur
adalah
1. Kualitas
infrastruktur
keseluruhan
(quality
of
overall
infrastructure).
2. Kualitas
infrastruktur
perkeretaapian
(quality
of
railroads
infrastructure).
Keduanya
memiliki
hubungan
yang
positif
dengan
produktivitas
tenaga
kerja
dalam
bidang
infrastruktur.
Semakin
tinggi
kualitas
infrastruktur
baik
keseluruhan
maupun
perkeretaapian
telah
mampu
meningkatkan
produktivitas
tenaga
kerja
dalam
bidang
infrastruktur.
Jika
produktivitas
dilihat
dari
jam
kerja
pekerja
dan
produktivitas
kapital
terlihat
bahwa
subpilar
kualitas
transportasi
udara
masih
berkorelasi
negatif.
Kondisi
tersebut,
secara
tidak
langsung,
menunjukkan
bahwa
infrastuktur
transpotasi
laut
belum
memiliki
korelasi
terhadap
keempat
definisi
produktivitas.
4.
Bidang
Logistik
Subpilar
yang
berkaitan
antara
produktivitas
tenaga
kerja
dengan
kelompok
perdagangan
adalah
(i) Pengembangan
kluster
pemusatan
industri
(state
of
cluster
development).
(ii) Kualitas
produksi
pasokan
lokal
(local
supplier
quality).
(iii) Kualitas
institusi
penelitian
ilmiah
(quality
of
scientific
research
institutions).
(iv) Kontrol
perusahaan
domestik
terhadap
distribusi
perusahaan
asing
(control
of
international
distribution).
(v) Penyediaan
internet
(broadband
internet
subscriptions/100
pop).
(vi) Kualitas
infrastruktur
keseluruhan
(quality
of
overall
infrastructure).
(vii) Kapasitas
menghasilkan
inovasi
(capacity
for
innovation).
(viii)
Kualitas
infrastruktur
perkeretaapian
(quality
of
railroads
PKRB | BKF
55
Desember
2014
infrastructure).
Subpilar
yang
berkorelasi
negatif
terhadap
produktivitas
tenaga
kerja
(dalam
bidang
logistik)
adalah
kualitas
produksi
pasokan
lokal,
kontrol
perusahaan
domestik
terhadap
distribusi
perusahaan
asing,
pengembangan
kluster
pemusatan
industri,
dan
kualitas
institusi
penelitian
ilmiah.
Untuk
subpilar
yang
berkorelasi
positif
terhadap
produktivitas
tenaga
kerja
adalah
kualitas
infrastruktur
keseluruhan,
kualitas
infrastruktur
perkeretaapian,
penyediaan
internet,
dan
kapasitas
menghasilkan
inovasi.
Dalam
kelompok
logistik
ini,
produktivitas
pekerja
per
waktu
kerja
dan
produktivitas
kapital
masih
berkorelasi
negatif
terhadap
perbaikan
dan
peningkatan
kualitas
transportasi
udara.
Untuk
transportasi
laut,
subpilar-subpilar
dalam
kelompok
logistik
belum
berpengaruh.
5.
Bidang
UMKM
Subpilar
yang
berkaitan
antara
produktivitas
tenaga
kerja
dengan
kelompok
UMKM
adalah
1. Kualitas
infrastruktur
keseluruhan
(quality
of
overall
infrastructure).
2. Intensitas
kompetisi
lokal
(intensity
of
local
competition).
3. Kapasitas
menghasilkan
inovasi
(capacity
of
innovation).
Semua
subpilar
yang
tersebut
di
atas
berkorelasi
positif
terhadap
produktivitas
tenaga
kerja.
Kondisi
tersebut
menunjukkan
bahwa
pembangunan
dan
perbaikkan
infrastruktur
secara
keseluruhan,
peningkatan
persaingan,
dan
kemampuan
menghasilkan
inovasi
telah
mendorongpeningkatan
produktivitas
tenaga
kerja
per
jumlah
pekerja.
Namun,
peningkatan
kesehatan
perbankan
(lembaga
kredit)
masih
memberikan
kontribusi
negatif
dalam
kelompok
UMKM.
Kondisi
ini
menunjukkan
bahwa
akses
UMKM
terhadap
lembaga
keuangan
bank
masih
terbatas.
6.
Interpretasi
Korelasi
Sub
Pilar
Daya
Saing
dan
Produktivitas
6.1. Bidang
Investasi
PKRB | BKF
56
6.1.1.
Korelasi
Positif
Quality
of
electricity
supply
Literatur
terbaru
menunjukkan
peran
penting
yang
dimainkan
oleh
infrastruktur
pedesaan
dalam
meningkatkan
produktivitas
pertanian
dalam
pengembangan
ekonomi.28
Perbaikan
kualitas
penyedia
listrik
telah
memberikan
dorongan
terhadap
investasi
peralatan
atau
mesin
di
pedesaan,
dan
memberikan
dampak
positif
terhadap
peningkatan
produktivitas
faktor
produksi
di
pedesaan.
Kondisi
ini
menginduksi
pertumbuhan
di
daerah
pedesaan,
membawa
upah
pertanian
yang
lebih
tinggi
dan
peningkatan
kesempatan
bagi
tenaga
kerja
non-pertanian.
Peningkatan
produktivitas
pertanian,
yang
mengurangi
harga
pangan,
manfaat
penduduk
perkotaan
dan
pedesaan
yang
pembeli
pangan
lebih
murah.
Dengan
demikian,
selain
manfaat
pertumbuhan,
produktivitas
pertanian
memiliki
efek
pengurangan
kemiskinan
yang
signifikan.
Hasil
empiris
ini
menunjukkan
bahwa
hubungan
yang
signifikan
antara
infrastruktur
pedesaan
dan
produktivitas
pertanian.
Listrik
dan
jalan
yang
secara
signifikan
mempengaruhi
faktor
penentu
produktivitas
pertanian.
Hal
ini
konsisten
dengan
temuan
terkait
pada
batasan-batasan
yang
diberlakukan
pada
pertumbuhan
oleh
infrastruktur
yang
memadai.
Jalan
pedesaan
menyediakan
konektivitas
penting
dengan
berkembangnya
pasar
yang
berdekatan
dengan
daerah
pedesaan.
Perbaikan
infrastruktur
jalan
juga
mengurangi
biaya
input
dan
biaya
transaksi
pedesaan
produsen
dan
konsumen.
Akses
listrik
menciptakan
berbagai
peluang
tambahan
pendapatan
untuk
rumah
tangga
di
pedesaan.
Percentage
of
gross
national
saving
to
GDP
Dalam
hasil
penelitian
Ishraq
di
Asia
Selatan
menunjukkan
bahwa
keempat
negara
besar
-
India,
Pakistan,
Bangladesh
dan
Sri
Lanka
-
mencapai
tingkat
pertumbuhan
melebihi
lima
persen
pada
tahun
2000-an,
dengan
Bangladesh
mengalahkan
kedua
Pakistan
dan
Sri
Lanka.
Berbagai
faktor
ekonomi
makro
telah
memberikan
kontribusi
terhadap
kinerja
pertumbuhan
yang
membaik
Bangladesh
selama
bertahun-tahun,
yang
berupa
peningkatan
ekspor
barang
manufaktur,
khususnya
pakaian
siap
pakai,
peningkatan
pengiriman
uang
dari
luar
negeri,
stabilitas
makroekonomi
relatif,
integrasi
keuangan
dan
pendalaman.
