You are on page 1of 36

Presentasi kasus

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Penyaji:
Andrie Febriansyah, S.Ked

Pembimbing:
Dr. Agung Mudapati., Sp.A(K)

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
2015

Halaman Pengesahan

Judul Presentasi Kasus : INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


Disusun oleh :
Andrie Febriansyah, S.Ked

11310034

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
Bandar Lampung, Desember 2015
Pembimbing

Dr. Agung Mudapati, Sp.A(K)

BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 IDENTIFIKASI
Nama

: An. Shakira jihan kirana zamzami

Umur / Tanggal Lahir

: 2 tahun / 18 Desember 2013

Jenis kelamin

: Perempuan

Berat Badan

: 10 kg

Tinggi Badan

: 85 cm

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. H. Komarudin Rajabasa, Bandar Lampung

Kebangsaan

: Indonesia

MRS

: 25 November 2015

I.2 ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita, 25 November 2015)
Keluhan Utama

: sakit ketika kencing

Keluhan Tambahan

: demam

Riwayat Perjalanan Penyakit


1 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh sakit saat
kencing, setelah kencing biasanya penderita menangis, air kencing yang keluar
banyak disertai bau pesing yang berbeda dari biasanya, darah pada air kencing
tidak ditemukan, ibu penderita bercerita jika anaknya sudah bisa untuk buang air
kecil sendiri dan sering menahan kencing, keluhan disertai demam yang bersifat
naik turun.
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita awalnya mengalami
diare yakni BAB cair dengan frekuensi >5x per hari, diare dialami selama 4 hari,
namun sudah berobat dan sembuh.

3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam tinggi


terus menerus dan terasa berat pada malam hari disertai keluhan buang air kecil
terasa sakit dan sering menangis/rewel, penderita juga tidak mau makan dan
minum sedikit. Penderita lalu dibawa ke Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
dan dirawat selama 3 hari, didiagnosis sebagai infeksi saluran kemih (ISK), diberi
terapi IVFD RL gtt 10 makro, ceftriaxone 2x200 mg intravena, Paracetamol syrup
3x cth 1, puyer 3x1 pulv dengan kandungan urinex 1/3, amoxcicilin 500 mg 1/3,
melact 200 mg 1/3, natrium diclopenat 1/3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat BAK warna merah disangkal
Riwayat BAK berpasir disangkal
Riwayat penyakit bawaan lahir disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan

: Aterm 9 bulan 15 hari

Partus

: Persalinan normal/spontan

Ditolong oleh

: Bidan

Tanggal

: 18 Desember 2013

Berat badan lahir

: 3000 gram

Panjang badan lahir

: 49 cm

Keadaan saat lahir

: Langsung menangis

Riwayat Makanan
0-6 bulan

: ASI ekslusif (sesuai dengan kemampuan anak)

6-12 bulan

: ASI didampingi biskuit Milna ( 2-3x/hari)

12 bulan 24 bulan

: nasi biasa, lauk: ikan 1 potong kecil atau


kuning telur atau tahu 1 potong kecil atau tempe
1 potong kecil (selang-seling dalam satu
minggu), sayur: bayam, katuk, wortel. Kadangkadang mie instan, kemplang, susu. Frekuensi
makan tiga kali sehari, banyaknya 3-4 sendok
makan. Susu: paling sering Dancow, -1 gelas,
3x/minggu. Buah: paling sering pepaya,
pisang, dan jeruk 2 kali dalam seminggu.

