You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Limbik
2.1.1. Anatomi Sistem Limbik
Kata limbik berasal dari bahasa Latin yang berarti batas atau pinggir.
Istilah sistem limbik ini digunakan secara bebas untuk sekelompok struktur
otak yang terletak di area perbatasan antara korteks serebri dan hipotalamus.
Sistem limbik ini bukan suatu sistem yang terpisah tetapi koleksi struktur
dari telencephalon, diencephalon, dan mesencephalon. Secara anatomi,
struktur-stuktur sistem limbik ini meliputi hippocampus, amigdala, corpus
mammillaria,

nukleus

thalamicus

anterior,

gyrus

singulata,

gyrus

parahippocampal, dan gyrus subcallolus. Alveus, fimbria, forniks, tractus


mamiilothalamicus dan stria terminalis membentuk jaras-jaras penghubung
sistem ini.7,8 Keseluruhan dari struktur sistem limbik ini dikenal sebagai
lobus limbik. Secara garis besar, lobus limbik ini terdiri dari tiga struktur
yaitu area kortikal, area subkortikal dan area diensefalon:9
Area kortikal yang terdiri dari korteks orbitofrontal yang merupakan
suatu daerah di lobus frontal yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan, korteks piriformis yang merupakan bagian dari sistem
penciuman, korteks enthorinal yang berhubungan dengan memori,
hipokampus dan struktur yang terkait atau disebut sebagai formasio
hippokampal yang memainkan peranan dalam konsolidasi memori serta
fornix yaitu suatu struktur yang menghubungkan hippokampus dengan
bagian otak lain terutama corpus mammilaria dan nuclei septal.9 Area
subkortikal yang terdiri dari nuclei septal yaitu sekelompok struktur yang
berfungsi untuk area penyenangan (pleasure zone), amigdala yang terletak
di bagian lobus temporalus dan berhubungan dengan proses emosional serta
nukleus accumbens yang terlibat dalam area kesenangan.9
Area diensefalon yang terdiri dari hipotalamus yang merupakan pusat
dari sistem limbik, terhubung dengan lobus frontalis, nuclei septal dan

formatio reticularis batang otak melalui serabut medial, terhubung dengan


hippokampus melalui fornix dan terhubung dengan thalamus melalui
fasiculus mamillothalamicus. Hipotalamus ini mengatur proses otonom
tubuh. Area diensefalon juga terdiri dari corpus mammilaria yang
merupakan bagian hipotalamus yang menerima sinyal dari hippokampus
melalui fornix dan memproyeksikan nya ke thalamus, serta nuclei
thalamicus anterior yang menerima input dari corpus mammilaria dan
terlibat dalam proses memori.9

Gambar 1. Sistem Limbik


2.1.2. Fisiologi Sistem Limbik
Sebagai hasil penelitian, saat ini diketahui bahwa sistem limbik terlibat
dengan berbagai struktur lain di luar perbatasan untuk mengendalikan
emosi, perilaku, motivasi dan dorongan. Sistem ini juga sangat penting
dalam pengaturan memori baik memori jangka pendek maupun jangka
panjang. Bagian terpenting dari sistem limbik yang terkait dengan
pengaturan memori ialah hippokampus dan amigdala.7
Hipokampus berasal dari bahasa Yunani yang artinya kuda laut.
Struktur ini disebut hippokampus karena pada potongan koronal berbentuk
seperti kuda laut. Hippokampus merupakan struktur otak yang cukup

penting baik otak manusia maupun otak vertebrata. Otak manusia terdiri
dari dua buah hippokampus yang masing-masing terletak di setiap belahan
otak. Hippokampus ini merupakan bagian dari sistem limbik yang terletak di
bagian bawah dari korteks serebri yang berlokasi di bagian medial dari
lobus temporalis, membentuk dinding medial dari ventrikel lateralis.7,9
Hippokampus terdiri dari tiga lapis yaitu lapis pertama adalah lapisan
molekular superfisial yang terdiri dari serabut-serabut saraf dan neuronneuron kecil yang tersebar, lapisan kedua ialah lapisan piramidal yang
terdiri dari banyak neuron berbentuk piramid

dan lapisan ketiga ialah

lapisan polimorfik yang mempunyai struktur yang sama dengan lapisan


polimorfik korteks yang terdapat di tempat lain.7
Terdapat beberapa sumber dari serabut afferen hippokampus. Serabut
afferen dari hippokampus berasal dari gyrus singulata, nuclei septals,
korteks enthorinal, korteks assiasi olfaktorius, indusium griseum serta gyrus
dentata

dan

gyrus

parahippokampus.

