You are on page 1of 17

TUGAS MAKALAH HUKUM INVESTASI

Dosen : Dr. Indah Wastukencana Wulan, SH., Msi

Disusun Oleh :
NOVIA MUSDALIFAH
2014010461022

Pascasarjana
Magister Kenotariatan
Universitas Jayabaya
2015

I.

Investasi Langsung Luar Negeri


FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri

penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Ia bermula saat sebuah perusahaan dari satu
negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain.
Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut 'home country') bisa
mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi (biasa disebut 'host country') baik
sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan si penanam modal membeli perusahaan di luar negeri
yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau
membeli sahamnya sekurangnya 10%.
Biasanya, FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau
konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan
atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal
(reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang
antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai
investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi
atas penggunaan teknologi tinggi.
Sebagian besar FDI ini merupakan kepemilikan penuh atau hampir penuh dari sebuah
perusahaan. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki bersama (joint ventures) dan
aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang melibatkan tiga pihak
atau lebih biasanya disebut sindikasi (atau 'syndicates') dan biasanya dibentuk untuk proyek
tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek pekerjaan umum yang melibatkan dan
membutuhkan berbagai jenis keahlian dan sumberdaya. Istilah FDI biasanya tidak mencakup
investasi asing di bursa saham.
1. FDI di Indonesia
UU Penanaman Modal Asing (UU No. 1/1967) dikeluarkan untuk menarik investasi asing
guna membangun ekonomi nasional. Di Indonesia adalah wewenang Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi langsung luar

negeri. Dalam dekade terakhir ini pemodal asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia
karena tidak stabilnya kondisi ekonomi dan politik. Kini muncul tanda-tanda bahwa situasi ini
berubah: ada sekitar 70% kenaikan FDI di paruh pertama tahun 2005, bersamaan dengan
tumbuhnya ekonomi sebesar 5-6% sejak akhir 2004. Pada awal 2005, Inggris, Jepang, Cina,
Hong Kong, Singapura, Australia, dan Malaysia adalah sumber-sumber FDI yang dianggap
penting. Menurut data statistik UNCTAD, jumlah total arus masuk FDI di Indonesia adalah
US$1.023 milyar pada tahun 2004 (data terakhir yang tersedia); sebelumnya US$0.145 milyar
pada tahun 2002, $4.678 milyar pada tahun 1997 dan $6.194 milyar pada tahun 1996 [tahun
puncak].
Perusahaan-perusahaan multinasional yang ingin menyedot sumber daya alam menguasai
pasar (baik yang sudah ada dan menguntungkan maupun yang baru muncul) dan menekan biaya
produksi dengan mempekerjakan buruh murah di negara berkembang, biasanya adalah para
penanam modal asing ini. Contoh 'klasik' FDI semacam ini misalnya adalah perusahaanperusahaan pertambangan Kanada yang membuka tambang di Indonesia atau perusahaan minyak
sawit Malaysia yang mengambil alih perkebunan-perkebunan sawit di Indonesia. Cargill, Exxon,
BP, Heidelberg Cement, Newmont, Rio Tinto dan Freeport McMoRan, dan INCO semuanya
memiliki investasi langsung di Indonesia. Namun demikian, kebanyakan FDI di Indonesia ada di
sektor manufaktur di Jawa, bukan sumber daya alam di daerah-daerah.
Salah satu aspek penting dari FDI adalah bahwa pemodal bisa mengontrol"atau
setidaknya punya pengaruh penting"manajemen dan produksi dari perusahaan di luar negeri.
Hal ini berbeda dari portofolio atau investasi tak langsung, dimana pemodal asing membeli
saham perusahaan lokal tetapi tidak mengendalikannya secara langsung. Biasanya juga FDI
adalah komitmen jangka-panjang. Itu sebabnya ia dianggap lebih bernilai bagi sebuah negara
dibandingkan investasi jenis lain yang bisa ditarik begitu saja ketika ada muncul tanda adanya
persoalan.
2. FDI sebagai indikator ekonomi
FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis. Perubahan
yang sangat besar telah terjadi baik dari segi ukuran, cakupan, dan metode FDI dalam dekade

terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan


pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di
berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang
makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih mudah.
Pengaruh terbesar FDI ini ada di negara-negara berkembang, dimana aliran FDI telah
meningkat pesat dari rata-rata di bawah $10 milyar pada tahun 1970an menjadi lebih dari $200
milyar pada tahun 1999. Jumlah FDI di 'Dunia Ketiga' kini mencapai hampir seperempat FDI
global. Di antara negara-negara lainnya, Cina adalah negara tuan rumah terbesar bagi FDI.
Perusahaan-perusahaan multinasional besar dan konglomerat-konglomerat masih menjadi bagian
terbesar dari FDI (sumber: UNCTAD). Negara-negara ASEAN dengan penghasilan menengah
seperti Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina kini tengah menghadapi tantangan utama
untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik mereka sebagai tuan rumah bagi FDI dalam
lingkungan ekonomi yang berubah dengan pesat.
Patut dicatat pula bahwa dana Bantuan Pembangunan Luar Negeri atau ODA (Overseas
Development Assistance) dulunya adalah sumber utama dana pembangunan di banyak negara
berkembang. Namun, pada tahun 2000 total ODA hanya tinggal setengah dari jumlahnya
sebelum tahun 1990an. Pembiayaan swasta (privat), melalui FDI, telah menjadi sumber terbesar
dari dana 'pembangunan'. Peningkatan luarbiasa FDI ini adalah akibat dari pertumbuhan pesat
perusahaan-perusahaan transnasional dalam ekonomi global. Dari hanya sekitar 7.000
perusahaan multinasional di tahun 1960, angka itu melejit melampaui 63.000 dengan sekitar
690.000 afiliasi atau cabang menjelang akhir tahun 1990an. Lebih dari 75% dari perusahaanperusahaan ini berasal dari negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara, sementara
perusahaan-perusahaan subsider(cabang)nya beroperasi di negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Inilah gambaran sektor privat yang diperkirakan menguasai lebih dari duapertiga
perdagangan internasional.
Pemerintah sangat memberi perhatiaan pada FDI karena aliran investasi masuk dan
keluar dari negara mereka bisa mempunyai akibat yang signifikan. Para ekonom menganggap
FDI sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi karena memberi kontribusi pada
ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti Produk Domestik Bruto (PDB/GDP), Gross Fixed

Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo
pembayaran. Mereka juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara
tuan rumah atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu-FDI menjadi sumber tumbuhnya
teknologi, proses, produk sistem organisasi, dan ketrampilan manajemen yang baru. Lebih lanjut,
FDI juga membuka pasar dan jalur pemasaran yang baru bagi perusahaan, fasilitas produksi yang
lebih murah dan akses pada teknologi, produk, ketrampilan, dan pendanaan yang baru.
3. FDI dan advokasi
Mereka yang menentang mencatat bahwa FDI memberi makna lain pada ungkapan
"Berpikir global, bertindak lokal" ('Think globally, act locally'). Mereka berpendapat bahwa FDI
lebih menguntungkan negara asal (negara dari mana investasi itu ditanamkan) daripada negara
tuan rumah (negara tujuan dimana investasi itu ditanamkan). Konglomerat-konglomerat
multinasional dapat menggunakan kekuasaan mereka yang besar terhadap ekonomi-ekonomi
yang lebih kecil dan lebih lemah. Mereka bisa menghabisi kompetisi lokal. FDI bisa membuat
sebuah pabrik meningkatkan kapasitas produksi totalnya (seringkali juga dengan biaya yang jauh
lebih rendah daripada di negara asalnya); membawa produknya lebih dekat ke pasar-pasar luar
negeri; membuka kantor-kantor penjualan lokal di negara tuan rumah; berkelit dari berbagai
'hambatan dagang' (trade barriers) dan menghindari tekanan pemerintah luar negeri pada
produksi lokal.
Lobi melawan FDI bisa dilakukan para pengkampanye dengan membuat perusahaanperusahaan tersebut tahu risiko finansial atas investasi mereka dalam produksi yang tidak
berkelanjutan secara sosial maupun lingkungan. Sejarah konflik atau catatan buruk pelanggaran
hak asasi manusia di daerah tertentu negara tuan rumah dimana investasi asing hendak ditujukan
membuat perusahaan lebih sulit mendapatkan jaminan atas risiko politik. Perusahaan
multinasional seharusnya juga ditekan untuk mengadaptasi standar internasional tertinggi atas
hak-hak masyarakat adat, dampak lingkungan, dan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan
kerja. Inisiatif-inisiatif PBB seperti Global Compact, Equator Principles, dan prinsip-prinsip
tatakelola korporasi dari OECD bisa digunakan untuk membuat bank dan agen pembiayaan lain
menghentikan pembiayaan investasi yang secara sosial atau lingkungan merusak. Banyak
perusahaan lain kini mempunyai panduan tanggung jawab sosial korporasi-nya masing-masing.