Riwayat Perkembangan
Tengkurap

: 3 bulan

Duduk

: 4 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Kesan

: Perkembangan motorik dalam batas normal

Riwayat Imunisasi
BCG

: 1 kali, scar + (pada lengan kanan)

DPT

: 4x

Polio

: 4x

Hepatitis B

: 3x

Campak

: 1x

Kesan

: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah penderita
berumur 27 tahun dengan pendidikan terakhir Sarjana dan bekerja sebagai
wiraswasta. Ibu penderita berusia 24 tahun, pendidikan terakhir SLTA, dan

bekerja sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong
mampu dengan penghasilan Rp.5.000.000-10.000.000/bulan.
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 25 November 2015
Keadaan Umum
Kesadaran

: Kompos mentis

Nadi

: 106 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup

Tekanan darah

: tidak dilakukan

Pernapasan

: 26 x/menit

Suhu

: 39,3 C

Anemis

: tidak ada

Sianosis

: tidak ada

Ikterus

: tidak ada

Edema umum

: tidak ada

Berat Badan

: 10 kg

Tinggi Badan

: 85 cm

Keadaan Spesifik

Kulit

Kepala

: tidak ada dermatosis

Bentuk

: Normosefali, simetris, UUB membonjol tidak ada

Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata

: tidak cekung, Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+,


konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.

Hidung

: Bentuk biasa, epistaksis tidak ada, sekret ada, napas cuping


hidung tidak ada.

Mulut

: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).

Tenggorokan : Faring hiperemis (-)


Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.

Thoraks
Paru-paru

Inspeksi

Palpasi : stemfremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).

: Statis, dinamis simetris, retraksi -/-

Jantung

Inspeksi

Palpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi

: HR: 106 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)

: Iktus kordis tidak terlihat

Abdomen

Inspeksi

: normal
Palpasi : Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)

Ekstremitas

: Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-)


Capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

Pemeriksaan

Tungkai

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Fungsi sensorik

GRM

Tungkai

Kanan
Kiri
Luas
Luas
5
5
Eutoni
Eutoni
+ normal
+ normal
: Dalam batas normal

Lengan

Lengan

Kanan
Luas
5
Eutoni

Kiri
Luas
5
Eutoni

+ normal
-

+ normal
-

: Kaku kuduk tidak ada

I.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


25 November 2015
Darah
Hb

: 8,9 g/dl

Ht

: 25 vol%

Leukosit

: 11.200/mm3

Trombosit

: 306.000/mm3

Eritrosit

: 4,1 uL

Hitung jenis

: 0/0/0/50/42/8

MCV

: 65 fi

MCH

: 20 pg

MCHC

: 32 g/dl

26 November 2015
Urinalisa
Bakteri

:-

Sel epitel

: + /beberapa

Leukosit

: 3-5/ LPB

Eritrosit

: 16-18/ LPB

Darah samar

: 50 ery/dl

Protein

: 30

Glukosa

: Negatif

I.5 DIAGNOSIS BANDING


1. Infeksi saluran kemih (ISK)
2. I.6 DIAGNOSIS KERJA
Infeksi saluran kemih (ISK)
I.6 PENATALAKSANAAN

IVFD RL gtt 10 makro

Ceftriaxone 2x200 mg intravena

Paracetamol syrup 3x cth 1

Puyer 3x1 pulv dengan kandungan urinex 1/3, amoxcicilin 500 mg 1/3, melact
200 mg 1/3, natrium diclopenat 1/3.

I.7 RENCANA PEMERIKSAAN


Kultur urin
Kultur darah
Konsul spesialis anak

I.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

D.

FOLLOW UP
Tanggal
25-11-2015

Keterangan
S : Keluhan: sakit saat BAK (+), dan menangis apabila selesai
kencing, frekuensi >5x dengan intensitas banyak, bau pesing
menyengat, darah (-), demam (+), menangis dan rewel, nafsu
makan menurun dan minum menurun, bab belum hari ini.
O : Sense: CM
N: 101 x/menit RR: 28 x/menit T: 39,3 oC
BB: 10 Kg
Kulit

: turgor normal

Kepala

: UUB cekung (-), mata cekung (+), air mata +/+,


mukosa bibir kering (+)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

: HR = 101x/menit, BJ I dan II normal, murmur


(-) gallop (-)

Abdomen

: cembung, lemas, BU (+) normal, hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali cepat