Sedangkan

serabut

efferen

hippokampus ialah melalui fornix yang akan meneruskan ke corpus


mamillaria, nuclei septal, preoptik nukleus dari hipotalamus ventral striatum
dan bagian lobus frontal melalui fornix prekommisura.7
Hippokampus memainkan peranan penting dalam proses konsolidasi
informasi yaitu pengubahan memori jangka pendek ke memori jangka
panjang. Hipokampus inilah yang menyebabkan timbulnya dorongan untuk
mengubah ingatan jangka pendek menjadi jangka panjang yang artinya
hipokampus menjalarkan sinyal atau sinyal-sinyal yang tampaknya
membuat pikiran berulang-ulang melatih informasi baru sampai menjadi
ingatan yang disimpan secara permanen. Proses ini dikenal sebagai proses
konsolidasi memori. Artinya hipokampus dipercaya sebagai tempat
penyimpanan memori jangka panjang sementara sebelum akhirnya
dikirimkan ke bagian korteks lain untuk penyimpanan memori secara
permanen.2
Neuroscientis menyebutkan bahwa hippokampus merupakan bagian
dari lobus temporal yang bertanggung jawab terhadap pengaturan memori

terutama memori deklaratif atau memori eksplisit (memori yang dapat


diungkapkan secara verbal). Terdapat beberapa jenis memori yaitu memori
eksplisit atau deklaratif dan memori implisit atau nondeklaratif. Memori
eskplisit ialah memori yang berada dalam tingkat kesadaran dalam artian
dapat dijelaskan dengan kata-kata ialah, sebagai contoh seseorang dapat
menceritakan kembali pengalaman hidupnya semasa ia kecil. Sedangkan
memori implisit ialah memori yang tidak berada pada tingkat kesadaran,
biasanya berkaitan dengan proses pembelajaran dan keterampilan, sebagai
contoh seseorang tidak akan lupa cara mengemudikan mobil cara
menghidupkan komputer dll.4,5
Hippokampus juga berkaitan erat dengan pengaturan memori eksplisit.
Memori eksplisit ini bergantung pada bagian medial dari lobus temporal dan
berhungan dengan hippokampus serta korteks enthorinal regio gyrus
parahippokampus.

Hippokampus

juga

bertanggung

jawab

dalam

pengubahan memori jangka pendek menjadi jangka panjang atau yang


disebut sebagai proses konsolidasi memori. Apabila terdapat lesi pada
hippokampus yang dapat disebabkan karena cedera ataupun penyakit, maka
akan terjadi gangguan memori. Lesi ini terutama akan mempengaruhi
memori deklaratif.2,9
Kerusakan yang terjadi hanya pada satu hippokampus sedangkan
hippokampus di sisi otak yang tidak mengalami lesi masih baik, maka otak
masih dapat mempertahankan fungsi memori. Namun, cedera berat pada
otak yang menyebabkan kerusakan dari kedua hippokampus atau kedua
belahan otak dapat menyebabkan hilangnya memori atau daya ingat yang
disebut sebagai amnesia. Lesi pada hippokampus

tersebut dapat

menyebabkan kesulitan dalam membentuk mmemori baru (amnesia


anterograde) ataupun kesulitan untuk mengingat semua memori yang telah
tersimpan sebelum trauma terjadi (amnesia retrograde).2,9

Gambar 2. Hippocampus
Pengaturan memori juga berkaitan erat dengan fungsi dari amigdala.
Amigdala berasal dari bahasa Latin yaitu amygdale yang berarti buah
almond. Dinamakan demikian, karena amigdala ini berbentuk seperti buah
almond. Amigdala merupakan struktur penting yang berlokasi di lobus
temporal bagian anterior yang terletak di dalam uncus. Amigdala membuat
hubungan dengan struktur-struktur otak lain seperti thalamus, hipotalamus,
nuclei septal, korteks orbitofrontal, gyrus singulata, hippokampus, gyrus
parahippokampus dan batang otak. Amigdala memiliki peranan penting
dalam pengaturan perilaku, respon otonom, respon endokrin terhadap
stimulus lingkungan terutama reaksi emosi. Namun, selain pengaturan
emosi yang merupakan fungsi utama dari amigdala, proses pengambilan
keputusan dan pengaturan memori juga terlibat dalam area ini.2,9
Amigdala terlibat dalam proses konsolidasi memori. Memori jangka
panjang tidak disimpan secara instan namun harus disimpan beulang-ulang
dalam jangka waktu lama untuk menjadi memori jangka panjang. Proses ini
merupakan kerjasama antara peranan hippokampus dan amigdala. Selain itu,
amigdala berproyeksi pada jalur sistem limbik seseorang yang dalam
hubungannya terkait dengan alam ingatan dan alam pikiran. Sehingga
amigdala berperan dalam memproses emosi dan membantu membentuk
memori yang melibatkan emosi. Selain itu, amigdala bersama dengan
hippokampus juga mengirim serat proyeksi ke thalamus dan hipotalamus
yaitu sutau kumpulan nuclei diencephalon. Diencephalon dan sistem limbik
ini membentuk suatu sirkuit memori. Suatu penelitian dengan pasien yang

mengalami kerusakan pada area hippokampus atau amigdala atau keduanya


menunjukkan

bahwa

terjadi

gangguan

dalam

memori.