Aksi langsung di dalam dan di seputar berlangsungnya RUT (Rapat Umum Tahunan) pemegang
saham perusahaan-perusahaan internasional juga terbukti menjadi alat yang efektif untuk
menghasilkan publisitas.
Salah satu kemungkinan mempengaruhi investasi asing adalah dengan mendorong
investasi etis atau investasi yang bertanggungjawab secara sosial, yang biasa disebut SRI
(Socially Responsible Investment). Walaupun belum menjadi arus utama, pasar SRI telah
meningkat secara berarti. Di Inggris, SRI telah mencapai 7,1 milyar. Di AS, skema investasi
etis telah mencapai US$153 milyar menjelang tahun 2000, sebuah peningkatan pesat dari US$12
milyar pada tahun 1995. Menurut laporan, sekitar 12% dari investasi total yang dikelola di AS
adalah bagian dari skema SRI.
4. Liberalisasi dan FDI di Indonesia
UU Penanaman Modal pertama (UU No. 1/1967) yang dikeluarkan oleh Orde Baru dibawah
pemerintahan Suharto sebenarnya mengatakan dengan jelas bahwa beberapa jenis bidang usaha
sepenuhnya tertutup bagi perusahaan asing. Pelabuhan, pembangkitan dan transmisi listrik,
telekomunikasi, pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media masa
dikategorikan sebagai bidang usaha yang bernilai strategis bagi negara dan kehidupan sehari-hari
rakyat banyak, yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi pihak asing (Pasal 6 ayat 1).
Setahun kemudian, UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No. 6/1968)
menyatakan: "Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51%
daripada modal dalam negeri yang ditanam didalamnya dimiliki oleh Negara dan/atau, swasta
nasional" (Pasal 3 ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal
sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan. Namun kemudian, pemerintah Indonesia
menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95%
saham perusahaan yang bergerak dalam bidang "... pelabuhan; produksi dan transmisi serta
distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan, pelayaran, KA; air minum,
pembangkit tenaga nuklir; dan media masa" (PP No. 20/1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).
Dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah Indonesia mengadakan
International Infrastructure Summit pada tanggal 17 Januari 2005 dan BUMN summit pada

tanggal 25-26 Januari 2005. Infrastructure summit menghasilkan keputusan eksplisit bahwa
seluruh proyek infrastruktur dibuka bagi investor asing untuk mendapatkan keuntungan, tanpa
perkecualian. Pembatasan hanya akan tercipta dari kompetisi antarperusahaan. Pemerintah juga
menyatakan dengan jelas bahwa tidak akan ada perbedaan perlakuan terhadap bisnis Indonesia
ataupun bisnis asing yang beroperasi di Indonesia.. BUMN summit menyatakan jelas bahwa
seluruh BUMN akan dijual pada sektor privat. Dengan kata lain, artinya tak akan ada lagi barang
dan jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan biaya murah yang disubsidi dari pajak. Di
masa depan seluruh barang dan jasa bagi publik akan menjadi barang dan jasa yang bersifat
komersial yang penyediaannya murni karena motif untuk mendapatkan laba.
Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan proses liberalisasi yang saat ini sedang
berlangsung di semua sektor di Indonesia dan menunjukkan pentingnya FDI bagi pemerintah
Indonesia. Semangat ayat-ayat dalam UUD 1945 yang bermaksud melindungi barang dan jasa
publik yang bersifat strategis telah sirna.
5. Menyoroti Peluang Investasi Indonesia di Luar Negeri
Langkah Pemerintah RI untuk menarik investor asing langsung (foreign direct
investment/ FDI) ke Indonesia atau mengembalikan Indonesia ke investasi global, dari sisi mana
pun harus dianggap positif.
Upaya untuk melindungi perusahaan raksasa asing terkait dengan tekad tersebut sekaligus
merupakan langkah untuk menjamin kepastian hukum. Sedangkan Inpres No. 3/2006 telah
meratakan jalan terhadap semua hambatan penanaman modal asing.
Sebaliknya, untuk negara seperti Indonesia, investasi di luar negeri atau overseas
investment tidak pernah menjadi kebijakan pemerintah, bahkan mungkin bertentangan dengan
kebijakan nasional di bidang investasi. Karena itu patut disimak penanaman modal oleh investor
asing dari kacamata investor itu sendiri. Negara industri maju, seperti Amerika Serikat selalu
mengimbau agar perusahaan dan individu Amerika berinvestasi di luar negeri. Tujuan utamanya
antara lain untuk memperkuat daya saing ekonomi dan mengekspansi ekonominya di pasar
global di samping "membantu" negara-negara berkembang untuk mengembangkan ekonominya
yang pada gilirannya menjadi pasar-pasar berharga bagi barang dan jasa Amerika.