Ekstremitas : edema, akral dingin tidak ada, capillary refill


<2 detik
A : observasi febris hari ke-3 susp. Infeksi saluran kemih
P:

IVFD RL gtt 10/makro

26-11-2015

Ceftriaxone 2x200 mg iv (skin test)

PCT syrup 3x cth1

S :

Keluhan: keluhan menangis saat kencing (+) dengan

frekuensi 1x, darah (-), BAB 1x, normal, demam (-), anak rewel
dan menangis, nafsu makan menurun, minum baik
O : Sense: CM
N: 119 x/menit RR: 28 x/menit T: 37,2 oC
BB: 10 Kg
Kulit

: turgor normal

Kepala

: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+,


mukosa bibir kering (-)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

: HR = 119x/menit, BJ I dan II normal, murmur


(-) gallop (-)

Abdomen

: cembung, lemas, BU (+) normal, hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali cepat

Ekstremitas : edema, akral dingin tidak ada, capillary refill


<2 detik
A : Infeksi saluran kemih (ISK)
P:

IVFD RL gtt 10/makro

Ceftriaxone 2x200 mg iv

PCT syrup 3x cth1

Puyer 3x1 pulv dengan kandungan urinex 1/3, amoxcicilin


500 mg 1/3, melact 200 mg 1/3, natrium diclopenat 1/3

10

27-11-2015

S : Keluhan: BAK dg frekuensi 3x (-), darah (-), sudah tidak


menangis saat BAK, BAB frekuensi 2x normal, demam hangat
subfebris (+) namun tadi malam demam tinggi, nafsu makan baik,
minum baik
O : Sense: CM
N: 98 x/menit RR: 26 x/menit T: 37,5oC
BB: 10 Kg
Kulit

: turgor normal

Kepala

: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+,


mukosa bibir kering (-)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

: HR = 103x/menit, BJ I dan II normal, murmur


(-) gallop (-)

Abdomen

: cembung, lemas, BU (+) normal, hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali cepat

Ekstremitas : edema, akral dingin tidak ada, capillary refill


<2 detik
A : Infeksi saluran kemih (ISK)
P:

28-11-2015

IVFD RL gtt 10/makro

Ceftriaxone 2x500 mg iv

PCT syrup 4x cth1

Puyer 3x1 pulv dengan kandungan urinex 1/3, amoxcicilin

500 mg 1/3, melact 200 mg 1/3, natrium diclopenat 1/3


S : Keluhan: BAK dg frekuensi 2x, kuning jernih, darah (-), tidak
rewel setelah BAK, BAB belum hari ini, demam (-), nafsu makan

11

sedikit menurun dan minum baik


O : Sense: CM
N: 110 x/menit RR: 24 x/menit T: 36,7oC
BB: 10 Kg
Kulit

: turgor normal

Kepala

: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+,


mukosa bibir kering (-)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)

Pulmo

: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor

: HR = 110x/menit, BJ I dan II normal, murmur


(-) gallop (-)

Abdomen

: cembung, lemas, BU (+) normal, hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali cepat

Ekstremitas : edema, akral dingin tidak ada, capillary refill


<2 detik
A : Infeksi saluran kemih (ISK)
P:

PCT syrup 4x cth1

Puyer 3x1 pulv dengan kandungan urinex 1/3, amoxcicilin


500 mg 1/3, melact 200 mg 1/3, natrium diclopenat 1/3

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO)
dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant bakteriuria): Bakteriuria bermakna
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony
forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert
bakteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK
dinamakn bakteriuria simptomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan
presentasi klinis ISK tanpa bakteriuri bermakna. Banyak faktor yang
menyebabkan negatif palsu pada pasien dengan presentasi klinis ISK (Enday
Sukandar, 2007).
a. Pasien telah mendapat terapi antimikroba
b. Terapi diuretika
c. Minum banyak
d. Waktu pengambilan sampel tidak tepat
e. Peranan bakteriofag
2.2 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun pelbagai antibiotika sudah tersedia luas di
pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK seumur hidupnya (Sukandar E, 2007).