Hal

ini

mengindikasikan bahwa tidak hanya hippokampus yang berperan dalam


proses pengaturan memori, namun amigdala juga terlibat.9

Gambar 3. Amigdala
2.2. Trauma Kapitis
2.2.1. Definisi Trauma Kapitis
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala
baik

secara

langsung

maupun

tidak

langsung

yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis.10


2.2.2. Klasifikasi Trauma Kapitis
Trauma kepala dapat dikelompokkan atas dua macam
yaitu:10
1. Cedera kepala primer. Cedera kepala primer merupakan
hasil dari kerusakan mekanikal langsung yang terjadi
pada saat kejadian trauma. Cedera primer dihasilkan
oleh kekuatan akselerasi dan deselerasi yang merusak
kandungan intrakranial karena pergerakan yang tidak
seimbang dari tengkorak dan otak. Patofisiologi cedera

kepala primer dapat dibedakan menjadi cedera kepala


fokal dan cedera aksonal difus.
- Cedera kepala fokal merupakan
melibatkan

bagian-bagian

cedera

yang

dari

otak,

tertentu

bergantung pada mekanisme traumanya. Cedera


jenis ini khas akibat pukulan yang menimbulkan
kontusio serebral dan hematoma. Cedera fokal
mempengaruhi
-

morbiditas

dan

mortalitas

berdasarkan lokasi, ukuran, dan progresifitasnya.


Cedera aksonal difus merupakan cedera yang
disebabkan
berasal

oleh

dari

tekanan

kecelakaan

inersial
sepeda

yang
motor.

sering
Pada

praktisnya, cedera fokal dan cedera aksonal difus


sering terjadi bersamaan. Yang termasuk tipe dari
cedera

kepala

tengkotak,

primer

epidural

ini

diantaranya

hematoma.,

fraktur
subdural

hematoma, dan intraserebral hematoma.


2. Cedera kepala sekunder. Cedera kepala sekunder terjadi
setelah trauma awal dan ditandai dengan kerusakan
neuron-neuron akibat respon fisiologi sistemik terhadap
cedera awal, seperti laserasi otak, robekan pembuluh
darah, spasme vaskular, edema serebri, hipertensi
intrakranial,

pegurangan

aliran

darah

otak

(CBF),

iskemik, hipoksia, dan lainnya yang dapat menimbulkan


kerusakan dan kematian neuron.
2.2.3. Jenis-Jenis Trauma Kapitis
Berdasarkan gejala klinis, trauma kapitis dibagi menjadi:10
1. Commotio Cerebri (gegar otak) adalah suatu keadaan
dimana seseorang tidak sadar dalam waktu yang pendek
karena adanya benturan pada kepala. Pada gegar otak
tidak ada cedera pada susunan saraf pusat, tidak ada

gangguan pada pembuluh darah dan liquor serebro spinal


juga memperlihatkan profil yang normal. Gegar otak
mengakibatkan

tekanan

shearing

yang

singkat

dan

penyembuhan komplit. Jika tekanan shearing lebih banyak


dan

berulang,

kerusakan

akson

juga

menjadi

lebih

banyak, durasi hilangnya kesadaran lebih panjang dan


penyembuhan

melambat.

Dalam

praktek,

gambaran

klinisnya adalah koma yang diikuti dengan PTA. Oleh


karena itu, tingkat keparahan trauma kapitis tertutup
dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA.
2. Contusio Cerebri adalah keadaan seseorang yang tidak
sadar

disertai

adanya

kerusakan

(lesi)

otak.

Pada

contusio, terdapat tanda-tanda kerusakan saraf yang


berlanjut sesudah fase akut dilewati. Kerusakan tersebut
bisa dalam bentuk nekrosis sel saraf pada korteks dan
adanya edema cerebri. Kerusakan korteks cerebri paling
sering terjadi di daerah bawah lobus frontalis dan
temporalis. Hal ini disebabkan karena adanya goyangan
otak berulang yang membentur dataran dalam tulang
tengkorak. Jika terdapat benturan pada tulang occiput,
maka

bisa

terjadi

contusio

occipitalis

contusion frontalis (counter coup).


Pada contusion, robekan jaringan

yang

disertai

memperlihatkan

tekanan shearing yang lebih hebat dengan gangguan


akson yang disebabkan oleh axonal shearing dan injury
terhadap otak (bagian medial, ujung, dan dasar lobus
frontalis dan bagian anterior lobus temporalis). Area yang
rusak adalah berbentuk kerucut dengan dasar pada
permukaan otak, terutama mengenai lapisan pertama dari
korteks.