Aspek
penting
dalam
pertumbuhan
ekonomi
di
Bangladesh
adalah
produktivitas
tenaga
kerja
dan
tabungan
nasional.
Tabungan
nasional
bruto
telah
meningkat
berkat
28
Llanto,
Gilberto
M.
(2012).
The
Impact
of
Infrastructure
on
Agricultural
Productivity.
DISCUSSION
PAPER
SERIES
NO.
2012-12
Southeast
Asian
Regional
Center
for
Graduate
Study
and
Research
in
Agriculture
(SEARCA).
Desember
2014
PKRB
|
BKF
57
29 Ahmed, Ishraq. (2013) Bangladeshs Growth Enablers. Institute of South Asian Studies (ISAS). ISAS Brief. No 282-
31
Rosa,
Donato
De.,
Nishaal
Gooroochurn,
and
Holger
Grg
(2010).
Corruption
and
Productivity:
Firm-level
Evidence
from
the
BEEPS
Survey.
The
World
Bank:
Europe
and
Central
Asia
Region
Private
and
Financial
Sector
Department.
32
Blomstrm,
Magnus
and
H.
Persson
(1983)
Foreign
Investment
and
Spillover
Efficiency
in
an
underdeveloped
Economy:
Evidence
from
the
Mexican
Manufacturing
Industry,
World
Development,
Vol.
11,
pp.
493-501
Desember
2014
PKRB
|
BKF
59
penerima,
perusahaan
domestik
dapat
mengamati
tindakanperusahaan
asing,
keterampilan
atau
teknik
dan
meniru
teknik
yang
diterapkan,
yang
menghasilkan
peningkatan
produksi.
Selain
itu,
MNC
memiliki
efek
spillover
pada
produksi
domestik
melalui
saluran
perputaran
tenaga
kerja.
Efek
ini
terjadi
ketika
pekerja
yang
bekerja
di
perusahaan
asing
yang
telah
dilatih
dengan
keterampilan
teknis
dan
manajerial
berpindah
ke
perusahaan
domestik
atau
membuka
usaha
sendiri33.
Multinasional
korporasi
(MNC)
juga
dibahas
sebagai
memiliki
efek
spillover
positif
pada
perusahaan
domestik
melalui
kompetisi.
Di
bawah
persaingan
yang
meningkat,
perusahaan-perusahaan
domestik
dipaksa
untuk
beroperasi
secara
lebih
efisien
dan
memperkenalkan
teknologi
baru
lebih
awal34.
Ketiga
efek
tersebut
dapat
terjadi
ketika
negara
penerima
memiliki
aturan
yang
memaksa
MNC
mengalihkan
teknologi
dan
ketrampilan
ke
negara
penerima.
Namun,
pengaturan
yang
ketat
atas
pengalihan
teknologi
ini
membuat
negara
penerima
menjadi
kurang
menarik
bagi
MNC
untuk
menanamkan
investasi
langsung.
Brada
(2012)
menemukan
bahwa
keputusan
berinvestasi
bergantung
pada
negara
asal
dan
tingkat
korupsi
negara
penerima.
Semakin
tinggi
tingkat
korupsi
negara
penerima
cenderung
untuk
menerima
arus
masuk
FDI
dibandingkan
negara
yang
memiliki
tingkat
korupsi
rendah.
Negara
yang
tingkat
korupsi
tinggi,
MNC
memiliki
"keleluasaan
menjalankan
bisnis
di
negara
penerima.
Suap
dapat
memungkinkan
MNC
untuk
menghindari
peraturan
yang
memberatkan
dan
hambatan
birokrasi.
Terjadi
hubungan
linear
dan
negatif
antara
negara
penerima
korupsi
dan
lokasi
FDI,
di
mana
rendahnya
tingkat
korupsi
akan
mengurangi
probabilitas
penempatan
FDI.
Melalui
keterampilan
dan
teknologi,
MNC
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi
negara
host.
Secara
keseluruhan,
apakah
berpengaruh
positif
atau
negatif
masih
terus
diperdebatkan.
Penelitian
Baldwin
et
al.
(1999)
menetapkan
bahwa
teknologi
domestik
kemajuan
dibantu
oleh
kemajuan
teknologi
asing35,
dan
penelitian
Xu
(2000)
menemukan
bahwa
investor
asing
meningkatkan
pertumbuhan
di
negara-negara
penerima36.
Namun,
33
Fosfuri,
A.,
Motta,
M.
and
T.
Ronde
(2001)
Foreign
Direct
Investment
and
Spillovers
through
workers
mobility,
Journal
of
International
Economics,
Vol.
53,
205-222
34
Kokko,
Ari
(1994)
Technology,
Market
Characteristics,
and
Spillovers,
Journal
of
Development
Economics,
Vol.
4,
pp.
279-293
35
Baldwin,
Richard,
H.
Braconier
and
R.
Forslid
(1999).
Multinationals,
endogenous
growth
and
technological
spillovers:
theory
and
evidence,
CEPR
Discussion
Paper,
2155.
36
Xu,
B.
(2000).
Multinational
enterprises,
technology
diffusion,
and
host
country
productivity
growth,
Journal
of
Development
Economics,
62:
477-493.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
60
37
Kawai,
H.
(1994).
International
comparative
analysis
of
economic
growth:
trade
liberalisation
and
productivity,
The
Developing
Economies,
17(4):
373-397.
38
Djankov,
S.
and
B.
Hoekman
(1999).
Foreign
investment
and
productivity
growth
in
Czech
enterprises,
World
Bank
Economic
Review,
14:
49-64.
39
Carkovic,
M.
and
R.
Levine
(2000).
Does
FDI
accelerate
economic
growth?,
University
of
Minnesota
Working
Paper.
40
Wagner,
Joachim.
(2004).
Productivity
and
Size
of
the
Export
Market:
Evidence
for
West
and
East
German
Plants.
The
Institute
for
the
Study
of
Labor
(IZA)
in
Bonn.
Discussion
Paper
No.
2661.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
61
41
Blchliger,
H.
and
B.
gert
(2013),
Decentralisation
and
Economic
Growth
-
Part
2:
The
Impact
on
Economic
Activity,
Productivity
and
Investment,
OECD
Working
Papers
on
Fiscal
Federalism,
No.
15,
OECD
Publishing.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
62
42
Ichim,
Nela
Ramona
(2012).
Assessing
the
Effectiveness
of
EU
Competition
Policy
During
The
Economic
Crisis.
Romanian-American
University,
Bucuresti,
Romania
43
Li,
Suhong.
Bhanu
Ragu-Nathanb,T.S.
Ragu-Nathanb,
S.
Subba
Raob
(2004).
The
Impact
of
Supply
Chain
Management
Practices
on
Competitive
Advantage
and
Organizational
Performance.
College
of
Business
Administration,
the
University
of
Toledo,
Toledo,
OH.
USA.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
63
44
Desmet,
Klaus
and
Stephen
L.
Parente.,
(2010).
Bigger
Is
Better:
Market
Size,
Demand
Elasticity,
and
Innovation.
46
Mattsson,
L-G.,
and
Wallenberg,
P.,
(2003).
Reorganization
of
distribution
in
globalization
of
markets:
the
dynamic
context
of
supply
chain
management.
Supply
Chain
Management:
An
International
Journal,
Vol.
8,
pp.
416-426.
47
Min,
H.,
and
Eom,
S.
B.,
(1994).
An
integrated
decision
support
system
for
global
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
24,
pp.