13

2.3 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya
menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif
tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti
oleh Proteus

sp., Klebsiella

sp.,

Enterobacter

sp., dan Pseudomonas

sp.,Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain


dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK
No.

Mikroorganisme

Persentase
biakan
(%)

1.

Escherichia coli

50-90

2.

Klebsiela sp. atau Enterobacter


sp.

10-40

3.

Proteus sp.

5-10

4.

Pseudomonas aeroginosa

2-10

5.

Staphylococcus epidermidis

2-10

6.

Enterococci sp.

2-10

7.

Candida albicans

1-2

8.

Staphylococcus aureus

1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat


menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK
melalui

cara

hematogen

adalah brusella, nocardia, actinomises,

dan

Mycobacterium tuberculosa . Candida sp merupakan jamur yang paling sering


menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin,
pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat
pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering

14

ditemukan adalah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur


sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen .
Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu :
1. Bendungan aliran urin, terdiri atas :
a. Anomali kongenital
b. Batu saluran kemih
c. Oklusi ureter (sebagian atau total)
2. Refluks vesikoureter
3. Urin sisa dalam buli-buli karena :
a. Neurogenic bladder
b. Striktura uretra
5.Hygienitas
6. Instrumentasi
a. Kateter
b. Dilatasi uretra
c. Sitoskopi
(Om Zainuls Blog, 2010)

2.4 Klasifikasi
Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu:
a. Infeksi saluran kemih atas

15

1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang


disebabkan oleh infeksi bakteri.
2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik
yang spesifik.

b. Infeksi saluran kemih bawah


1. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria
bermakna.
2. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril)
(Sukandar E, 2007).

2.5 Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi simtomatik dengan presentasi klinis
ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri(host) (Sukandar
E, 2007).
Peranan Patogenisitas Bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga berkait dengan
etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih daripada 170 serotipe O (antigen) E.coli
yang patogen. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida

dari lipopolisakarin (LPS). Hanya

IG

serotipe

dari 170

srotipeO/E.coli yang terhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain

16

E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus. Penelitian intensif berhasil


menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis. Bakteri
patogen dari urin dapat menyebabkan presentasi klinis ISK tergantung juga dari
faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan
variasi fase faktor virulensi (Sukandar E, 2007).
Peranan bakterial attachment of mukosa
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from
the bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.
Pada umumnya P.fimbriae terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada
sel epitel saluran kemih atas dan bawah Fimbriae dari strain E.coli ini dapat
diisolasi hanya dari urin segar (Sukandar E, 2007).
Peranan Faktor Virulensi Lain
Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa
toksin seperti haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan iron
uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -haemolisin terikat
pada kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya
5% terikat pada gen plasmio.
Faktor Virulensi Variasi Fase
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi antara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandungan kemih
dan ginjal (Sukandar E, 2007).

17

Peranan faktor Tuan Rumah (host)


Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran
kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh bila sudah terdapat kelainan
struktural anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal
tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses clearance
normal dan sangat peka terhadap infeksi. Zat makanan dari bakteri akan
meningkat dari normal , diikuti refluks MO dari kandung kemih ke ginjal.
Endotoksin dapat menghambat peristaltik ureter. Refleks vesikoureter ini sifatnya
sementara dan hilang sendiri bila dapat terapi antibiotika (Sukandar E, 2007).
Status Imunologi Pasien (host response)
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status seketor
mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe
fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan terhadap
ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe
sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan
kelompok sekretorik (Sukandar E, 2007).
2.6 Patofisiologi
Pada individu normal, urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan
frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme
nonpathogenis fastidious gram-positif dan gram negatif. Hampir semua ISK
disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke kandung kemih. Pada
beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini

18

dipermudah refleks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat


jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjutan dari bakteriemia. Ginjal
diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemia atau
endokarditis akibat stafilokokus aureus. Kelainan ginjal terkait dengan
endokarditis dikenal dengan Nephritis Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan
pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi
sistemik gram negatif (Sukandar E, 2007).
2.7 Gejala Klinis
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
1.

Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih

2.

Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis

3.

Hematuria

4.

Nyeri punggung dapat terjadi


Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :

5.

Demam

6.

Menggigil

7.

Nyeri panggul dan pinggang

8.

Nyeri ketika berkemih

9.

Malaise

10.

Pusing

11.

Mual dan muntah


(Suwitra K, 2007)
Presentasi klinis ISK bawah:
a) Sistitis - Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna.

Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit suprapubik,

polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.

19

b) SUA - Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sisititis tanpa ditemukan
mikroorganisme(steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini
SUA disebabkan MO anaerobik. Presentasi klinisnya adalah piuria, disuria,
sering kencing, leukosituria.
Presentasi klinis ISK atas:
a) PNA - Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti panas tinggi
(39.5-40.5), disertai menggigil dan sakit pinggang. Sering didahului sistitis.
b) PNK - Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
vesikoureter refleks dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal (Sukandar E, 2007) .
2.8 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis
2.8.1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan
diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :
2.8.1.1. Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi
tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki
dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan
spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang
dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil,

20

spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara
terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik,
walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena
harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine
dalam vesica urinaria (Drdjebrut's Blog, 2009).
Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut:
a. Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi
berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih
dan infeksi saluran kemih.
b. Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila
ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau
setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di
sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak >
10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin .
Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan :
1. infeksi tuberkulosis;
2. urin terkontaminasi dengan antiseptik;
3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina;
4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik);

21

5. nefrolitiasis;
6. tumor uroepitelial
c. Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara
lain:
1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis
ginjal;
2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis;
3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada
gromerulonefritis akut;
4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan
bersamaan dengan proteinuria nefrotik.
d. Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal.
e. Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi
saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
2.8.1.2. Bakteriologis

22

a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa


diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri
lapangan pandang minyak emersi.
b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk
memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna,
yaitu:

Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna


Pengambilan spesimen

Jumlah koloni bakteri per ml urin

Aspirasi supra pubik

> 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme


patogen

Kateter

> 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen

Urine bag atau urin porsi tengah

> 100.000 cfu/ml

Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah
dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin
yang diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al.menyatakan bahwa
ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin
masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga
masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak
menunjukkan adanya gejala ISK.
2.8.1.3. Tes Kimiawi

23

Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria,


diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya
adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat.
2.8.1.4. Tes Plat Celup (Dip-Slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik
bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat
khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan
digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung
plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37 oC selama satu
malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola
pertumbuhan

kuman

yang

terjadi

dengan

serangkaian

gambar

yang

memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL
urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat.
Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui .
2.8.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu
atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini
dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan
pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan (Drdjebrut's Blog,
2009).

2.9 Penatalaksanaan
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,
namun

bila

sudah

terjadi

keluhan

harus

segera

dapat

diberikan

24

antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes
kepekaan antibiotika.
Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke
dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk
mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih.
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain:
- pengobatan dosis tunggal
- pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
- pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
- pengobatan profilaksis dosis rendah
- pengobatan supresif
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :
1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan
2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi
risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang
sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola
pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih,
serta faktor-faktor penyerta lainnya (Naber KG, 2001).

25

Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah.
Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada
anak-anak. Namun, peningkatan angka resistensi E.coli terhadap antibiotik ini
menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK yang diterapi dengan antibiotik
ini menjadi tinggi3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam
penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan
untuk terapi ISK, yaitu:
1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab
ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada
ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.
2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan
untuk bayi premature adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4.
3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2
dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole.
Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan
dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.
4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau
dosis terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis)
sehari. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih
mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal
usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak
perempuan.
Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada
anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu
nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping

26

seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien
dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu
perkembangan pada sistem muskuloskeletal dan sendi .
Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada
pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan
perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan
pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus
kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan
umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur
sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi
sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.
Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam
penelitiannya, Conway et al.menyatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis
berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya
pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada
anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan
efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga
pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan.