2.3. Amnesia Pasca Trauma


2.3.1. Definisi Amnesia
Amnesia adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan daya ingat atau
memori baik yang bersifat parsial maupun total yang dapat disebabkan oleh
kelainan fungsional ataupun kelainan organik. Amnesia merujuk pada
suatu kondisi kesulitan dalam mempelajari informasi baru
atau dalam mengingat masa lalu.3
Amnesia pasca trauma merupakan masa transisional
antara koma dan kembalinya kesadaran penuh seseorang.
Pasca trauma, pasien akan mengalami hilangnya memori,
tidak dapat mengingat kejadian yang sudah dan/atau
sedang berlangsung, kebingungan serta adanya gangguan
perilaku. Amnesia pasca trauma ini dapat bersifat retrograde ataupun
anterograde.3
2.3.2. Etiologi Amnesia
Fungsi memori yang normal melibatkan banyak area di otak. Berbagai
macam penyakit atau cedera yang memengaruhi area di otak dapat
menimbulkan gangguan pada memori. Amnesia dapat dihasilkan dari
kerusakan stuktur otak yang membentuk sistem limbik yang berfungsi untuk
mengendalikan emosi dan memori. Area struktur ini termasuk thalamus
yang terletak jauh dari pusat otak dan formasi hippocampus yang terletak
pada lobus temporalis otak. Amnesia dapat disebabkan karena
kelainan neurologis ataupun fungsional. Amnesia neurologis
dicirikan

oleh

hilangnya

memori

eksplisit

(deklaratif),

sedangkan memori implisit (non deklaratif) tetap utuh.


Memori eksplisit merupakan pengetahuan tentang fakta dan
peristiwa-peristiwa.
deklaratif)

Sebaliknya,

merupakan

memori

kumpulan

implisit

ingatan

(non

tentang

pengalaman yang didapatkan secara tidak sadar. Berbagai


macam penyebab timbulnya amnesia neurologis ialah:4

Trauma kapitis
Stroke
Peradangan pada otak (ensefalitis)
Kurangnya oksigen yang cukup pada otak, misalnya pada keadaan
serangan

jantung,

gangguan

pernafasan

atau

keracunan

karbonmonoksida.
Penyalahgunaan alkohol jangka panjang yang menyebabkan defisiensi

thiamin (vitamin B1)


Tumor di daerah otak
Penyakit otak degeneratif seperti penyakit Alzheimer dan demensia
Amnesia yang disebabkan karena kelainan fungsional

disebut juga sebagai amnesia psikogenik. Amnesia tipe ini


jarang terjadi dibandingkan amnesia neurologis dan dapat
terjadi akibat trauma emosi. Amnesia fungsional merupakan
gangguan psikiatri dan tidak terdapat kerusakan struktur
otak yang menjadi dasar gangguan tersebut.4
2.3.3. Epidemiologi Amnesia
Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa terdapat sekitar 150 orang per
100.000 populasi per tahun yang mengalami cedera otak pasca trauma yang
dirawat di rumah sakit. Angka ini masih jauh dari insidens cedera otak
sesungguhnya. Hal ini disebabkan kera kalsifikasi dan eror diagnosis
sehingga menyebabkan rendahnya laporan mengenai cedera otak. Kejadian
cedera otak ringan tidak begitu banyak ditemukan di rumah sakit. Insidens
cedera kepala ringan yang datang ke rumah sakit berkisar 64-131 per
100.000 populasi, cedera kepala sedang berkisar 15-20 per 100.000 populasi
sedangkan cedera kepala berat berkisar 12-14 per 100.000 populasi.6
Insidens cedera otak paling tinggu terjadi pada kelompok usia 15-35
tahun dan lebih sering djumpai pada laki-laki (laki-laki : wanita = 4:1). Hal
ini terjadi diakibatkan karena aktifitas sehari-hari serta pekerjaan yang
berbeda dimana laki-laki lebih sering terlibat dalam pekerjaan yang jauh
lebih berbahaya dibandingkan wanita.6

Studi mengenai kasus cedera otak pasca trauam menunjukkan bahwa


<3% pasien yang mengalami trauma kepala tidak mengalami kehilangan
memori sama sekali. Enam persen kasus menujukkan amnesia pasca trauma
<1 jam (amnesia ringan), tujuh persen menunjukkan amnesia selam 1-24
jam (amnesia sedang), dan enam belas persen menujukkan 1-7 hari (amnesia
berat), dua puluh tiga persen menunjukkan amnesia selama 1 4 minggu
(amnesia sangat berat) dan empat puluh lima persen kasus menunjukkan
amnesia >1 bulan (amnesia ekstrim).1
2.3.4. Klasifikasi Amnesia
Amnesia pasca trauma dapat dibagi dalam dua tipe1:
1. Tipe yang pertama adalah amnesia retrograde yang didefinisikan sebagai
hilangnya kemampuan baik parsial maupun total untuk mengingat
kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma
kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara
progresif.
2. Tipe yang kedua adalah amnesia anterograde yaitu suatu defisit dalam
membentuk

memori

baru

setelah

trauma

kapitis

terjadi

yang

menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Amnesia


tipe ini menjelaskan bahwa kejadian baru dalam ingatan jangka pendek
tidak ditransfer ke ingatan jangka panjang yang permanen. Penderitanya
tidak akan bisa mengingat apapun yang terjadi setelah munculnya
amnesia ini walaupun baru berlalu sesaat. Memori anterograde
merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh
dari hilangnya kesadaran.
2.3.5. Patofisiologi Amnesia
2.3.6. Manifestasi Klinis Amnesia
Amnesia pasca trauma adalah keadaan kebingungan akut. Ciri khas dari
tahap ini adalah gangguan kognitif yaitu masalah dengan persepsi, berpikir,
mengingat, dan konsentrasi. Selama tahap ini, pasien sering tidak dapat
berkonsentrasi cukup lama untuk menangkap apa pun di memori mereka.