11-29.
48
Mentzer,
J.
T.,
Min,
S.,
and
Bobbitt,
M.
L.,
(2004).
Toward
a
unified
theory
of
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
34,
pp.
606-627.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
65
49
Borsch-Supan,
Axel.
1998.
Capital's
Contribution
to
Productivity
and
the
Nature
of
Competition.
Brookings
Papers:
Microeconomics.
50
Fedderke,
J.W.
and
Z.Bogetic
(2006).
Infrastructure
and
Growth
in
South
Africa:
Direct
and
Indirect
Productivity
Impacts
of
Nineteen
Infrastructure
Measures.
Accelerated
and
Shared
Growth
in
South
Africa:
Determinants,
Constraints
and
Opportunities.
The
Birchwood
Hotel
and
Conference
Centre
Johannesburg,
South
Africa.
18
-
20
October
2006.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
66
51
Smyth,
Mark
and
Brian
Pearce
(2007).
Aviation
Economic
Benefit.
IATA
Economics
Briefing
No
8
52
The
Conference
Board
of
Canada.
2009.
Performance
the
Productivity
of
Canadas
Transportation
Sector:
Market
Forces
and
Governance
Matter.
Energy,
Environment
and
Transportation
Policy
Desember
2014
PKRB
|
BKF
67
53
World
Bank
(2012).Connecting
to
Compete.
Trade
Logistics
in
the
Global
Economy
Washington
DC.
PKRB
|
BKF
Desember
2014
68
54
World
Bank
(2012).Connecting
to
Compete.
Trade
Logistics
in
the
Global
Economy
Washington
DC.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
69
55
Fomefeld,
Martin.,
Gilees
Delaunay,
Dieter
Elixmann.
2008.
The
Impact
of
Broadband
on
Growth
and
Productivity.
MICUS.
56
The
Conference
Board
of
Canada.
2009.
Performance
the
Productivity
of
Canadas
Transportation
Sector:
Market
Forces
and
Governance
Matter.
Energy,
Environment
and
Transportation
Policy
Desember
2014
PKRB | BKF
70
57
Sheffi,
Yossi.
2010.
Logistics
Intensive
Clusters:
Global
Competitiveness
and
Regional
Growth.
Elisha
Gray
II
Professor
of
Engineering
Systems,
MIT
Desember
2014
PKRB | BKF
71
58
Guasch,
Jos
Luis,
Liliana
Rojas-Suarez,
and
Veronica
Gonzales.
2012.
Competitiveness
in
Central
America
the
Road
to
Sustained
Growth
and
Poverty
Reduction.
Center
for
Global
Development.
Desember
2014
PKRB | BKF
72
59
Nicita,
Alessandro.,
Victor
Ognivtsev,
and
Miho
Shirotori.
2013.
Global
Supply
Chains:Trade
and
Economic
Policies
for
Developing
Countries.
UNCTAD,
Genewa:
Policy
Issues
in
International
Trade
and
Commodities
Study
Series
No.
55.
60
Min,
H.,
and
Eom,
S.
B.,
(1994).
An
integrated
decision
support
system
for
global
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
24,
pp.
11-29.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
73
61
Smyth,
Mark
and
Brian
Pearce
(2007).
Aviation
Economic
Benefit.
IATA
Economics
Briefing
No
8
62
Price,
David
P.,
Michael
Stoica
and
Robert
J
Boncella,
2013.
The
relationship
between
innovation,
knowledge,
and
performance
in
family
and
non-family
firms:
an
analysis
of
SMEs.
Journal
of
Innovation
and
Entrepreneurship
2013,
2:14.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
74
63
Hall,
Bronwyn
H.,
Francesca
Lotti
and
Jacques
Mairesse
2009.
Innovation
and
productivity
in
SMEs.
Empirical
evidence
for
Italy.
Temi
di
discussione
(Working
papers)
Number
718
-
June
2009.
Banca
DItalia.
64
Cowan,
R.
and
G.
van
de
Paal
(2000),
Innovation
Policy
in
the
Knowledge-Based
Economy,
European
Commission
DG-Enterprise,
Brussels.
65
David,
P.,
and
D.
Foray
(1995),
Accessing
and
Expanding
the
Science
and
Technology
Knowledge
Base,
STI
Review,
n.
16,
pp.
16-38.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
75
66
Lam,
W.
Raphael
and
Jongsoon
Shin.,
2012.
What
Role
Can
Financial
Policies
Play
in
Revitalizing
SMEs
in
Japan?
melalui
jaminan
atau
aset
pembelian
ECB,
dan
(iii)
dana
bank
sentral
jangka
panjang
pada
tingkat
bunga
rendah
ditujukan
untuk
perluasan
pinjaman
neto.
Pilihan
yang
lain
adalah
menciptakan
insentif
bagi
bank
untuk
memberikan
kredit
kepada
UKM
yang
kurang
layak
dengan
mendistorsi
alokasi
modal,
sebagaimana
dilakukan
oleh
Jepang.
Pengalaman
Uni
Eropa
dan
Jepang
sedikit
berbeda
dengan
pengalaman
UKM
di
Korea
Selatan
(OECD,
2012)68.
Meskipun
ketegangan
meningkat,
perdagangan
antar-Korea
telah
ditopang
oleh
kenaikan
produksi
di
Gaesong
Industrial
Complex,
yang
didirikan
pada
tahun
2004
sebagai
sebuah
kawasan
untuk
UKM
Korea
Selatan.
Bagian
ekspor
Gaesong-terkait
dan
impor
meningkat
dari
44%
dari
total
perdagangan
antar-Korea
pada
tahun
2008
menjadi
sekitar
70%
pada
tahun
2010.
Hingga
September
2011,
komplek
Gaesong
memiliki
123
pabrik
dan
mempekerjakan
sekitar
48
ribu
pekerja
Korea
Utara.
Produksi
naik
26%
di
tahun
2010
menjadi
$
323.000.000.
Pentingnya
kawasan
industri
Gaesong
mencerminkan
keberhasilan
dalam
menggabungkan
tanah
dan
tenaga
kerja
murah
dari
Korea
Utara
dengan
modal
dan
teknologi
dari
Korea
Selatan.
Untuk
beberapa
UKM,
Gaesong
memberikan
solusi
untuk
upah
yang
tinggi
dan
kekurangan
tenaga
kerja
di
Korea
Selatan.
Infrastruktur,
termasuk
kereta
api
dan
jalan,
listrik,
dan
komunikasi,
disediakan
oleh
Korea
Selatan.
Namun,
temuan
kontribusi
subpilar
ini
masih
berkorelasi
negatif
terhadap
produktivitas
tenaga
kerja.
4.2.
CLUSTER
DAYA
SAING
MENURUT
BEBERAPA
INDIKATOR
1.
Cluster
Daya
Saing
Investasi
Ditinjau
dari
aspek
investasi
maka
daya
saing
Indonesia
pada
2013
tidak
mengalami
perubahan
dibandingkan
dengan
tahun
2010.
Indonesia
berada
pada
cluster
rendah
bersama
dengan
Phillipines,
Thailand,
dan
Vietnam.
Sementara
itu,
negara
yang
berada
pada
cluster
daya
saing
sedang
untuk
aspek
investasi
adalah
Kamboja
dimana
sebelumnya
pada
2010
masih
termasuk
cluster
rendah.