Ada manfaat lain, yakni untuk memperoleh returns dalam bentuk dividen serta tingkat
kepemilikan yang seimbang dengan tingkat komitmen modal dan nonmodal dari investor yang
semuanya itu terbebas dari pajak dan inflasi.
Di negara itu, sekitar tiga juta rumah tangga dapat digolongkan sebagai "jutawan" dan
sejumlah pemilik portofolio investasi senilai US$1 juta telah meningkat tiga kali lipat dalam 12
tahun terakhir. Hasilnya, selain memberikan kira-kira US$13 miliar untuk negara-negara tujuan
investasi, para investor tersebut juga memperoleh lebih dari US$69 miliar. United States Asian
Economic Program (USAEP) dan United States - India Business Council (USIBC) memberikan
jasa konsultasi untuk itu.

Dukungan dalam negeri


China juga melakukan dorongan yang sama terhadap pelaku usaha negara tersebut. Salah

satu upayanya adalah melalui penyediaan kredit tahunan dari The People's Bank of China untuk
membantu para pelaku usaha China mengeksploitasi sumber-sumber daya di luar negeri yang
sangat dibutuhkan di China. Pinjaman ini juga ditujukan untuk pembangunan pabrik dan
infrastruktur untuk meningkatkan ekspor negara tersebut sekaligus menciptakan lapangan kerja.
Jumlah investasi perusahaan China selama 2003, misalnya, telah mencapai US$33,2 miliar.
Contoh lainnya, perusahaan yang memenangkan tender untuk perbaikan dan rekonstruksi
Super Mall Lippo Karawaci di Tangerang ternyata adalah Tata, perusahaan konglomerasi asal
India. Demikian pula perusahaan asal Malaysia bersama perusahaan Amerika juga merencanakan
untuk mengembangkan industri biodiesel dari kelapa sawit di pulau Batam. Perusahaan Malaysia
lainnya, yakni Petronas juga ingin membangun kilang-kilang minyak, pabrik petrokimia dan 200
Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) di pulau Jawa pada 2011.
Di Inggris, untuk melindungi perusahaannya, pemerintah negara tersebut mengadakan
berbagai skema, seperti program overseas investment insurance (OII) yang murah dan fleksibel,
yang dicanangkan oleh Export Credits Guarantee Department (ECGD). Keuntungan dari
asuransi ini adalah keterlibatan pemerintah Inggris untuk membantu perusahaan Inggris jika
terdapat hambatan politik dan birokrasi di negara-negara tujuan investasi. Walaupun urusan
birokrasi di negara-negara tujuan investasi masih sangat rumit dan sering meningkatkan biaya

investasi awal secara keseluruhan, namun ECGD bersama dengan pemerintahnya dapat
mencegah perlakuan sewenang-wenang dari negara tujuan investasi.

Peluang di luar negeri


Investasi di luar negeri bukan hal yang tidak mungkin bagi Indonesia. Memang investasi

di luar negeri sering diasosiasikan dengan memerlukan modal banyak. Tetapi, investasi seperti
ini tidak perlu demikian sebab terdapat pula negara-negara yang peluang usahanya lebih baik dan
tidak memerlukan modal sebanyak yang dibutuhkan untuk beroperasi di Indonesia.
Investasi Indonesia di negara lain, jika dilakukan berdasarkan perhitungan risiko yang
benar, dapat membawa keuntungan yang luar biasa bagi investor. Sektor agribisnis, mebel, dan
kerajinan tangan (handicraft), misalnya, dapat digarap sebagai investasi Indonesia di luar negeri.
Pengusaha mebel Indonesia dapat melakukan penetrasi pasar dengan mengakuisisi pabrik mebel
Thailand, terutama yang modalnya kurang tetapi memiliki potensi besar. Investasi seperti ini
pada umumnya disambut baik oleh negara tujuan investasi sebab pengusaha Indonesia juga
dianggap dapat menambah lapangan kerja di negara-negara lain. Selain memberikan kontribusi
ekonomi terhadap negara-negara tujuan investasi, negara-negara tersebut juga dapat menjadi
pasar yang sangat berharga bagi barang dan jasa Indonesia.
Meskipun investasi di luar negeri tidak banyak menyerap tenaga kerja asal Indonesia,
namun perolehan devisa tetap diperlukan dalam menunjang perekonomian negara ini. Dengan
demikian, dengan tersendat-sendatnya investasi asing di Indonesia akhir-akhir ini, maka overseas
investment dapat menjadi alternatif sekaligus pembanding.
II.