Gejala yang paling menonjol dari kondisi ini ialah hilangnya daya ingat atau
memori. Gejala-gejala lain yang paling umum dari amnesia terkait trauma
meliputi berikut ini:

Menjawab pertanyaan yang sama, meminta berulang kali,dengan

respon yang berbeda


Kesulitan melakukan tugas-tugas sederhana, seperti menghitung
sampai 10 dan membacakan hari dalam seminggu atau bulan dalam

setahun
Distraktibilitas, perhatian melompat dari satu hal ke hal lainnya
Ketidakmampuan untuk mengingat apa yang terjadi di menit, jam, atau

hari sebelumnya
Kehilangan melatih pikiran saat menanggapi pertanyaan
Menanggapi suatu hal secara tidak konsisten
Kebingungan, disorientasi, kecemasan, agitasi dan penderitaan
Gangguan perilaku seperti berteriak, bersumpah, agresif
Ketidakmampuan untuk mengenali orang dan berkonsentrasi
Ketakutan, teragitasi dan emosi yang labil
Dalam beberapa kasus, pasien dapat menjadi tenang, ramah dan
penurut
Selain itu, pada amnesia pasca trauma, pasien seringkali tidak menyadari

kondisi mereka dan mungkin berperilaku seolah-olah mereka telah terbiasa


dengan kehidupan mereka. Pasien mungkin masih mengenali keluarga dan
teman-temannya tetapi mereka tidak dapat memproses fakta bahwa mereka
berada di rumah sakit atau telah mengalami cedera kepala. Kebanyakan
pasien dengan amnesia pasca trauma melaporkan bahwa mereka merasa
seolah-olah mereka sedang tertahan dan dicegah untuk melakukan aktifitas
sehari-hari. Hal ini akan menimbulkan gejala-gejala lain seperti agitasi,
kebingungan, kecemasan, kegelisahan dan disorientasi.
Pasien juga sering menampilkan gangguan perilaku. Pasien mungkin
berteriak, bersumpah dan berperilaku kasar. Terdapat kasus dimana pasien
yang tidak mengenali siapapun akan bertanya kepada anggota keluarga atau
kerabat yang sudah lama tidak mereka lihat mengenai diri mereka sendiri.
Beberapa pasien menunjukkan perilaku kekanak-kanakan namun sebagian

dari mereka dapat juga menunjukkan sikap tenang, ramah dan penuh kasih
sayang. Meskipun gangguan perilaku ini mungkin tampak kurang
mengancam karena kurangnya agresifitas, namun hal tersebut sama-sama
mengkhawatirkan. Pasien dengan amnesia pasca trauma seringkali tidak
menyadari lingkungan mereka dan akan mengajukan pertanyaan berulang
kali.
Dafpus :
1. The Brain Injury Association. 2011. Post Traumatic Amnesia, Fact Sheet.
Headway

The

Brain

Injury

Association.

(http://www.headwayoxford.org.uk/media/5152/post%20traumatic
%20amnesia.pdf)
2. The Brain Injury

Association.

2011.

Post

Traumatic

Amnesia. Medical Book Awards. (https://www.headway.org.uk/posttraumatic-amnesia.aspx)

2.3.7. Derajat Keparahan Amnesia


Amnesia pasca trauma merupakan suatu ukuran terbaik dalam menilai
derajat keparahan cedera kepala, tetapi amnesia yang terjadi tidak dapat
digunakan

sebagai

indikator

tunggal

dalam

menentukan

prognosis.

Keparahan dari amnesia pasca trauma yang terjadi secara langsung


berhubungan dengan durasi lamanya amnesia tersebut terjadi meskipun durasi
yang lama tidak selalu mengindikasikan adanya gejala yang berat. Namun,
durasi amnesia yang terjadi pada pasien pasca trauma merupakan suatu
prediktor penting dalam menilai efek jangka panjang dari cedera tersebut.
Sistem klasifikasi untuk menentukan derajat keparahan dari cedera otak
akibat trauma dapat menggunakan tiga komponen yaitu durasi dari amnesia,
skor GCS serta durasi hilangnya kesadaran. Berdasarkan ketiga komponen
tersebut, amnesia pasca trauma dibedakan menjadi tiga kategori yaitu trauma
ringan, sedang dan berat. Derajat keparahan trauma kepala yang
menyebabkan amnesia disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Derajat Keparahan Trauma Kepala Berdasarkan Tiga