Singapore
dan
Malaysia
adalah
dua
negara
ASEAN
yang
memiliki
daya
saing
tinggi
untuk
investasi
baik
pada
tahun
2010
maupun
2013
(Tabel
4.3)
68
OECD,
2012.
OECD
Economic
Surveys:
Korea.
April
2012
Desember
2014
PKRB | BKF
77
Tabel
4.3.
Cluster
Daya
Saing
Investasi
2010
dan
2013
Cluster
Membership
2013
Case
Number
Negara
Cluster Distance
Indonesia
11.782
Malaysia
12.797
Singapore
12.797
Philippines
12.312
Thailand
12.294
Vietnam
11.463
Kamboja
.000
Cluster
Membership
2010
Case
Number
Pada
2010
dan
2013,
daya
saing
Indonesia
pada
aspek
infrastruktur
masih
termasuk
pada
cluster
daya
saing
rendah
bersama
dengan
Phillipines,
Vietnam
dan
Kamboja
Desember
2014
Negara
Cluster Distance
Indonesia
11.153
Malaysia
8.287
Singapore
8.287
Philippines
13.794
Thailand
13.933
Vietnam
7.708
Kamboja
11.153
2.
Cluster
Daya
Saing
Infrastruktur
Pada
2010
dan
2013,
daya
saing
Indonesia
pada
aspek
infrastruktur
masih
termasuk
pada
cluster
daya
saing
rendah
bersama
dengan
Phillipines,
Vietnam,
dan
Kamboja.
Pada
2010,
Thailand
dan
Malaysia
memiliki
daya
saing
sedang
namun
pada
2013
daya
saing
Malaysia
meningkat
menjadi
cluster
daya
saing
tinggi
bersama
dengan
Singapore.
Sementara
itu,
daya
saing
Thailand
masih
tetap
sama
pada
kategori
sedang
(Tabel
4.4).
PKRB | BKF
78
Negara
Cluster Distance
Indonesia
1.110
Malaysia
1.210
Singapore
1.210
Philippines
.873
Thailand
.000
Vietnam
.672
Kamboja
1.047
Cluster
Membership
2010
Case
Number
Negara
Cluster Distance
Indonesia
.817
Malaysia
1.062
Singapore
.000
Philippines
1.007
Thailand
1.062
Vietnam
.669
Kamboja
1.099
Desember
2014
PKRB | BKF
79
Negara
Cluster Distance
Indonesia
21.935
Malaysia
13.641
Singapore
.000
Philippines
16.950
Thailand
12.134
Vietnam
13.641
Kamboja
16.341
Daya
saing
pada
aspek
perdagangan
Indonesia
pada
2013
termasuk
dalam
kategori
cluster
sedang
Negara
Cluster Distance
Indonesia
1.667
Malaysia
.000
Singapore
.000
Philippines
1.510
Thailand
2.344
Vietnam
1.580
Kamboja
2.021
4.
Desember
2014
PKRB | BKF
80
Negara
Cluster Distance
Indonesia
2.115
Malaysia
3.133
Singapore
3.133
Philippines
2.771
Thailand
1.743
Vietnam
.000
Kamboja
4.131
Cluster
Membership
2010
Case
Number
Pada
2010
daya
saing
Indonesia
dalam
aspek
UMKM
termasuk
pada
cluster
sedang
Desember
2014
Negara
Cluster Distance
Indonesia
2.246
Malaysia
2.660
Singapore
.000
Philippines
3.317
Thailand
2.182
Vietnam
2.177
Kamboja
2.177
5.
PKRB | BKF
81
Negara
Cluster Distance
Indonesia
1.767
Malaysia
.812
Singapore
1.550
Philippines
.000
Thailand
1.896
Vietnam
1.658
Kamboja
1.069
Cluster
Membership
2010
Case
Number
Secara
umum,
dengan
memperhatikan
kelima
indikator
investasi,
infrastruktur,
logistik
dan
perdagangan
maka
daya
saing
Indonesia
pada
2010
termasuk
dalam
kategori
cluster
rendah
bersama
dengan
Kamboja
Negara
Cluster Distance
Indonesia
1.850
Malaysia
2.456
Singapore
.000
Philippines
.000
Thailand
2.005
Vietnam
2.167
Kamboja
2.878
6.
Desember
2014
PKRB | BKF
82
Negara
Cluster Distance
Indonesia
29.588
Malaysia
37.889
Singapore
.000
Philippines
21.638
Thailand
19.803
Vietnam
20.737
Kamboja
29.588
Cluster
Membership
2010
Case
Number
Negara
Cluster Distance
Indonesia
12.042
Malaysia
12.994
Singapore
12.994
Philippines
15.321
Thailand
15.088
Vietnam
10.218
Kamboja
12.042
4.3.
ANALISIS
DEKOMPOSISI
Tingkat
produktivitas
dapat
diukur
dengan
berbagai
indeks
Tingkat
produktivitas
dapat
diukur
produktivitas
antara
lain
Index
Total
Factor
Productivity,
Index
Labor
dengan
berbagai
indeks
Productivity
(per
jumlah
tenaga
kerja),
Index
Labor
Productivity
(per
produktivitas
antara
lain
Index
Total
Factor
Productivity,
Index
jam
kerja),
dan
Index
Capital
Productivity.
Jika
ditinjau
dari
berbagai
Labor
Productivity
(per
jumlah
indeks
produktivitas
tersebut,
tingkat
pertumbuhan
produktivitas
tenaga
kerja),
Index
Labor
Productivity
(per
jam
kerja),
dan
Indonesia
bervariasi
(Diagram
4.1).
Menurut
Index
Total
Factor
Index
Capital
Productivity
Productivity,
tingkat
produktivitas
Indonesia
mengalami
peningkatan
secara
gradual
mulai
1970
sampai
dengan
1997
atau
sampai
dengan
krisis
moneter.
Mulai
krisis
moneter
1998,
tingkat
produktivitas
lebih
rendah
dari
delapan
tahun
sebelumnya.
Namun
secara
perlahan,
tingkat
pertumbuhan
Indeks
TFP
mengalami
peningkatan
sampai
dengan
2011.
Desember
2014
PKRB | BKF
83
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Diagram
4.1.
Komposisi
Pertumbuhan
Indeks
Produktivitas
1970-2011
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Sementara
itu,
kontribusi
Sementara
itu,
kontribusi
pertumbuhan
TFP,
Capital
dan
Labor
pertumbuhan
TFP,
Capital
dan
terhadap
pertumbuhan
output
di
Indonesia
sangat
bervariasi.
Labor
terhadap
pertumbuhan
Meskipun
demikian,
pertumbuhan
output
masih
disumbang
terutama
output
di
Indonesia
sangat
bervariasi
dari
kontribusi
capital.
Besaran
kontribusi
pertumbuhan
Labor
terhadap
pertumbuhan
output
cenderung
sedikit
lebih
tinggi
daripada
kontribusi
pertumbuhan
TFP.
Pada
tahun-tahun
di
mana
Indonesia
mengalami
krisis
ekonomi,
kontribusi
pertumbuhan
TFP
bahkan
negatif
cukup
besar
seperti
pada
tahun
1983,
1998,
1999
dan
2009.
Jadi
pertumbuhan
output
di
Indonesia
masih
ditopang
oleh
Desember
2014
PKRB | BKF
84
Diagram
4.2.
