You are on page 1of 11

Laporan Kasus

FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP PENYALAHGUNAAN


NAPZA

Disusun oleh :

TESHA ISLAMI MONIKA


110 2012 293
Kelompok 5 Bidang Kepeminatan Drug Abuse
Pembimbing : dr. Yurika Sandra, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA
2015

FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP PENYALAHGUNAAN NAPZA

ABSTRAK
Objektif: Laporan ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang pengaruh sosial
ekonomi terhadap penyalahgunaan NAPZA.
Desain Studi: Laporan kasus.
Metode: Penelitian deskriptif studi kasus, yaitu suatu penyelidikan intensif tentang individu yang
dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang perkembangan individu
atau unit sosial yang diteliti dan dieksplorasi dari beberapa artikel, jurnal, dan buku.
Diskusi: Penyalahgunaan NAPZA sangat memakan biaya besar. Pada masyarakat berekonomi tinggi lebih
beresiko terjadinya penyalahgunaan NAPZA karena terdapatnya fasilitas, yaitu uang, untuk membelinya
sehingga akses untuk mendapatkan NAPZA menjadi lebih mudah. Pemakaian narkoba secara terus
menerus dapat menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Pada pengguna narkoba yang sudah
mengalami kecanduan, saat ia kehabisan narkoba maka ia akan mengusahakan segala cara agar dapat
menggunakan barang tersebut kembali sehingga hal ini juga akan berdampak pada aspek sosial dan
ekonomi.
Kesimpulan: Sosial ekonomi berpengaruh terhadap penyalahgunaan NAPZA.

Kata Kunci: NAPZA, Narkoba, Sosial Ekonomi.

PENDAHULUAN
Drug abuse atau penyalahgunaan obat adalah cara menggunakan obat yang hanya
untuk kesenangan pribadi atau golongan saja. Obat itulah yang dinamakan obat-obatan
terlarang atau NAPZA. Obat jenis ini adalah obat yang dapat menimbulkan efek perasaan
senang, tenang, dan rasa percaya diri. Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh NAPZA
adalah membuat peminumnya menjadi ketergantungan atau kecanduan. Semakin kuat
obat tersebut, maka semakin besar kemungkinan peminumnya menjadi kecanduan.
Terjadinya penyalahgunaan NAPZA disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu
faktor diri, lingkungan, dan ketersediaan obat. Selain itu, terdapat jua beberapa faktor
pendorong terjadinya penyalahgunaan NAPZA. Salah satunya adalah faktor ekonomi.
Tinggi atau rendahnya ekonomi suatu individu mempengaruhi tingkat kemudahan untuk
mendapatkan narkoba. Pada individu berekonomi tinggi lebih beresiko terjadinya
penyalahgunaan NAPZA karena tersedianya uang yang cukup untuk membeli barang
terlarang tersebut. Terlebih lagi jika didukung dengan lingkungan yang sudah terlebih

dahulu terjerumus ke dalam narkoba maka akses untuk mendapatkan narkoba menjadi
lebih mudah. Laporan kasus ini akan membahas tentang hubungan sosial ekonomi
terhadap penyalahgunaan NAPZA.
Tujuan dibuatnya laporan kasus ini adalah agar pembaca mendapat wawasan yang
lebih luas mengenai faktor-faktor yang mendorong individu melakukan penyalahgunaan
NAPZA, terutama pada faktor social ekonomi.

LAPORAN KASUS
Tn. A, usia 41 tahun, suku Palembang, agama Islam, sudah menikah dan memiliki
2 orang anak, lulusan S1, pegawai negeri sipil, merupakan mantan pencandu narkoba
yang sedang di rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Tn. A tumbuh dari
keluarga yang harmonis, akan tetapi ia sudah terbiasa dengan didikan yang sangat disiplin
semenjak kecil oleh ayahnya yang seorang polisi.
Tn. A telah merokok semasa kuliah, lalu mulai diperkenalkan oleh teman satu
komunitasnya dengan shabu, ganja, dan alkohol pada tahun 1994. Saat itu ia belum
menggunakannya dengan rutin, ia mengaku alasan utamanya adalah hanya untuk
mencoba dan bersenang-senang. Karena Tn. A belum memiliki penghasilan semasa
kuliah, maka ia membohongi kedua orang tuanya untuk membeli shabu dan ganja dengan
alasan keperluan kuliah. Ia juga menjual barang-barang miliknya satu persatu demi
membeli barang terlarang tersebut.
Setelah sarjana Tn. A bekerja di Dinas Pendapatan Daerah dengan pendapatan
uang pungut 25 juta rupiah per bulan. Ia mengaku telah menghabiskan biaya sekitar 12
juta rupiah per bulan untuk membeli shabu dan ganja. Ia juga mengatakan mudahnya
untuk mengakses pembelian obat terlarang ini. Pada tahun 2012, Tn. A mulai merasa
kecanduan dan mulai menyadari perubahan fisik, perilaku, dan pola hidup yang
dialaminya saat sedang tidak mengkonsumsi shabu dan ganja. Pada tahun 2013 keluarga
Tn. A mulai menyadari perubahan tersebut seperti lesu, meriang, dan penurunan berat
badan. Lalu Tn. A melakukan rehabilitasi di BNN selama 3 bulan dengan kemauan diri
sendiri dan juga dukungan dari keluarga. Setelah 1 tahun keluar dari BNN, beliau
3