2.7.1. Sulfonamide
Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif.
Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya

27

diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi


di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan
produksi PABA berlebihan.
Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas),
gangguan pencernaan (nausea,vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia,
(thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis
berdasarkan waktu paruhnya :
- Short acting
- Intermediate acting
- Long acting
2.7.2. Trimethoprim
Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat
enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam
bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi
dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram
negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi
saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam)
pada infeksi saluran kemih akut
Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.
2.7.3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):

28

Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati
infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan
oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim
lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim
memiliki

volume

Sulfamethoxazole.

distribusi
Dua

yang

lebih

besar

tablet ukuran biasa

dibandingkan

dengan

(Trimethoprim 80 mg

Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada
infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari
mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang
kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan
sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa
wanita.
Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan
demam, kemerahan, leukopenia dan diare.
2.7.4. Fluoroquinolones
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase
mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan
replikasi normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif
termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per
oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam
cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda.
Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan
dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.

29

Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.
Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak
diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.
2.7.5. Norfloxacin
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat
baik untuk infeksi saluran kemih.
2.7.6. Ciprofloxacin
Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus
dalam

melawan

bakteri

gram

negatif

dan

juga

melawan gonococcus,

mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.


2.7.7. Levofloxacin
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan
generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
2.7.8. Nitrofurantoin
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram
negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat
di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan
kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian
rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100
mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan.

30

Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama.


Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa6-fosfat dehidrogenase.
2.7.9. Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat
sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan
eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat.
Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah
menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya
efek toksik. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan
terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi
tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat
mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk
mencapai dosis terapeutik. Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan
menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan
lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorpsi usus
dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan
berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat
yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan
obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi
ginjal adalah :
- penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

31

pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine

B, Siklosporin.
Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan
kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme
di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim +
Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal
gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih
kecil dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15
hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis
Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam.
Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena.
Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 umur) x berat badan
72 x kreatinin serum
(Om Zainuls Blog, 2010)

2.10 Komplikasi
1. ISK sederhana.
- ISK akut tipe sederhana(sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan
hamil merupakan penyakit ringan dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka
lama.
2. ISK tipe Berkomplikasi
- ISK selama kehamilan. ISK selama kehamilan dari umur kehamilan.

32

- ISK pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klins melaporkan


bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan
perempuan tanpa DM ((Sukandar E, 2007).

2.11 Prognosis
Prognosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi lebih baik dan member pelung
yang lebih cerah kepada pasien bila faktor pencetus dan penyebab yang
menyumbang kepada terjadinya ISK dapat diatasi (Sukandar E, 2007).

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Drdjebrut's Blog, 2009. Pengambilan bahan urin dan urinalisa secara umum
Available from: http://drdjebrut.wordpress.com/tag/urinalisis/
2. Enday Sukandar, 2007. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Aru W.Sudoyo,
Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, ed. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta, Indonesia: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, 553-557.
3. Kayser et al, 2005. Medical MIcrobiology, 15th ed, Thieme, Norwalk,
Connecticut/San Mateo California, 7-20.
4. Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B (ed). European
Association of Urology : Guidelines on Urinary and Male Genital Tract Infections. 2001,
11-29

5. OmZainuls

Blog,

2010

Infeksi

saluran

kemih.

Available

from

http://omzainul.wordpress.com/2010/03/29/isk-infeksi-saluran-kemih-dari-berbagaisumber-moga-berguna/

34

6. Suwitra K, 2007, Prevalensi, Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Terkait


dengan Infeksi Saluran Kemih pada Penderita Diabetes Melitus yang Rawat
Inap, J Peny Dalam, Volume 8, 2 Mei 2007.

35

You might also like