Dekomposisi
Kontribusi
Pertumbuhan
Output
1971-2011
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Pertumbuhan
produktivitas
Labor
Pertumbuhan
produktivitas
Labor
di
Indonesia
ditopang
di
Indonesia
ditopang
terutama
terutama
oleh
pertumbuhan
TFP
yaitu
kurang
lebih
sekitar
60%.
oleh
pertumbuhan
TFP,
yaitu
Sementara
itu,
sisanya
sebesar
40%
pertumbuhan
produktivitas
Labor
kurang
lebih
sekitar
60%...
dikontribusi
dari
pertumbuhan
capital
deepening
(Diagram
4.3).
15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00
-10.00
-15.00
-20.00
Pertumbuhan
Capital
Deepening
(%)
Diagram
4.3.
Dekomposisi
Pertumbuhan
Produktivitas
Tenaga
Kerja
1971-2011
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Dilihat
dari
komponen
final
Dilihat
dari
komponen
final
demand,
maka
pertumbuhan
GDP
demand,
maka
pertumbuhan
GDP
Desember
2014
PKRB | BKF
85
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Indonesia
Malaysia
Singapore
Phillipines
Thailand
Vietnam
Kamboja
-20%
Consumption
Govt. Expenditure
Investment
Net Export
Diagram
4.4.
Pertumbuhan
GDP
Menurut
Pengeluaran
2000-2011
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Dari
struktur
demografi,
beban
Dari
struktur
demografi,
beban
perekonomian
dapat
dianalisis
perekonomian
dapat
dianalisis
dari
tingkat
usia
ketergantungan
penduduk.
Usia
non
produktif
di
dari
tingkat
usia
ketergantungan
Indonesia
relatif
besar,
yaitu
sekitar
33%
dimana
27%
merupakan
penduduk
penduduk
usia
0-14
tahun
sedangkan
sisanya
adalah
penduduk
usia
lebih
dari
65
tahun.
Tingkat
usia
ketergantungan
Indonesia
lebih
rendah
daripada
Kamboja
dan
Phillipines,
namun
lebih
tinggi
daripada
Malaysia,
Vietnam,
Thailand
dan
Singapore.
Khusus
untuk
Singapore
sudah
terdapat
kecenderungan
mulai
mengalami
penuaan
populasi
(Diagram
4.5).
Desember
2014
PKRB | BKF
86
Singapura
Thailand
Vietnam
Malaysia
Indonesia
Kamboja
Phillipines
0
10
15
Age
0-14
20
25
30
35
40
Age Over 65
Diagram
4.5.
Share
Usia
Ketergantungan
2011
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Sektor
manufaktur
merupakan
Sektor
manufaktur
merupakan
salah
satu
sektor
penting
yang
salah
satu
sektor
penting
yang
berkontribusi
pada
pertumbuhan
ekonomi.
Selama
2000-2010
berkontribusi
pada
pertumbuhan
kontribusi
sektor
manufaktur
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
ekonomi
Indonesia
berkisar
2.5%.
Kontribusi
ini
setara
dengan
23%
dari
total
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
Kontribusi
manufaktur
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
pada
negara
lain
bahkan
lebih
besar
misalnya
Thailand
mencapai
36%
dan
Vietnam
30%
(Diagram
4.6).
Phillipines
Malaysia
Indonesia
Kamboja
Singapura
Vietnam
Thailand
0
10
15
20
Contribution Share
Desember
2014
25
30
35
40
Contribution
PKRB | BKF
87
Kamboja
Indonesia
Vietnam
Phillipines
Thailand
Malaysia
Singapore
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
Contribution
Diagram
4.7.
Kontribusi
dan
Share
Kontribusi
Manufaktur
Terhadap
Pertumbuhan
Produktivitas
Tenaga
Kerja
2000-2010
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Pertumbuhan
produktivitas
Pertumbuhan
produktivitas
tenaga
kerja
di
Indonesia
menurut
tenaga
kerja
di
Indonesia
menurut
industri
sangat
beragam.
Pertumbuhan
produktivitas
yang
tinggi
industri
sangat
beragam
terjadi
pada
sektor
transportasi,
pergudangan
dan
komunikasi
yaitu
sekitar
10%
per
tahun
pada
2000.
Produktivitas
pertanian
dan
manufaktur
masih
tumbuh
positif
2-3%.
Sementara
itu,
sektor
industri
keuangan
dan
pertambangan
justru
mengalami
pertumbuhan
produktivitas
tenaga
kerja
yang
negatif
(Diagram
4.8).
Desember
2014
PKRB | BKF
88
12
10
8
6
4
2
0
-2
-4
Diagram
4.8.
Pertumbuhan
Produktivitas
Tenaga
Kerja
Menurut
Industri
2000
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
Dari
terms
of
trade,
Indonesia
Dari
terms
of
trade,
Indonesia
justru
mengalami
pertumbuhan
justru
mengalami
pertumbuhan
trading
gain
yang
negatif
atau
net
loss.
Begitu
juga
hal
yang
sama
trading
gain
yang
negatif
atau
net
dialami
oleh
Singapore,
Phillipines,
dan
Thailand.
Sebaliknya
negara
loss
seperti
Malaysia,
Vietnam,
dan
Kamboja
mengalami
trading
gain
yang
positif
(Diagram
4.9).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1
Vietnam
Kamboja
-2
Real
Income
Real GDP
Trading Gain
Diagram
4.9.
Real
Income
dan
Terms
of
Trade
2005-2011
(%)
Sumber:
APO
Productivity
Databook,
2013
4.4.
KEBIJAKAN
FISKAL
Berkaitan
dengan
temuan
di
atas,
peran
pemerintah
sangat
Berkaitan
dengan
temuan
di
atas,
besar
dalam
meningkatkan
produktivitas
dalam
rangka
meningkatkan
peran
pemerintah
sangat
besar
Desember
2014
PKRB | BKF
89
Desember
2014
PKRB | BKF
90
Desember
2014
PKRB | BKF
91
Desember
2014
Penurunan
kualitas
ketersediaan
listrik
akan
menjadi
masalah
yang
sangat
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan
industri.
Perbaikan
kualitas
dan
kersediaan
listrik,
terutama
di
pedesaan,
telah
meningkatkan
kegiatan
ekonomi
off-farm.
Peningkatan
kegiatan
ekonomi
off-farm
ini
memerlukan
tambahan
tenaga
kerja
dan
juga
terjadi
peningkatan
produktivitas
tenaga.
Hal
ini
menimbulkan
konsekuensi
agar
harga
listrik
stabil,
dan
untuk
kestabilan
harga
listrik
ini
membutuhkan
diversifikasi
sumber
tenaga
pembangkit
listrik
ke
energi
terbarukan.
Dalam
melakukan
kegiatan
off-farm,
petani
atau
penduduk
pedesaan
melakukan
investasi
membeli
peralatan
dan
mesin
untuk
membantu
proses
produksi
yang
membutuhkan
energi
listrik.
Hal
tersebut
menjadi
mudah
dipahami
bahwa
kualitas
supply
listrik
meningkatkan
produktivitas
TFP.
Peningkatan
kualitas
infrastruktur
telekomunikasi
membuat
akses
informasi
menjadi
lebih
terjangkau,
mudah,
dan
cepat.
Dari
lima
sektor
yang
dikaji
dalam
penelitian
ini,
sektor
logistik
menunjukkan
korelasi
positif
yang
kuat.
Korelasi
tersebut
mengindikasikan
bahwa
terjadi
peningkatkan
produktivitas
tenaga
kerja
pada
sektor
logistik
yang
disebabkan
oleh
peningkatan
pelanggan
internet.