ditawari kembali oleh teman-temannya untuk mengkonsumsi shabu dan ganja. Tn. A
mulai terjerumus kembali ke dalam narkoba. Selain karena lingkungan tetapi juga karena
adanya sarana yaitu pendapatan yang cukup untuk membeli barang terlarang tersebut.
Pada bulan September 2015 Tn. A mulai menjalani rehabilitasi kembali di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat, Cibubur.

DISKUSI
Narkoba adalah zat pembunuh secara perlahan, sehingga penting untuk
memahami pengertian dan jenis-jenis narkoba secara jelas dan lengkap. Pengertian
narkotika dan obat-obatan terlarang (NARKOBA) atau narkotik, psikotropika, dan zat
adiktif (NAPZA) adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau
psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. (BNN, 2015)
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan psikotropika adalah zat
atau obat, baik alami maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf dan menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku. Zat Adiktif adalah obat dan bahan-bahan lainnya yang
menimbulkan kerja biologi, ketergantungan, dan ketagihan bila dikonsumsi organisme
hidup termasuk manusia. Zat adiktif jika dihentikan akan menimbulkan efek yang luar
biasa atau sakit. Zat adiktif tidak tergolong narkotika dan psikotropika, tetapi zat adiktif
menimbulkan ketagihan, zat adiktif antara lain minuman keras, kopi, dan rokok.
Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan 3 faktor utama, yaitu: (1) faktor
lingkungan yang mencakup hubungan tidak harmonis dengan orang tua, lingkungan
rawan NAPZA, kurang kontrol sosial, dan tekanan kelompok sebaya; (2) faktor individu
yang mencakup keinginan untuk mencoba, ingin diterima, ikut tren, cari kenikmatan

sesaat, cari perhatian, dan ikut tokoh idola; (3) faktor zat yang mencakup ketergantungan
fisik dan psikis, mudah didapat, dan relatif murah. (Tambunan, 2007)
Penyalahgunaan NAPZA ini juga dapat terjadi karena beberapa faktor pendorong,
yaitu:
1

Lemahnya pilar agama dan tidak kembali kepada Allah dalam menghadapi
cobaan dan penderitaan dunia.

Kemewahan

berlebihan

yang

dapat

mendorong

seseorang

untuk

menghabiskan uangnya untuk tindakan yang salah.


3

Pergaulan yang buruk.

Lari dari masalah. Biasanya si penderita tidak tahu lagi bagaimana cara
mangatasi masalahnya, sehingga dia akan mencoba NAPZA.

Kurangnya aktifitas fisik. Saat ini sudah banyak orang yang menghabiskan
waktunya dengan alat elektronik, misalnya televisi, gadget, dll. Alat elektronik
tersebut bisa menjadi sarana penyebar luas iklan-iklan tentang NAPZA,
sehingga rasa ingin tahu meningkat.

Menggunakan obat penenang tanpa konsultasi dengan ahlinya. Lalu tanpa


sadar, hal ini akan membuat kecanduan.

Keinginan untuk bertambah kuat dalam bekerja, tidak mengantuk, dan fokus
dalam belajar.

Salah asuh dan salah didik serta kurangnya perhatian dari orang tua.