Komponen
Derajat

Glasgow Coma

Durasi Amnesia

Durasi Hilangnya

Keparahan
Ringan
Sedang
Berat

Scale (GCS)
13-15
9-12
3-8

Pasca Trauma
< 1 jam
1 24 jam
> 1 hari

Kesadaran
< 30 menit
1 24 jam
> 24 jam

Tingkat keparahan dari cedera otak yang terjadi pasca trauma juga
dapat ditentukan hanya dengan menggunakan durasi amnesia yang terjadi.
Derajat amnesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Derajat Keparahan Trauma Kepala Berdasarkan Durasi
Amnesia
Derajat Keparahan
Sangat Ringan
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Durasi Amnesia Pasca Trauma


< 5 menit
5 60 menit
1 24 jam
1 - 7 hari
1 4 minggu

Keterangan :

< 1 jam : Cedera yang terjadi bersifat ringan dan pemulihan sempurna
dapat terjadi. Pasien mungkin mengalami sedikit gejala minor pasca

trauma seperti sakit kepala atau pusing-pusing.


1 24 jam : Cedera yang terjadi bersifat sedang dan pemulihan sempurna
dapat terjadi. Pasien mungkin mengalami beberapa gejala minor pasca

trauma seperti sakit kepala dan pusing-pusing.


1- 7 hari : Cedera yang terjadi bersifat berat dn pemulihan dapat terjadi
dalam hitungan minggu sampai bulan. Pasien dapat kembali ke aktifitas
pekerjaan sehari-hari namun tidak sebaik atau semampu sebelum trauma

terjadi.
1 2 minggu : Cedera yang terjadi bersifat sangat berat dan pemulihan
dapat terjadi dalam hitungan bulan sampai tahun. Pasien dapat
mengalami gangguan fugsi kognitif jangka panjang seperti penurunan
dalam intelegensi baik verbal maupun nonverbal, penurunan performa

dalam penglihatan. Namun, pasien masih dapat kembali ke aktifitas

pekerjaan sehari-hari meskipun terkadang mengalami kesulitan.


2 12 minggu : Cedera yang terjadi bersifat sangat berat dan pemulihan
dapat terjadi dalam hitungan 1 tahun lebih. Pasien mengalami gangguan
fungsi kognitif dan gangguan memori yang berat dan pasien tidak

mampu lagi untuk kembali ke aktifitas pekerjaan sehari-hari.


> 12 minggu : Cedera yang terjadi bersifat amat sangat berat dan
dijumpai disabiitas berat yang membutuhkan penanganan, perawatan
serta rehabilitasi jangka panjang. Pasien tidak dapat lagi kembali ke
aktifitas pekerjaan sehari-hari.

Dafpus : Headway UK. 2008. Post Traumatic Amnesia - Fact Sheet [Fact Sheet].
http://www.headway.org.uk/sitePages.asp?step=4&contentID=1334&navID=115.
2.3.8. Cara Mendiagnosis Amnesia
Selain dengan anamnesis dan riwayat trauma kepala yang dialami,
amnesia pasca trauma dapat dinilai dengan beberapa metode baku. Metode
baku tersebut merupakan suatu skala penilaian trauma yang telah
terstandarisasi. Skala penilaian amnesia pasca trauma yang dapat digunakan
ialah:
a. Skala GOAT (Galveston Orientation and Amnesia Test). Skala GOAT ini
merupakan skala penilaian amnesia yang paling terkenal dan paling
banyak digunakan. Skala ini dapat menentukan bagaimana orientasi dari
pasien dan seberapa banyak hal yang mampu pasien ingat kembali
(recall). Skala ini telah terstandarisasi untuk penilaian amnesia terutama
di USA dan Kanada. Skala GOAT terdiri dari 10 item yang menilai
orientasi dan mengumpulkan kembali ingatan mengenai kejadiankejadian yang terjadi sebelum ataupun sesudah trauma kepala. GOAT
mengklasifikasikan orientasi dalam tiga kategori utama yaitu orientasi
personal, orientasi tempat dan orientasi waktu. Skor >78 (skor maksimal
100) menujukkan bahwa amnesia pasca trauma telah berakhir. Skala ini
juga dapat digunakan untuk menilai durasi dari amnesia yang terjadi dan

penilaian ini dapat menjadi prediktor kuat dalam menentukan outcome


atau prognosis. Berikut ini adalah skala GOAT.