Investasi di Singapura

1. Tentang Singapura
Singapura terletak di pusat Asia, lokasi geografis, adalah persimpangan perdagangan
Timur-Barat. Singapura adalah kota kosmopolitan, daerah teritorial sekitar 712,4 kilometer
persegi, populasi 5.180.000. Ekonomi Singapura telah dinilai AAA, kuat dan dinamis, penuh
potensi, adalah untuk berinvestasi dan melakukan bisnis pilihan yang ideal! Transformasi
Singapura menjadi sebuah metropolis benar-benar internasional, menarik investor global dan

bakat untuk pekerjaan ini, hidup dan bepergian. Alasan mengapa banyak orang berinvestasi di
real estate Singapura adalah karena mereka ingin mengambil perkembangan timur Singapura,
untuk membantu kesuksesan mereka sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, investasi asing di
perumahan real estate dan real estate komersial di Singapura telah meningkat secara signifikan.

2. Kehidupan di Singapura
Singapura adalah kota paling layak huni di dunia di dunia, di mana standart hidup yang
cukup tinggi. Singapura adalah kota yang benar-benar global, lebih dari satu juta keahlian asing
menetap di sini. Memiliki multi-etnis, multi-budaya, fitur multi-bahasa, Singapura adalah
kombinasi dari berbagai nilai-nilai, budaya dan gaya hidup dari pesona kota, orang-orang dari
negara yang berbeda hidup dalam keharmonisan dan kemakmuran bersama. Ini juga merupakan
orang asing dapat dengan mudah mengintegrasikan ke negara kota itu.
Pemerintah Singapura membuat upaya-upaya besar untuk memperkuat pembangunan
infrastruktur, termasuk malam pertama di dunia F1 Formula Satu - Grand Prix Singapura, dan
keuangan global pusat bisnis - Marina Bay Financial Centre, dikembangkan oleh Las Vegas
Sands Marina Bay Sands resort terpadu, dan dikembangkan dalam kerjasama dengan Universal
Studios Resorts World Sentosa, terletak Huangjin Bin banyak air, meliputi 101 hektar Marina
Bay Park, Singapore Flyer dan Marina Bay Arts Center, distrik Singapura utama belanja,
Orchard Road, yang baru tiga Supercenters dan biaya $ 140 juta untuk pembangunan hiburan
petualangan sungai taman sungai-bertema.
3. Pendidikan di Singapura
Posisi Singapura sebagai kekuatan pendorong untuk pengembangan

pengetahuan

berbasis ekonomi negara, sehingga pendidikan sebagai kunci untuk membentuk bangsa masa
depan yang lebih baik. Singapura advokasi keunggulan dalam sistem pendidikan, baik dihormati
karena ia mengajar kebijakan pendidikan, juga berkomitmen untuk memelihara bakat.
Sistem pendidikan Singapura dan sistem pendidikan di Inggris sangat mirip. Tapi sistem
pendidikan yang unik merupakan keunggulan kompetitif utama adalah pendidikan bilingual.
Selain bahasa lain selain bahasa Inggris belajar, siswa dapat belajar bahasa ibu mereka di
sekolah, seperti Melayu, Mandarin, Tamil dan sebagainya. Sistem ini tidak hanya memperkuat

posisi Singapura sebagai posisi sentral Asia di metropolis internasional, tetapi juga membantu
siswa untuk mewarisi warisan budaya bangsa. Sistem pendidikan bilingual Singapura telah
menarik banyak ingin meningkatkan tingkat mahasiswa asing bilingual datang ke sini untuk
belajar.
4.

Perusahaan Negara dan Investasi di Singapura


Perusahaan pemerintah memainkan peran penting dalam perekonomian di Singapura.