Hal
tersebut
tidak
menutup
kemungkinan
efek
spiral
terhadap
sektor
lainya.
Dari
permasalahan
infrastruktur
tersebut,
bagi
pemerintah
dapat
membantu
mempercepat
dan
memperluas
pembangunan
infrastruktur
tersebut
melalui
kebijakan
fiskal,
antara
lain:
(i) Keringanan
tarif
impor
bagi
alat-alat
penunjang
pembangunan
infrastruktur
yang
ditujukan
dalam
pembangunan
infrastuktur
transportasi,
alat
transportasi
publik,
logistik,
pembangkit
tenaga
listrik,
dan
komunikasi,
(ii) Kebijakan
fiskal
untuk
percepatan
realisasi
pembangkit
tenaga
listrik
terbarukan,
kebijakan
keringanan
pajak
perusahaan
dapat
diberlakukan.
(iii) Kebijakan
fiskal,
misalkan
kebijakan
pajak
untuk
perusahaan
yang
melakukan
training
dan
pendidikan
tenaga
kerja.
Hal
ini
dilakukan
untuk
menunjang
dan
mendorong
agar
perusahaan
bersedia
meningkatkan
kemampuan
dan
ketrampilan
tenaga
kerja.
(iv) Mempermudah
penggunaan
viability
fund
gap
untuk
proyek-
proyek
yang
bersifat
KPS
(kerja
sama
pemerintah
dan
swasta).
PKRB | BKF
92
Desember
2014
PKRB | BKF
93
Kebijakan
fiskal
yang
bisa
diterapkan
pada
pengelolaan
pasar
adalah
yang
bersifat
meningkatkan
persaingan,
dan
produktivitas
PKRB | BKF
94
69
Joseph
Cortright,
2006.
Making
Sense
of
Clusters:
Regional
Competitiveness
and
Economic
Development.
A
Discussion
Paper
Prepared
for
the
The
Brookings
Institution
Metropolitan
Policy
Program,
March
2006
Desember
2014
PKRB
|
BKF
95
70
Abizadeh,
Sohrab.,
Manish
Pandey
and
Mehmet
Serkan
Tosun.
2007.
Impact
of
Trade
on
Productivity
of
Skilled
and
Unskilled
Intensive
Industries:
A
Cross-Country
Investigation.
UNR
Joint
Economics
Working
Paper
Series
Working
Paper
No.
07-007
71
Goldberg,
Pinelopi
Koujianou.,
dan
Nina
Pavcnik.
2004.
Trade,
Inequality,
and
Poverty:
What
Do
We
Know?
Evidence
from
Recent
Trade
Liberalization
Episodes
in
Developing
Countries.
Brookings
Trade
Forum
on
Globalization,
Poverty
&
Inequality:
What
Do
We
Know?
Where
Are
We
Going?
held
in
Washington,
DC,
May
13-14,
2004.
Desember
2014
PKRB
|
BKF
96
72
Lin,
Chieh-Yu.
2009.
Influences
of
Individual,
Organizational
and
Environmental
Factors
on
Technological
Innovation
in
Taiwans
Logistics
Industry.
Journal
of
technology
management
&
innovation.
2009,
Volume
4,
Issue
1:
1-7
Desember
2014
PKRB
|
BKF
97
Desember
2014
PKRB | BKF
98
73
Adiningsih,
S.
(2012).
Koordinasi
dan
Interaksi
Kebijakan
Fiskal-Moneter:
Tantangan
ke
Depan,
Kanisius
PKRB
|
BKF
Desember
2014
99
74
Desember
2014
PKRB | BKF
100
BAB V KESIMPULAN
5.1.
KESIMPULAN
Merujuk
pada
tujuan,
manfaat
dan
hasil
penelitian
mengenai
daya
saing
Indonesia
di
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
2015,
maka
dapat
disimpulkan
beberapa
hal
pokok
sebagai
berikut:
Kesimpulan
Analisis
Kualitatif
a. Berdasarkan
berbagai
teori
Adam
Smith,
David
Ricardo,
Hecksher
Ohlin,
MacDonald,
dan
Markusen
(1985),
serta
Michael
E.
Porter
(1990)
maka
perubahan
pola
perdagangan
dunia
sangat
pertimbangan
perdagangan
dipengaruhi
oleh
kemajuan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
yang
berlandaskan
teori
Sebagai
implikasinya
pertimbangan
perdagangan
yang
keunggulan
mutlak
Adam
Smith
dan
keunggulan
komparatif
David
berlandaskan
teori
keunggulan
mutlak
Adam
Smith
dan
Ricardo,
perlu
didukung
oleh
keunggulan
komparatif
David
Ricardo,
perlu
didukung
oleh
melimpahnya
input
dan
produktivitas
agar
sebuah
produk
melimpahnya
input
dan
produktivitas
agar
sebuah
produk
menjadi
produk
unggulan
yang
menjadi
produk
unggulan
yang
memiliki
daya
saing,
dan
agar
memiliki
daya
saing
strategi
substitusi
impor
maupun
promosi
ekspor
menjadi
sukses
(Heckser-Ohlin).
b. Selain
itu,
Michael
Porter
menyatakan
bahwa
daya
saing
dalam
perdagangan
internasional
akan
dapat
dicapai
melalui
keunggulan
daya
saing
dalam
perdagangan
kompetitif
seperti
pentingnya
unsur
teknologi,
dan
sinergi
antara
internasional
akan
dapat
dicapai
pemerintah
serta
dunia
usaha
dalam
meningkatkan
daya
saing
melalui
keunggulan
kompetitif
negara
dalam
perdagangan
internasional.
Penguasaan
teknologi
seperti
pentingnya
unsur
teknologi,
dan
sinergi
antara
telah
dibutikan
oleh
perusahaan-perusahaan
Jepang
yang
meniru
Desember
2014
PKRB | BKF
101
Desember
2014
barang-barang
yang
telah
ada
tetapi
dapat
menjadi
lebih
baik
dan
lebih
murah.
Lebih
lanjut,
Porter
menegaskan
bahwa
sinergi
antara
pemerintah
dan
dunia
usaha
amat
membantu
untuk
mendukung
elemen-elemen
penting
yang
membentuk
keunggulan
kompetitif.
Menurut
Porter,
terdapat
empat
pilar
dalam
membentuk
daya
saing
negara.
Pertama
adalah
kondisi
faktor
produksi,
kedua
adalah
kondisi
permintaan
domestik,
ketiga
adalah
kondisi
industri
terkait
dan
pendukungnya,
dan
keempat
adalah
perilaku
perusahaan
yang
mampu
menerapkan
manajemen
secara
the
best
practice
(lihat
diagram
2.1
halaman
9
tentang
Interaksi
Elemen
Pembentuk
Keunggulan
Kompetitif).
c. Berlandaskan
konsep
pemikiran
para
ahli
ekonomi
dan
bisnis
sebagaimana
dijelaskan
di
atas
ternyata
bahwa
faktor
produktivitas
memang
merupakan
senjata
utama
dalam
persaingan,
oleh
karena
dengan
produktivitas
yang
tinggi
diharapkan
proses
produksi
menjadi
lebih
efisien
dan
dapat
memberikan
harga
yang
lebih
kompetitif.