b. Skala WPATS (Westmead Post-Traumatic Amnesia Scale). Skala ini


merupakan skala penilaian amnesia yang paling sering digunakan di
Australia dan New Zealand. Skala ini terdiri dari 12 buah pertanyaan
yang terkait dengan orientasi persoanl, tempat dan waktu serta
kemampuan pasien tersebut dalam mengingat suatu informasi baru

secara konsisten dari hari ke hari. WPATS digunakan sekali per hari, dan
tiap-tiap hari dikumpulkan nilainya sampai skor pasien mencapai skor
maksimal yaitu 12/12. WPATS sangat cocok untuk digunakan pada
pasien dengan cedera otak derajat sedang ataupun berat.
WPATS ini dapat digunakan pada pasien yang sadar penuh atau
mampu diajak berkomunikasi baik secara bverbal maupun nonverbal.
Pada penilaian pertama, pasien diminta untuk menjawab tujuh buah
pertanyaan yang terkait dengan orientasi. Sehingga, pasien yang dapat
menjawab semua pertanyaan, pada hari pertama akan mendapatkan skor
7/7. Kemudian, pasien akan diberikan kesempatan untuk mempelajari
informasi baru yang mana akan menjadi bagian dari lima bauh
pertanyaan tambahan pada penilaian amnesia. Lima buah pertanyaan ini
termasuk pasien akan diminta untuk mengingat tiga buah gambar dan
akan dites ulang keesokan harinya.
Pada penilaian hari kedua, pasien diminta untuk menjawab kedua
belas pertanyaan sehingga skor maksimal pada hari kedua ialah 12/12.
Ketika pasien telah mencapai skor maksimal 12, pasien kemudian dites
kembali dengan lima buah pertanyaan saja termasuk tiga buah gambar
yang harus ia ingat. Apabila pasien berhasil dalam lima buah
pertanyaan tersebut, maka ia akan mendapat skor 12/12. Durasi amnesia
dihitung sebagai waktu awal terjadinya kecelakaan atau trauma sampai
hari pertama dari perhitunga skala WPATS ketika pasien mendapat skor
12/12. Berikut adalah skala WPATS:

Dafpus :
1. Wikipedia. 2014. Galveston Orientation and Amnesia Test. Wikipedia, The
Free Encyclopedia.
(https://en.wikipedia.org/wiki/Galveston_Orientation_and_Amnesia_Test)
2. Wikipedia. 2015. Westmead Post Traumatic Amnesia Scale. Wikipedia,
The Free Encyclopedia. (https://en.wikipedia.org/wiki/Westmead_PostTraumatic_Amnesia_Scale)
2.3.9. Tatalaksana Amnesia

Tujuan utama manajemen dari amnesia pasca trauma ialah membantu


pasien untuk mencapai fungsi kehidupan yang maksimal seperti sediakala
ebelum amnesia itu terjadi. Manajemen tatalaksana dari amnesia ini
melibatkan tim multidisiplin untuk saling bekerjasama membantu
memulihkan ingatan atau memori sang pasien. Pasien sebaiknya dirawat
inap untuk mengatasi disabilitas fisik, kognitif ataupun perilaku. Fokus
perawatan yang diberikan ialah memonitoring amnesia yang terjadi,
pelatihan aktifitas sehari-hari, manajemen nyeri, terapi kognitif dan
perilaku, manejemenn farmakologi, dan bantuan alat seperti kursi roda.
Amnesia pasca trauma ini merupakan tahapan pemulihan pada
seseorang yang mengalami cedera kepala. Hal ini akan menimbulkan stres
bagi keluarga, teman dan kolega sekitar pasien. Namun, hal yang harus
diyakinkan kepada keluarga pasien bahwa fase ini akan segera terlalui.
Penilaian dari neurologis ataupun neuropsikologis dapat mengkonfirmasi
bahwa penatalaksanaan amnesia pasca trauma akan dijalankan guna
mengembalikan daya ingat atau memori pasien. Pada tahap awal, halhal yang dianjurkan adalah:
a. Jika memungkinkan, pasien ditempatkan dalam ruang
yang berkapasitas khusus untuk satu pasien
b. Lingkungan yang tenang, untuk mengurangi stimulus
eksternal seperti televisi, radio, lampu terang, dan
kebisingan
c. Buat lingkungan yang aman dan familiar dengan
pasien, menggunakan benda-benda dan gambar
d. Jangan biarkan pasien terstimulasi secara berlebihan
Semua yang dapat pasien lihat, dengar ataupun rasakan
yang dapat menyebabkan mereka berpikir adalah stimulus.
Oleh karena itu, benda-benda diruangan pasien harus
seminimal mungkin. Alat-alat yang tidak diperlukan seperti
perabot yang tidak perlu, tabung oksigen, meja-meja, kursikursi

simbol-simbol

(kecuali

yang

diperlukan

untuk

rehabilitasi pasien), atau majalah harus dikeluarkan. Jaga

lampu agar tidak terlalu terang dan ruangan tidak terlalu


bising. Ketika berinteraksi dengan pasien, usahakan agar
percakapan dan instruksi tetap sederhana dan mudah
dimengerti oleh pasien. Berbicaralah dengan tenang dan
meyakinkan.
pertanyaan