Selain faktor-faktor diatas, social ekonomi juga berpengaruh terhadap


penyalahgunaan NAPZA. Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat
pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi. (Abdulsyani 1994).
Tinggi atau rendahnya ekonomi individu mempengaruhi tingkat kemudahan untuk
mendapatkan narkoba. Penggolongan atau pengelompokkan sosial (strata sosial) yang
5

biasanya dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial seseorang berdasarkan kriteria


ekonomi (kekayaan, pendidikan, dan pekerjaan) disebut kelas sosial. (Dalimunthe, 1995)
Berdasarkan kepemilikan harta, pada umumnya masyarakat dapat dibedakan menjadi
3 kelas, yaitu:
1. Kelas Atas
Terdiri dari kelompok orang-orang kaya yang dengan leluasa dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, bahkan secara berlebihan.
2. Kelas Menengah
Terdiri dari kelompok orang-orang yang berkecukupan, yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan pokok (primer).
3. Kelas Bawah
Terdiri dari kelompok orang-orang miskin yang masih belum dapat memenuhi
kebutuhan pokok (primer).
Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi 3 kelas (golongan), yaitu:
1. Golongan Pertama (Golongan Sangat Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang terkecil (sedikit) di dalam masyarakat.
Golongan ini terdiri dari para pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.
2. Golongan Kedua (Golongan Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang cukup banyak di dalam masyarakat.
Golongan ini terdiri dari para pedagang, dsbnya.
3. Golongan Ketiga (Golongan Miskin)
Merupakan golongan dengan jumlah terbanyak di dalam masyarakat. Golongan
ini terdiri dari rakyat-rakyat biasa.

Penyalahgunaan NAPZA sangat memakan biaya besar. Pada individu berekonomi


tinggi lebih beresiko terjadinya penyalahgunaan NAPZA karena tersedianya uang yang
cukup untuk membeli barang terlarang tersebut. Terlebih lagi jika didukung dengan
lingkungan yang sudah terlebih dahulu terjerumus ke dalam narkoba maka akses untuk
mendapatkan narkoba menjadi lebih mudah.
Berdasarkan pasien yang sedang menjalani rehabilitasi di RSKO, pasien
merupakan pasien kelas atas yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan golongan
kedua atau golongan kaya dan juga memiliki beberapa teman di lingkungan kantor yang
sudah menjadi pengguna narkoba sejak lama. Sehingga ia sempat terjerumus ke dalam
narkoba dikarenakan aksesnya yang mudah.
Pemakaian NAPZA secara terus menerus dapat menyebabkan ketergantungan
atau kecanduan. Pada pengguna narkoba yang sudah mengalami kecanduan, saat ia
kehabisan narkoba maka ia akan mengusahakan segala cara agar dapat menggunakan
barang tersebut kembali sehingga hal ini akan berdampak buruk tidak hanya pada fisik
tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi (Kristina, 2014)

Dampak terhadap aspek ekonomi:


-

Secara mikro, Penyalahgunaan narkoba menghabiskan biaya besar yang


membebani keluarga yang bersangkutan;

Secara makro, menimbulkan kerugian yang amat sangat besar bagi bangsa dan
Negara seperti rendahnya mutu atau hancurnya SDM generasi bangsa.

Dampak Sosial:
a) Terhadap pribadi, seperti :
1. Merubah kepribadian secara drastis, pemurung, pemarah dan tidak takut
dengan siapapun,

2. Timbul sikap masa bodoh, lupa sekolah (membolos),


3. Semangat belajar dan bekerja menurun bahkan dapat seperti orang gila,
4. Tidak ragu melakukan seks bebas karena lupa dengan norma-norma,
5. Tidak segan-segan menyiksa diri untuk menghilangkan rasa nyeri atau
menghilangkan sifat ketergantungan obat bius,
6. Pemalas bahkan hidup santai;

b) Terhadap keluarga, seperti :


1. Tidak segan-segan untuk mencuri uang ataupun menjual barang dirumah
untuk membeli narkoba,
2. Tidak menghargai harta milik dirumah, seperti memakai kendaraan
sembrono, hingga rusak bahkan sampai hancur,
3. Mengecewakan harapan keluarga, keluarga merasa malu di masyarakat;
c) Terhadap kehidupan sosial :
1. Berbuat tidak senonoh (jahil/tidak sopan) terhadap orang lain,
2. Tidak segan mengambil milik tetangga untuk membeli narkoba,
3. Menganggu ketertiban umum seperti menganggu lalulintas,
4. Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum, misalnya
tidak menyesal bila melakukan kesalahan.
Dari pandangan agama tentunya syariat islam memerangi dan mengharamkan
segala hal yang memabukkan dan segala bentuk narkoba dengan berbagai macam dan
jenisnya yang beragam. Karena barang-barang itu mengandung bahaya yang nyata bagi
manusia; kesehatan, akal, kehormatan, reputasi, prestis, dan nama baiknya.