Perusahaan-perusahaan yang sepenuhnya atau sebagian milik negara ini beroperasi secara
komersial dan tidak ada keunggulan kompetitif atas perusahaan milik pribadi. Kepemilikan
negara menonjol di sektor-sektor strategis perekonomian seperti telekomunikasi, media,
transportasi umum, pertahanan, pelabuhan, operasi bandara serta perbankan, pengiriman,
maskapai penerbangan, infrastruktur, dan real estate.
5. Sektor Perekonomian di Singapura
Manufaktur dan jasa keuangan menyumbang masing-masing 26% dan 22% dari produk
domestik bruto Singapura pada tahun 2000. Industri elektronik memimpin sektor manufaktur
Singapura yakni sekitar 48% dari total output industri, tetapi pemerintah juga memprioritaskan
pengembangan industri bahan kimia dan bioteknologi.
Untuk mempertahankan persaingan di tengah meningkatnya upah, pemerintah berusaha
untuk mempromosikan aktivitas nilai tambah di sektor manufaktur dan jasa. Pemerintah juga
telah melakukan beberapa tindakan seperti pengendalian upah dan pelepasan bangunan yang
tidak digunakan dalam upaya untuk mengendalikan kenaikan harga sewa komersial. Tujuannya
untuk menurunkan biaya melakukan bisnis di Singapura ketika biaya sewa kantor di distrik pusat
bisnis naik tiga kali lipat pada tahun 2006.
6. Perbankan di Singapura

Singapura dianggap sebagai pusat keuangan global, dengan bank Singapura yang
menawarkan fasilitas rekening perusahaan kelas dunia. Hal ini termasuk berbagai mata uang,
internet banking, telephone banking, rekening koran, rekening tabungan, debit dan kartu kredit,
deposito berjangka tetap, dan layanan wealth management.
7. Bioteknologi di Singapura
Singapura

agresip

mempromosikan

dan

mengembangkan

perusahaan

industri

bioteknologi. Seratus juga dolar diinvestasikan ke sektor bioteknologi untuk membangun


infrastruktur, dana penelitian dan pengembangan, dan merekrut ilmuwan internasional ke
Singapura. Pembuat obat terkemuka seperti GlaxoSmithKline (GSK), Pfizer, dan Merck & Co,
telah mendirikan pabrik di Singapura. Pada tanggal 8 Juni 2006, GSK mengumumkan bahwa ia
akan berinvestasi sebesar S$ 300 juta untuk membangun pabrik vaksin anak, yang merupakan
fasilitas pertama di Asia.
8. Energi dan Infrastruktur di Singapura
Singapura adalah pusat perdagangan minyak di Asia. Industri minyak merupakan 5% dari
PDB Singapura. Singapura adalah salah satu dari tiga pusat ekspor penyulingan di dunia. Pada
tahun 2007 Singapura mengekspor 68 juta ton minyak. Industri minyak telah menarik industri
kimia dan manufaktur peralatan minyak dan gas. Singapura memimpin 20% pasar dunia dalam
bidang perbaikan kapal. Pada tahun 2008 industri kelautan dan lepas pantai memperkerjakan
hampir 70.000 pekerja.

9. Investasi di Singapura
Melakukan usaha sebagai negara yang paling nyaman di dunia bagi investor untuk
melakukan bisnis di Singapura menyediakan berbagai kondisi nyaman untuk kewirausahaan.
Diversifikasi ekonomi Singapura, diakui sebagai pusat keuangan global. Dengan dasar yang
kuat, manajemen kekayaan dan sektor perbankan swasta akan terus menunjukkan perkembangan
positif dari situasi. Kekayaan industri manajemen untuk pengembangan yang kuat dari Singapura
memenangkan "Swiss dari Timur" di dunia. Singapura adalah Kota London "diterbitkan pada