Pada
yang

tahap
hanya

awal,

gunakan

memerlukan

pertanyaan-

jawaban

singkat

seperti ya atau tidak. Pasien mungkin membutuhkan


bantuan dalam membuat keputusan-keputusan. Berikut ini
beberapa petunjuk yang dapat digunakan tenaga medis
dalam berhadapan dengan pasien amnesia pasca trauma:
a. Selalu mengenalkan diri ketika kita melakukan visit
pada pasien
b. Katakan kepada pasien bahwa saat ini ialah pagi, siang
atau malam. Hal ini berguna untuk membantu orientasi
pasien
c. Peringatkan

kepada

pasien

ketika

kita

akan

menyentuhnya dalam hal ini melakukan pemeriksaan


kepadanya.
d. Ketika pasien telah percaya kepada kita, berbicaralah
mengenai hal-hal yang menyenangkan atau hal yang
menjadi favorit pasien tersebut.
e. Berbicaralah mengenai masa-masa sebelum amnesia
itu terjadi. Bantu pasien untuk mengingat sedikit demi
sedikit. Namun, jangan pernah mengatakan bahwa
pasien tersebut harus membentuk suatu hidup baru
dengan kondisinya sekarang ini.
f. Tunjukkan pasien foto keluarga

atau

foto

orang

terdekatnya. Kelilingi ia dengan benda-benda yang


familiar baginya dalam hal ini benda favoritnya.
g. Katakan padanya bahwa ia sedang mengalami cedera
dan berada di rumah sakit namun tetap yakinkan ia
bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Jangan

pernah paksa ia untuk mengingat kembali saat cedera


itu terjad karena ia akan mengalami kesulitan dan
dapat mengalami frustasi.
h. Yang paling penting ialah bersabar dengan pasien
tersebut

karena

proses

penyembuhan

neurologi

membentukan waktu yang cukup lama. Mempercepat


atau memaksakan proses pengobatan hanya akan
membuat pasien bertambah frustasi.
Dafpus :
1. Fary, K., Ian, J.B., Ian, D.C. 2003. Rehabilitation After
Traumatic Brain Injury. The Medical Journal of Australia,
178(6):

290-295

(https://www.mja.com.au/journal/2003/178/6/4-

rehabilitation-after-traumatic-brain-injury)
2. Gumm, K., Taylor, T., Orbons, K. Carey, L. 2014. Post
Traumatic Amnesia Screening and Management. The Royal
Melbourne Hospital Guidelines, page 2-9.
(http://clinicalguidelines.mh.org.au/brochures/TRM01.01.pdf)
3. Prowe, Garry. 2010. An Introduction to Rehabilitation: The
Healing Brain. From Successfully Survivin a Brain Injury: A
Family

Guidebook.

Brain

Injury

Success

Books.

(http://www.brainline.org/content/2011/02/an-introduction-to-rehabilitation-thehealing-brain_pageall.html)

2.3.10. Prognosis Amnesia


Pemulihan dari amnesia pasca trauma bervariasi pada tiap individu.
Pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa hari, bulan bahkan hitungan
tahun. Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menentukan
prognosis pada amnesia pasca trauma ialah :
1. Durasi koma. Semakin pendek durasi koma, maka semakin baik
prognosisnya.
2. Durasi amnesia. Semakin pendek durasi amnesia, semakin baik
prognosisnya.

3. Umur. Pasien yang berusia > 60 tahun atau < 2 tahun memiliki
prognosis yang terburuk bahkan jika mereka mengalami cedera yang
sama dengan orang yang tidak berada pada kelompok usia tersebut.
Dafpus : Kosch, Y., Briwne, S., King, C., Fitzgerald, G., Cameron, I.
2010. Post Traumatic Amnesia and Functional Outcome After Brain
Injury. Brain Injury Vol 24(3), 479-485.
2.3.11. Komplikasi Amnesia
Amnesia
keparahannya.

sangat
Pada

bervariasi
dasarnya,

berdasarkan
amensia

tidak

tingkat
begitu

menimbulkan banyak efek buruk karena amnesia pasca


trauma merupakan suatu kondisi peralihan antara koma
dengan sadar penuh pasca seseorang mengalami trauma.
Hal ini mengindikasikan bahwa tahapan pemulihan dapat
terjadi. Namun, amnesia tingkat berat yang berlangsung
lebih dari 1 bulan pasca trauma dapat menimbulkan
perubahan perilaku. Hal ini juga dapat mengakibatkan
pasien

mengalami

gangguan

atau

disabilitas

dalam

menjalankan aktifitas sehari-hari baik di lingkungan kerja,


sekolah ataupun lingkungan sosial sehingga membutuhkan
rehabilitasi jangka panjang.
Dafpus :
1. The Brain Injury Association. 2011. Post Traumatic
Amnesia. Medical Book Awards. (https://www.headway.org.uk/posttraumatic-amnesia.aspx)
2. Mayo Clinic Staff. 2014. Amnesia. Mayo Clinic Disease
and Conditions.
(http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/amnesia/basics/complic
ations/con-20033182)

You might also like