Rasulullah saw bersabda, laa dharara wa laa dhirar. Maksud hadist ini adalah,
tidak boleh menimbulkan kemudharatan dan bahaya terhadap diri sendiri atau orang lain.
Oleh karena itu, seseorang tidak boleh membahayakan dirinya sendiri atau orang lain
tanpa alasan yang benar dan tanpa adanya tindak kejahatan sebelumnya. Juga, tidak boleh
membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang lain, karena itu, apabila ada seorang
mencaci-maki, maka janganlah membalasnya dengan cacaian yang serupa.
Mabuk dan zina adalah dua perkara yang dilarang karena bahaya dan
kejelekannya, begitu juga dengan narkoba dan obat-obatan terlarang yang sangat
berbahaya bagi akal pikiran, merusak jiwa, hati nurani, dan perasaan. Dampak bahaya
dari mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan obat-onatan terlarang adalah sanagat
luas dan multidimensial, tidak hanya membahayakan bagi pemakainya saja, akan tetapi
juga bagi keluarga, anak-anak, masyarakat dan umat.
Adapun bahaya bagi si pemakai sendiri adalah efek buruk bagi tubuh dan akal
sekaligus. Karena minuman keras dan obat-obatan terlarang memiliki kekuatan merusak
yang sangat dahsyat terhadap kesehatan, syaraf, akal, pikiran, berbagai organ pencernaan
dan sebagainya berupa berbagai bahaya yang sangat dahsyat bagi tubuh secara
keseluruhan. Tidak hanya itu saja, dampak bahaya minuman keras dan obat-obatan
terlarang juga menyerang reputasi, nama baik, kedudukan dan kehormatan seseorang.

Disamping dampak buruk itu, kondisi mabuk dan kecanduan obat terlarang sangat
berpotensi mendorong pelakunya melakukan berbagai tindak kriminal terhadap jiwa,
harta, dan kehormatan. Bahkan dampak bahaya narkoba lebih berat dari dampak bahaya
minuman keras, karena narkoba dan obat obatan terlarang merusak nilai-nilai moral.
(Rahman 2013)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan literatur yang ada, sosial ekonomi menjadi salah satu faktor
pendorong penyalahgunaan NAPZA karena tinggi rendahnya ekonomi yang dimiliki
berpengaruh terhadap akses untuk mendapatkan narkoba. Tingginya ekonomi yang
dimiliki lebih beresiko karena tersedianya fasilitas, yaitu uang, untuk membelinya.
Sedangkan pada pecandu narkoba yang berekonomi rendah akan berdampak buruk pada
aspek ekonomi dan sosial karena NAPZA menghabiskan biaya besar dan membebani
keluarga yang bersangkutan.
Pengendalian diri, pergaulan teman sebaya yang baik, pengawasan dari orang tua,
dan pendidikan yang baik tentang bahaya penggunaan narkoba dapat mencegah
terjerumusnya ke dalam penyalahgunaan NAPZA. NAPZA dapat menjauhkan kita dari
Allah SWT maka hendaknya kita selalu mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

BNN.

2015.

Pengertian

Narkoba.

http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/10/929/pengertiannarkoba. diakses pada 13 November 2015 (11.03)


Kristina, N.N. 2014. Narkoba. http://www.diskes.baliprov.go.id/id/NARKOBA. Diakses
pada 13 November 2015 (11.37).
Lestary H. 2011. Perilaku berisiko remaja di Indonesia menurut survey kesehatan
reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007. P 141. Agustus
Rahman R. 2013. Hukum narkoba dalam islam. http://www.annursolo.com/hukumnarkoba-dalam-islam/. Diakses pada 14 November (15.22).

10

Safaria T. 2007. Kecenderungan penyalahgunaan NAPZA ditinjau dari tingkat religiusitas


regulasi emosi,motif berprestasi, harga diri, keharmonisan keluarga, dan pengaruh
negatif teman sebaya. P 21. Januari.
Tambunan R, Sahar J, Hastono SP. 2007. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
perilaku pengguna NAPZA pada remaja di Balai Pemulihan Sosial Bandung. P
64. April.

11

You might also like