tahun 2012 Pusat Keuangan Global Index" sebagai sepuluh pusat keuangan Asia. Survei Bank
Dunia dari 181 negara di terbaru diterbitkan setelah "2012 Melakukan Business Report" akan
disebut sebagai dunia yang paling rentan terhadap lokasi bisnis Singapura. Singapura dan
pelaksanaan yang efektif dari reformasi penting, karena menghormati selama enam tahun
berturut-turut.
10. Sejarah Ekonomi di Singapura
Setelah memperoleh kemerdekaan dari Malaysia pada tahun 1965, Singapura
menghadapi pasar domestik yang kecil serta tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi.
70% keluarga di Singapura tinggal dengan kondisi yang buruk dan penuh sesak. Sepertiga
diantaranya tinggal di daerah kumuh di pinggiran kota. Angka pengangguran rata-rata 14%,
pendapatan per kapita masih US$ 516, dan setengah dari populasi buta huruf.
Sebagai tanggapan atas berbagai tantangan yang dihadapi, pemerintah Singapura
mendirikan Dewan Pembangunan Ekonomi untuk dijadikan tombak investasi dan membuat
Singapura sebagai tujuan yang menarik bagi investor asing. Pada tahun 2001 perusahaan asing
menyumbang 85% dari sektor ekspor manufaktur. Sementara itu, tabungan dan tingkat investasi
di Singapura naik pada tingkat tertinggi di dunia.
Sebagai hasil dari dorongan investasi ini, modal saham Singapura naik hingga 33 kali
lipat pada tahun 1992 dan 10 kali lipat peningkatan rasio modal tenaga kerja. Standar hidup terus
meningkat. Banyak keluarga yang pindah dari status berpenghasilan rendah ke penghasilan
menengah. Sekitar 80% penduduk Singapura merupakan anggota kelas menengah. Angka
tabungan yang tinggi berdampak pada negara yang tidak terlalu diberatkan akan jaminan masa
depan. Singapura juga telah berhasil mengembangkan tenaga kerja yang terampil, mandiri, dan
berpengalaman untuk ekonomi global.
Strategi ekonomi Singapura menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% dari tahun
1960 sampai 1999. Pertumbuhan ekonomi kembali turun setelah krisis keuangan di kawasan
regional pada tahun 1999 yakni sebesar 5,4%. Namun kembali naik ke 9,9% pada tahun 2000.

Pada tahun 2001 terjadi penurunan ekonomi sebesar 2%. Hal ini dikarenakan terjadi perlambatan
ekonomi di Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Ekonomi tumbuh sebesar 2,2% pada tahun
berikutnya, dan 1,1% pada tahun 2003 ketika terdapat wabah SARS di Singapura. Selanjutnya,
perubahan besar kembali terjadi pada tahun 2004 sehingga pertumbuhan ekonomi kembali ke
angka 8,3%. Pada tahun 2005, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% dan pada tahun 2006 sebesar
7,9%. Pada tanggal 8 Juni 2013, angka pengangguran di Singapura sekitar 1,9%.
11. Perdagangan, Investasi, dan Bantuan di Singapura
Perdagangan di Singapura pada tahun 2000 sebesar S$ 373 miliar. Meningkat 21% dari
tahun 1999. Singapura saat ini merupakan mitra dagang terbesar kelima belas dengan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, impor di Singapura mencapai $ 135 milyar dan ekspor mencapai $ 138
miliar. Malaysia adalah sumber impor utama Singapura, serta pasar ekspor terbesar yakni 18%
dari total ekspor Singapura.
Re-ekspor menyumbang 43% dari total penjualan Singapura ke negara lain pada tahun
2000. Ekspor utama Singapura adalah produk minyak bumi, makanan/minuman, bahan kimia,
tekstil/garmen, komponen elektronik, peralatan telekomunikasi, dan peralatan transportasi.
Sedangkan impor utama Singapura adalah pesawat, minyak mentah dan produk minyak bumi,
komponen elektronik, radio dan televisi, kendaraan bermotor, bahan kimia, makanan/minuman,
besi/baja, dan benang tekstil/kain.
Singapura memiliki akses perdagangan bebas di ASEAN, dengan bea masuk dikurangi
ketika berhadapan dengan Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei Darusalam, Myanmar,
Kamboja, Laos, dan Vietnam. Amerika Serikat memimpin dalam investasi asing di Singapura.
Pada tahun 1999, investasi kumulatif untuk manufaktur dan jasa oleh perusahaan-perusahaan AS
di Singapura mencapai sekitar $ 20 milyar. Sebagian besar investasi AS di bidang manufaktur
elektronik, penyulingan minyak dan penyimpanan minyak, dan industri kimia. Lebih dari 1.500
perusahaan AS beroperasi di Singapura.
Pemerintah Singapura dikenal bebas korupsi, terampil, memiliki infrastruktur yang
canggih dan efisien. Hal tersebut telah menarik investasi dari lebih dari 3.000 perusahaan