Lebih
lanjut,
literature
review
menunjukkan
bahwa
daya
saing
suatu
negara
tidak
selalu
harus
dibandingkan
dengan
tingkat
produktivitasnya,
tetapi
juga
dapat
diperbandingkan
dengan
faktor-faktor
lain
seperti
infrastruktur,
logistik,
investasi,
usaha
kecil
dan
menengah,
dan
variasi
produk
dan
volume
yang
dierdagangakn
misalnya
antara
negara
ASEAN
maupun
dengan
dunial
lainnya
(rest
of
the
world).
Sebagaimana
asumsi
yang
dikemukakan
oleh
Delgado
et-al
(2012)
bahwa
daya
saing
tenaga
kerja
perlu
didukung
oleh
kualitas
infrastruktur,
lembaga
sosial
dan
politik
dan
aturan
hukum,
kebijakan
moneter
dan
fiskal
dan
lingkungan
ekonomi
mikro.
Lingkungan
ekonomi
mikro
terdiri
dari
kualitas
lingkungan
bisnis,
pembangunan
cluster,
dan
kecanggihan
strategi
dan
operasional
perusahaan.
d. Lebih
lanjut,
hasil
studi
daya
saing
dan
produktivitas
Indonesia
dalam
rangka
menghadapi
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
2015
yang
menggunakan
pendekatan
pilar/sub
pilar
yang
relevan
dengan
kondisi
persaingan
Indonesia
dan
ASEAN
saat
ini
menunjukkan
bahwa:
(i)
produktivitas
menjadi
penopang
utama
daya
saing
suatu
perekonomian,
(ii)
peningkatan
produktivitas
di
Indonesia
cenderung
terhambat
oleh
permasalahan
perlindungan
investor
dan
kebijakan
yang
kurang
pro-bisnis
seperti
kebijakan
persaingan
tida
sehat,
hambatan
perdaganganm
pengaturan
distribusi,
PKRB | BKF
102
Desember
2014
PKRB | BKF
103
Desember
2014
PKRB | BKF
104
Desember
2014
PKRB | BKF
105
Desember
2014
PKRB | BKF
106
Desember
2014
PKRB | BKF
107
Desember
2014
PKRB | BKF
108
DAFTAR
PUSTAKA
Adiningsih,
S.
(2012).
Koordinasi
dan
Interaksi
Kebijakan
Fiskal-Moneter:
Tantangan
ke
Depan,
Kanisius
Ahmed,
Ishraq.
(2013)
Bangladeshs
Growth
Enablers.
Institute
of
South
Asian
Studies
(ISAS).
ISAS
Brief.
No
282-21.
May
2013
lvarez,
Isabel.,
Raquel
Marn,
and
Georgina
Maldonado.
2009.
Internal
and
External
Factors
of
Competitiveness
in
The
Middle-income
Countries.
WP08/09.
The
General
Direction
of
Planning
and
Evaluation
of
the
Development
Policies
(DGPOLDE)
of
the
Spanish
Ministry
of
Foreign
Affairs
and
Cooperation
(MAEC)
Amzul,
Rifin.
2011.
The
Role
of
palm
Oil
Industry
in
Indonesia
Economy
and
its
Export
Competitiveness.
Disertation.
University
of
Tokyo
Arifin,
Bustanul.
2013.
On
the
Competitiveness
and
Sustainability
of
the
Indonesian
Agricultural
Export
Commodities.
ASEAN
Journal
of
Economics,
Management
and
Accounting
1
(1):
81-100
(June
2013)
Baldwin,
Richard,
H.
Braconier
and
R.
Forslid
(1999).
Multinationals,
endogenous
growth
and
technological
spillovers:
theory
and
evidence,
CEPR
Discussion
Paper,
2155
Blchliger,
H.
and
B.
gert
(2013),
Decentralisation
and
Economic
Growth
-
Part
2:
The
Impact
on
Economic
Activity,
Productivity
and
Investment,
OECD
Working
Papers
on
Fiscal
Federalism,
No.
15,
OECD
Publishing
Blomstrm,
Magnus
and
H.
Persson
(1983)
Foreign
Investment
and
Spillover
Efficiency
in
an
underdeveloped
Economy:
Evidence
from
the
Mexican
Manufacturing
Industry,
World
Development,
Vol.
11,
pp.
493-501
Bloom,
N.
and
Sadun,
R.
and
Van
Reenen,
J.
2009.
The
Organization
of
Firms
across
Countries,
CEP
Discussion
Papers,
937.
Centre
for
Economic
Performance,
London
School
of
Economics
and
Political
Science,
London,
UK;
dan
Delgado
M.,
M.E.
Porter,
and
S.
Stern.
2010.
Clusters
and
Entrepreneurship,
Journal
of
Economic
Geography
10
(4),
495-518
Borsch-Supan,
Axel.
1998.
Capital's
Contribution
to
Productivity
and
the
Nature
of
Competition.
Brookings
Papers:
Microeconomics
Carkovic,
M.
and
R.
Levine
(2000).
Does
FDI
accelerate
economic
growth?,
University
of
Minnesota
Working
Paper
Carraresi,
L.
and
Banterle,
A.
(2008),
Measuring
Competitiveness
in
the
EU
Market:
A
Comparison
Between
Food
Industry
and
Agriculture,
paper
presented
at
the
12th
EAAE
Congress,
Gent,
Belgium,
27-30
August
Cesaro,
L.,
Marongiu,
S.,
Arfini,
F.,
Donati,
M.
and
Capelli,
M.
(2008),
Cost
of
Production:
Definition
and
Concept,
deliverable
1.1.2,
FP7
project
FACEPA
(Farm
Accountancy
Cost
Estimation
and
Policy
Analysis
of
European
Agriculture),
October
Desember
2014
PKRB | BKF
109
PKRB | BKF
110
Guasch,
Jos
Luis,
Liliana
Rojas-Suarez,
and
Veronica
Gonzales.
2012.
Competitiveness
in
Central
America
the
Road
to
Sustained
Growth
and
Poverty
Reduction.
Center
for
Global
Development
Hall,
Bronwyn
H.,
Francesca
Lotti
and
Jacques
Mairesse
2009.
Innovation
and
productivity
in
SMEs.
Empirical
evidence
for
Italy.
Temi
di
discussione
(Working
papers)
Number
718
-
June
2009.
Banca
DItalia
Ichim,
Nela
Ramona
(2012).
Assessing
the
Effectiveness
of
EU
Competition
Policy
During
The
Economic
Crisis.
Romanian-American
University,
Bucuresti,
Romania
ILO.
2008.
Labour
and
Social
Trends
in
ASEAN
2008:
Driving
Competitiveness
and
Prosperity
with
Decent
Work.
Bangkok:
International
Labour
Organization
Regional
Office
for
Asia
and
the
Pacific
Kawai,
H.
(1994).
International
comparative
analysis
of
economic
growth:
trade
liberalisation
and
productivity,
The
Developing
Economies,
17(4):
373-397
Kennedy,
P.
Lynn.,
and
R.
Wes
Harrison.,
and
Mario
A.
Piedra.
1998.
Analyzing
Agribusiness
Competitiveness:
The
Case
of
the
United
States
Sugar
Industry.
International
Food
and
Agribusiness
management
Review,
1(2):
245-257
Kokko,
Ari
(1994)
Technology,
Market
Characteristics,
and
Spillovers,
Journal
of
Development
Economics,
Vol.
4,
pp.
279-293
Lall,
S.
2000.
The
Technological
Structure
and
Performance
of
Developing
Country
Manufactured
Exports,
1985-1998,
Working
Paper,
Q.
E.
House,
University
of
Oxford
Lam,
W.
Raphael
and
Jongsoon
Shin.,
2012.
