You are on page 1of 4

S t r a t e g i Pemakaian Obat Anti Hipertensi Pada

Hipertensi Emergensi
Maruhum Bonar Marbun
Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam
FKUI/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Pendahuluan
Salah satu penyebab penyakit kardiovaskular adalah hipertensi yang tidak
terkontrol. Prevalensi hipertensi di Amerika Serikat dilaporkan sebesar 29% dari
seluruh populasi dan d Indonesia sebesar 31,7% (Riskesdas, 2007). Hal yang lebih
serius lagi adalah terdapat 1 saja yang tercatat sebagai hipertensi krisis
dari
prevalensi hipertensi namun dampak klinisnya sangat buruk karena angka kematian
pasien yang datang ke unit gawat darurat meningkat dari 70% sampai 90% dalam
observasi satu tahun.
Secara umum, Krisis hipertensi dibagi dua yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi.
Definisi
Hipertensi krisis adalah kombinasi antara kenaikan tekanan darah yang berat
disertaidengan gangguan organ target secara mendadak (akut), dan membutuhkan
penurunantekanan darah segera melalui terapi parenteral (dimungkinkan tidak
mencapai tekanandarah yang normal). Sebaliknya hipertensi urgensi atau istilah
lain Hipertensi berat adalah kenaikkan tekanan darah yang berat tanpa gangguan
organ target secara mendadak.
Tatalaksana
Sebagian besar pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat ( e m e rg e n cy unit
UGD) dating dengan tekanan darah yang sangat tinggi namun yang benarbenar
hipertensi emergensi hanya ada satu atau dua pasien per 100.000 per tahun
populasi pasien UGD di negara yang sedang berkembang. Amatlah penting untuk
deteksi dini secara akurat dalam melakukan identifikasi gejala atau tanda keadaan
hipertensi emergensi (khususnya dengan gangguan organ target). Kondisi ini sering
ditemukan pada gangguan organorgan seperti sistem syaraf pusat, sistem
kardiovaskular, ginjal, dan lainlain. Sebaliknya pada hipertensi urgensi di sebutkan
sebagai hipertensi berat dengan kenaikkan tekanan darah tanpa gangguan pada
target organ, sebagian besar pasien tersebut tidak membutuhkan perawatan rumah
sakit dan tidak membutuhkan terapi segera dalam perawatan namun dianjurkan
untuk mendapatkan perawatan rawat jalan. Untuk membedakan kedua kondisi
tersebut, merupakan tanggung jawab seorang dokter (khususnya seorang Internis)
yang akan melakukan pengelolaan selanjutnya dalam mencegah dampak dari

tekanan darah yang tidak terkontrol ini dalam menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pasien.
Para klinisi dan tim yang terlibat bahwa tujuan terapi pada pasien dengan hipertensi
emergensi adalah berdasarkan temuan klinis terdapatnya gangguan akut target
organ dan ditemukan progresifitas penurunan fungsi organ yang terlibat dan tidak
hanya berapa besar menurunkan tekanan darah. Namun pengelolaan seperti ini
tidak didukung dengan data penelitian yang baik karena sulit dilakukan secara etis.
Prioritas utama, sebaiknya dilakukan pendekatan diagnosis setiap pasien dengan
tekanan darah yang sangat tinggi seperti algoritme dibawah ini:

Curiga hipertensi emergensi

Hipertensi emergensi
Jika diagnosis hipertensi emergensi ditegakkan sebaiknya segera diberi
pengobatan sebelum hasil pemeriksaan tersedia sampai saat pasien sudah
stabil, dan pemeriksaan lengkap baru dapat dilakukan kemudian.
Target pengobatan tersebut adalah mengurangi dampak kelainan ogan.
Pasienpasien ini membutuhkan perawatan segera di unit perawatan intensif
atau membutuhkan pengawasan yang terus menerus.
Disamping itu menurunkan tekanan darah sangat penting, dan penurunan
tekanan darah seharusnya jangan terlalu cepat mencapai angka normal (TD
<120/80 mmHg) karena akan menyebabkan perburukan fungsi ginjal atau
mencetuskan gangguan jantung maupun otak. Target awal atau terapi inisiasi
hipertensi emergensi menurunkan mean arterial blood pressure tidak lebih
rendah dari 25%, dibandingkan sebelum terapi dimulai dalam 2 jam pertama
sejak didiagnosis; berikutnya rentang waktu 26 jam, tekanan darah
sebaiknya diturunkan secara perlahanlahan mencapai tekanan darah
160/100 mmHg, jika level tekanan darah dapat ditoleransi secara baik maka
pasien secara klinis menjadi stabil dan selanjutnya secara bertahap dapat
diturunkan mencapai angka normal dari tekanan darah dalam rentang waktu
24 48 jam berikutnya.
Beberapa kekecualian sebagai prinsip terapi tsb diatas seperti Diseksi Aorta
akut: target terapi SBP (sistolic blood pressure) <120 mmHg dalam 20 menit
dan stroke akut dalam Evolusi

Terapi hipertensi emergensi (dibawah ini dikutip dari Uptodate 2011 )

Kesimpulan:
Penelitian secara acak untuk hipertensi emergensi belum ada bukti secara
epidemiologik,
apakah hasil diantara obatobat tersedia akan lebih baik dari yang lainnya.
Daftar Pustaka :
1. Casadei B, Abuzeid H. Is there a strong rationale for deferring elective surgery in
patients with poorly controlled hypertension? J Hypertens 2005; 23:19.
2. Eagle KA, Berger PB, Calkins H, et al. ACC/AHA guideline update for perioperative
cardiovascula evaluation for noncardiac surgeryexecutive summary a report of the
American College o Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines (Committee to Update the 1996 Guidelines on Perioperative
Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery). Circulation 2002; 105:1257.
3. Kaplan, NM. Treatment of hypertension: Drug therapy. In: Kaplan's Clinical
Hypertension, 9th ed, Lippincott, Williams & Wilkins, Baltimore 2006. p.290.

4. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension 2003; 42:1206.
5. Fleisher LA. Preoperative evaluation of the patient with hypertension. JAMA 2002;
287:2043.

You might also like