multinasional dari Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan asing tersebut
ditemukan di hampir setiap sektor ekonomi. Meskipun sektor jasa tertentu tetap didominasi oleh
perusahaan terkait dengan pemerintah.
Pemerintah juga telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi di luar
Singapura. Pada akhir tahun 1998, jumlah investasi di luar negeri mencapai $ 39 milyar.
Republik Rakyat Tiongkok menjadi tujuan investasi utama yaitu sekitar 14%. Kemudian diikuti
oleh Malaysia (14%), Hong Kong (8,9%), Indonesia (8%), dan Amerika Serikat (4%). India,
yang ekonominya berkembang pesat terutama dari sektor teknologi, menjadi sumber
berkembangnya investasi asing untuk Singapura. Amerika Serikat tidak memberikan bantuan
bilateral ke Singapura, tetapi AS tampaknya tertarik untuk meningkatkan perdagangan bilateral
dan menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas AS-Singapura. Pajak perusahaan Singapura
adalah 17 persen.
12. Tenaga Kerja di Singapura
Pada tahun 2000, Singapura memiliki tenaga kerja sekitar 2,2 juta. Negara ini memiliki
kemampuan berbahasa Inggris terbesar di Asia. Hal itu menjadikannya sebagai tempat yang
menarik bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Pengangguran di Singapura terbilang sangat
sedikit, yaitu sekitar 1,9% pada tahun 2012.
13. Keuangan Publik di Singapura
Belanja pemerintah di Singapura telah meningkat sejak awal krisis keuangan global, dari
sekitar 15% dari PDB pada tahun 2008 menjadi 17% pada tahun 2012. Pemerintah tidak
memiliki utang luar negeri dan surplus anggaran yang konsisten. Utang pemerintah Singapura
dikeluarkan untuk tujuan investasi, bukan untuk kebutuhan fiskal.
Pajak penghasilan pribadi Singapura sekitar 0% sampai 20% untuk pendapatan di atas S$
320.000. Tidak ada pajak warisan di Singapura. Tarif pajak penghasilan perusahaan di Singapura
sekitar 17% dengan pengecualian kepada usaha kecil.

Pada bulan April 2013, Singapura diakui sebagai surga bari para orang kaya karena pajak
penghasilan pribadi yang rendah serta pembebasan pajak pada pendapatan yang dihasilkan di
luar Singapura. Banyak orang-orang terkaya di dunia yang pindah kewarganegaraan ke
Singapura.
14. Kebijakan Moneter di Singapura
Monetary Authority of Singapore (MAS) adalah bank sentral Singapura dan otoritas
peraturan keuangan. Bank sentral ini mengelola berbagai perundang-undangan yang berkaitan
dengan uang, perbankan, asuransi, sekuritas, penerbitan uang, dan sektor keuangan pada
umumnya. MAS telah diberikan kewenangan untuk bertindak sebagai bankir dan agen keuangan
pemerintah. MAS juga telah dipercaya untuk melakukan stabilitas moneter dan kebijakan kredit
bagi pertumbuhan ekonomi. MAS tidak mengatur sistem moneter melalui suku bunga,
melainkan dengan melakukan intervensi di pasar Dolar Singapura.
15. Imigrasi Singapura
Singapura berkomitmen untuk menarik investasi asing, yang merupakan bagian dari
strategi ekonomi nasional, sangat sangat welcome keahlian asing dan berpenghasilan tinggi ke
Singapura. Selama dua tahun terakhir, semakin banyak investor China tersebut menguntungkan
Singapura. Menurut statistik resmi Singapura, dalam dua tahun terakhir, setiap tahun hak tinggal
permanen asing di Singapura setidaknya lima orang. Dalam memperoleh hak tinggal permanen
di kalangan imigran baru datang dari ASEAN, Asia Selatan dan Asia Timur, sebagian besar
imigran, 48% dari total jumlah imigran.
Wakil Perdana Menteri Singapura dan Menteri Dalam Negeri Wong Kan Seng, wawancara media
massa Singapura, mengatakan: "Singapura sangat welcome migrasi ke luar negeri, di satu sisi
untuk menjaga kemakmuran ekonomi, di sisi lain, mungkin lebih beragam masyarakat tujuan
jangka panjang Singapura adalah untuk dapat berkembang menjadi nyaman menampung enam
juta orang di negara ini. "

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi dari JanuariSeptember 2015 telah mencapai Rp 400 triliun. Sumber realisasi investasi berasal dari
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 133,2 trilun dan realisasi investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 266,8 triliun. Deputi Bidang Pengendalian dan
Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan, realisasi investasi dari
Singapura menjadi yang terbesar dari realisasi investasi PMA yang mencapai Rp 266,8 triliun.

You might also like