You are on page 1of 1

Dipanggil untuk mencintai

Cobalah ingat,
bagaimana perasaan yang muncul,
ketika kita mendapat pujian, diakui, diterima, disanjung ?
Ketika kita pandai, sukses, dapat kedudukan tinggi,
meraih harta kekayaan, kekuasaan, gelar ?
Menang dalam perdebatan, dihormati banyak orang,
menjadi populer dan disukai banyak orang ?
Coba bandingkan perasaan-perasaan itu,
Dengan perasaan bahagia yang tumbuh,
Ketika kita menikmati keindahan alam,
atau menekuni hal-hal kecil yang sedang kita lakukan,
serta perasaan damai dan tenteram yang tumbuh dalam cinta,
perhatian, keakraban, persahabatan
yaitu saat kita sungguh-sungguh menikmati kegembiraan dan tawa,
atau sekedar berbagi cerita, kesedihan dan keprihatinan,
bersama dengan saudara-saudara atau sahabat-sahabat yang baik.......
Perasaan-perasaan yang pertama adalah perasaan-perasaan duniawi,
yang tidak alami.
kondisi palsu yang diciptakan oleh budaya dan masyarakat,
hanya supaya kita menjadi produktif dan dapat dikendalikan.........
Perasaan-perasaan duniawi palsu itu ternyata tidak mampu menghasilkan
kepenuhan dan kebahagiaan sejati, seperti perasaan-perasaan kedua, yang
muncul saat kita menikmati keindahan alam, atau menekuni pekerjaan,
atau
berbagi rasa dengan saudara dan sahabat..........
Perasaan-perasaan duniawi palsu itu ternyata hanya menghasilkan
percik-percik kesenangan sesaat saja, yang ujungnya cuma kosong........
bahkan tidak jarang justru akhirnya menjadi beban atau stress yang
berkelanjutan, kalau kita berusaha memeliharanya.
Lihatlah orang-orang di sekitar kita.........
Adakah orang yang tidak menjadi korban
daya tarik perasaan-perasaan duniawi palsu ini ?
Mengejar gelar, kekayaan, kedudukan, kekuasaan ?
Kita akan memahami, bagaimana banyak orang ternyata berusaha keras
untuk mendapatkan dunia dan dalam proses itu, mereka sekaligus juga
kehilangan jiwa, kehilangan cinta, sehingga akhirnya hidup dalam
kekosongan..........
(Anthony de Mello, SJ, "A Call to Love")

You might also like