What
Role
Can
Financial
Policies
Play
in
Revitalizing
SMEs
in
Japan?
IMF
Working
Paper
Latruffe,
L.
(2010),
Competitiveness,
Productivity
and
Efficiency
in
the
Agricultural
and
Agri-
Food
Sectors,
OECD
Food,
Agriculture
and
Fisheries
Papers,
No.
30,
OECD
Publishing
Li,
Suhong.
Bhanu
Ragu-Nathanb,T.S.
Ragu-Nathanb,
S.
Subba
Raob
(2004).
The
Impact
of
Supply
Chain
Management
Practices
on
Competitive
Advantage
and
Organizational
Performance.
College
of
Business
Administration,
the
University
of
Toledo,
Toledo,
OH.
USA
Llanto,
Gilberto
M.
(2012).
The
Impact
of
Infrastructure
on
Agricultural
Productivity.
DISCUSSION
PAPER
SERIES
NO.
2012-12
Southeast
Asian
Regional
Center
for
Graduate
Study
and
Research
in
Agriculture
(SEARCA)
Lin,
Chieh-Yu.
2009.
Influences
of
Individual,
Organizational
and
Environmental
Factors
on
Technological
Innovation
in
Taiwans
Logistics
Industry.
Journal
of
technology
management
&
innovation.
2009,
Volume
4,
Issue
1:
1-7
Mattsson,
L-G.,
and
Wallenberg,
P.,
(2003).
Reorganization
of
distribution
in
globalization
of
markets:
the
dynamic
context
of
supply
chain
management.
Supply
Chain
Management:
An
International
Journal,
Vol.
8,
pp.
416-426
Desember
2014
PKRB | BKF
111
Mentzer,
J.
T.,
Min,
S.,
and
Bobbitt,
M.
L.,
(2004).
Toward
a
unified
theory
of
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
34,
pp.
606-
627
Min,
H.,
and
Eom,
S.
B.,
(1994).
An
integrated
decision
support
system
for
global
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
24,
pp.
11-29
Min,
H.,
and
Eom,
S.
B.,
(1994).
An
integrated
decision
support
system
for
global
logistics.
International
Journal
of
Physical
Distribution
&
Logistics
Management,
Vol.
24,
pp.
11-29
Ng,
Thiam
Hee
(2006).
Foreign
Direct
Investment
and
Productivity:
Evidence
from
the
East
Asian
Economies.
UNIDO:
Research
and
Statistics
Branch
Nicita,
Alessandro.,
Victor
Ognivtsev,
and
Miho
Shirotori.
2013.
Global
Supply
Chains:Trade
and
Economic
Policies
for
Developing
Countries.
UNCTAD,
Genewa:
Policy
Issues
in
International
Trade
and
Commodities
Study
Series
No.
55
Nicita,
Alessandro.,
Victor
Ognivtsev,
and
Miho
Shirotori.
2013.
Global
Supply
Chains:Trade
and
Economic
Policies
for
Developing
Countries.
UNCTAD,
Genewa:
Policy
Issues
in
International
Trade
and
Commodities
Study
Series
No.
55
OECD,
2012.
OECD
Economic
Surveys:
Korea.
April
2012
Porter,
Michael
E.
2009.
International
Cluster
Competitiveness
Project.
Institute
for
Strategy
and
Competitiveness,
Harvard
Business
School;
Molnr,
M.
and
M.
Lesher.
2008.
Recovery
and
Beyond:
Enhancing
Competitiveness
to
Realise
Indonesia's
Trade
Potential,
OECD
Trade
Policy
Papers,
No.
82,
OECD
Publishing
Price,
David
P.,
Michael
Stoica
and
Robert
J
Boncella,
2013.
The
relationship
between
innovation,
knowledge,
and
performance
in
family
and
non-family
firms:
an
analysis
of
SMEs.
Journal
of
Innovation
and
Entrepreneurship
2013,
2:14
Rosa,
Donato
De.,
Nishaal
Gooroochurn,
and
Holger
Grg
(2010).
Corruption
and
Productivity:
Firm-level
Evidence
from
the
BEEPS
Survey.
The
World
Bank:
Europe
and
Central
Asia
Region
Private
and
Financial
Sector
Department
Saxena,
Sanchita
Banerjee
and
Vronique
Salze-Lozach.
2010.
Competitiveness
in
the
Garment
and
Textiles
Industry:
Creating
a
supportive
environment:
A
CASE
STUDY
OF
BANGLADESH,
OCCASIONAL
PAPER,
NO.
1,
JULY
2010,
Asia
Foundation
Schwab,
Klaus.,
Xavier
Sala-i-Martn,
and
Brge
Brende.
2013.
The
Global
Competitiveness
Report
20132014.
Geneva:
World
Economic
Forum
Sheffi,
Yossi.
2010.
Logistics
Intensive
Clusters:
Global
Competitiveness
and
Regional
Growth.
Elisha
Gray
II
Professor
of
Engineering
Systems,
MIT
Siggel,
E.
(2006),
"International
competitiveness
and
comparative
advantage:
A
survey
and
a
proposal
for
measurement",
Journal
of
Industry,
Competition
and
Trade,
Vol.
6,
pp.
137-
159
Smyth,
Mark
and
Brian
Pearce
(2007).
Aviation
Economic
Benefit.
IATA
Economics
Briefing
No
8
Desember
2014
PKRB | BKF
112
Smyth,
Mark
and
Brian
Pearce
(2007).
Aviation
Economic
Benefit.
IATA
Economics
Briefing
No
8
The
Conference
Board
of
Canada.
2009.
Performance
the
Productivity
of
Canadas
Transportation
Sector:
Market
Forces
and
Governance
Matter.
Energy,
Environment
and
Transportation
Policy
The
Conference
Board
of
Canada.
2009.
Performance
the
Productivity
of
Canadas
Transportation
Sector:
Market
Forces
and
Governance
Matter.
Energy,
Environment
and
Transportation
Policy
UNCTAD,
2002.
Trade
and
Development
Report
2003.
Geneva:
UNCTAD
Wagner,
Joachim.
(2004).
Productivity
and
Size
of
the
Export
Market:
Evidence
for
West
and
East
German
Plants.
The
Institute
for
the
Study
of
Labor
(IZA)
in
Bonn.
Discussion
Paper
No.
266
Wijnands,
J.,
Bremmers,
H.,
van
der
Meulen,
B.
and
Poppe,
K.
(2008),
"An
economic
and
legal
assessment
of
the
EU
food
industrys
competitiveness",
Agribusiness,
Vol.
24,
No.
4,
pp.
417-439.
World
Bank
(2012).Connecting
to
Compete.
Trade
Logistics
in
the
Global
Economy
Washington
DC
World
Bank
(2012).Connecting
to
Compete.
Trade
Logistics
in
the
Global
Economy
Washington
DC
World
Bank.
2012.
Picking
up
the
Pace:
Reviving
Growth
in
Indonesias
Manufacturing
Sector.
Jakarta:
World
Bank
Xu,
B.
(2000).
Multinational
enterprises,
technology
diffusion,
and
host
country
productivity
growth,
Journal
of
Development
Economics,
62:
477-493
Yue,
Chia
Siow.
2004.
ASEAN-China
Free
Trade
Area.
Paper
for
presentation
at
the
AEP
Conference,
Hong
Kong12-13
April
2004.
Singapore
Institute
of
International
Affairs
Desember
2014
PKRB | BKF
113